Assalamualaikum Wr Wb Masih ingatkah kalian dengan sosok Bang Moka Dalam cerita haid di Gunung Cermai Yang dialami oleh Adi dan Ayu Sangat banyak dari teman-teman Yang penasaran dengan sosok satu ini Sosok yang sebenarnya terlihat galak Tapi dia adalah sosok yang sangat-sangat bijak Bahkan, ialah yang menjadi Guardian Angel Di saat Adi dan Ayu terjebak di sana Kisah satu ini spesial ya, cerita kali ini adalah murni karangan Bang Betz yang mengambil universe yang sama dengan kisah Adi dan Ayu. Jadi cerita ini fiktif, hanya karangan Bang Betz ya. Lantas, apakah kalian mau tahu bagaimanakah kisahnya? Simak video ini dan selamat datang di channel Bang Betz Illustration.
Cerita terfokus pada sosok Moka. Moka adalah seorang pecinta alam sejati. Walaupun dia sudah masuk usia cukup untuk menikah, Moka masih saja melajang.
Sebenarnya, ia pernah memiliki seorang kekasih yang sudah lama berhubungan dengannya. Namun semua harapan itu pupus. Ketika sang kekasih lebih dulu dilamar dan dinikahi oleh orang lain. Yang membuat Moka sempat jatuh dan membuat ia tak lagi memikirkan soal perempuan. Ia lebih memilih mengambil jalan sebagai seorang petualang dan juga pecinta alam.
Ia juga mulai menyukai gunung. Sejak kejadian itu, hanya di gununglah Moka bisa menemukan sebuah kedamaian batin. Dan sejak hari itu, sudah ada banyak gunung yang telah Moka taklukan.
Entah bersama teman atau hanya seorang diri. Itu bukanlah masalah untuknya Intinya, ia hanya ingin menikmati alam Yang masih sejuk dan asri Moka juga sangat membenci Jika ada pendaki lain yang suka nyampah di gunung Pendaki hanya untuk gaya-gayaan Atau bahkan sok-sokan Ia juga merupakan orang yang taat beragama Meski begitu, ia tak terlalu percaya Dengan hal-hal gaib Semacam hantu atau dedemit Moka merupakan orang yang sangat logis dan juga sangat ambisius. Ketika ia ingin mendaki ke suatu tempat, maka ia akan segera berangkat tanpa perlu memikirkan nita itu. Hingga pada suatu hari, sekitar tahun 1983, Moka ingin mendaki ke sebuah gunung yang berada di Jawa Barat.
Tepatnya adalah Gunung Jermai. Tak perlu pikir panjang, Moka pun mempersiapkan segala perlengkapan. Yang ia butuhkan untuk mendaki Selesai packing Ia meminta izin kepada sang ayah dan ibunya Untuk berangkat ke ciremai besok pagi Disini Sang ayah yang biasanya iya-iya saja Tiba-tiba melarang Moka Untuk naik ke ciremai seorang diri Jangan leh Ini jangan Virasat bapak kok gak enak Ucap si bapak Moka pun cepat heran, kenapa tiba-tiba sang ayah melarangnya?
Soalnya, sebelumnya tak pernah sekalipun ia melarang Moka untuk mendaki. Apa pak, kan Moka udah biasa mendaki sendirian, ucap Moka. Sang ayah berkata, jika ia memiliki firasat buruk, ayah Moka memang memiliki keyakinan beraliran Islam kejawen, yang mana ia mempercayai firasat dari mimpi.
Dan juga meyakini tentang adanya hari-hari sial. Semangat mimpi, pak lihat kamu dikurung di sebuah istana besar yang gelap. Dan dikelilingi makhluk-makhluk yang ngeri bentuknya, leh. Bapak pengen nolong. Tapi bapak malah dicegat sosok berjubah hitam.
Ucap Sangaya. Sangaya benar-benar kepikiran Firasat itu kali ini. Dan meminta muka untuk tidak berangkat sendiri.
Disini, muka yang berfikiran logis dan tidak percaya hantu pun meyakinkan Sang Ayah jika semua itu hanyalah mimpi dan tidak memiliki arti apapun. Karena terus mendesak agar ia diizinkan, akhirnya Sang Ayah pun memberi izin. Asalkan ia mau mengajak Sang Adik, yaitu Jajang, di rumah.
Di sini, Moka mengerutkan dayanya, berbeda 180 derajat dengan Moka. Jajang merupakan seorang anak yang cengengesan dan tidak pernah mau mengikuti perkataan Moka. Namun, memiliki kesamaan seperti Moka, ia juga tak percaya dengan adanya hantu atau dedemit apapun itu. Moka sebenarnya menolak mengajak adiknya, karena ia tahu jika adiknya akan susah diatur.
Namun, karena hanya itulah. Syarat yang diberikan oleh sang ayah Jika Moka benar-benar ingin mendaki Gunung Ciremai Boy, abang mau ke Ciremai Lo mau ikut gak? Ucap Moka Walaupun sering selek Namun sebenarnya Moka sangat menyayangi sang adik Dan panggilan Boy Adalah salah satu panggilan cintanya Kepada si Jajang Hah?
Yang bener bang? Kapan? Mau bang? Aku ikut!
Jawab Jajang Besok pagi kita berangkat, lu siap-siap dulu. Nih, list barang yang jangan sampai ketinggalan. Ucap Moka, sembari memberikan secari kertas.
Berisi catatan tentang apa saja yang harus Jajang bawa. Karena Moka tahu, Jajang belum pernah mendaki. Jadi, pastinya Jajang tak tahu.
Siap bang, laksanakan! Jawab Jajang dengan sumber ingat. Jajang pun senang bukan main, karena... Ia memang belum pernah mendaki gunung dan setiap kali ia meminta untuk ikut sang abang, Moka selalu saja melarangnya dengan alasan yang sama.
Namun kali ini, Jajang boleh ikut akibat permintaan sang ayah dengan syarat Jajang harus mengikuti dan mau nurut dengan perkataan Moka ketika di gunung nanti. Jajang pun mengangguk dan segera mempersiapkan perbekalannya untuk mendaki besok. Keesokan paginya sebelum berangkat, mereka kembali berpamitan dengan ayah dan ibu mereka.
Ini bekal dari bapak buat kalian. Di sini, sang ayah memberi sebuah bekal berupa bungkusan kecil yang diberikan kepada Moka dan Jajang masing-masing satu bungkus. Sembari berpesan, Ada yang gangguin, khususnya ada gangguan pas nanti di atas.
Lempar aja pake pungkusan ini sebagai senjata kalian, pokoknya lempar aja Ucap sang ayah Moka dan Jajang yang sebenarnya tak terlalu percaya pun Mengiakan perkataan si ayah Biar si ayah tidak banyak protes pikirnya Setelah mencium kedua tangan mereka Jajang dan Moka pun berangkat Dari kota kelahiran mereka Menuju ke gunung Jermai memang cukup jauh Sekitar 8 jam perjalanan, mereka tempuh dengan menaiki kereta api. Dari stasiun, mereka berjalan dan sesekali menepeng kendaraan yang kebetulan searah dengan mereka. Maklum, mereka bukan orang kaya dan lebih baik uangnya dipakai untuk membeli makanan daripada untuk membayar rongkos ojek.
Singkat cerita, sampailah mereka di pos pendakian Gunung Cermai via Linggarjati pada jam setengah 6 sore. Setelah mengisi identitas di pos jaga, mereka kembali menata ulang perbekalan untuk memastikan sekali lagi jika tidak ada yang tertinggal. Sembari, mereka berdua istirahat dan sholat.
Dan ternyata benar, banyak perbekalan penting yang tidak dibawa oleh si Jajang. Bahkan, senter pun Jajang tidak membawa. Gimana sih lu boy? Kan abang udah bilang, jangan sampai ada barang-barang penting yang sampai ketinggalan.
Ucap Moka Eh iya bang, sorry lah Tadi kan buru-buru banget Jawab Jajang sepeleh Terserah ya, ntar kalau di atas ada apa-apa Abang gak mau tanggung jawab ya Ucap Moka Halah, cuman center kan abang bawa Ya, nanti kan kita bisa gantian makanya bang Hehehe, jawab Jajang Emang ya, ngeyel banget kalo diomongin lu boy Jawab aja terus, bentak Moka Tenang aja lah bang, santai lah Jawab Jajang Walaupun sebenernya, Jajang juga agak panik Karena ternyata, ia hanya membawa sebungkus mie dan juga sebungkus roti Padahal, Moka sudah berpesan untuk membawa masing-masing 3 bungkus Karena Jermai sendiri Merupakan salah satu gunung tertinggi di Jawa Barat Dan pastinya Akan sangat menguras tenaga Jejang berpikir Jika di alam liar nanti Akan ada banyak buah-buahan yang bisa ia petik Dan karena pikiran itu Ia pun memilih untuk diam Daripada si abang nanti tambah marah Selesai packing ulang Sekali lagi Moka menanyakan Apa semua siap? Dan Jejang pun Mengacungkan jempol tanda siap Setelah menunaikan sholat isyak, perjalanan pun mereka mulai. Sekitar 2 jam perjalanan, Jajang mulai mengeluh lelah dan juga lapar. Sesuai dengan dugaan muka, Jajang juga beberapa menit sekali minta untuk berhenti.
Maklum saja, pertama kali naik gunung, sudah ke gunung yang memiliki medan yang cukup berat. Ayo boy, jalan 1 jam lagi, ntar sampai pos kondang amis, kita istirahat. Ucap Moka Hah?
Satu jam lagi? Emang puncak masih jauh bang? Tanya Jejang Jalan aja terus, gak lama lagi kok Padahal masih ada sekitar 10 jam lebih untuk sampai ke puncak Hihihi, guma Moka Satu jam berjalan dengan penuh kelokesah Akhirnya mereka sampai di pos Gondang Amis Disana, Jajang langsung merebahkan tubuhnya di tanah Ah, nikmat banget Puncak, udah keliatan belum bang?
Tanya Jajang Sambil menyiapkan kompor untuk membuat minuman hangat Moka nyengir dan menjawab Bentar lagi keliatan, santai aja Sembari mulai membuat kopi sasetan Mendengar hal itu, Jajang pun memakan satu bungkus roti miliknya dan membuang bungkus plastik itu tepat di sampingnya. Nih boy, sambil menyodorkan kopi panas. Lu ngedaki gunung sendirian, gak takut bang?
Tanya Jajang. Takut apa? Setan?
Gak percaya bang sama gituan. Kalaupun ada, ngapain juga kita harus takut? Derajat kita kan jauh di atas mereka, boy.
Jadi tenang aja. Juga, tuh, ambil sampah lo. Kalau lo naik gunung, jangan sekali-kali ninggal sampah di sana. Kita harus jaga gunung, biar tetap bersih, tetap alami. Cukup perkotaan aja yang dirusak manusia.
Jangan sampai gunung ikut-ikutan rusak gara-gara sampah. Ucap Moka. Iya bang, sorry-sorry, jawab Jajang. Di sini, Jajang mendapat beberapa masukan dari sang abang, yang kalau di rumah, sangat jarang situasi seperti ini terjadi. Dan ia juga mulai menaruh respek kepada kakaknya.
Setelah kurang lebih 30 menit, mereka ngobrol dan makan roti. Moka membereskan kompor dan pancinya, kemudian mengajak Jajang untuk kembali melanjutkan perjalanan. Singkat cerita, sekitar satu jam berjalan, Jajang mulai lagi melontarkan pertanyaan-pertanyaan seperti semula. Masih lama gak bang?
Masih jauh gak? Dan Moka selalu menjawab dengan jawaban yang sama pula. Ntar lagi, ayo jalan terus.
Apa enaknya sih naik gunung? Capek, gelap, cuma lihat hutan kayak gini. Dasar gunung sialan, teriak Jajang. Hush, jaga ucapan lu boy Dimanapun lu berpijak, kita tetep harus jaga etika Hormatin alam boy Disini kita cuma bertamu Ucap Moka Seketika, Jajang pun terdiam Singkat cerita, sampailah mereka di pos kuburan kuda Disana, Moka kembali menyiapkan kompor dan panci untuk membuat mie Karena selama perjalanan tadi, Jajang terus saja mengeluh dan berkata perutnya lapar.
Rencana Moka adalah makan satu mie di sini, satu lagi pas pot camping, dan satu lagi untuk sarapan sebelum pulang. Tanpa ia ketahui jika Jajang hanya membawa satu bungkus mie. Mereka pun mengeluarkan mie masing-masing. Di sini Jajang mulai panik karena ternyata gunung tidak sesuai dengan apa yang ia bayangkan.
Tidak ada buah-buahan sama sekali, hanya ada pohon pinus sejauh mata memandang. Namun, ia tetap acuh tak acuh karena ia berpikir makan malam ini akan membuatnya cukup kenyang hingga pulang besok. Bersama, mereka menyantap mie itu dengan lahapnya. Mie instan biasa akan terasa nikmat luar biasa ketika dimakan di atas gunung. Hanya para pendakilah yang bisa menemukan sensasi perasaan itu.
Ah gila, seger banget minyak bang, ucap jajang. Iya kan, ini nih, salah satu kenikmatan mendaki boy. Kita jadi bisa lebih mengsyukuri hal-hal sederhana. Lu juga bisa mikir kan, biasanya emak-emasak gak enak dikit aja, lu udah gak mau makan. Liat sekarang, mie rebus aja udah jauh lebih enak dari wagyu alima milik si Dimas.
Mereka berdua pun tertawa dan menikmati makan mie malam itu. Selesai makan mie dan menyeruput minuman panas, hewan dingin mulai terasa di tubuh mereka. Setelah sebat, Moka mengajak Jajang untuk naik lagi.
Ia takut kalau mereka akan telat pas nanti sampai spot camping. Karena sekitar jembatan, mereka harus menuju puncak untuk mendapatkan sunrise. Tanjakan pangalapun sudah mereka lewati hingga sampai mereka ditanjakan seruni.
Di depan tanjakan ini, tiba-tiba Jajang merasakan sesuatu yang janggal. Seperti ada semacam tembok kabut tebal tepat di hadapannya. Samar-samar, ia melihat seorang wanita duduk di ujung tanjakan dengan mengenakan gaun berwarna putih. Wanita itu melambai dan memanggil-manggil nama Jajang.
Boy, boy, boy, boy, jangan melamun Teriak Moka sembari mendatanginya Eh, eh, eh, hah, bang, tadi ada cewek manggil-manggil Serius bang, tadi ada cewek di ujung tanjakan itu Manggil-manggil nama aku bang Ucap Jajang Cewek apa? Orang dari tadi gak ada apa-apa Lo tuh, dari tadi, abang panggil-panggil lo, lo nya gak jawab, malah melamun aja. Jawab muka.
Sumpah bang, tadi ada cewek duduk disitu, sama manggil-manggil nama jajang. Timbal jajang lagi. Udah boy, makanya lo fokus, lo jangan melamun. Makin kita naik, udara juga makin tipis.
Sekali aja lu gak fokus, lu bakal liat halusinasi boy. Yang namanya kuntelana-kuntelana gitu cuma ada di film Susana. Gak ada di dunia nyata, ucap Moka.
Masih sedikit gemetar, Jajang pun meyakini semua ucapan Moka. Dan mereka kembali melanjutkan perjalanan. Sampailah mereka di pos Bapak Tere.
Di sini, Jajang mulai bertanya lagi. Bang, kok gak sampe-sampe sih? Dari tadi kalau ditanya, jawabnya bentar lagi-bentar lagi terus Ini udah berjam-jam, kok gak sampe-sampe sih? Ucap Jajang marah Sedari tadi ditanya, Moka pun ikut jengkel juga Oke, abang jawab jujur Buat sampe ke tempat camp Dari sini masih 4 jam Puas Jawab Moka kesal Hah? Empat jam?
Kok gak bilang dari tadi sih bang? Kalau tau gitu, tadi miku satu-satunya gak akan aku makan di pos tadi. Jawab Jajang keceplosan.
Hah? Apa lu bilang? Mie satu-satunya?
Bukannya abang bilang buat bawa tiga bungkus mie? Yang bener aja lu boy. Jawab Moka tambah marah.
Disini, Jajang pun mengaku jika ia hanya membawa satu mie. Karena ia menganggap jika di gunung nanti akan ada banyak buah-buahan dan tidak perlu membawa banyak makanan dari bawah. Disini, Moka pun tambah marah dan mereka berdua pun berdebat. Sekarang gini aja, lebih baik kita turun, ucap Moka marah. Lah jangan dong bang, kan kita udah sejauh ini.
Maafin Jajang bang, Jajang gak bakal ngeluh-ngeluh lagi deh, pinta Jajang. Disini, Jajang terus memohon kepada Moka untuk melanjutkan perjalanan. Selain penasaran dengan puncak gunung, Jajang juga yakin kalau aja sekarang mereka turun, Moka gak bakal mau lagi ngajak Jajang pergi bersamanya. Setelah mempertimbangkan, Moka pun mengiyakan untuk melanjutkan perjalanan.
Ia mengukur, masih ada dua bungkus mie, dua butir telur, dan satu bungkus kopi sasetan. Yang ia perkirakan akan cukup kalau mereka menghemat energi. Oke, kita lanjut naik. Tapi kalau abang denger lu ngeluh lagi, kita langsung turun boy, jawab Moka.
Siap abangku sayang. Ucap Jajang, meskipun sebenarnya ia memang sudah mulai merasa lapar. Selesai istirahat, walau hanya dengan meminum air, mereka pun melanjutkan perjalanan. Sekitar satu jam berjalan, Jajang sudah mulai merasa lelah dan benar-benar lapar, juga sedikit jengkel.
Karena kali ini ia tak bisa mengeluh kepada si abang. Hanya sesekali ia meminta abangnya untuk berhenti sejenak. Hingga sampailah mereka dipos batu lingga. Jajang kali ini sudah benar-benar kehabisan tenaga. Hingga pandangan jajang teralihkan menuju ke sebuah batu besar yang dipagari dengan pagar kayu.
Tertulis batu lingga di sebuah pohon di samping batu itu. Dan di bawah batu itu terdapat banyak buah-buahan, bunga, dan juga dupa yang diletakkan di sana. Bagai mendapat durian runtuh, langsung saja Jajang mengambil dan memakan semua buah-buah itu. Boy, lo ngapain boy? teriak Moka.
Lihat nih bang, buah-buahan banyak banget. Akhirnya doaku terkabul. Bener kan, kalau di gunung banyak buah-buahan, ucap Jajang sambil cengengesan. Moka pun mendekat dan melihat memang ada banyak buah-buahan di sana. Ini kan sesajen, boy.
Jangan dimakan. Pamali, ucap Moka. Alah, namanya sesajen. Kan seserahan untuk alam, bang. Kita kan bagian dari alam.
Boleh dong, bang. Kita ikutan makan. Daripada mati kelaperan, celetuk jajang. Tapi kan ini bukan tempat kita, boy. Balikin tuh buah, teriak Moka.
Kalau lu gak mau, yaudah biar gue makan sendiri Orang di kampung aja, kalau ada acara sedekah bumi Pasti juga akhirnya akan dimakan sama anak-anak Toh, mereka juga sehajat aja Jawab jajang eyal Yaudah, terserah lu boy Kalau lu sampai kenapa-napa, apa gak mau ikut campur? Jawab muka, sambil meninggalkan jajang Cerewet aja terus, gumem jajang Di sini, Moka hanya duduk di sebuah akar pohon sembari nyebat menunggu Jajang makan buah-buahan itu. Moka sendiri cukup kaget, ia melihat jam sudah pukul 2 pagi. Ia menyadari kalau mereka mungkin tak akan ada cukup tenaga untuk melihat sunrise di puncak. Selesai makan, Jajang pun mengajak Moka untuk melanjutkan perjalanan.
Ayo bang, kita lanjut. Udah seger nih badan, ucap Jajang. Moka yang mulai agak malas pun, hanya berjalan tanpa menjawab ajakan Jajang.
Sepanjang jalan, Moka juga tak banyak bicara, seperti sebelumnya. Dua jam mereka berjalan tanpa banyak bicara, Jajang juga tidak mengeluh lagi, karena memang ia sudah kenyang dan penuh dengan tenaga. Sampailah mereka di pos Sanggabwana, tempat mereka akan mendirikan tenda. Moka sedikit terkejut karena di sini tidak ada tenda sama sekali.
Padahal itu adalah spot terbaik untuk mendirikan tenda di sana. Sebenarnya masih ada dua pos lagi, namun tidak dianjurkan untuk mendirikan tenda di pos terakhir, yaitu pos pengasinan, karena akan berbahaya jika terjadi badai. Tak ambil pusing, Moka berpikir jika mereka akan bertemu dengan pendaki lain kalau sampai di pencak nanti. Di sini mereka membagi tugas. Moka membangun tenda, sedangkan Jajang masak mie dan juga membuat minuman panas.
Sebungkus mie, sebutir telur, dan setengah saset kopi ia buat. Dengan tujuan, setengah saset kopi lagi untuk nanti sebelum turun. Tenda pun jadi, dan makanan juga sudah siap.
Jajang hanya minta sesuap karena ia memang masih kenyang oleh buah-buahan tadi. Sembari menikmati secangkir kopi encer bak air putih itu Mereka menikmati istirahatnya Hingga sekitar pukul 5 Moka pun bertanya Gimana boy? Udah jam segini Kita mau lanjut summit gak? Ayo bang Mumpuk masih seger Sekalian kita muncak Nanti turun dari puncak Baru deh istirahat tidur Jawab jajang Oke deh Kalau gitu Ayo kita naik Jawab Moka, dengan hanya membawa sebotol air, mereka berdua pun naik dengan sangat cepat.
Sekitar pukul 6 lebih, mereka sampai di puncak. Meski tak mendapat sunrise, Moka masih cukup puas, bisa mendapatkan pemandangan indah di puncak Jeremai. Langit yang perlahan membiru dan lautan samudera awan membentang sejauh mata memandang. Pemandangan seperti inilah yang membuat Moka selalu ingin kembali dan kembali lagi ke gunung. Sebuah kerucut hitam menyembul di kejauhan di antara lautan awan.
Pastinya itu adalah puncak gunung selamat. Ketenangan inilah yang membuat Moka menemukan kedamaian. Tak sadar, ia tenggelam dalam suasana itu.
Hingga ia teringat dengan jajang. Ketika menoleh, jajang sudah tak ada. Bahkan ia juga baru menyadari jika tak ada pendaki lain di situ. Ini merupakan hal yang aneh. Ia bisa memaklumi jika di salah satu jalur ia tak bertemu pendaki lain.
Tapi jika sampai puncak tak ada pendaki juga, bisa dipastikan mereka berada di gunung ini seorang diri. Ia pun berkeliling, sembari memanggil-manggil Jajang. Berharap, Jajang hanya buang air kecil di sekitaran situ. Mulai panik, Moka pun mencari sang adik, sembari menuju ke tenda miliknya.
Siapa tahu, Jajang kembali terlebih dahulu. Walaupun, itu adalah kemungkinan yang sangat kecil. Mana mungkin, mereka naik berdua, tapi Jajang turun sendiri.
Sampai di tenda, Moka pun mengecak ke dalam. Dan ternyata benar, Jajang sedang tidur di dalam tenda. Moka pun sedikit jengkel. Lu turun kok sendirian sih, boy? Sialan, hampir aja lu bikin abang jantungan.
Boy, bangun lu, boy! Teriak Moka sambil membangunkan sang adik. Apaan sih, bang?
Orang abang juga yang tadi malah ninggalin Jajang. Tadi kan Jajang bilang, tunggu bentar, mau pepis dulu. Eh, balik-balik Abang malah udah ngilang. Yaudah, Jajang tidur aja. Malah enak, jawab Jajang.
Hah, yang bener lu boy? Tanya Moka bingung. Tau ah, mau tidur lagi?
Ucap Jajang kembali tidur. Di sini Moka merasa bingung. Jelas-jelas aja, tadi Jajang yang mengajaknya naik. Juga, saat sampai ke poncak, ia masih bersama Jajang.
Tidak masuk akal juga, jika Jajang turun duluan sendiri, meninggalkannya di puncak. Tak mau ambil pusing, Moka yang juga merasa sangat ngantuk, langsung saja tidur di samping Jajang. Singkat cerita, Moka pun terbangun saat melihat jam tangannya. Sudah sekitar jam 2 siang, Moka pun terkaget.
Karena jika mereka tak segera turun, mereka berdua akan terjebak malam sekali lagi di Gunung Jermai. Ia pun bangun dan mulai membereskan barang-barangnya Sembari membangunkan Jajang Beberapa kali dipanggil dan dicolek Jajang tak kunjung bangun Ia pun langsung membalikan badan Jajang Moka sangat terkaget Melihat adiknya sedang menangis Wajah Jajang juga sudah pucat Dengan suhu tubuh yang tinggi Ternyata Jajang terkena demam Jajang juga menggigil sedari tadi Moka pun mulai panik Dan berusaha membangunkan sang adik Ia pun segera membuatkan minuman hangat Dengan sisa kopi semalam Saat minum kopi itu, Jajang bercerita Jika dari tadi, Moka seperti kesurupan Sebenarnya, Jajang berkali-kali berusaha membangunkan Moka Karena ia merasa tak enak badan Namun Moka tak kunjung bangun Dalam tidurnya, Moka malah menggeram Sembari berkata-kata kasar kepada Jajang Dalam bahasa Sunda Jajang sedikit memahami dan dalam perkataan itu, Jajang mendengar jika Moka berkata, Jajang telah melakukan kesalahan besar dan harus mati di gunung ini. Jajang kembali menangis saat menceritakan hal itu. Moka pun langsung memeluk Jajang. Boy, sekesel-keselnya abang sama lu, gak bakal abang sampai bilang gitu.
Abang sayang sama lu, boy. Udah, lu abisin tuh kopi. Apang bongkar tenda bentar, kita pulang sekarang, ucap Moka tegas. Di sini, mulai muncul firasa tak enak dari dalam benak Moka.
Apa mungkin ini akibat sesacin yang dimakan Jajang semalam? Pikir Moka. Singkat cerita, selesai packing, Moka langsung membopong sang adik untuk berjalan turun. Karena Jajang sendiri juga tak mampu menopang tubuhnya.
dengan terkutuk Kopoh-kopoh, mereka menuruni trek demi trek. Sesekali, Moka berhenti untuk minum dan juga mengatur nafas. Dikarenakan jajang semakin naik panasnya, Moka sendiri sempat pesimis untuk bisa sampai ke bawah.
Mengingat perjalanan mereka sampai ke Cibunar masih sangatlah jauh. Dan juga sesekali terdengar suara burung gagak dari kejauhan. Singkat cerita, sekitar satu jam mereka berjalan.
Mereka telah melewati batu lingga Tanpa berhenti, Moka terus saja berjalan Ia sangat mengkhawatirkan keadaan jajang yang semakin parah Dan disini keanehan mulai terjadi Suasana gunung yang sejuk Seketika berubah menjadi engap Seakan ada banyak orang yang berdisahkan disana Padahal jelas sekali disitu hanya ada mereka berdua Angin dingin pegunungan seakan tak bisa mencapai mereka. Suara cuitan-cuitan burung juga sepi terdengar, tidak seperti sebelumnya. Moka pun terus saja berjalan tanpa menggubris area sekelilingnya.
Sudah sekitar 2 jam berlalu dari titik batu lingga. Namun anehnya, belum juga sampai di pos Bapak Tere. Padahal seharusnya hanya butuh waktu sekitar 30 menit saja saat turun.
Ia juga mulai menyadari suasana alam di tempat ini sudah sangat berbeda dengan kemarin malam pas mereka naik. Seperti merasakan jika ada ribuan pasang mata sedang memperhatikan mereka berdua. Namun Moka tak peduli, pokoknya ia hanya turun dan terus turun. Dari kejauhan mereka melihat sedikit ada tanah lapang. Alhamdulillah, itu kayaknya tanjakan Bapak Tereboy.
Ucap Moka dengan semangat. Moka mempercepat langkahnya, berharap ia bisa istirahat di sana. Namun, betapa kagetnya ketika mereka sampai.
Ternyata, itu bukanlah tanjakan Bapak Tere. Namun, mereka baru saja kembali ke pos Batu Lingga. Ya, mereka berdua sampai lagi di pos Batu Lingga. Titik yang tadi sudah mereka lewati.
Padahal selama ini Moka terus saja turun tanpa melewati persimpangan apapun. Namun bagaimana bisa ia sampai lagi di batu lingga itu? Sempat kalut dan bingung. Akhirnya Moka pun istighfar dan ingat jika ia belum menunaikan sholat asar. Sedangkan sekarang waktu sudah menunjukkan hampir mahrib.
Moka pun mendudukan jajang di dekat sebuah pohon dan menyucikan diri dengan tayamu. Kemudian segera melaksanakan sholat asar. Disusul sholat mahrif sekaligus Disini, Muka berdoa kepada Allah Agar ia dan adiknya Diberikan pertolongan Karena ia yakin, jika mereka berdua Sedang mengalami gangguan gaib Di gunung cermai Ketika menunaikan sholat pun, Muka sangat Sulit untuk kusyuk, karena Seakan banyak sosok yang berdiri di belakangnya Dan ada saja Gangguan-gangguan yang berseliweran Di kanan kirinya Akhirnya, setelah selesai sholat, Moka kembali membobong jajang untuk kembali menuruni gunung.
Ia tak memedulikan perutnya yang sudah mulai lapar dan juga hari yang mulai gelap. Hanya terdengar suara jangkrik dan sesekali suara gagak itu terdengar lagi dari kejauhan. Seperti seakan suara itu terus mengikuti mereka, Moka berusaha sekuat tenaga membawa adiknya untuk turun. Untunglah. Saat itu Jajang masih beberapa kali sadar dan bisa berjalan sedikit-sedikit.
Walaupun di sudut kanan-kiri Moka selalu saja terlihat seperti ada seseorang yang berdiri di penggir jalur. Ada yang perempuan, ada juga yang laki-laki. Namun ketika Moka menengok, tak ada siapapun. Hanya ada kegelapan di sana. Tak lama, sampailah mereka di pos Bapak Tere.
Alhamdulillah kita udah gak diputer-puterin lagi Jang Kita udah sampai sini Ucap Muka gemetar dan juga sedikit haru Jajang pun menjawab dengan suara lirik Syukurlah disini Jajang masih memiliki sedikit tenaga untuk turun sendiri Karena tak mungkin Muka menuruni spot ini dengan membopong Jajang Dikarenakan tanjakan ini merupakan tanjakan paling curam Dan pendaki harus menggunakan kedua kaki dan juga tangannya untuk berpegangan pada akar-akar pohon di sana. Sesampainya di bawah, kondisi jajang semakin melemah dan moka pun mempercepat langkahnya. Sekelebatan-sekelebatan bayangan yang hitam maupun putih terus saja terlihat di sekeliling mereka.
Bahkan sempat ada yang hanya berdiri diam di bawah sebuah pohon besar namun tak menunjukkan mukanya, hanya terlihat. Sebuah siluet hitam berwujud manusia Namun, semua itu tak membuat Moka gentar Karena ia masih berfikiran logis Kalau semua itu hanyalah halusinasi Akibat kelelahan dan juga belum makan sejak tadi Terus menerus, Moka berjalan memapah sang adik Hingga sampailah mereka ditanjakan seruni Di sini, Jajang sudah hampir tak sadarkan diri Dan terpaksa, Moka membuat Jajang turun Dengan posisi terlungkup, dengan ia memegangi tangannya, sembari ikut merangkak turun juga. Namun, sesampainya di pertengahan tanjakan seruni ini, ketika Moka berusaha menurunkan sang adik, tiba-tiba muncul kabut tipis dengan sangat cepat dan langsung menyelubungi seluruh tempat itu.
Juga mulai tercium bau melati yang sangat-sangat pekat, yang bahkan hingga membuat Moka cukup mual dibuatnya. Pandangan muka pun langsung tertuju pada siluat seseorang yang berada di ujung bawah. Sosok itu seperti berjalan menaiki tanjakan ini. Semakin mendekat, semakin terlihat pula sosok perempuan yang tadi berada di ujung bawah turunan ini. Iya, sudah hampir setengah jalan mendekati mereka.
Hal ini benar-benar membuat muka kaget karena selama ini ia tidak mempercayai adanya hantu. Atau demi apapun, bahkan selama karirnya mendaki gunung, belum pernah sekalipun ia mendapat gangguan oleh makhluk gaib. Mukanya bisa terbelalak ketika sosok itu semakin naik dan mendekati mereka berdua.
Semakin dekat dan mendekat, mulailah terlihat wajah sosok itu. Wajahnya terlihat begitu cantik dengan kulit bakpualang, namun memiliki tatapan yang datar. Wajahnya juga pucat, tanpa ekspresi, dan tampak sedikit miring. Semakin dekat, muka melihat bagian perutnya kotor, seperti bercak darah. Dan benar saja, saat terlihat semakin jelas, ternyata bukan hanya bajunya, namun perutnya juga robek dengan usus yang terburai keluar.
Muka seakan mau menjerit, namun ia tak bisa. Wanita itu juga terlihat menyeret sesuatu, seperti sebuah benda. Namun, benda itu seperti bergerak mendekat juga. Dan ternyata, itu adalah sosok janin bayi yang masih terhubung dengan pusarnya.
Bayi itu merempet, mendekati Moka dan Jajang, hingga bisa menggerayangi tubuh Jajang. Moka sendiri seakan ingin menjerit dan berlari, namun ia tak bisa. Seakan, ia hanya dipaksa menyaksikan pemandangan mengerikan itu.
Di lain sisi, Moka juga baru menyadari. Jika di sekelilingnya sudah ada sangat banyak sosok perempuan bergaun putih Persis seperti sosok kuntilanak yang sering ia lihat di film Susana Mereka berdiri di samping kanan kiri Juga banyak yang duduk di atas pohon besar itu Namun anehnya mereka semua hanya terdiam tanpa melakukan gerakan apapun Muka pun mulai istighfar di dalam hatinya dan membaca ayat-ayat suci Al-Quran Badannya pun Mulai bisa ia gerakan dan ia juga mengingat bekal yang diberikan oleh sang ayah. Moka pun segera mengambilnya dan membuka bungkusan itu.
Ternyata isinya hanyalah garam, tak banyak ucap. Moka pun langsung melemparkan garam itu ke arah sosok wanita dengan perut robek itu. Seketika wanita itu menjerit kesakitan dan ia pun menghilang menjadi kabut.
Begitu juga dengan sosok-sosok perempuan di pohon tadi. Karena hal itu, Moka pun langsung dengan cepat menuruni tanjakan itu. Dan saat Moka berhasil menuruni tanjakan ini, ia seperti mendengar suara banyak langkah kaki.
Suara itu terdengar dari atas seakan sedang mengejarnya. Suara baris berbaris, seperti suara prajurit tentara yang siap untuk berperang. Meskipun kakinya sudah sangat lemas, Moka tak mempedulikan itu. Ia mulai berlari sembari membopong tubuh adiknya yang sudah tak sadarkan diri.
Bahkan sekilas seperti Moka menyeret tubuh jajang. Boy, boy, boy, lo masih bisa denger suara apa gak boy? Tolong boy, jawab kalau lo masih denger.
Teriak Moka sembari berlari. Disini, Jajang sedikit mendonggakkan kepalanya Menandakan, ia masih sedikit sadar Hal itu membuat Moka sedikit lega Melihat adiknya masih hidup Situasi semakin genting Ketika Moka melihat, samar-samar ada seekor kuda Namun anehnya, kuda itu memakai sebuah mahkota Sempat kuda itu mengejar Namun tak lama hilang Dan hanya terdengar suara langkahnya Singkat cerita Sampailah mereka di pos Pangalap. Disini, tenaga Moka sudah benar-benar habis Dan ia mau tak mau, harus berhenti sejenak disana Suara-suara kaki yang sedari tadi mengejarnya Juga sudah tak terdengar Mungkin sudah tertinggal jauh Pikir Moka Dik, kamu bisa denger suara apa gak? Tolong jawab, kalau kamu denger dik Tanya Moka pelan Sembari Moka sedikit meneteskan air mata Melihat wajah adiknya yang sudah sangat pucat Bahkan seperti orang mati Ayo pulang bang Jajang takut bang Ayo pulang Ucap jajang merintih Dengan suara lemas Sembari juga meneteskan air mata Tenang aja boy Abang gak bakalan ninggalin lu Meski penyawa abang taruhannya Kalaupun sekiranya abang gak bisa selamatin lu, biar abang ikut mati disini sama lu boy. Pokoknya lu harus bertahan boy, ucap Moka sembari memeluk jajang.
Belum selesai suasana haru itu, tiba-tiba dari atas terdengar samar-samar suara gemelan mendekat. Pelan, tapi pasti. Dan mulai terlihat sosok mendekat dari atas. Tiba-tiba ada segumpal rambut turun dari kegelapan hanya beberapa meter di depan muka. Terlihat rambut itu terus turun hingga cukup lama menunjukkan betapa panjangnya rambut itu.
Tak lama mulai nampak pemilik rambut itu. Itu adalah sosok nenek yang memakai jubah hitam yang juga memiliki rambut luar biasa panjang. Seketika, aroma melati juga merebak di sana.
Juga terlihat banyak sosok-sosok yang tiba-tiba sudah berada di mana-mana, seakan sudah mengepung mereka. Kembali, muka hanya bisa terpaku ketika ia melihat nenek serba hitam itu mulai berbicara. Namaku Linggi. Anak itu sudah mengganggu ketentramanku.
Ia sudah menghinaku, ia harus mati disini, dia harus menjadi pelayanku, harus menjadi buddhaku Ucap sosok itu sembari menunjuk jajang Seketika setelah mendengar ucapan itu, muka pun tiba-tiba kembali bisa berbicara Maaf nyai, bila adikku sudah membuat kesalahan Tolong maafkan dia, tolong bebaskan dia, dan biarkan kami pulang, ucap mohkam memohon. Tidak bisa, dia harus ikut denganku, ikut ke kerajaanku. Sedangkan kamu, kamu anak baik. Kamu boleh pergi dari sini.
Tapi tidak untuk anak ini. Dia harus tetap tinggal di sini dan menjadi buddha aku. Ucap Nyilingi sembari menunjuk Moka. Entah bagaimana setelah mendengar ucapan itu, timbul keberanian dalam diri Moka untuk membela sang adik. Ia merasakan kakinya juga sudah siap lagi untuk berlari.
Ia ingat jika Jajang masih memiliki sebungkus garam bekal dari Sang Ayah. Ia pun langsung mengambil garam itu dan melemparnya kepada Nyilingi. Dengan harapan itu akan membuatnya menghilang seperti hantu perempuan tadi. Dan benar saja ketika dilempar dengan garam itu, Nyilingi menjerit kesakitan dan mundur beberapa meter.
Namun, Bukannya menghilang, nyilingi maju lagi. Namun sekarang, dengan raut wajah yang marah. Mendapat ruang untuk berlari, Moka pun kembali membobong jajang dan berlari menuruni gunung. Di sini, Moka juga berpikir untuk meninggalkan tasnya, karena itu hanya akan menghambatnya. Moka juga melemparkan sisa garam yang ia miliki untuk membuka jalan, karena begitu banyak sosok yang mengepungnya.
Cara itu pun berhasil, hantu-hantu kroco langsung hilang ketika dilempar dengan garam itu. Dan itu pun memberi mereka kesempatan untuk kabur lagi. Beberapa saat berlari, sampailah mereka di pos kuburan kuda.
Di sini, Moka kembali kehabisan tenaga, namun masih berusaha membobong jajak dengan berjalan. Di sini, ketika ia berjalan, tiba-tiba Moka mencium sebuah bau yang tak asing. Seperti Bau sebuah daun yang sering dipakai ibunya untuk menanak nasi Itu adalah bau pandan Bagaimana bisa ada bau pandan di tempat seperti ini? Pikir Moka Tak menggubris hal itu Moka pun terus berjalan dengan memapah adiknya Dimana ini bang?
Ucap jajang lemas Tenang boy, lu bakal abang selamatin apapun yang terjadi Lu harus bertahan, lu harus selamat boy Jawab Moka gemetar Mereka berdua dikagetkan dengan suatu sosok yang tiba-tiba saja terjatuh di depan mereka Moka pun berhenti karena sosok itu benar-benar menutup jalurnya Sosok itu perlahan mulai berdiri Sosok itu memiliki wajah yang sangat menjijikan Kulitnya dipenuhi dengan borok dan nanah Rambutnya acak-acakan dan tetenya menggantung sangat panjang Makhluk itu juga tak mengenakan pakaian apapun Lehernya terlihat miring seperti patah Mungkin akibat jatuh barusan Sosok itu pun mulai berjalan mendekati mereka berdua Melihat itu, Moka pun mundur karena ia sudah tak memiliki senjata apapun. Hanya sebuah golok yang ia bawa, yang ia yakin tak akan mempan melawan makhluk semacam itu. Terpaksa, Moka pun naik lagi.
Setelah beberapa saat naik, ternyata rombongan nyilingi masih mengejar beserta semua pasukannya. Moka pun bingung harus bagaimana lagi. Ia benar-benar terkepung dari dua sisi kali ini. Ia pun mencari jalan pintas dengan menerobos semak-semak. Namun, itu juga bukan pilihan yang tepat.
Di depannya telah terbentang jurang yang terlihat cukup dalam. Yang ia pastikan tak akan selamat bagi siapapun yang masuk ke sana. Ia terus memeluk jajang, sembari menodongkan goloknya kepada mereka yang juga semakin mendekat.
Terlihat, nyilingi bersama para prajuritnya sudah ada di depannya. Namun tak disangka. Sosok Wewe tadi malah ada tepat di samping dan merebut Jajang dari pelukanya. Moka yang kaget pun refleks mundur.
Namun sayang, pijakannya telah habis dan Moka pun terjatuh ke dalam jurang yang dalam nantar jali itu. Di saat-saat terakhirnya, ia melihat Jajang menangis. Saat didekap oleh makhluk mencicikan itu Dengan jelas Jajang juga melihat detik-detik terakhir Moka Yang dengan cepat tubuhnya menghilang Tertelan kegelapan jurang itu Suara jeritan Moka Juga perlahan mulai menghilang Dan tak terdengar lagi Jajang yang sudah tertangkap Dengan keadaan tubuh yang sangat lemas Juga tak bisa melakukan perlawanan apapun Hingga Jajang pun pasrah Ketika ia dibawa oleh rombongan itu Terima kasih telah menonton Tak lama, Moka pun membuka matanya.
Seluruh tubuhnya terasa sakit luar biasa seakan semua tulangnya patah. Sepertinya ia telah terjatuh ke bebatuan di dasar jurang itu. Ia melihat ke atas, namun hampir tak bisa terlihat tempat terakhir ia berpijak sebelum ia jatuh.
Aduh, ku jatuh dalam banget, kumam Moka. Ia memandang sekitar begitu gelap. Ia merabah-rabah daerah sekitarnya dan untunglah, senter miliknya ternyata juga jatuh tak jauh darinya. Ia pun menyalakan senter itu dan betapa kagetnya ketika ia melihat ke depan ada seekor kelabang dengan ukuran paha pria dewasa. Beruntung, goloknya masih ia bawa dan langsung menebas kelabang itu.
Menyadari tempat ini tak aman dan sangat mustahil untuk naik, mokapun mengikuti jurang itu. Untuk mencari tempat yang agak landai Yang mungkin bisa ia naiki Cukup lama Moka berjalan Namun tetap saja Ia tak menemui jalan Malah beberapa kali harus berbalik Karena hanya ada jalan buntu Yang ada di depannya Untunglah ia melihat sebuah cahaya putih Dari celah-celah batu di jurang itu Menuju Kedalam sebuah ruangan Yang terlihat seperti semacam goa Dan disana Ada seorang kakek yang memakai sorban dan jubah putih sedang duduk bersilah di sebuah batu. Permisi kakek.
Dengan sedikit gemetar, Moka bertanya. Sebenarnya ia takut, namun suasana di dekat kakek itu begitu menenangkan. Seperti tak ada lagi sesuatu yang perlu ia takutkan.
Kakek, kakek ini siapa? Dan lagi ngapain kakek disini? Tanya Moka Si kakek berjua itu hanya tersenyum Beliau beranjak dari duduknya Dan berjalan mendekati Moka Assalamualaikum Jangan makan Nama kakek Moka begitu tertegun ketika si kakek memperkenalkan siapa dirinya Moka tak percaya Jika ia sedang menjumpai seorang toko besar Orang yang sangat dikagumi oleh begitu banyak orang Dan juga terkenal sebagai salah satu dari sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Indonesia Seketika, Moka pun menangis dan langsung bersimbuh kepada kakek itu Aroma tubuh si kakek itu begitu wangi Bukan seperti aroma wangi parfum Bulgari Namun, seperti aroma wangi yang belum pernah ia cium Aroma yang sangat menenangkan hati Hingga sulit untuk dijelaskan Moka juga teringat tentang Jajang Yang tadi telah ditangkap oleh sosok menjijikan itu Kek, tolong saya kek Tolong adik saya Tadi adik saya diambil oleh sosok mengerikan Dan juga sosok nenek berjubah hitam kek Mereka terus saja mengejarku kek Tolong selamatkan adikku Rengek muka sembari menangis Iya leh, sosok yang mengambil adikmu itu adalah sosok kolong wewe Salah satu antek linggi Dan linggi sendiri memang sosok yang menguasai dan memerintah di gunung ini Perbuatan adikmu telah membuatnya marah Adikmu telah membuat sebuah kesalahan disini Ucap kakek itu Lantas apa yang harus saya lakukan, Gek? Saya tidak punya tenaga lagi, Gek.
Jangankan untuk mencari adikku, untuk menaiki jurang ini pun. Kurasa aku sudah tidak mampu lagi, Gek. Jawab muka merintih. Maafin abang, Jang. Abang gagal jagain kamu, Jang.
Abang gagal gak bisa nyelamatin kamu. Gerutu Moka sembari menangis. Kendalikan dirimu, Joe.
Apa kamu pikir kamu sendirian? Ingatlah, siapa yang tidak akan berpaling darimu, meski kamu sedang berada di titik terendahmu. Moka pun terdiam.
Istighfar Ucap kakek Astagfirullah Kuatkan hatimu Bulatkan tekadmu Astagfirullah Adikmu sedang terancam Dan hanya kamulah Yang bisa menyelamatkannya Astagfirullah Allah Akbar Teriak Moka Sembari berusaha menguatkan hatinya Si kakek pun mendekatinya, memegang pundak muka dengan halus, kemudian berkata, Tidak ada daya dan upaya, kecuali dengan kekuatan Allah yang maha tinggi, lagi maha agung. Serasa, energi di dalam tubuh muka meluap-luap. Ia merasa penuh dengan tenaga dan juga kekuatan.
Si kakek pun membantunya berdiri, Apa kamu sudah sholat, cu? Tanya kakek itu. Benar, selama dikejar-kejar oleh banyak sosok tadi, Moka sudah melewatkan sholat isya.
Tadi saya lupa jawab Moka. Mari kita sholat berjamaah dulu. Mari kita minta pertolongan Allah yang maha penolak besar.
Insya Allah, seberat apapun rintangan yang ada di depanmu, akan bisa kamu lalui. Selama kamu terus mengingatnya di dalam hatimu Ujar kakek itu terlihat tak jauh disana juga ada sebuah pancuran air yang terbuat dari bambu Air yang terasa sangat segar ketika menyentuh kulit Moka Mereka berdua pun wudhu dan sholat berjamaah disana Setelah selesai sholat dan berdoa kakek itu pun mengajak Moka keluar Sembari menjelaskan Jika sekarang adiknya sedang ditahan di dalam istana Nyilingi yang tersembunyi di dalam kabut di kedalaman Gunung Jermai. Dan Jejang harus sudah keluar dari gunung itu ketika matahari terbit.
Karena jika tidak, ia akan terjebak di kerajaan Gunung Jermai selamanya dan menjadi pelayan Nyilingi. Si kakek juga menjelaskan apa saja yang harus Moka lakukan untuk bisa masuk dan keluar dari istana itu. Ia jelaskan segala larangan untuk tidak dilakukan ketika Moka sedang berada di sana.
Moka pun menyanggupi dan siap kembali ke atas untuk mencari sang adik. Kakek itu juga memberikan Moka sebuah pusaka berupa Lidi yang bernama Lidi Kendali Sodo. Lidi ini yang akan menjadi senjatamu selama perjalananmu, Jok.
Dan itu juga akan menjadi tongkat komandomu. Untuk memerintahkan Balang Ucap kakek itu Balang? Siapa itu Balang kek?
Tanya Moka Dari belakang kakek Tiba-tiba muncul Sesosok harimau besar berwarna putih Kek, kek, awas kek Teriak Moka Tak apa cu Kenalkan Ini adalah peliharaanku Namanya Maung Balang Maung inilah Yang akan mengawal sekaligus memberikanmu tumpangan untuk menuju istana Nyilingi. Tenang saja, tidak usah takut. Balang bisa menilai seseorang dari isi hatinya.
Jika hatinya bersih, maka Balang akan menjaganya. Namun jika hatinya jahat, Balang bisa saja mencelakainya. Dan aku tahu kalau hatimu bersih, cu. Naiklah ke punggungnya, perintahkanlah dia.
dan selamatkanlah adikmu. Semoga Allah selalu bersamamu dan doaku akan selalu menyertai mu. Ucap si kakek.
Setelah berpamitan dan mencium tangan kakek, Moka pun menaiki macan itu. Walaupun, Moka masih sempat takut. Tiba-tiba, dengan cepat, balang bisa melompat sangat tinggi dari batu ke batu melewati curamnya jurang jermai itu.
Seakan macan itu bisa berlari menerjang curamnya jurang jermai. Seketika mereka sudah berada di pos kuburan kuda, tak mau membuang waktu, Moka segera memerintahkan balang. Untuk berlari ke atas, menuju istana Nyilinggi Selama perjalanan ini, muka disuguhkan dengan seluruh penampakan Yaitu sosok yang mendiami gunung Jeremai Mulai dari yang familiar, seperti sosok pocong, kuntilanak, gendruwo Hingga yang belum ada namanya Seakan berada di setiap sudut dan di balik pohon Dari yang berbentuk utuh, hingga yang hilang beberapa bagian tubuhnya Bahkan Dari yang berbentuk manusia, hingga yang memiliki wujud aneh dan juga mengerikan, jin darat, hingga jin udara yang bisa terbang pun, juga terlihat ada sangat banyak di sana. Semuanya bisa Moka lihat dengan jelas, bukan lagi seperti penampakan sekilas. Seperti seakan Moka sudah memasuki alam mereka.
Namun anehnya, tidak ada satupun setan-setan itu. Yang berani mendekat atau bahkan menghalangi Moka dan juga mau balang. Pastinya karena ada harimau putih perkasa ini.
Kalau tidak, pasti aku sudah habis dikroyok, pikir Moka. Bos Pangala pun terlewati hanya dalam sekejap mata. Hingga sampai di pos tanjakan ceruni. Moka sempat teringat soal wanita cantik dengan perut robek yang tadi menghalangnya. Namun syukurlah sosok itu tak terlihat kali ini Dalam satu lompatan tanjakan seruni bisa dilewati oleh balang Memang sungguh perkasa macan ini batin muka Sosok-sosok yang mengerikan juga sudah jarang terlihat disini Namun malah banyak sosok yang berwujud orang-orang desa dengan wajah pucat yang datar Namun seakan memendam kesedihan yang mendalam Mereka hanya bisa berdiri di sana-sini, juga tanpa gerakan apapun.
Beberapa bahkan terlihat sedang duduk melingkar, seperti sedang membicarakan sesuatu. Namun, mereka semua hanya diam. Keheningan itu berlalu cukup lama, hingga perlahan sosok-sosok itu mulai jarang terlihat.
Singkat cerita, sampailah mereka ditanjakan Bapak Tere. Disini tiba-tiba Moka terpanjat ketika melihat ada satu sosok yang berwujud seperti bayangan hitam besar Namun berjubah dan memiliki tangan panjang Jubahnya pun juga seakan berkibar tertiup angin pelan Auranya begitu mencekam Sekilas Moka juga merasakan energi negatif yang kuat Berupa kesedihan dan juga kesuraman-kesuraman yang sangat mengerikan di sekitar makhluk itu Wujudnya hampir mirip wujud Dementor dalam serial Harry Potter. Sosok itu sedang menggantung-gantungkan anak kecil di pohon-pohon di tanjakan ini.
Setelah terlihat lebih jelas, ada sangat banyak jasad anak yang tergantung di sana-sini. Mereka tertiup angin seperti lampion-lampion yang terbuat dari manusia. Mereka adalah anak-anak yang dikorbankan oleh orang tua mereka sebagai tumbal kekayaan.
Mereka diambil oleh jin yang orang tua mereka sembah. Dengan imbalan, orang tua itu akan mendapat kekayaan. Na'udzubillah minjalik. Bagaimana bisa ada orang tua yang setegah itu?
Balang pun juga sempat terhenti dan tiba-tiba ia menggeram ketika melihat sosok ini. Seakan Balang juga merasakan jika sosok ini bukanlah sosok sembarangan. Berbeda dengan hantu lain yang menghindar, sosok hitam ini juga tak gentar dengan kehadiran muka dan balang.
Namun untungnya sosok ini tak menyerang. Ia menghiraukan mereka dan melanjutkan pekerjaannya menggantung jasad anak-anak itu. Hingga tiba-tiba terdengar suara gamelan dibarengi dengan munculnya kabut tebal yang dengan cepat membutakan pandangan Moka.
Kabut itu benar-benar tebal hingga bahkan Moka tak bisa melihat kakinya sendiri. Seketika kabut itu tiba-tiba menghilang, Moka dan Balang juga sudah berada di tempat yang berbeda. Di depan Moka terbentang sebuah tangga batu yang begitu panjang.
Begitu panjang hingga naik ke atas Dengan banyak opor menyala di kanan kirinya Dari kejauhan juga terlihat sebuah istana yang besar Dan juga sangat megah berada di ujung tangga ini Dan dari situlah asal suara gamelan yang sedari tadi ia dengar Disini tiba-tiba muncul suara di dalam hatinya Suara itu menggunakan bahasa Sunda Tapi entah kenapa Moka bisa memahaminya URANG TOSTUKI Ucap suara itu, yang artinya kita sudah sampai setelah dicari-cari Ternyata itu adalah suara maung balang yang berbicara dengan moka lewat telepati Tugas urut tos bis, ras kenpusura Yang artinya tugasku telah usai, sekarang Kakang harus melanjutkan pencarian ini seorang diri Ucap suara itu lagi Sembari balang berlari Menuju ke kegelapan hutan Di belakang tangga itu Di samping tangga itu Juga terbentang seperti semacam halaman yang luas Namun tertutup dengan kabut ibes Di sini Moka tahu Kalau ia harus menaiki tangga ini Dan masuk ke dalam setananyilingi Mulai dari sini Moka juga harus berjuang sendiri Mulailah Moka menaiki anak tangga itu satu demi satu. Lama ia naik, terasa seperti ia sudah berjam-jam menaiki tangga itu. Namun ujung tangga itu tak kunjung terlihat.
Malah istana itu terlihat seakan semakin menjauh. Di sini, Moka ingat pejangan kakek tadi untuk selalu bersikir ketika menemui suatu halangan. Moka pun mulai bersikir sembari memecut-mecutkan lidi pusaka tadi. Ketangga batu ini, dan seketika ia sudah berada di ujung tangga, setelah semua yang ia lalui, setelah semua makhluk aneh yang ia temui, pikiran logis dan juga akal sehat sudah tak berarti lagi untuknya.
Apapun bisa terjadi di tempat ini, dan hanya doalah yang bisa membantunya. Di ujung tangga itu, terdapat sebuah pintu gerbang yang begitu besar dan juga sangat megah. Namun tanpa penerangan apapun, terlihat juga pintu gerbang itu sedikit terbuka dan Moka masuk dengan mengendap-endap melewati celah itu. Setelah masuk, nafas Moka sempat tercekat dan hampir saja ia menjerit akibat apa yang ada di depan matanya. Di balik gerbang itu, ada sesosok raksasa Buto tengah tertidur.
Pantes aja gerbangnya gede, nguninya aja segede gini, pikir Moka. Butoh itu terlihat besar dan juga perkasa dengan taring-taring runcingnya. Namun, ia juga memiliki perut buncit yang besar. Dari sini, Moka pun menghiraukan Butoh itu dan terus masuk ke dalam untuk mencari keberadaan jajang. Di dalam, terdapat sebuah aula besar yang juga sangat terang.
Ternyata, istana itu sedang mengadakan sebuah pesta besar dengan diiringi alunan gamelan yang riuh. Dan di dalam sana juga terdapat sangat banyak makhluk-makhluk mengerikan dari yang kecil seperti manusia. Namun bertubuh aneh tidak sesuai dengan anatomi pada umumnya. Hingga raksasa-raksasa bertubuh besar yang sedang berpesta.
Seperti mereka sedang menyantap sesuatu. Sosok wanita bertubuh ular yang dikelilingi oleh banyak laki-laki juga terlihat sedang berpesta. Ketika melihat wanita ular itu, mohka... Sepertinya tahu siapa itu, yaitu sosok yang sering memberikan kekayaan untuk siapapun yang mau memujanya. Juga terlihat ada banyak budak berwujud manusia yang terlihat dibelenggu oleh rantai besi dan harus melayani semua makhluk-makhluk itu.
Ternyata itu adalah manusia-manusia yang memang menggadaikan hidup mereka kepada cincin di sana untuk mendapatkan kekayaan semasa mereka hidup atau yang sering dikenal. Dengan orang-orang yang melakukan praktik pesukian, mereka mempersembahkan seluruh keluarga mereka sebagai ganti kekayaan itu. Namun ketika mereka sendiri mati, disinilah mereka berada.
Disini juga, mereka akan disiksa, dicampuk, bahkan ada yang dimakan oleh raksasa-raksasa berkepala binatang itu. Benar-benar akan sangat merugi orang-orang yang sudah bersekutu dengan setan. Karena pada akhirnya, mereka hanya ditipu.
Dengan dibutakan oleh kekayaan yang sebenarnya hanya sesaat, juga terlihat ada sosok yang sedang duduk di sebuah singgah sana yang tinggi. Tak lain tak bukan, itu adalah sosoknya Lingi. Sebagai pemimpin di sana, Lingi dikarenakan auranya memang begitu kuat. Namun, Moka menguatkan dirinya sendiri dan mengingat jika tujuannya kesini hanyalah untuk menyelamatkan Jajang. Dengan mengendap-endap, Moka mengingat arahan si kakek dan langsung menuju ke tempat penjara yang ada di istana itu.
Sampai titik itu, Moka harus menuju ke sebuah menara di sisi sebelah aula setelah melewati sebuah lorong. Untunglah, ia tak melihat satupun penjaga karena mereka semua memang sedang berpesta di aula utama. Sesampainya di lokasi yang sudah diarahkan si kakek, ternyata benar.
Jajang sedang dikerangkeng di dalam salah satu penjara istana itu. Ketika mendekat, Moka sangat terkaget. Ternyata ada sangat banyak ketawanan lain.
Yang juga berada di sana Kebanyakan dari mereka Berpakaian seperti pendaki gunung Entah apa kesalahan yang telah mereka lakukan Hingga harus dipenjara di dalam istana setan ini Sempat ada niatan Untuk membebaskan mereka semua Namun Moka menyadari Jika ia tak bisa melakukan hal itu Ia pun langsung menuju ke penjara Tempat Jajang disekap Jajang sendiri kaget Dan langsung menangis ketika melihat Moka Bang, bang Untuk kamu masih hidup bang Bang, aku takut bang Aku pengen pulang Aku pengen ketemu bapak Ketemu ibu bang Rengek jajang sembari memeluk Moka Shhh, diem boy Lo harus tenang Disini gak aman Ayo kita segera keluar Bisik Moka Disini, Moka sendiri sedikit meneteskan air mata karena ia bisa melihat adiknya lagi. Selain itu, Moka juga melihat raut wajah para tahanan lain yang sudah tidak memiliki ekspresi dengan pandangan mata yang kosong. Mungkin itulah yang terjadi kepada orang-orang yang dipenjara disini dan sudah tidak bisa lagi ditolong. Seperti yang dimaksud oleh kakek putih tadi setelah membuka dengan lidi sakti itu. Moka bisa menghancurkan belenggu penjara yang terlihat seperti penjara yang sudah sangat tua itu.
Segera, Moka memapah Jajang dan mengendap-endap keluar dari penjara itu untuk menuju pintu keluar istana tadi. Meskipun sudah bisa berjalan sendiri, Jajang masih sedikit lemah dan belum pulih seperti sedia kalah. Di titik ini, ada sesuatu yang mengganggu pikiran Moka.
Namun entah apa itu, tanpa memikirkannya... Moka terus saja menarik jajang untuk segera menuju gerbang luar. Di sini Moka tersadar ketika mereka mencapai dekat aula tadi, sesuatu yang sedari tadi mengganggu pikiran Moka adalah suara riuh gamelan yang terdengar sedari tadi sudah berhenti.
Dan itulah yang benar-benar mengganggu pikirannya. Moka mulai panik dan instingnya berkata, sesuatu yang buruk akan terjadi dan benar saja. Ketika Moka menengok ke arah aula, para demi dan raksasa-raksasa berkepala binatang tadi sudah tepat berada di ujung lorong dan menatap tajam ke arah Moka. Kita ketahuan boy, ayo lari!
Teriak Moka sambil mulai berlari. Ketika mereka berlari, terdengar suara-suara besar dan juga teriakan-teriakan yang begitu mengerikan mengejar di belakang mereka. Juga, pengejaran ini dipimpin langsung.
Oleh nyilingi dengan raut wajah marahnya Dari kejauhan Mulai terlihat gerbang pintu keluar tadi Namun juga terlihat Sosok buto penjaga gerbang yang tadi tertidur Kini sudah siaga di depan gerbang Dan bersiap untuk menjegat mereka Disini Selain Moka tak takut Ia juga tak punya pilihan lain Karena hanya dengan selangkah lagi Ia akan bisa keluar dari istana terkutuk itu Moka pun Segera mengeluarkan pusaka kendali Sodo atau lidi pengendali miliknya untuk menyerang Butoh Raksasa itu. Seketika, Butoh itu terlempar dengan sangat keras ke belakang hanya dengan sekali sabetan lidi itu. Bahkan, Butoh itu sampai menghancurkan gerbang besar yang ada di belakangnya. Moka dan Jajang pun terus menerjang dengan mengerahkan seluruh tenaga mereka untuk berlari menuruni tangga yang sangat panjang itu.
Bahkan, mereka juga menerjang gelapnya hutan setelah selesai menuruni tangga. Semak pelukar tak lagi menjadi halangan. Lelah juga tak lagi mereka rasakan. Terus saja mereka berdua berlari untuk segera keluar dari hutan ini.
Suara gagal yang sedari kemarin mengikuti juga terdengar lagi. Tiba-tiba saja, mereka sudah keluar. Mereka keluar dari semak belukar tadi. Padi pos kuburan kuda Mereka sangat bersyukur bisa keluar dari istana itu Disini mereka benar-benar sudah merasa kehabisan tenaga Dan memutuskan untuk istirahat sejenak Mengambil nafas dan mengestabilkan detak jantung mereka Yang sudah tidak karuan Beberapa saat mereka beristirahat Mulai tercium lagi bau yang sudah sangat familiar Yaitu bau pandan Ternyata Mereka masih diikuti oleh sosok wewe tadi Disini Moka langsung teringat Dan memasang kuda-kuda Serta mengeluarkan lidi saktinya Ia melihat sekeliling Dan mencari dimana sosok itu berada Bangun boy, kita harus waspada Kita gak sendiri Ucap Moka tegas Hah, kenapa bang?
Ada apa? Tanya Jajang Jajang tak mengerti Karena ketika bertemu dengan Weweti awal Jajang sudah dalam keadaan tak sadarkan diri Pokoknya lu di belakang abang jang Kuas pada Terus lihat sekitar Teriak moka Ketika jajang menengok ke atas Ternyata sosok itu sedang menggantung terbalik Di atas pohon tempat mereka beristirahat Bang bang di atas bang Teriak jajang Seketika sosok itu juga langsung menjatuhkan dirinya Melihat Wewe itu di depannya, sontak dengan refleks, Moka menyabatkan lidi itu kepada si Wewe. Setan sialan! Teriak Moka. Sosok Wewe itu pun menjerit kesakitan.
Nah, lu mau apa sekarang? Ku udah punya senjata buat lawan lu. Dasar setan sialan.
Sini, maju lu kalau berani. Teriak Moka menantang makhluk itu lagi. Dan tanpa mereka sadari, ternyata Nyilingi sudah berada tepat di belakangnya.
Tangan hitam dan kurus dengan kuku-kuku panjang itu menggerayangi wajah Moka dan Jajang. Seketika Moka dan Jajang sudah didekap oleh Nyilingi, Sembari berkata, Kalian berdua harus menjadi buddhaku. Namun tiba-tiba, di sini, Moka dan Jajang seakan tak bisa bergerak.
Meskipun Moka sedang menggenggam lidi saktinya, ia tak bisa menyerangnya. Karena tubuh Moka benar-benar sudah pekuh. Seakan terpengaruh oleh kekuatan jahat Nyilingi.
Namun tiba-tiba, muncullah seekor burung gagak yang terbang ke arah mereka. Moka dan Jajang pun berusaha menghindar, namun mereka tak bisa. Akibat cengkeraman Nyilingi yang begitu kencang.
Namun, ternyata bukan mereka targetnya. Gagak itu, nyatanya malah menyerang Nyilingi. Akibat serangan Gagak itu, Nyilingi pun menjadi lengah.
Sehingga Moka dan Jajang bisa lepas dari cengkramannya. Ternyata, itulah sosok burung Gagak yang sedari kemarin terus mengikuti mereka. Entah siapa sebenarnya Gagak itu.
Namun itu, telah menyelamatkan Moka dan Jajang dari cengkraman Nyilingi. Dan setelah itu... Gagak itu hilang entah kemana. Moka pun kembali menyiapkan pusaka lidi saktinya. Sembari mulai melantunkan ayat-ayat suci.
Dan juga hendak menyerang Nyilingi dengan lidi itu. Tak diduga. Nyilingi malah mendahului ayat-ayat yang sedang Moka baca. Sembari tertawa.
Lidi sakti milik Moka pun juga tiba-tiba patah dan terlempar. Ternyata kesaktian Nyilingi. Memang tak bisa dibandingkan dengan kroco-kroco yang sedari tadi Moka lawan Sembari bersembunyi di belakang Moka Jajang pun mulai menangis lagi Moka sendiri juga mulai panik Karena ia tak tahu harus melakukan apa lagi Ketika Nyilingi mulai mendekat Moka dan Jajang hanya bisa meringguk saling memeluk Namun tiba-tiba kakek putih tadi datang Bersama dengan Maung Balang Untuk menghalau Nyilingi Moka pun sangat lega Ketika kakek itu datang untuk menyelamatkannya.
Sudahi perbuatanmu, Lingki. Biarkan dia pergi. Ucap kakek itu sembari memutar-mutar tasbihnya. Tidak bisa.
Dia harus mati. Mati. Mati. Mati. Ucap Lingki.
Maafkanlah kehilafannya, Lingki. Biarkan dia pulang. Tidak usah kau ikut campur, urusi saja urusanmu sendiri.
Teriak Lingki sambil tertawa. Tidak bisa Lingki, urusan anak-anak ini juga sudah menjadi urusanku. Jawab kakek. Ute Cuk, kalian pergilah dulu Biarkan Maung Balang Mengantar ke pulangan adikmu Biar Lingki menjadi urusanku disini Ucap kakek itu Baiklah kek Sekali lagi Terima kasih sudah membantu saya Untuk menyelamatkan adik saya Saya tidak akan pernah melupakan semua ini kek Ucap Moka Untukmu Ambil semua pelajaran ini Jangan lagi suka berbuat Seenaknya di tempat lain Juga jaga etikamu Jaga perkataanmu Perbaiki ahlakmu Sebelum dirimu dipanggil oleh yang maha kuasa Ucap kakek Sembari menunjuk jajang Maafin jajang kek Jajang memang salah Jajang janji Jajang akan Lebih baik lagi setelah semua ini Jajang janji gak bakal ngelawan bapak ibu lagi Gak bakal ninggalin sholat lagi Gak bakal selengaan lagi kek Jajang bener-bener nyesel Ucap Jajang sembari menangis di pelukan muka Kakek itu mendekat dan berdoa Sembari mengelus punggung Jajang Seketika tubuh Jajang kembali enteng Dan segar seperti sedia kalah Ternyata Disini si kakek membuang sisa energi jahat dari dalam tubuh jajang Yang sedari kemarin membuat jajang lemah tak bertenaga Ternyata itu juga yang membuat jajang demam kemarin malam Mereka berdua pun pamit dan mencium tangan kakek Disini muka melihat walaupun kakek sedang lengah Nyilingi hanya diam tidak melakukan serangan apapun Ia juga menyadari meskipun dalam gaib Tetap ada etika-etika tertentu yang harus mereka jaga Dengan dikawal maung balang, mereka berdua pun menuruni gunung, meninggalkan si kakek dengan nyilingi.
Segala tekanan yang mereka berdua alami malam ini telah mengubah pandangan mereka terhadap dunia. Mereka menjadi tahu betul, jika kehidupan bukan hanya milik manusia dan juga makhluk hidup lainnya. Namun, masih ada dunia yang sama, yang hanya berbeda dimensi dengan dunia kita. Marilah kita jaga batasan itu.
Dengan saling menghargai, juga menghormati kepercayaan orang lain Karena nyatanya, kita memang tidak hidup sendiri Makasih, udah nyelamatin Jajang Jajang gak tau lagi harus bilang apa Setelah semua yang Jajang liat Jajang, bener-bener ngerasa rendah banget Ucap Jajang Abang juga Jajang Abang, juga seringnya pelein perkataan bapak sama emak Karena abang mikir, kalau apa yang abang lakuin itu udah yang paling bener Abang cuma berpikiran logis Dan abang anggap semua yang gak masuk akal itu cuma mitos Tapi liat nih, kita sekarang lagi diantara mamacan putih Jawab Moka dengan sedikit nyengir Jajang juga nyesel banget bang Jajang masih sering ninggalin sholat Bahkan... Doa-doa pun, Jajang cuma dikit yang ngapal Pas mau di penjara tadi, Jajang bingung banget Jajang harus ngapain Mau baca ayat kursi pun, Jajang gak bisa Setan-setan itu, mereka semua mengolok-olok Jajang Karena Jajang gak bisa ngelawan Jajang juga gak punya senjata apapun Ucap Jajang Nah, itu Jang, itulah gunanya doa Jadi ngerti kan? Di saat lu sendiri, di saat lu butuh pertolongan, gak ada siapapun yang bisa nolongin lu Jang, selain yang di atas.
Bahkan, kalau abang sendiri gak ditolong sama kakek tadi, abang juga gak tau bakal gimana kita sekarang. Jawab Moka, dengan saling merangkul, mereka berdua pun berjalan. Dengan didampingi oleh balang, tak ada lagi sosok apapun yang mereka lihat.
Hanya sebuah jalan setapak yang dikelilingi rumputan. Seperti jalur pegunungan pada umumnya Kakek itu tadi Siapa bang? Kok dia bisa ada di gunung ini?
Terus berani banget Dia ngadepin nyilinggi sendirian Tanya jajang Lu gak perlu tau siapa dia sebenernya boy Yang perlu lu tau adalah beliau udah nyelamatin kita Beliau itu toko besar boy Coba ntar lu liat foto-foto wali songo Lu pasti bakal tau siapa beliau Jawab Moka, Pali Songo, kalau emang bener, harusnya beliau kan udah. Seketika Jajang terdiam, setelah malam penuh teror itu, tak ada lagi yang bisa membuatnya lebih terkejut. Untung ya bang, masih ada yang nyelamatin kita.
Allah, masih ngelindungin kita. Meskipun Jajang sendiri, jarang banget buat ibadah. Ucap Jajang sedih. Jadi ini sebagai pelajaran buat lo boy Anggap ini peringatan Sekaligus kesempatan kedua Buat lo untuk berubah Tingkatin lagi ibadah lo Mohon ampunan sebanyak-banyaknya Selagi lo masih bisa Ucap Moka Iya terima kasih abang Jajang Sayang sama abang Iya jang Abang juga sayang sama lo Jawab Moka Perlahan Jalan mulai terlihat Pohon-pohon pinus menjulang tinggi Dari balik puncak jermai Samar-samar terlihat muncul cahaya terang Dari bawah juga terdengar suara ajan cubuh Sampailah mereka bertiga di pos Cibunar Disini tiba-tiba Moka berhenti Udah boy, abang cuma bisa nganter lu sampai sini aja Ucap Moka dengan senyuman hangat Maksudnya apa bang? Kok sampai sini aja?
Tanya jajang tak paham, maafin abang boy, abang gak bisa ikut pulang, kita udah beda alam boy Kamu jangan lupain semua pelajaran yang kamu dapetin hari ini, nitip salam buat emak, buat bapak, abang sayang banget sama mereka Lu juga boy, maafin abang, gak bisa ikut pulang ke rumah, sekarang ini udah jadi rumah abang, sering-sering ya tengokin abang disini Ucap Moka, kembali tersenyum manis. Bang, lu ngomong apa bang? Lu ngomong apa sih bang?
Bang, lu jangan bercanda deh bang. Ayo kita pulang bang. Bapak ibu pasti nungguin kita bang. Bang, ayo pulang bang.
Bang, ayo pulang. Teriak Jajang sembari mulai menangis. Selamat tinggal boy, abang sayang banget sama lu Ucap Moka dengan suara memudar Bang, lu mau kemana bang?
Bang, jangan tinggalin Jajang bang Abang Teriak Jajang menangis keras Sosok Moka dan Maung Balang memudar berbarengan Dengan sinar mentari yang mulai menyingsing Terdengar pula Suara-suara kicauan burung pagi yang menghiasi keindahan alam perdesaan kaki gunung pada pagi hari. Dengan masih menangis, Jajang segera berlari menuju ke base camp Gunung Jermai untuk segera meminta pertolongan. Sesampainya di sana, ia langsung menceritakan semua hal yang terjadi kepada warga Cibunar. Dan hal itu pun langsung membuat kehebohan di sana. Tim Sar pun dibentuk dan segera naik.
untuk mencari keberadaan Moka. Namun hasilnya nihil. Yang mereka temukan, hanya tas jajang, beberapa barang jatuh, dan juga tas karir milik Moka yang memang sengaja ia tinggalkan ketika dikejar oleh nyilingi tadi malam.
Pencarian pun sempat dilakukan selama beberapa hari. Meski sulit untuk dipercaya, namun beberapa warga meyakini jika kisah yang dialami oleh jajang dan Moka memang benar adanya. Dan telah terjadi pada malam itu Sehingga dengan kesimpulan itu Mereka memutuskan untuk menyudahi pencarian Mengetahui kebenaran Jika sang kakak sudah tewas Jajang kembali naik Dan membuatkan sebuah nisan dengan nama kakaknya Sebagai bentuk penghormatan terakhirnya Faktanya Moka memang sudah meninggal Akibat terjatuh ke dalam jurang tadi Dan Sukma Mokalah Yang bertemu dengan kakek putih saat itu Moka sendiri juga mengetahui jika sebenarnya ia telah tewas ketika berbincang dengan kakek di dalam gua.
Namun, ia tetap memohon kepada si kakek putih itu untuk membantunya menyelamatkan sang adik. Sekarang, Moka masih ada di sana dan menjadi penjaga juga penunjuk arah bagi pendaki-pendaki yang sedang membutuhkan pertolongan. Hingga suatu saat, berpuluh-puluh tahun setelah kejadian itu, ia ditugaskan.
Untuk mengawal dua orang pemuda yang bernama Adi dan Ayu Ya, oke Sekian cerita yang bisa Bang Bet sampaikan Meskipun kisah ini spesial dan hanya fiktif belaka Marilah kita ambil nilai dan juga pesan yang terkandung di dalamnya Meskipun kisah ini hanya karangan semata Namun keberadaan mereka itu benar adanya Selalu tunggu video-video Bang Bet yang lainnya Sekian dan wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh