Sistem tanam paksa adalah aturan penjajahan Belanda yang mewajibkan penduduk Indonesia untuk memberikan sebagian lahannya untuk ditanami tanaman ekspor.
Penduduk juga dipaksa bekerja di perkebunan milik Belanda.
Tokoh Penting
Johannes van den Bosch: Gubernur Jenderal India Belanda ke-43 (1830-1834).
Pencetus sistem tanam paksa.
Bertujuan memperbaiki ekonomi Belanda setelah kalah perang.
Tujuan Sistem Tanam Paksa
Memperbaiki ekonomi Belanda.
Menjual hasil tanaman di pasar dunia.
Memanfaatkan tenaga pribumi untuk kerja rodi.
Implementasi
Sistem ini dikenal sebagai Kultur Stelsel.
Penduduk desa diwajibkan menanam hasil perkebunan yang diminta pasar dunia (teh, kopi, tepu, dll).
Rakyat harus menanam seperlima dari tanahnya dan menyerahkan hasil kepada Belanda.
Penyimpangan
Penggunaan lahan dapat mencapai setengah bagian dari total lahan.
Tanah yang dibebaskan dari pajak tetap dikenai pajak sewa.
Hasil penjualan tanaman harus diserahkan kepada Belanda.
Peran Penguasa Pribumi
Penguasa pribumi (kepala desa, upati) sebagai penggerak petani dan penghubung dengan pemerintah Belanda.
Pemerintah Belanda memberikan bonus kepada penguasa pribumi.
Dampak
Sistem tanam paksa dianggap era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Belanda di Indonesia.
Penyimpangan dalam pelaksanaan menyebabkan:
Seluruh tanah petani digunakan.
Pajak atas tanah tetap diterapkan.
Kerja paksa yang melebihi waktu yang ditetapkan.
Masyarakat menderita kerugian baik harta, tenaga, bahkan nyawa.
Kritik dan Penutupan
Sistem tanam paksa dihentikan setelah muncul kritik.
Diakhiri dengan UU Agraria (1870) dan Undang-Undang Gula (1870) yang menandai era liberalisasi ekonomi di Indonesia.