Transcript for:
Kesultanan Banten dan Perjuangan Melawan VOC

Banten memiliki posisi yang strategis sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu, sejak semula Belanda ingin menguasai Banten, tetapi tidak pernah berhasil. Akhirnya VOC membangun bandar di Batavia pada tahun 1619. Terjadi persaingan antara Banten dan Batavia memperebutkan posisi sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu, rakyat Banten sering melakukan perusahaan yang berbeda. melakukan serangan-serangan terhadap VOC pada tahun 1651 Pangeran Surya naik tahta di Kesultanan Banten ia adalah cucu Sultan Abdul Mufakir Mahmud Abdul Karim anak dari Sultan Abu al-ma'ali Ahmad yang wafat pada tahun 1650 Pangeran Surya bergelar Sultan Abu al-fat Abdul Fattah Sultan Abu Al-Fat Abdul Fatah ini lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirta Yasa. Ia berusaha memulihkan posisi Banten sebagai bandar perdagangan internasional sekaligus menandingi perkembangan VOC di Batavia. Beberapa kebijakannya, misalnya mengundang para pedagang Eropa lain seperti Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis. Sultan Ageng Kirtayasa juga mengembangkan hubungan dagang dengan negara-negara Asia seperti Persia, Benggala, Siam, Tonkin, dan Cina. Perkembangan di Banten ternyata sangat tidak disenangi oleh VOC. yaitu untuk melemahkan peran Banten sebagai bandar perdagangan, VOC sering melakukan blokade. Jungjung Cina dan kapal-kapal dagang dari Maluku dilarang oleh VOC untuk meneruskan perjalanan menuju Banten. Sebagai balasan, Sultan Ageng mengirim beberapa pasukannya untuk mengganggu kapal-kapal dagang VOC dan menimbulkan gangguan di Batavia. Dalam rangka memberi tekanan dan memperlemah kedudukan VOC, rakyat Banten juga melakukan perusakan terhadap beberapa kebun tanaman tebu milik VOC. Akibatnya hubungan antara Banten dan Batavia semakin memburuk. Menghadapi serangan pasukan Banten, VOC terus memperkuat kota Batavia dengan mendirikan benteng-benteng pertahanan, seperti benteng Northwich. Dengan tersedihnya beberapa benteng di Batavia, diharapkan VOC mampu bertahan dari berbagai serangan dari luar dan mengusir para penyerang tersebut. Sementara itu, untuk kepentingan pertahanan, Sultan Ageng memerintahkan untuk membangun saluran irigasi yang membentang dari Sungai Untung Jawa sampai Pontang. Selain berfungsi untuk meningkatkan produksi pertanian, saluran irigasi dimaksudkan juga untuk memudahkan transportasi perang. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng ini, memang banyak dibangun saluran air atau irigasi. Oleh karena jasa-jasanya ini, maka suara saluran air yang terdengar di dalam saluran ini tidak bisa dipercaya. Sultan digelari Sultan Ageng Tirta Yasa serangan dan gangguan terhadap VOC terus dilakukan di tengah-tengah mengobarkan semangat anti VOC itu pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirta Yasa mengangkat putra mahkota Abdul Nazim Abdul Kahar sebagai raja pembantu yang lebih dikenal dengan nama Sultan Haji sebagai raja pembantu Sultan Haji bertanggung jawab dalam urusan dalam negeri dan Sultan Agung Tirta Yasa bertanggung jawab untuk urusan luar negeri yang dibantu oleh putranya yang lain yakni Pangeran Arya Purbaya pemisahan urusan pemerintahan di Banten ini tercium oleh perwakilan VOC di Banten Ia kemudian mendekati dan menghasut Sultan Haji agar urusan pemerintahan di Banten tidak dipisah-pisahkan dan jangan sampai kekuasaan jatuh ke tangan Arya Purbaya. Karena hasutan VOC ini, Sultan Haji mencurigai ayah dan saudaranya. Sultan Haji juga sangat khawatir, apabila dirinya tidak segera dinobatkan sebagai Sultan, sangat mungkin jabatan Sultan itu akan diberikan kepada Pangeran Arya Purbaya. Tanpa berpikir panjang, Sultan Haji segera membuat persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta Kesultanan Banten. Timbulah pertentangan yang begitu tajam antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirta Yasa. Dalam persekongkulan tersebut, VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk merebut Kesultanan Banten, tetapi dengan 4 syarat. Pertama, Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC. Kedua, Monopoli lada di Banten dipegang oleh VOC dan harus menyingkirkan para pedagang Persia, India, dan Cina. Ketiga, Banten harus membayar Rp600.000 apabila ingkar janji. Dan yang keempat, pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman periangan segera ditarik kembali. Isi perjanjian ini disetujui oleh Sultan Haji. Pada tahun 1681, VOC atas nama Sultan Haji berhasil merebut ke Sultanan Banten. Istana Surosoan berhasil dikuasai. Sultan Haji menjadi Sultan Banten yang berkedudukan di Istana Surosoan. Sultan Ageng Tirta Yasa kemudian membangun istana yang baru yang berpusat di Tirta Yasa. Sultan Ageng Tirta Yasa berusaha merebut kembali ke Sultanan Banten dari Sultan Haji yang didukung oleh VOC. Pada tahun 1682, pasukan Sultan Ageng Tirta Yasa berhasil mengepung Istana Surosoan. Sultan Haji terdesak dan segera meminta bantuan tentara VOC. Datanglah bantuan tentara VOC di bawah pimpinan Francoistak. Pasukan Sultan Ageng Tirta Yasa dapat dipukul mundur dan terdesak hingga ke Benteng Tirta Yasa. Benteng Tirta Yasa juga dikepung oleh tentara VOC. Sultan Ageng Tirta Yasa akhirnya berhasil meloloskan diri bersama puterannya, Pangeran Purbaya, ke hutan lebak. Mereka masih melancarkan serangan sekalipun dengan bergerilya. Tentara VOC terus memburu. Sultan Ageng Tirta Yasa beserta pengikutnya yang kemudian bergerak ke arah Bogor. Pada tahun 1683, Sultan Ageng Tirta Yasa berhasil ditangkap oleh VOC dengan tipu muslihat. Sultan Ageng ditawan di Batavia sampai wafatnya pada tahun 1692. Semangat juang Sultan Agung Tirta Yasa beserta pengikutnya tidak pernah padam. Ia telah mengajarkan untuk selalu menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan tanah air dari dominasi asing. Hal ini terbukti setelah Sultan Agung Tirta Yasa meninggal. Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC terus berlangsung. Misalnya pada tahun 1750, berkobar perlawanan yang dipimpin oleh seorang ulama terkenal, yakni Kitapa. Pada bulan November 1750, gabungan pasukan VOC dan tentara kerajaan berhasil dihancurkan oleh pasukan Kitapa. Kitapa ini antara lain juga mendapat dukungan seorang pangeran yang bekerja sama dengan Ratu Bagus. Perlawanan Kitapa ini semakin meluas. VOC tidak ingin dipermalukan oleh pasukan pribumi. Oleh karena itu, pada tahun 1751, VOC mengerahkan pasukan gabungan dalam jumlah yang sangat besar, mencapai 1250 personil untuk mengepung pasukan Kitapa dan Ratu Bagus. Pasukan Kitapa dapat didesak oleh VOC, namun Kitapa dan Ratu Bagus dapat melelaskan diri dan pergi ke hutan untuk melancarkan Perang Gerilya. Kitapa telah menjadi lambang kekuatan Banten yang tidak pernah terkalahkan.