Transcript for:
Memahami Al-Quran dan Keteladanan Rasulullah

Romki Haji Ahmad Bahudin Nursalim memasuki ruang acara. Yes, let's go. Intro Intro Intro Terima kasih. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh A'udzubillahiminasyaitanirrojim Bismillahirrahmanirrohim Alhamdulillahirrabbilalamin Wassalatu wassalamu ala asrofil amyai wal mursalin Qalallahu ta'ala fil quranil alim Inna allaha wa malaikatahu yusallu na'alan nabi Ya ayuhaladzina amanu, shollu alaihi wasallimu, taslima, amma abang. Yang terhormat Al-Mukarum, Prof. Dr. Muhammad Quraishyab, LSTMA. Yang kami hormati Al-Mukarom K.H. Ahmad Bahudin Nursalim Yang kami hormati Ketua Pembina, Ketua Pengawas, dan Ketua Umum Pengurus Yayasan Benanwakaf Universitas Islam Indonesia Yang kami hormati Pimpinan Perguruan Tinggi Sahabat, Kolega Mitra Universitas Islam Indonesia Yang kami hormati Rektor Universitas Islam Indonesia, Bapak Fathul Wahid beserta para Wakil Rektor. Yang kami hormati jajaran pimpinan fakultas, penjabat struktural di lingkungan Universitas Islam Indonesia. Yang kami hormati segenap sivitas akademika Universitas Islam Indonesia, para undangan tamu, IKI. Keluarga dan juga segenap jamaah yang dihormati Allah SWT yang hadir secara luring maupun daring melalui kanal live streaming Youtube Universitas Islam Indonesia. Alhamdulillah, berbilang alamin segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Karena hanya terserahmat, hidayah, taufik dan inayahnya sehingga kita semua dapat berkumpul di majelis ilmu ini dalam keadaan Sehat walafiat Tak lupa salawat serta salam Senantiasa kita hadiahkan kepada Junjungan kita, insan yang Paling mulia, Nabi Agung Muhammad Salallahu alaihi wasalam Yang senantiasa Kita tunggu syafakatnya Di umir akhir nantinya Amin ya rabbal alamin Hari ini yang kami hormati Segenap jamaah yang dirhormati Allah subhanahu wa ta'ala Kami ucapkan Sugeng rawo Selamat datang dan selamat bergabung bersama kami semuanya dalam rangkaian acara ngaji bareng Prof. Dr. Muhammad Quraishihab LCMA dan G. Haji Ahmad Bahauddin Nursalim dalam kesempatan kali ini mengangkat tema Memahami Al-Quran dengan Meneladan Rasulullah Alhamdulillah hari ini pada hari Kamis 4 Jumat dilahir 1404 Pertempatan dengan 5 Desember 2024 bertempat di auditorium Prof. K. Haji Abdul Kahl Mudhakir Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia Dengan penuh semangat, senang sekali rasanya saya Hasan Faldi dapat menyapa ibu bapak sekalian dan merupakan suatu kehormatan bagi Universitas Islam Indonesia dapat terlibat, bersilaturahmi kembali dan dapat menyelenggarakan kembali acara yang telah ditunggu-tunggu di tahun 2024 salah satunya. Ibu yang kami hormati sekenap tamu undangan yang berbahagia dengan memohon Ridho serta pimpinan Allah SWT mengawali renggan acara pada ngaji bareng pagi hari ini. Merlah kita buka bersama-sama dengan mengucapkan lafaz basmala. Saudara Muhammad Subki Mahasiswa program studi Pendidikan agama Islam Universitas Islam Indonesia Disilakan Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh A'udhu Billahi Minash Shaitanir Rajeem Bismillahirrahmanirrahim Bagi yang menerima Allah dan hari terakhir, Allah mengingatkan banyak. Dan ketika para iman melihat bahwa ini adalah yang terjadi. KALU HAZA MAADANALLAH SUH SADIKALLAH SUH WAMAZAL Alhamdulillah Saudara Allahul Alim, membenar Allah yang maagum dengan segala firman-firmannya. Kami haturkan, terima kasih. Semoga dengan dibacanya ayat suci Al-Quran tadi, bagi yang mendengarkan, mendapatkan parokah, dan bagi yang membacanya juga. mendapatkan barokah serta menjadikan hati kita tenang dalam memulai rangkaian acara pagi hingga siang hari ini. Amin Ya Rabbal Alamin. Hari ini yang kami muliakan sebagai wujud kebanggaan kita menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Universitas Islam Indonesia. Selanjutnya, menyanyikan bersama lagu kebangsaan Indonesia Raya. Dilanjutkan dengan himne Universitas Islam Indonesia. Segenap hadirin dimohon berdiri. Terima kasih. Terima kasih. Terima kasih telah menonton Universitas Islam Indonesia, padamu kami berjanji, Majukan... Halilin yang kami hormati sekalian ujamah yang dihormati Allah SWT Berikutnya marilah kita simak dan ikuti bersama Sambutan Rektor Universitas Islam Indonesia Sekaligus mohon berkenan memandu rangkaian acara Ngaji bareng Prof. Dr. Muhammad Quraishyhab LCMA Dan Kihaji Ahmad Baudin Nursalim Dengan tema Memahami Al-Quran Dengan Meneladan Rasulullah Untuk itu telah hadir, membersama ijamaah sekalian, dan kami mengundang dengan segala penuh hormat Bapak Fathul Wahid, disilakan. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Hamdan wa syukran lillah, sholatan wa salaman ala rasulillah, la hawla wa la quwwata illa billah, rabbi israeli sadri yasir li amri, wahlu l'uqdatan min lisani. Ya Fakuhu Qawli, yang sama-sama kita hormati Profesor Kure Shihab dan Gus Bahak. Terima kasih Prof. Kure dan Gus Bahak sudah berkenan hadir kembali, tepat satu tahun plus satu hari. Yang tepatkan tahun lalu, tanggal 4 Desember, beliau berdua juga bersama kita dan kita menghadiri Majelis Ilmu ini. Yang saya hormati para kolega. Wakil Rektor, Dekan, Wakil Dekan, Direktur, Kepala Badan, Sekretaris Eksekutif, dan tamu dari Perkuruan Tinggi Sahabat, dan Jamah Pengajian hari ini yang juga saya hormati. Yang saya hormati kita hari ini berbahagia, karena bersama kita ada Prof. Kuras dan Kusbah, dan insyaallah kita akan... bergembira bersama, ngaji bareng di Masjid Ilmu yang insyaallah penuh keberkahan hari ini. Sebagian jamaah mungkin tadi bertanya, kok ada ngaji nyanyi Indonesia Raya? Itu adalah nilai yang insyaallah kami rawat sampai hari ini, Bu Bapak. UII sejak lahir ini memadukan antara nilai keselamatan dan nilai kebangsaan. Itulah mengapa namanya adalah Al-Jamiah Al-Islamiyah Al-Indonesia, Universitas Islami Indonesiawi. Dan kita ingin menjaga kedua semangat tersebut dalam satu tarifan nafas keindonesiaan dan keislaman. Bapak yang saya hormati, saya tidak akan berpanjang lebar, tapi izinkan saya menyampaikan beberapa hal. Yang pertama, saya ingin mengajari Bapak ini meningkatkan kelas. Kan kelasnya sekarang muhibin. Dulu waktu saya di kampung ketika ngaji itu diberitahu sama Pak Yai. Kun aliman, au mutaaliman, au mustami'an, au muhibban. Wala takun khamisan, fatahlik. Jadi muhibban itu level terendah. Maksudnya kita menaikkan kelas menjadi mustami'in, mustami'. Kalau lebih tinggi lagi mutaalim. Nah mari bareng-bareng kita yang sekarang menjadi muhibin menaikkan kelas kita. Untuk terus ngaji, mudah-mudahan dengan demikian kita akan bisa naik kelas dengan. Kemudian Ibu Bapak, tema yang di depan mungkin Ibu Bapak tadi berpikir atau dalam batin mengatakan kok kurang i. Memahami Al-Quran dengan meneladan Rasulullah. Karena ternyata meneladan itu artinya bukan menyontoh, tapi memberi contoh. Jadi insyaallah kita menyontoh Rasulullah bukan mencontohi Rasulullah. Jadi meneladan Rasulullah bukan meneladani Rasulullah. Dengan demikian insyaallah kita bisa mengambil Al-Quran dengan baik. Hari ini itu akan menjadi tema pengajian kita bersama Prof. Quraish dan Gus Bahak. Bapak yang saya hormati, mari bersama kita luruskan niat. Ini ngaji, itu pesan Gus Bahak pada saya setiap saat. Harus meluruskan niat ngaji. Yang benar-benar dengan demikian insyaallah. beragam pintu kebaikan akan bersama kita, pintu kefahaman bersama kita, insyaallah ilmu yang kita dapatkan juga akan bermanfaat, tidak hanya untuk kita, tapi lebih baik atau lebih banyak untuk orang lain. Mari Bapak kita luruskan ya, dan sekali lagi terima kasih, Prof. Kure, Sekusbah, dan semua undangan, dan hadirin sekalian yang hanya, yang tidak hanya di ruangan ini, tapi juga di masjid penuh, dan kita pantul di Youtube jika sudah banyak yang menonton, mudah-mudahan kita mendapatkan keberkan bersama-sama. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Mohon izin saya ganti peran jadi moderator. Di Bapak yang saya hormati. Kita punya waktu sekitar 2,5 jam ke depan dan kita akan mendengarkan dengan sesama. Pertama, ya Gus, kemudian nanti dilanjutkan dengan Prof. Kures. Mohon, Gus Pak. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Bismillahirrahmanirrahim Tabarokalladzi nazzalalfurqona ala abdihiliyakuna lil'alamina nadzira. Allahumma salli wa sallim wa barik ala nabbirrahma. Sehidina wa lana muhammadin wa ala ali wa sahbihi asmi. Nama Ba'ju. Yang sangat kita hormati. Kita hormati bersama Prof. Dr. Qureshi Hab. Semua yang disini, Pak Rektor, Dikan, semua yang saya hormati juga hadirin. Ini langsung saja saya tadi sudah dildilan sama Pak Gures untuk jadi provokator. Provokator keilmuan. Kenapa? tadi ini sarjana arsitek, tapi ngomong tata bahasa meneladan, enggak tahu saya. Begini ya. Saya akan bikin mukaddimah nanti yang menyempurnakan Pak Kures. Jadi ilmu tafsir itu dimulai dari satu dialog umum. Dialog umum itu bisa perwakilan atau ungkapan atau apa saja Misalnya begini ketika ada orang baik itu Allah berjanji Kalau mereka benar perilakunya benar saya kasih air yang segar Tentu kalau kita tahu orang berkecukupan air itu tidak cukup segalanya Tentu kita butuh makan butuh macam-macam Tapi Allah hanya menyebut ma'an hodako. Semua mufasir sepakat, kata ma'an hodako ini ibaratun anrahodil ais. Bahwa ini adalah, maksudnya adalah hidup yang nyaman, bukan sekedar berkebutuhan apa? Air. Begitu juga beberapa ayat yang Warqa'u, Ma'arraqi'in, Wasjud, itu bukan sekedar sholat itu bentuknya ruko atau sujud, tapi sholat yang sempurna, yaitu dimulai dengan takbir, diakhiri dengan salam. Dan itu akhirnya butuh, butuh teladan, yaitu Rasulullah SAW. Kemudian dibalik teladan itu ada ilmu diroya. Saya termasuk orang yang baca banyak tentang diroya. Karena korban bulian, jadi ulama'ya saling membuli, saling mengerjain. Jadi suatu saat, Nabi Musa itu tanya sama Allah, enggak terima. Memang Nabi Musa ini Nabi paling usil. Untung kita enggak jadi umatnya, kalau jadi umatnya ikut usil. Makanya kalau yang usil itu, itu umatnya Nabi Musa, bukan Nabi Muhammad. Nabi Musa itu tanya sama Allah, Ya Allah kenapa engkau menjelaskan tentang engkau? Ada kata-kata, Lata'kuduhu sinatu wala naum. Bahwa Allah itu Tuhan yang tidak terkena kantuk. Sinah itu kantuk, wala naum dan tidak terkena tidur. Allah tidak jawab, tapi Nabi Musa disuruh megang kaca, kaca tipis gitu, pegang. Nabi Musa ini jaga, ya. Jaga, ternyata triut ngantuk gitu Pak Fadul Wahid, langsung pecah. Kamu jaga gitu ngantuk, langsung pecah. Bayangkan saya yang jadi Tuhan, kalau ngantuk sedikit kaca alam bisa rusak semua. Terus baru tahu dia, oh penting penjelasan sinatun, tidak ngantuk itu. Kalau rektor kadang-kadang ngantuk, boleh Bapak Tuhan, gak apa-apa. Karena ada Tuhan, gak apa-apa. Ngantuk ya gak apa-apa, salah ya gak apa-apa, marah ya gak apa-apa, karena bawahnya gak berani negur. Yang gak boleh salah itu anak buah. Saya ini kata pejabat UI itu dewan pembina, jadi memang berharga juga Pak Rektor dalam struktur ini. Itu kalau pakai struktur UI, kalau pakai struktur ulama lebih boleh lagi. Jadi dirayah itu penting, karena dengan dirayah itu yang disebut Quran datar, itu kemudian punya makna yang luar biasa. Tapi kalau kita tidak punya dirayah, maka kesannya Quran itu, Nyuan Sewu itu datar. Itu masalah besar bagi kita sebagai peneliti Quran. Namanya kadang-kadang itu butuh, tadi saya bilang sedikit provokatif, karena diskusinya ulama itu, itu juga dimulai dari provokasi. Saya dikit cerita perdebatan ulama yang ekstrim. Mu'tazilah itu berpendapat Allah itu hanya menghendaki kebaikan, karena Allah itu melarang keburukan. Kalau menghendaki keburukan ini paradok, bagaimana mungkin melarang tapi menghendaki. Jadi Mu'tazilah bingung kalau ngartikan ayat, Terus kata Imam Sanusi, Imam Sanusi itu pengarang kitab Mubarohin, berdebat begini, kalimatnya begini, Izan wako afimul kihi malayuriduh, kalau kejelekan itu Allah tidak menghendaki, maka banyak di alam raya ini kejadian yang Allah tidak tahu. Jadi kalau Allah dilapori, ya Allah di dunia banyak maksiat, waduh itu di luar kekuasaan saya, itu kan masalah ya. Kadang-kadang jawaban provokatif gini itu bisa menghentikan lawan debat. Tapi kata Izzuddin bin Abdus Salam yang punya gelar sultan dan ulama, kamu jangan benci sama mutajilah di konteks ini, karena niatnya itu supaya enggak nisbatu syari'il Allah. Supaya kejelekan tidak diisnatkan ke Allah, tidak disadarkan ke Allah. Itu juga ajaran Allah, ma'asobakamin khasanatin, amin Allah, wa ma'asobakamin sayyatin, amin Allah. Tapi ahli sunnah tetap saja berpikir, khairihi wa syarrihi, amin Allah. Tapi enggak boleh ditanyakan ya, kalau kamu tanya ini tak cap jadi umatnya Nabi Musa, enggak boleh tanya bab kotor-kotor. Karena panduannya Rasulullah SAW, ngedikani idha zukirol kotor fa'amsiku. Kalau sudah diskusi kotor-kotor, kamu harus diam. kriminal, pidana. Tapi saya memberi contoh betapa perdebatan diraya itu penting. Nabi Muhammad itu juga sering debat, malah sama Allah, enggak sama Pak Kores atau Pak Riker. suatu saat Nabi Ibrahim itu mau meninggal kata malekat Israel, Ibrahim kamu mau meninggal? enggak, saya enggak mau meninggal kenapa? karena saya gelarnya khalilurrahman, kekasih Allah hubungannya apa? aro'ayta khalilanyumitu khalilah masa kekasih membunuh yang dikasih ini enggak benar malekat kan enggak biasa debat naik Israel, tanya Allah, ya Allah ini logikanya gini, ini gimana ini Nggak pernah kuliah malaikat, jadi nggak bisa debat malaikat. Allah itu enak saja jawabnya, bilang ke Ibrahim. Masa katanya kekasih Allah, ketemu kekasihnya enggak siap? Oh iya, iya, mati enggak apa-apa, mati enggak apa-apa. Jadi kalau kamu takut mati, itu belum kesayangan Allah. Kok takut semua tuh? Padahal enggak kaya juga, enggak makmur juga, tapi takut mati. Nah, itu juga ada dialog. Sehingga ilmu ini menjadi hebat itu karena banyaknya dialog. Yang terakhir, saya ini sohibul bet, jadi nanti Pak Kures yang ngetikkan. Saya hanya merovokasi supaya nanti Pak Kures pakai ilmu yang kelas A, bukan kelas mukhiban kata Pak Rektor tadi. Itu ya provokatif. Mufibin itu sudah luar biasa. Kalau mustamek malah turut terus ngantuk. Mufibin itu sudah luar biasa. Ada sekian debat-debat yang misalnya begini, ditafsir Tobari. Kita sebagai penekun fekeh, kita, saya ini sudah menghormati jenengan, penekun bundak pokoknya kita. Kita ini penekun fekeh. Itu yang namanya kosor sholat itu ya, sholat ruba'iyah dikosor menjadi sunaiyah, duhur menjadi dua, asar menjadi dua. Ya jangan ngosor maghrib jadi satu setengah. Juga ngosor subuh menjadi apa? Satu. Yang boleh dikosor itu yang sholat apa? Ruba'iyah yang jumlahnya empat. Ini kalau gak diajarin ini bahaya, sudah pakai nama Islam terus ngosor sholat maghrib, sudah repot. Tapi Imam Taufari menghentikan, apapun hebatnya Mufassir itu dia terjebak oleh mindset fekehnya. Karena dia fekeh ya kosor itu, kosor sholat itu ya empat menjadi dua. Tapi kata Imam Taufari dalam tafsirnya ini umut tafassir, nanti Pak Kure bisa menjelaskan. Enggak ada tafsir kecuali nginduk kitab namanya tafsir Taufari, umut tafassir. Itu digelari, lam yu'allaf fil islam misluh, enggak ada karangan sehebat tafsir Taufari. Kecuali al-Misbah, tenang mawaneh. Tenang lah, ini Mbak Caca gak terima, ini kan Mbak Naswa gak terima itu, ngelihat saya sama abahnya terus, ya kecuali, gak apa-apa, sudah ini tamu harus dihormati, sudah kecuali. Saya relax saja. Pali sa'alikum junahun antak suru minas sholah in khiftum ayyaf tinakumulladhinakum. Itu kata Imam Tabari, kosru sholat, menjadikan sholat empat menjadi dua itu ya bagian dari kosru sholat. Tapi kosru sholat itu bisa, yang pernah wajib menjadi tidak wajib. Misalnya sholat itu wajib menghadap ke keblat. Gara-gara kondisi darurat tidak wajib menghadap apa? Keblat. Sholat normalnya enggak boleh gerak di atas tiga kali, tapi gara-gara kondisi darurat boleh gerak di atas tiga kali. Itu juga kosrus sholat, menjadikan yang wajib menjadi enggak wajib, yang pantangan menjadi bu, boleh. Sehingga pesannya Mbah Mun, Guru saya, KMN Mun, juga pesannya Bapak. Tafsir biarkan tetap tafsir, jangan mengganti kalimatun jamiah atau lafudun jama'yang ada di Quran. Karena kalau tafsir membentuk nanti menjadi mudoyek mempersempit makna Quran. Lupa kalau samaan belajar tafsir, ya Yuhannas, ya Ahlamakah. Bu Dura Bagum, kalau menuruti tafsir kan, oh ini perintah ke ahli Mekka, saya kan orang Indonesia. Bisa masalah itu. Misalnya tahajud, wa minal laili fathahajad bi, fathahajad ayya Muhammad, ayya Rasulullah, saya kan enggak Nabi Muhammad, berarti enggak kena perintah itu. Masalah besar itu. Jadi memang tafsir itu harus, tadi saya sudah matur Pak Kure, di Pondok itu jarang orang nulis tafsir. Karena sudah diancam manfasarul Quran, biro'i hifal yata bawa makadahu minanar. Jadi nulis tafsir itu harus. kayak pesen tiket, gak usah diteruskan. Nah yang masalah itu Biroihi, kebetulan Pak Kures baca banyak, saya juga baca banyak, Pak Fadul Wahid karena ingin naik kelas ya baca banyak, nanti selanggak rektor nge-i lagi Pak Wahid ini. Karena kecilnya itu ngaji di Bapak saya di Kudus, di Mu'awwana. Saya gak tahu, tahu-tahu kok jadi rektor. Gak tahu, makanya dia tadi dalil-dalil itu kayak usung pinter gitu kan. Saya juga heran, masa di depan Pak Kures, di depan saya tetap dalil itu luar biasa. Hibat itu, hibat. Emangnya luar biasa itu. Pokoknya hibat, Anda harus bangga punya rektor seperti ini, harus bangga. Ya gitu saja, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Baik, terima kasih. Mohon maaf, Gusbah, dalilnya kalau salah tadi. Selanjutnya kami mohonkan Prof. Kures untuk meneruskan ngaji barengnya. Silakan, Prof. Kures. Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pak Rektor yang saya hormati, Bapak-Bapak, Ibu-ibu, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya tidak bisa seindah Gus Bahak. Ini lain. Tapi baiklah. Tadi kita disampaikan makna dari judul kita, memahami Al-Quran dengan meneradan, tidak pakai i. Bagus. Saya juga waktu pertama lihat surat itu, saya bilang ini pasti berang i. Baru saya tahu sekarang, oh memang disengaja i-nya dibuang. Tapi waktu saya renung-renung itu, saya ingin balik. Kalau di sini memahami Al-Quran dengan menerah dan Rasulullah. Bisakah kita berkata meneladan Rasulullah itu harus memahami Al-Quran? Karena kalau Anda tidak faham Al-Quran, Anda tidak bisa meneladan Rasulullah. Jadi lari ditafsir. Meneladani bisa menjadi sama dengan memahami. Memahaminya bisa sama dengan meneladaninya. Kenapa? Karena sosok Rasulullah itu adalah penjelmaan dari tuntunan Al-Quran. Saya da'a isya'berkata, ka'na huluquhul Qur'an. Jadi kalau anda mau faham Qur'an, lihat Rasulullah bagaimana itu. Kalau anda mau meneladan Rasulullah, fahami Al-Qur'an. Jadi dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Kita melangkah lebih jauh. Kalau kita merujuk ke Al-Qur'an, Paling tidak, saya belum pernah meneliti semua kosa katanya. Tetapi paling tidak ada tiga kata yang digunakan Al-Quran dalam konteks keteladanan. Yang pertama, uswah. Yang kedua, kuduah. Yang ketiga, itibah. Kita tadi ayat yang dibaca, Lekatkanalakum fi rasulillahi uswatun hasanah. Pada sosok Nabi Muhammad, pada kegiatannya, pada sunnahnya, pada gerak-geriknya, pada langkah-langkahnya, itu ada keteladanan yang kamu bisa ambil. Itu uswah. Yang kedua, itu di Al-Quran, kata kuduah, kita temukan... Ketika Allah membicarakan nabi-nabi sebelum ini, terus ada perintah kepada nabi Muhammad. Ulaika alladzina hadallahu fabihudahum iqtadih. Jadi bukan ta'asah. Apa bedanya uswah dan kudwah? Kalau kita kembali kepada Al-Quran, uswah digunakannya untuk menggambarkan upaya meneladani sosok orangnya. Tetapi kuduah digunakan oleh Al-Quran untuk meneladani kandungan petunjuk, bukan orangnya. Beda kan? Sekarang kita mau bertanya, Nabi Muhammad tidak disuruh, kita pun tidak disuruh untuk meneradani Nabi-Nabi terdahulu. Tapi kita disuruh, uswah, meneradani sosok ini. Kalau kamu teradani sosok ini, itu surah kamu teradani Al-Quran. Nabi Muhammad... Itu nabi-nabi hebat-hebat, tapi ada dia punya kegiatan, ada dia punya sikap yang jangan teradani itu. Karena dia pakai kudwa. Kita ambil contoh. Itu nabi Ibrahim dinamai juga Uswah. Tetapi, Baru dia lanjutkan, Kamu boleh contohi dia kecuali satu. Sudah dikecualikan. Kecuali apa? Dia setelah mengetahui bahwa ayahnya tidak mungkin akan beriman, dia masih mau doakan. Jangan piru itu. Jadi tidak mutlak loh. Kita lihat Nabi Musa, hebat Nabi Musa. Tapi ada yang tidak bisa dikeladani dia. Mau lihat contohnya, waktu dia kembali, dia kembali dari pertemuan dalam dua tanda petik dengan Tuhan, dia dapati kaumnya menyembah, eh apa, anak sapi. Dia marah, dia lempar, itu al-alwah, dia tarik rambutnya saudaranya. Itu perlu dikeladani atau tidak? Tidak. Nabi Yunus, kita lihat sekarang, kita disuruh tidak usah banyak masalah. Semua yang ada dipraktekan oleh Nabi Muhammad, silahkan contoh. Itu sebelum kita jauh, kita fahami. Yang ketiga, itabiyaw. Apa itu? Ayatnya, tunggu dulu. Fa'aminu bihi watta bi'unghu Percaya pada telah datang kepada seorang abi yang ummi dan seterusnya dan seterusnya baru percayalah kepadanya dan Ikuti dia. Hanya saja kita lihat. Itu beda dengan. Itu beda dengan. Kalau tabi'ah mengikuti. Anda bisa berkata. Bayangan saya mengikuti saya. Tapi kalau tabi'ah. Itu bersungguh-sungguh. Kamu mengikuti. Kenapa bersungguh-sungguh ya Allah. Bersungguh-sungguh mengikuti sebelum bersungguh-sungguh mengikuti. Kamu harus bersungguh-sungguh memahami apa yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad baru kamu ikuti. Jangan sampai itu kekhususan buat dia. Ada satu orang, satu orang berkata, saya mau ikuti Nabi Muhammad. Bagaimana? Dia kawin banyak, saya mau kawin juga. Boleh enggak? Ibu-ibu boleh enggak? Sheikh Ali Jum'ah itu mufti Mesir sekarang sudah pensiun. Dia katakan orang yang berkata begitu sombong dan bodoh. Dia sombong dia bersamakan dirinya dengan Rasulullah. Dan bodoh dia tidak tahu mengapa Rasulullah kawin banyak. Jadi itabiyuh. Pelajari bahwa ini demikian, tahu apa sebabnya begitu, baru ikuti. Karena ternyata kita, oke sebelum lanjut lagi, kita mau berhenti sejenak disini. Kenapa Allah memerintahkan kita mengikuti sosok itu, walaupun Anda tidak faham Quran. Ya kan, karena sama dengan Quran. Saya mau cerita, saya dulu waktu ujian PhD saya, sampai sekarang saya masih ingat satu pertanyaan dari penguji. Dia tanya begini, hey, coba terangkan pada saya. Makna hadis, Kuntu nabiyan wa adam bainar ruhi wal jasad. Saya telah dipersiapkan Allah menjadi nabi, sedang waktu itu Adam masih dalam proses kejadiannya. Jadi dalam dua tanda petik, Tuhan sudah punya rencana. Dia sudah siapkan segala sesuatu. Saya waktu ditanya itu, tidak bisa jawab. Jadi, Hah, bagaimana? Akhirnya saya jawab begini, saya merasa saya diilhami sesuatu jawaban. Saya jawab, itu persoalan metafisika. Tidak ada yang bisa jawab soal metafisika. Dia terus, itu guru saya masih hidup sampai sekarang, sudah tua. Istafa'talharab, kamu berhasil menghindar dari jawaban. Setelah selesai beberapa hari saya berkunjung sama dia. Saya bilang, saya mau tahu apa jawabannya itu. Dia cerita panjang lebar. Dia cerita bahwa memang Nabi Muhammad sudah dipersiapkan oleh Allah sejak awal. Ini... Kesayangan saya. Ini saya akan didik sendiri. Ini saya akan pilihkan yang terbaik buat dia. Baru dia cerita. Bagaimana itu? Kenapa ayahnya meninggal sebelum dia lahir? Kenapa begitu lahir? Lantas ibunya antar dia ke ini. Begitu dikembalikan meninggal ibunya. Kenapa dia tidak pandai membaca? Kenapa dia dilahirkan? Tumbuh besar Dari Mekah Itu rencana Tuhan Apa rencana Tuhan Baru dia katakan Ada empat faktor penting Yang bisa membentuk manusia Yang pertama Ayahnya Ayah itu bisa membentuk Yang kedua Ibunya Yang ketiga, bacaannya. Yang keempat, lingkungannya. Allah tidak mau keempat faktor ini mempengaruhi Nabi Muhammad. Itu persiapannya. Jadi, meninggal ayahnya setelah selesai tugasnya, membuai, ambe kamu tidak ada tugas lagi. Ibunya begitu ini, kasih yang lain. Tidak ada pengaruh ibu. Jadi dia ingin mendidik. Itu sebabnya Nabi bersabda, Adabani Rabbi, Fa'ah sana tadi. Tuhan yang mendidik saya. Lulus ujian, Oh ini sudah lulus nih. Dan ini aja dia. Tidak baca Quran, tidak mendalam pengetahuan tentang Al-Quran, terhadapnya aja dia. Jadi beda dengan nabi-nabi yang lain. Pendidikan Tuhan terhadap nabi Muhammad itu jelas sekali kalau anda baca Quran. Ditegur, ditegur, walau sudah baik. Karena dia harus memberikan yang terbaik. Baca itu. Sedang duduk, bertemu dengan tokoh-tokoh kaum musyrik Mekah, datang Abdullah ibn Umar Maktum, teriak, Nabi Muhammad, hey jangan, tidak begitu. Hanya mukanya masam, manusiawi. Tapi ditegur, abasawatawallah, jawabul amal. Datang orang-orang munafik, minta izin, wahai nabi, saya tidak bisa ikut perang. Nah, yuk kata, tidak usah ditegur. Kenapa kamu izinkan dia pergi sebelum kamu buktikan bahwa kamu bohong? Hubungan dengan istri. Mengalah dalam apa namanya, apa sih istilahnya itu. Jadi Nabi ini pergi ke rumah salah seorang istrinya, agak lama di sana, dikasih madu. Pulangnya pergi ke rumah Aisyah atau ke Hafsah, terus, kau punya mulut agak kurang enak, kamu makan apa? Saya tidak makan apa-apa, saya cuma makan madu. Oh itu madu jelek itu. Terus dia bilang, oke deh, saya tidak akan makan lagi di sana. Tapi jangan bilang-bilang sama orang. Ditegur oleh Tuhan. Itu pengajaran. Jadi dibentuk. Nah, telah ada anidin. Oke, itu sebabnya. Usdakatkan ala kumfi rasulillahi uswatun hasanah. Amin. Kita sekarang, yang diteradani itu, rasulnya atau orangnya? Kalau kita baca ayat ini, dalam sosoknya sebagai rasul, ya kan? Tetapi ada ulama berkata begini, kan di Al-Quran juga ada dikatakan, atau Allah memerintahkan, saya ini manusia seperti kamu. Dijawab oleh yang lain. Jadi dia bilang semuanya. Apapun. Wah. Beda pendapat. Sahabat juga nanti kita lihat. Ada lagi yang berkata. Bukankah Al-Quran menyatakan. Wa ma muhammadun illa rasul. Sama tadi yang diteraskan. Busba'in. Apa namanya. Apa tadi yang dijelaskan? Menyangkut. Oke, sebentar saya ingat. Saya bisa berkata mencela orang. Siapa sih? Itu kan dia cuma pegawai rendah. Dia di samping pegawai rendah, ada tugasnya yang lain. Bisa juga saya puji, oh dia itu tidak lain kecuali penyair untuk menunjukkan hebatnya dia. Walaupun sebenarnya itu istilahnya dalam ilmu bahasa, kasr ibadah. Yang penting, beda pendapat ulama yang kita teladani itu dalam konteks kerasulannya, ataukah dia sebagai manusia? Ada sahabat nabi, pokoknya apa yang dilakukan nabi Muhammad. Kalau dia bisa lakukan, nabi Muhammad pakai baju apa? Oh baju warna kuning. Pakai sendal apa? Dia ikut itu Abdullah bin Almarhum. Oh dia ke masjid lewat jalan itu. Dia sebenarnya rumahnya bisa langsung ke masjid sana. Tapi karena nabi Muhammad lewat sana. Ada yang... Katakan, kita harus lihat ada dalam kedudukan sebagai rasul, ada dalam kedudukan sebagai manusia seperti kita. Sehingga... Kalau merujuk kepada sahabat-sahabat nabi, sebagian besar mereka itu membagi sosok Sayyidina Muhammad ini dalam beberapa bagian. Sekali dia sebagai rasul. Sebagai rasul apa? Oh dia sholat subuh dua rakaat. Ikuti dia. Kalau dia ke masjid di waktu subuh, sambil nunggu jemaah baring-baring di masjid, itu bagaimana? Diteradani juga atau tidak? Atau itu dalam kedudukannya sebagai manusia? Beda pendapat lah. Ada ya, sampai sekarang itu ada kan ya. Nunggu ini. Ada yang bilang, enggak itu kan Nabi capek nunggu. Senang makan paha kambing. Harus senang juga. Maka mereka bagi, ada rasul, ada mufti, ada hakim, ada sebagai personal, sebagai personal ada yang khusus buat dia, ada yang kita bisa. Saya beri contoh. Suaminya, untuk ibu-ibu nih, bapak-bapak jangan marah, dengar dulu. Ibu-ibu, kalau suami punya duit, kikir, boleh enggak dicuri duitnya? Bapak-bapak diam. Bapak-bapak diam lah. Nanti fatwanya dari Gus Bahak. Ini perempuan datang, saya punya suami kikir. Dia tidak beri saya yang mencukupi kebutuhan saya. Nabi jawab, Ambil aja tanpa pengetahuan dia Untuk keperluanmu Tertawa semua Tapi tunggu dulu bu Ini dalam kedudukan beliau sebagai mufti Atau dalam kedudukan beliau sebagai hakim yang memutus perkara Kalau sebagai mufti ibu boleh ambil Tapi kalau sebagai hakim yang memutus perkara, ini hanya khusus untuk kasus ini. Karena itu, kalau fatwa nabi pasti benar. Tapi kalau ketetapan hukumnya benar secara formal, tapi belum tentu benar secara substansial. Ini sudah dibagi-bagi oleh ulama. Dari dulu, kata ulama-ulama kita, Itu sahabat-sahabat nabi sudah bedakan nabi. Sering mereka bertanya, ini perintah Tuhan atau pendapatmu? Kalau perintah Tuhan, kami anak-anak. Tapi kalau pendapatmu, tunggu dulu. Ada seorang perempuan namanya Burairah. Dia sudah punya hak untuk berpisah dengan suaminya, Mughif. Dia merdeka, suaminya masih budak. Jadi dia mau tinggalkan. Suaminya Mughif ini datang pada Nabi, Wahai Nabi, tolong buju istri saya biar kita bisa hidup lagi bersama. Dia lihat ini si suami jalan di belakang istrinya menangis. Rasul bilang sama al-Abbas, coba lihat itu cinta luar biasa. Nabi pergi kepada Bu Raira, Bu Raira kembalilah hidup rukun lagi. Bu Raira bertanya, ini perintah atau saran? Kata Nabi, ya saya cuma saran. Kalau saran, saya tidak mau. Itu karena mama. Jadi, ini yang saya katakan, kita harus pandai-pandai. Jangan semua yang dilakukan Nabi. Kita ini ada yang dilakukan berdasar adat istiadat masyarakatnya. Saya pernah ditanya, Pak Kuras kok enggak pernah saya lihat pakai kopi putih? Saya bilang, menurut saya ini lebih bagus dari kopi putih. Kenapa? Ini adat kebiasaan bangsa saya. Allah memerintahkan kita melakukan ma'ruf. Jadi meneladani Nabi dalam pakaiannya bagaimana? Saya katakan, kalau Anda meneladani Nabi pada pakaiannya karena cinta pada Nabi, Anda dapat pahala bukan karena pakai, tapi karena cinta Anda. Karena Nabi juga tidak selalu pakai pakaian orang Saudi. Pernah pakai pakaian dari Mesir, pernah pakai dari Yaman. Jadi sekali lagi meneradani dengan sungguh-sungguh setelah kita memahami. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat seperti itu. Seringkali perbedaan-perbedaan pendapat itu nabi. Boleh, silahkan, silahkan. Tidak usah bersikeras. Karena itu ada ulama berkata. Sekarang kita ambil contoh yang paling populer. Salat, baca Fatiha. Bagaimana Bismillah atau tidak. Ada yang berkat? Iya kan? Ada yang pakai bismillah? Ada yang tidak pakai bismillah? Ada yang bismillahnya? Ada yang komromi imamnya. Ada yang ngelihat yang nugas ini. Haa itu. Ini bagaimana ini? Yang mana yang diteradani? Iya kan? Ada ulama yang mentarjah, oh ini lebih kuat, itu lebih, oke silahkan. Tapi ada ulama yang saya menganut seperti itu. Apa itu? Nabi mempraktekkan aneka praktek sehingga semua benar. Ini yang berkata baca Bismillah, itu memang Nabi baca Bismillah. Yang tidak baca, itu memang waktu itu Nabi tidak baca. Jadi, terhukumkan, tidak usah saling mempersalahkan. Itu teladan dari Nabi dalam kehidupan bermasyarakat. Bagaimana teladan dari Nabi dalam kehidupan masyarakat plural? Kita baca di Agam Medina, kita baca di FFF. Pelayanannya kepada non-muslim Dan lain-lain Itu kita teladani Nabi Jadi terus Saya mau ambil kesimpulan Supaya kita ada Saya masih ingin dengar dari Gus Bahak Saya ingin ambil kesimpulan Anda mau teladani Nabi Banyak sekali Saya hanya ampat Upayakan meneladani Nabi dalam empat hal itu. Apa itu empat hal? Sifat-sifat mudrak yang ada pada Nabi. Apa itu? Sidik. Bersungguh-sungguhlah dalam segala kegiatan Anda. Benarlah dalam segala kegiatan Anda. Satu. Yang kedua. Amanah, jujur. Dalam segala hal jujur lah. Yang ketiga apa? Fatonah, cerdas. Pupuk kecerdasan spiritual Anda. Pupuk kecerdasan intelektual Anda. Pupuk kecerdasan fisik Anda. Banyak macam pupuk. Anda sudah menarani nabi begitu. Tidak usah repot ini, itu, dan sebagainya. Apa yang terakhir? Tabliya. Sampaikan apa yang perlu Anda sampaikan. Ukur setiap ucapan tulisan Anda. Apa ini lebih banyak mudaratnya dari manfaatnya atau tidak. Ukur, oh ini tidak ada manfaatnya. Tidak usah WhatsApp. Itu-itu kita sudah teladani Nabi. Ukur akhratnya. Ketahuilah bahwa sekian banyak... Orang yang mencapai tingkat orang yang banyak puasa dan sholatnya karena akhlaknya. Itu kita teladani nabi disitu. Daripada repot-repot segalanya, beda-beda. Itu praktis. Saya kira itu simpulannya dapat saya sampaikan. Baik, terima kasih Prof. Kures. Ngaji bareng ada moderator baru kali ini, jadi Gusba ingin menambahkan? Langsung ya, langsung tanya jawabnya. Baik, prapura dan Gusba, mohon izin kita buka forum tanya jawab, kita masih punya waktu agak longgar, lebih satu jam. Monggo, Ibu Bapak yang ingin bertanya, nanti tolong sebutkan nama dan kalau ada institusinya bisa disampaikan. Singkat padat. Satu, kita catat dulu. Kemudian kedua, ketiga pojok sana, keempat putri yang... Yang pakai jilbab, semuanya pakai jilbab. Ibu ya, ibu ya. Baik, silakan pertama tolong nama dan mungkin asal supaya... Nanti kepada siapa pertanyaan? Tidak kepada saya ya Kepada Gusbah dan Prof. Gores Duduk boleh ya Silahkan Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Perkenalkan Nama Fakir Maulana Dari Solo Saya akan bertanya kepada Gusbah Sebagai mana tema hari ini Memahami Al-Quran dengan meneladani Rasulullah Kami sering mendengar pengajian Gus Bahak Yang mana Gus Bahak sering sering mengaturkan, sering berkata, semakin banyak ayat yang kita pahami, semakin kita dekat dengan Allah SWT. Kurang lebih begitu kalau salahnya. Atau bahkan Sheikhona Maimun, Mbah Maimun, Moniko juga da'wah, seberapa banyak kamu paham Al-Quran, maka sedekat itulah kamu dengan Allah SWT. Pertanyaannya Gus, kami terutama Kulo mewakili anak muda yang awam ini banyak yang tidak jebulan pondok pesantren. Bahkan tidak tahu bahasa Arab, hanya bisa membaca terjemah. Lah ini sedangkan panjangan sering dawuh kalau misalkan memahami Al-Quran itu harus malian bil'arabiyah, harus menguasai mufrodat banyak bahasa Arab. Tapi kita-kita ini juga pengen dekat dengan Allah, pengen dekat dengan Allah. Nah apakah kita boleh membaca terjemah sedangkan terjemah ini tidak bisa mewakili makna ayat itu. Ini yang pertama. Yang kedua, buatan ini buatan berat, yang kedua, yang ringan. Hari ini, hari-hari ini lagi viral berita seorang Gus. Mohon izin, mohon izin. Yang mungkin berceramah dengan kalimat yang kurang baik Mungkin diniatkan guyon tapi malah melukai hati orang lain Tapi Masya Allah Gus Bahak guyon tapi gak pernah melukai hati orang lain Nah pertanyaan saya Gus, karena ini pasti ke Gus Bahak, gak mungkin ke Gus Kure Syihab, gak mungkin Karena pasti Gus Bahak Sebenarnya sejarah panggilan Gus ini seperti apa? Apakah hanya dimaknai Gus ini adalah anaknya Kiai terus dipanggil Gus atau bahkan mantunya Kiai saja kalau dengan katanya Gus naturalisasi? Atau Gus swasta atau apa itu Atau bahkan bukan siapa-siapa kemudian bisa dimanggil Gus Sehingga misalkan kita sekarang bisa ini berlomba-lomba menjadi Gus bareng-bareng Jadi pos pokoknya lomba-lomba Nah, dan apakah ini hanya di Jawa saja? Karena di Madura juga kami sering mendengar ada panggilan Lora. Lah ini, ini sejarahnya sebenarnya apa? Apakah juga kalau sudah menjadi Kiai tidak bisa menjadi Gus lagi? Atau kalau sudah menjadi Gus tidak bisa naik menjadi Kiai? Itu pertanyaan yang kedua saya. Dan Nyung Sewu... di zaman Rasulullah itu apakah putranya Rasulullah juga dipanggil Gus kan juga tidak maka kalau Gus ini tidak ada di zaman Rasulullah berarti semua Gus ini bitah karena Gus tidak ada di zaman Rasulullah Jadi intinya sejarahnya dan standarasi Gus itu apa? Yang orisinil gitu. Kalau misalkan di Indonesia ini yang Gus orisinil hanya jenengan, berarti semuanya palsuan gitu. Nah ini tentu bisa dijelaskan Gus, ngabutin, matrusuan sangat. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Baik, terima kasih Gus Maulana. Selanjutnya saya, mungkin yang laki-laki baru pindah ke sini, silahkan yang pojok ya. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Terima kasih Pak Rektor atas kesempatannya. Yang saya hormati Gus Bahak, Prof. Koresh. Saya Jamaluddin Ghafur dari Fakultas Hukum WII. bertanya ke Prof. Kures dan Gus Baha. Saya sering mendengar salah satu isi pengajian dari Gus Baha itu bahwa fatwa dalam hukum sosial itu tidak pernah jelas. Artinya ulama pasti akan berbeda. Kami kebetulan di Fakultas Hukum seringkali ditanya orang juga soal bagaimana hukum sesuatu. Dan dalam konteks hukum memang teorinya dan pendapatnya juga beragam. Nah kadangkala permintaan pendapat itu tidak hanya segedar untuk diskusi tapi bahkan... sampai menentukan nasib orang ini dihukum atau tidak sehingga mohon penjelasan dari Gus Bahak dan Prof. Gure sekira-kira bagaimana panduan dalam Islam di tengah keragaman pendapat fatwa itu dalam kita memberikan pendapat atau keterangan-keterangan tentang hukum-hukum tertentu yang memang secara ilmu itu sangat beragam. Terima kasih Wassalamualaikum Wr. Wb Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh Mohon izin Gus Bak dan Mores ini 4 atau 2 dulu aja ya, nanti baru kita lanjutkan biar gak lupa ya. Yang pertama Gus Bak, ini dari Gus Maulana tadi. Ini pertanyaannya, kan banyak yang tidak jebolan pesantren, tapi pengen dekat sama Allah, boleh gak membaca terjemahan kira-kira gitu. Yang kedua tadi standar Gus yang original ya. Kemudian yang kedua dari Gus Gofur. Ini dosen dari EVA, ini untuk Prof. Puras dan Gus Baha. Ini panduan untuk memberikan pendapat hukum kira-kira gitu kan. Karena ada dosen hukum yang saksi ahli, ada yang ahli menjadi saksi. Jadi bedanya. Mohon berkenan dari Gus Baha. Ini yang provokatif dulu itu ya. Semoga diampuni oleh Allah Ta'ala. Begini, satu itu saya tidak ambil sosan tapi ya dengar-dengar laporan macam-macam lah tentang sekian pihak itu. Begini, saya cerita ini biar sampai tahu bahwa Pak Rektor undang saya ini enggak salah. Memang benar-benar pemateri yang baik. Ya kalau kata Nabi Yusuf kan, ini hafizun alim, orang harus zikur manakibinaf sih, orang boleh cerita kelebihannya, asal itu faktual. Begini suatu saat, ini cerita di kitab isya, suatu saat Nabi Musa itu sholat istisqo. Itu doa apa saja itu sudah dipakai, enggak mandi itu, Nabi Musa. Enggak mandi itu tetap enggak mandi. Kata Allah, Inna fihim namaman, di komunitas Anda yang ikut sholat itu ada yang tukang adu-adu, namam, provokator. Apakah kamu doa kayak apa tetap enggak akan saya ijabai. Nabi Musa, ya gampang Gusti, tunjukkan orang itu siapa, nanti saya usir dari majlis. jawabannya Allah itu lucu saya ini orang yang mengharamkan namam, mengharamkan namimah kalau saya menunjuk orang itu berarti saya juga namam intinya itu Allah terus mengabikan sekian peristiwa namam jadi kalau pertanyaan provokatif terus kayak-kayak gitu itu masih diabikan oleh Allah Ta'ala karena nanti repot itu Repot, memang saya termasuk ghost yang asli itu jelas sekali. Lainnya Pak Patul Laki tahu betul keluarga saya karena beliau orang Jepang orang hajinya. Terus masalah fatwa tadi, fatwa sosial atau memahami pakai terjemah. Begini, seperti yang dikatakan Pak Kures, ada pegangan yang umum kayak sitik, amanat, tableh, fatwa. Itu memang lewat terjemah enggak apa-apa. Tapi ada terjemah yang enggak mengganti bahasa Arab. Misalnya kata sembahyang, mungkin perasaannya orang Bali sembahyang itu apa, perasaan kita sembahyang itu apa, itu kan subjektif. Misalnya begini, ada ayat yang agak sensitif. Ketika Anda salah faham dengan istri itu, wa dribuhun, bahjuruhuna filmatoci wa dribuhun, itu kan riskan betul, maka pukullah istri kamu. Pukul itu kan konotasinya itu buruk. Tapi di semua tahreh, saya bilang tidak sebagian, di semua tahreh, itu disebut dorban huyromubarikin, mukul yang tidak melukai. Jadi orang Arab itu punya adat, kalau kecewa itu dorobu bini al wasaw. Jadi mukul itu pakai kain, pakai kacu, pakai. Di Jawa kata mukul itu ya mesti kekerasan. Nah yang jenis ini turiskan kalau dari bahasa Arab pindah ke... Jawa, jadi ada yang merisikkan, ada yang enggak. Nah, sebab itu saya sering bilang, saya ini kan belajar tafsir insya Allah lah, hatam. Cuma saya enggak suka nulis, karena sudah ada yang nulis. Karena saya nulis tetap saja dianggap topak kures, jadi enggak usah nulis lah, sudah ada. Nah, begini, yang penting saya menghormati beliau karena nulis hatam. Pentingnya nulis itu menghatam, mulai awal A sampai Z. Pentingnya khatam itu apa? Disitu ada dialog. Ada dialog Allah sama nabinya, sama kekasihnya, bahkan sama musuhnya. Misalnya sama musuhnya. Itu nabi Musa masih dibilangi sama Allah, faqulalahu qawlalayinan. Ini penting saya utarakan. Suatu saat Harun al-Rashid ini datangi ustad. Mungkin ustad yang amatir lah, masih latihan ustad, jadi masih ekstrem. Ya Amirul Mu'minin, ini nasihunlak, famushadidun alika, falatajidun nafinafsika aliyasyian. Ya sampai lantian bahasa Arab nanti Pak Rektor, bukan Anda, gue senaturalisasi tadi, tidak Anda-Anda saja. Saya akan memberi nasihat engkau, kemudian cara nasihat saya itu musyadid, ekstrim. Maka jangan kamu anggap serius, maksudnya jangan penjarakan saya ketika saya nasihat ke kamu ini kasar. Jawabnya Harun Arasid itu langsung bilang gini, bilang ya jahil, ini karena Arab. Orang Arab itu kalau ngomong jahil itu tidak sekasar yang kamu bayangkan. Kenapa? Makanya bahasa Arab itu susah. Saya itu, ini cerita ke Pak Gores, ini curhat, bukan cerita mufti curhat. Kehidupan Jawa, kalau maknanya wailak, wailak itu cilokokwe. Padahal sering Nabi itu kalau kecewa sama seseorang, bilang wailak sama wailak. Akhirnya santri tanya, katanya Nabi itu, lu sopan santun kok ngedikan wailak, wailak yang artinya itu. Selaka kamu. Ada orang tanya Nabi dan orang itu enggak faham-faham. Nabi ngerti kan, iya saki latka umuk. Tidak siapa yang mau di anak gue. Diterangkan enggak paham. Tapi sara-sara, kayak kitab Irsa Dusari itu bilang gini, kalimat itu taruhumen watalatufin. Ini kalimat yang orang Arab itu merasa dekat. Sehingga bilang, tapi kayak Jawa tetap saja maknanya. Masalahnya di kontak itu yang dawe itu kanjeng. Naksing hentikan ini orang Solo ini kan gak apa-apa, kayak bakat gitu aja terus orang. Nah yang seperti ini gak bisa dipindah ke terjemah. Dan itu saya teliti dari sekian tradisi, ya tadi kayak Wadribuhun, makanya terus ulama'nya usually, Durban wero mubarikin, mukul tapi tidak melukai. Karena orang Arab itu biasa kecewa mukul pakai peci. Tapi kalau orang Jawa enggak berbayang mukul. Kedua misalnya contoh mahar. Orang Arab kalau masih mahar itu banyak. Karena jumlah bahar banyak, kemudian setelah suami istri hubungan intim, setelah dicerai itu kadang kepikiran ngambil, karena maharnya misalnya alpat, satu miliar, bedung. Sehingga harus ada pelarangan mengambil ulang mahar. mahar yang sudah kamu kasihkan, jangan kamu tarik lagi, kamu sudah hubungan suami istri, kok maharnya ditarik lagi? Jangan. Kenapa ada kata jangan ambil lagi? Karena maharnya itu alpat, gedung, uang satu miliar. Dulu, Pak Rektor ketika nikah itu seperangkat alat sholat. Gak dilarang juga, gak akan diambil. Artinya gini, gak mungkin. Andikan Quran turun di Indonesia, ada kata, falatak hudu minhu. Saya, 100 ribu seperangkat alat. Saya jadi kayak itu sampai bosen. Karena tiap nikahkan itu maharnya seperangkat alat sholat. Itu kalau sudah nikah 10 tahun, bentuknya sudah kayak apa ya? Itu gak usah Allah repot-repot bilang, jangan ambil lagi, jangan ambil lagi. itu kondisi yang antara kita dan tradisi Arab itu beda. Dan saya belajar tafsir sampai segitunya, makanya enggak salah lah kalau saya diundang itu enggak salah. Maksud saya yang naturalisasi tadi ya enggak usah diundang gitu maksudnya. Kalau enggak memenuhi kualifikasi tafsir. Ya karena... Kalau enggak memenuhi kualifikasi apa? Tapi jangan terus ngundang saya terus, enggak mau juga saya. Nah tadi yang pertanyaannya Pak Desen, Pak Gover tadi. Nanti Pak Kores nambahin. Hukum sosial itu memang enggak pernah mengikat di semua sisi, karena memang patokannya itu begini. Saya ambilkan contoh di Quran, karena ini memang tema tafsir. Di hal-hal sosial itu kekasihnya Allah pun didawi Allah begini, وَإِنْ أَدْرِي لَعَلَّهُ فِتْنَةُ اللَّهُمْ وَمَا تَعَانُوا الْأَخِيَةُ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْأَلُوا بِي وَلَا بِيكُمْ Jadi Nabi misalnya mau perang, misalnya perang apa itu, Allah terus bilang, Muhammad kamu tenang saja, pasti menang. Enggak. Karena kalau dibilang begitu, nanti kendelnya Nabi atau keberanian Nabi dikirakan ada jaminan. Tetap. Sehingga nyongon saya, Nabi juga pernah ngalami perang menang di Badar, pernah ngalami kalah di Pukut. Jadi di babab sosial itu memang Allah membiarkan hukum sosial yang berjalan. Sampai Ibn Khaldun ngentikan begini. Saya masih ingat betul dan itu saya pegang. Nabi sebagai nabi itu kena aturan hukum sosial, meskipun beliau punya mucizat kayak apa, ketemu orang harus santun, ketemu anak kecil harus sayang, ketemu orang sepuh harus hurman. Andai kan nabi bisa terbang ke langit sekalipun, mekrot, tapi ketemu anak kecil nampar, ketemu orang sepuh ngeludai, tetap gak diterima oleh publik. Betapa pentingnya tata kerama sosial. Kata Ibnu Khaldun, ini Rasulullah orang yang di-backup sekian alam raya, tapi sekali melanggar tata kerama sosial, tetap lanfadu min kholik, orang akan buber. Sampai ngegoskan saya, sekarang tak pisau. Wah gos-bos, gos-bos kok misal, mesti langsung gitu. Nah coba misalnya sekarang, nyonseu, saya ngeludahi Pak Rektor, langsung dipecat. Artinya tatanan sosial, meskipun saya keramat. Makanya kata Ibnu Khaldun, Ini Rasulullah orang yang bisa mengendalikan alam raya karena kekasih Allah. Itu saja kena aturan. Kalau engkau salah tatanan sosial Muhammad, orang akan bubar. Nah maksudnya gini Pak Desen, kalau tatanan sosial gini, saya pernah ditanya oleh dekan fakultas kedokteran. Pas ada diskusi dengan orang-orang medis. Misalnya begini, misalnya nyuruh saya, tapi enggak usah dijiwai, enggak usah kamu. Udah, dilupakan saja. Menyembuhkan orang koma itu baik apa enggak baik. Tapi misalnya orang ini kalau sembuh, pasti bunuh lagi, pasti merkosa lagi. Terus kita gimana? Ngasih makan juga sama. Orang miskin enggak bisa makan, enggak bisa apa-apa. Enggak bisa makan, enggak bisa apa-apa. Berkahnya gak bisa makan, gak bisa apa-apa, dia gak nyuri, gak bunuh, gak merkosa. Dan orang ini kalau sehat lagi akan begitu lagi. Wajib ngasih makan gak? Itu mesti orang itu, weh kasihlah kemanusiaan. Jangan nanti kau kumat lagi. Jadi hukum sosial itu mesti mindsetnya ulama itu beda-beda. Saya sering matur ke Pak Kureysia, saya itu pernah kata-kata, kata-kata Santisa pernah katanya diundang ke Malaysia juga pernah katanya diundang ke Maroko. Saya bilang sudah yang kelas-kelas internasional, Pak Kure, saya ada usaha. Kenapa? Jawabannya sederhana. Nanti kalau saya sering ke luar negeri, terus semua Kiai senang ke luar negeri, terus saya mulang, kodok saya siapa? Tapi saya senang sama Kiai-Kiai yang ke luar negeri, karena ini mewakili CR. Saya senang sama UI karena CR gini. Tapi saya jangan justru jadi Kiai di UI. Nanti gajinya tetap. Kalau Kiai kan sering dapat gaji min khaisul layah, tasik. Kayaknya jumlahnya banyak saya, Mas. Jadi yang hukum-hukum sosial itu biarlah alam yang... Ya, sudah setuju ya? Wah, ya pokoknya gitu. Silakan, Meraf Kures, tadi terkait dengan pertanyaan panduan untuk memberikan pendapat, terutama pendapat hukum. Panduan dalam Islam untuk memberikan pendapat, terutama pendapat hukum karena punya implikasi kepada misalkan yang menjadi terdakwa kalau pendapat hukumnya salah, jadi hukuman yang diberikan juga salah. Pertama, seperti itu ya? Panduan Islamnya seperti apa, Pak Kures? Itu kan prinsipnya begini, jangan bicara kalau enggak tahu. Jawabannya itu ya. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Bapak Gus Bahak, juga Prof. Urai Syihab yang saya hormati. Perkenalkan saya Uswadun Hasanah dari Magelang, Ibu Rumah Tangga Biasa. saya Pak ya, Alhamdulillah pada kesempatan ini saya bisa bertemu langsung dengan Gus Bahak juga, Kura Sihab ya, Profes Kura Sihab. Gak sia-sia tadi saya dari Magelang berangkat jam 7 sampai sini, Alhamdulillah nih, syukur, Alhamdulillah saya bisa. Ada kesempatan bertanya langsung ya. Langsung saja pertanyaan. Dua ngomong ketemu ya. Pertanyaan yang pertama. Dalam Al-Quran itu. Ada kata-kata, ada ayat. La yamasuhu illal mutahharun. La mutahharun disini. Ada yang mengatakan. Suci. Tidak hanya hadas. Besar saja. Misalnya pegang Al-Quran. Loh, pas ngantut kok macam Al-Quran. Saya tegur gitu. Semestinya suci arti ne. Urapopo, katanya ginilah ini apakah ini termasuk meneladani Rasulullah, ini pertanyaan saya, ini yang pertama apakah suci disini harus hadas besar, hadas kecil atau cukup hadas kecil aja gitu, terus yang kedua maaf ini ya, kebanyakan kan para kiai atau yang lain itu kan istrinya lebih dari satu ya Maaf ini ya, agak ekstrim juga ya. Dengan alasan, ibu Rasul lebih dari satu katanya gitu. Apakah ini termasuk mempunyai istri lebih dari satu itu termasuk meneladani Rasulullah SAW. Saya kira cukup sekian Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh Kami tata tibu Selanjutnya kita mohonkan Yang Tiga, gak apa-apa tapi pendek-pendek ya Silahkan ya Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Perkenalkan saya Dewi, istri dari Bapak Tori Kulhuda dari Fakultas MIPA. Begini, Al-Quran agar tidak datar, itu kan katanya Al-Quran bisa... menjadi asyifah, petunjuk, solusi dari semua persoalan hidup kita. Itu caranya bagaimana? Karena kebetulan saya memang dari sama seperti Gus yang di Solo tadi, orang biasa, bukan dari pondok. Dulu pernah saya punya persoalan kesehatan, saraf kejepit. Kemudian saya membuka Al-Quran dengan acak. Sebelumnya saya sholat taubat, kemudian saya buka ketemu surat asyuhara ayat 19 yang artinya ketika kamu marah, segera memberi maaf. Dan waktu itu saya bingung, orang saya minta asyifah kok jawabannya seperti itu. Ini implementasinya bagaimana, tapi saya hanya menzikirkan ayat yang saya dapat itu sampai kurang lebih 2 minggu Allah memberikan Saya Petunjuk, saya diberikan persoalan Anak, persoalan suami Ini loh ketika kamu Marah, kamu harus Segera memberi maaf Dan ketika saya kurang lebih 2 bulan Memperbaiki diri, saya tidak pernah Marah, Alhamdulillah Saya sembuh dari sarap kejepit Dan Terus saya keterusan Keterusan Ah Apa ya? Bukan, saya keterusan membuka Al-Quran ketika saya punya persoalan, apapun. Bahkan ketika saya ada persoalan dengan suami, saya membuka Quran secara acak, kemudian saya menemukan surat Al-Hajj ayat 19. Inilah dua golongan mukmin dan kafir yang bertengkar. Saya lanjutkan ya, mereka bertengkar tentang Tuhan mereka. Bagi orang-orang yang kufur dibuatkan pakaian dari api neraka, ke atas kepala mereka akan disiramkan air yang mendidih. Sewaktu saya dapat ayat itu tuh saya langsung mak jeleb gitu. Saya nangis, ya Allah ini yang kafir siapa? Tapi disitu saya pokoknya, oh semuanya saya yang salah, saya yang harus memperbaiki diri. Nah kebetulan kurang lebih satu minggu suami itu sering lihat Youtube Gus Baha. Alhamdulillah tiba-tiba cerita pun saya denger Gus Bahak itu intinya ada begini-begini-begini itu saya loh itu sama-sama seperti ilmu yang saya dapatkan cuman beda orang ternyata kita mendapatkan ilmu tapi Beda-beda gitu. Nah ternyata saya merasakan bahwa Al-Quran itu bisa menjadi asyifa, bisa menjadi petunjuk persoalan saya. Nah apakah pertanyaan saya itu apakah cara ini betul, benar. Kalau untuk orang awam di sini, kalau kayak Prof. Kurai sama Gus Bahak kan ahlinya, ahli tafsir gitu kan mudah gitu menghadapi persoalan. Kalau orang awam seperti kita. Bagaimana biar kita itu hidup tetap tenang Ketika menghadapi persoalan Bahagia menghadapi persoalan Mungkin begitu saja Terima kasih Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Baik terima kasih Ibu Dewi Sekalian satu lagi Ibu yang pakai jilbab hitam Bismillah Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Mohon maaf, jika tadi saya tidak salah dengar ya, bahwa Prof. Quraish mengatakan bahwa Rasulullah penjelmaan Al-Quran begitu. Nah yang hanya sedikit ya saya paham. Mohon maaf, nama bu. Oh nama saya Liz dari Magelang. Nah yang sedikit saya pahami, hanya sedikit saja, yaitu kalau Al-Quran itu kan kalamullah ya, terus kalau Rasul itu adalah penciptaannya. Nah apakah penjelmaan ini dikatakan sebetulnya atau mutlak? Sebagian saja atau yang seperti apa Penjelmaannya ini Nah itu saja yang ingin saya tanyakan Mohon maaf sebelumnya Jazakumullahu khairan khathiran Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh Terima kasih untuk pertanyaannya saya ulang gusbak dan berhubungan yang pertama ibu tadi dari Magelang menanyakan terkait dengan ayat layam suhul Quran kemudian yang kedua dengan Hai argumen itibak rosul istrinya lebih dari satu itu gimana gue tadi yang kedua apa itibak rosul seperti apa seperti itu kemudian yang dari Bu Dewi tadi terkait dengan Apakah tafsir Al-Qur'an sebagai asyifa itu seperti apa? Kira-kira gitu. Kemudian yang ketiga terkait dengan tadi Rasul sebagai penjelmaan Al-Qur'an. Ya, penjelmaan ya tadi. Kita mohonkan Prof. Kuras atau Gus Pak dulu. Ini jawab yang tadi kok. Tersangkanya hanya Kiai, rata-rata Kiai itu istrinya. Itu selera lelaki, bukan selera Kiai itu. Karena itu di Arab itu banyak yang enggak Kiai istrinya juga. Begini ya, jadi tadi seperti yang dikatakan, ini agak serius, tapi ini bisa menjawab semuanya. Agak saja, bukan serius banget, tapi agak serius, tapi bisa menjawab semuanya. Ini saya hafalkan bukan berarti saya pinter enggak, memang ini konstitusi keilmuan, jadi saya hafalkan. Dalam kitab Syed Muhammad, termasuk ulama modern yang barusan wafat, beliau kenal sekali sama Syed Muhammad bin Alawi. Dalam kitab Manhajus Salaf, Vifah Min Nusus. Nanti ini kelihatan semua bisa menjawab. Wakanat sunnatu Rasulillah sallallahu alaihi wasallam annahu yak'amu ma yajiduhu fi ardi wa yalbasu ma yajiduhu wa yarkabu ma yajiduhu Terus disitu disimbulkan Famanis ta'mala shayan shayan ya atau Famanis ta'mala ma yajiduhu fi ardi fawa almutta bi'li sunnah Kama annahu khadjal beta min madi nati nafsi Faman khadjal beta min madi nafsi fawa almutta bi'li sunnah Begini, nanti ini menjadi konstruksi utuh ilmu tafsir. Nanti setelah ngaji ini Pak Rektor sah jadi Kiai, karena ini sudah cukup untuk jadi Kiai. Syaratnya jangan jejer saya. Nyari ibu-ibu atau mak-mak yang jadi korban latihannya, tapi jangan saya. Begini, misalnya tasoddakor rasulullah didinarin, nabi tentu zaman itu adanya dinar, gak ada rupiah, gak ada dolar. Itu zaman itu Imam Shafi'i langsung digenti, disamanin, pakai alat tukar. Sehingga ketika kita soddakor pakai rupiah, itu juga niru nabi ketika beliau pakai dinar atau dir, karena sama-sama ini alat apa? Tukar. Tasoddaqa rasulullah bisoin min tamrin, tasoddaqa rasulullah bisoin min akid, Nabi sedekah pakai kurma. Sudah kita ganti saja pakai makanan pokok, sehingga kita sedekah pakai beras. Sebab itu kata Imam Shafi'i, yang wajib di zakati apa? Ya kuti ahlil balad. Bukan niru nas yang zaman Nabi, Nabi yang zaman Nabi yang disebut ya makanan-makanan Arab. Tapi semua ulama sepakat beras itu harus zakat, karena ini kuti ahlil balad. Padahal Nabi enggak pernah menzakati apa? Beras. Nabi karena posisi di Medina, mikotnya dari Dalhuleva yang sekarang disebut Bir Ali itu. Tapi orang Mekah meskipun ikut Nabi, mikotnya misalnya kamu sedang di Mekah, ya mikotnya ke Tan'im atau ke Cirona, atau orang Mekah sendiri nafsu Mekah di Bab Haji. Intinya itu tidak karena memaksakan ikut Nabi, terus orang Mekah mikotnya dari mana? Bir Ali. Jadi hal-hal seperti ini itu di ranah ilmu tafsir sudah lazim. Nah begitu juga tentang poligami, saya sering cerita kalau kamu enggak berani poligami jangan lalu enggak tahu logika poligami. Saya termasuk umat yang saya yakin khusnudon dicintai Rasulullah SAW. Karena saya itu sinau lama, bukan ingin jadi rektor, bukan, memang sinau untuk sinau. Juga enggak ingin jadi ketua mu'iyah, enggak, sinau untuk sinau. Saya itu kalau di rumah, ini rupa aku bikin tes sendiri, bikin kopi sendiri, karena saya ingin enggak terlalu dihormati. Saya itu kesini tadi ya sama anak saya, pokoknya saya senang hidup kayak umumnya orang. Begini, kalau Anda tidak berani poligami atau suka poligami, nabi itu oke sebagai percontohan, tapi sadarlah kamu itu enggak nabi. Begini, saya sering bilang begini, nabi itu orang baik. Berarti kalau punya istri satu, membentuk orang menjadi baik. Kalau membentuk orang baik, satu baik, bentuk dua ya lebih baik, bentuk tiga lebih baik. Kebalikannya kita, atau kamu lah kalau bahasa kasarnya itu. Satu istri saja kamu bentuk dari baik menjadi tidak baik. Kalau dua malah kayak apa, kalau tiga malah kayak apa, gitu aja. Jadi fakihnya, kadang-kadang orang baik itu gak bisa ditiru karena tadi. Nolong orang baik, satu baik. Nolong dua, lebih baik. Nolong tiga. Tentu nabi hubungannya dengan istrinya posisi yang membentuk, yang nolong, yang menjadikan solikha, yang menjadikan lebih baik. Tapi pak-pak ini apa ada jaminan seperti itu? Tapi ya jangan bilang, kalau gitu enggak usah polisi, jangan. Wajah-wajah gini kan riskan yang lebih buruk misalnya. Ya sudah begitu, jadi menurut saya makanya ini pentingnya fakih. Ada illatul hukmi, ada logika apa. Jadi makanya ketika saya bilang, orang yang suka humanisme, jangan terus anti peran. Meskipun kita gak suka perang, suka damai. Saya Pak Kure suka damai, tapi jangan anti perang. Karena apa? Andai kan zaman kita didajah kolonial Belanda-Jepang, terus kemudian kita bilang perang itu haram. Sama lontoh, Monggo, daerah Ageno. Ketemu Jepang, Monggo, kan ini lucu. Artinya gini, cerita-cerita perang Nafito secara akademik ada konteknya. Itu mempertahankan apa? Tapi jangan karena Nabi pernah perang, pokoknya yang benar itu perang, damai itu enggak ada hadisnya. Yang enggak ada itu bacaan kamu, bukan hadisnya. Ya jadi kira-kira gitu, jadi yang layak Mas Wilal Mutoharun tadi saya sudah mandatkan ke rektor, itu wilayah sensitif. Ada yang bilang ini urusan NO dan MZU, katanya kata Pak Rektor. Ya lagi-lagi itu urusan tafsir ya, layamasulil mutaharun itu tidak boleh megang mushaf kecuali yang suci. Nah tentu konsensus banyak ulama, suci itu ya bisa suci dari hades besar, hades kecil, bahkan suci dari hati-hati yang kotor. Tapi ada yang bilang sekedar Islam itu sudah bukti suci. Itu wilayah-wilayah tafsir, tapi tetap saja tafsir ini tidak menggantikan tek yang ada di Al-Quran. Misalnya begini, saya sudah enggak punya hades besar, enggak punya hades kecil. Tapi terus saya megang Quran, pas saya sedang marah sama Anda. Mungkin Allah juga enggak suka. Karena saya baca, Kul a'udhu birohbil falak min syarri makholak. Ingatnya kamu, min syarri makholak itu kamu. Saya berlindung dari Allah, dari makhluk-makhluk terjelek. Karena sedang marah. Makanya kalau sedang marah sama istri, jangan baca surat itu. Pasti min syarri makholak itu yang di rumah. Sebab itu ngetikannya Nabi ini, Pak Kurey pasti hafal hadis itu. Ikra'ul Quran, makta'la fad'kulubukum. Kamu baca Quran ketika hati kamu itu stabil. Karena kalau enggak stabil, aduh wah ya musuh kamu. Misari makholak istri kamu, itu kan terus korbannya buahnya. Pokoknya kalau sedang enggak baik-baik saja, enggak usah baca Quran dulu. Waras dulu, baru baca Quran. Ya, kira-kira gitu. Nanti yang edisi yang lebih waras, Pak Kurey sudah ngentikan. Ya itu asyifa ini. Jadi yang pertama terkait dengan laya masuhu illal mutahharun, kemudian yang kedua itibak rasul, tadi sudah disampaikan oleh Gus Bak, terus Quran sebagai asyifa, kemudian yang selanjutnya terkait dengan rasul sebagai penjilmaan al-Quran. Satu hal dulu yang kita perlu sadari, bahwa Al-Quran itu bisa mengandung banyak penafsiran. Karena itu sulit diterjemahkan. Yang kita bisa lakukan. Penjelasan umum tentang kandungan maknanya. Kita ambillah. Misalnya, perintah wuduk. Wamsahu biru'us. Baknya saja itu sudah macam-macam artinya. Diberikan juga yang lain. Layamastu ilal mutahharun banyak pendapat. Boleh jadi apa yang saya anggap benar, anda anggap tidak benar. Ya kan? Itu orang syiah berkata yang berhak, sebagian mereka ya, yang berhak. Memahami dan bisa memahami Al-Qur'an itu hanya ahlul baik. Karena apa? Al-Qur'an berkata, Innamayuridullahu yudhiba'ankumurriksa ahlul baik, wa yutahbiralkum tatira. Ada yang berkata, Al-Mutahharun itu malaikat. Jadi bisa beda-beda. Saya ingin dari sini kita mengambil suatu pelajaran. Bahwa bisa jadi dalam rinciannya kebenaran itu beragam. Masyarakat yang berkata seluruh kepala harus dihitung, benar buat dia. Yang berkata sebagian benar buat dia. Karena memang Allah subhanahu wa ta'ala menghendaki kita berbeda. Jangan anggap Tuhan mau kita itu bersatu semua sama. Kalau dia mau kita bersatu semuanya, dia tidak turunkan Al-Quran seperti ini. Dia tidak jadikan Nabi itu seringkali berkata, kamu benar, kamu benar, kamu benar. Ini prinsip yang harus kita pegang. Sehingga kita bisa rukun, oh Anda juga benar. Karena itu contoh populer gajah itu bagaimana? Yang pegang belah lainnya, semuanya bisa benar. Itu satu. Seperti halnya, saya kira pertanyaan pertama sudah terjawab ya? Sifat. Saya tidak pakai itu. Ada orang mungkin berkesan begitu, tapi itu di Sulawesi Selatan, saya tidak tahu di Jawa. Itu kalau mau cari nama anak, itu buka Quran, kata pertama yang ditemukan, itu dia anaknya. Jadi di sana ada namanya Sariq. Itu tidak diajarkan oleh Nabi. Kita disuruh faham Al-Quran. Bukan acak buka begini dan sebagainya. Tidak benar. Ya. Saya kira kembali seperti tadi. Kita ingin fahami Al-Quran lalu kita wujudkan pemahaman itu dalam kegiatan kita sehari-hari. Itu namanya kita menjelmakan. Dan karena kembali lagi, karena pemahaman bisa beda-beda, maka toleransilah orang yang berbeda. Kita bisa bicara banyak soal ini. Tapi saya akan ambil secara singkat. Kita di Indonesia. Kita beda-beda kan. Tapi ada yang mempersatukan kita. Lebih-lebih umat Islam. Ada yang mempersatukan. Yang mempersatukan kita di Indonesia itu ketuhanan yang mahasiswa. Iya kan? Semua kita. Yang mempersatukan umat Islam itu tawheed. Kemarin saya ada hadir satu diskusi, ada yang berkata begini, Gus Bahak. Yang tidak sholat itu kafir. Saya tanya dia, bagaimana caranya orang masuk Islam? Dia bilang dua kalimat syahadat. Kalau seandainya dia ucapkan dua kalimat syahadat setelah subuh, jam 8 pagi. Dia meninggal jam 11.30 sebelum duhur. Dia dinilai muslim atau tidak? Dia Muslim. Salat tidak menjadikan orang kafir. Dia menjadikan berdosa besar. Itu satu. Yang mempersatukan kita itu ketuhanan yang ma'esah sebagai bangsa. Penafsirannya bisa beda-beda. Jangankan antara Muslim dan Kristen. Antara Muslim aja penafsiran ketuhanan yang ma'esah itu sudah beda. Bagaimana caranya kita mewujudkan, menjelmakan ini? Mari kita bersangka baik pada Tuhan. Saya beri contoh. Saya mengundang 10 orang ke rumah saya. Saya kasih alamat, silahkan datang jam 12 siang kita makan siang. Tibalah tiga orang sebelum jam 12. Welcome, al-ran wa sahlan. Tiba lima orang terlambat. Dua orang tidak mau datang. Yang lima orang yang terlambat ini. Sebenarnya dia mau datang, tetapi terlambat sudah karena sesat jalan. Dia datang pada saya, apa saya tolak dia? Saya kata, pedih. Terus saya, kenapa terlambat? Saya mau datang, Pak. Saya tidak tahu jalannya kesesatan. Tidak mungkin saya tolak. Begitu juga Tuhan menurut hemat saya. Kita antar sama muslim, boleh jadi kita salah jalan tuh. Orang Kristen juga, kita nilai salah jalan. Dia nilai kita salah jalan. Oke deh, tidak usah bertengkar. Tuhan lebih tahu dari kita. Tuhan mahabaik. Dia bisa memaafkan orang yang bersalah. Apalagi orang yang mau pergi tapi salah jalan. Itu titik temu kita. Itu salah satu bentuk dari penjelmaan. Kelimat Tauhid itu. Kalau Anda mau bertengkar. Moktadillah dengan ini punya sifat atau tidak sifat. Banyak sekali. Bisa salah. Tapi Tuhan maha pengasih, maha penyayang. Jadi penjelmaannya seperti itu. Selama itu dimungkinkan oleh kata Al-Quran. Oleh ayat Al-Quran. Kita terima aja walaupun kita beda pendapat. Soal kalau tidak bertengkar tidak ada habisnya. Saya kira itu menakutkan penjelmaan. Baik, terima kasih Prof. Kures. Bapak Prof. Kures, satu sesi lagi dibolehkan? Cukup ya? Cukup ya? Cukup? Sampai setengah 12 kan? Dua pertanyaan gitu enggak apa-apa ya? Tapi singkat padat ya Bapak-Bapak. Singkat padat, tengah 12 kita. baik ibu bapak dua pertanyaan singkat padat yang belakang sana pakai peci ya yang anda ya satu kemudian ibu yang lain satu ya Baik, mungkin singkat padat mohon izin ya. Mungkin bisa dibantu mikrofon. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Waalaikumsalam Nama saya Indra Lukman Dari Universitas Kiai Haji Amasidin Jember Disini saya ingin bertanya terkait Bagaimana bagi umat yang awam untuk mengkontekskan atau merelevansikan sebuah ayat pada fenomena yang terjadi di era modern ini. Saya ingin bertanya ke Gus Bahak serta Gus Pak. Yaik prof, kurai syahab. Yang dimana fenomena ini yang saya kaji terkait fenomena Dux syndrome. Yang dimana Dux syndrome ini merupakan Sebuah kondisi ketika kita berada di depan orang lain itu kita merasa baik-baik saja namun sebenarnya kita itu dalam tekanan batin yang sangat luar biasa. Saya menemukan ayat yang dimana terdapat pada Quran Surah Al-Baqarah ayat 42 yaitu وَلَا تَلْوِسُ الْحَقَّ وِالْبَاتِ لِوَ تَبْتُمُ الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ Yang dimana janganlah kamu campur adat kebenaran dengan kebatilan dan jangan pula kamu sembunyikan kebenaran sedangkan kamu mengetahuinya. Bisa dibantu mikrofonnya agak jauh sedikit karena saya, kami gak dengar. Ya, jangan terlalu dekat. Jadi, bagaimana kita cara mengontekskan ayat Al-Quran dengan fenomena yang terjadi di era modern ini, Gus? Mungkin itu saja. Ketekstualisasi, baik kita cari demen ketekstualisasi ayat Al-Quran gitu ya. Oke, dalam sebuah permasalahan. Baik, terima kasih. Pertanyaan satu lagi Ibu, ya sana ya. Singkat padat mohon menyebut nama ya. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Nama saya Esti Wahyuni. Saya dari Lombok. Saya dari Lombok, Gus. Ini pertanyaan untuk Gus Baha. Gus, saya sekitar 3 bulan yang lalu saya pergi menghadiri akad nikah di bawah Kegi Gunung. Di sana orang tua mempelai perempuan tidak mengizinkan anaknya untuk tidak akat dengan cara Rasulullah. Baik akatnya, baik bahasanya, baik caranya, semua dipisah. Tapi karena mempelai laki-laki tidak mengerti, akhirnya sampai sore diajarkan, lalu diajarkan dengan baik, akhirnya ditunda. Karena tidak sesuai dengan tata cara Rasulullah dulu. Itu namanya desanya Sembelia kalau enggak salah. Jadi kami pulang dengan akhirnya batal acara itu. Itu yang pertama Gus. Ini untuk Profesor Tuan Guru Kure Shihab. Saya sungguh penggemar berat Sampaian Prof Untuk Prof Kure Shihab Apa yang sebaiknya dalam rumah tangga Apakah Tetap bertahan dalam pernikahan atau tetap bertahan dengan kesabaran, dengan harapan bahwa suatu hari suami akan menjadi lebih baik atau tidak. Tetapi apakah bertahan dan tidak itu, maksudnya bertahan sampai mencapai titik lelah atau bertahan dengan penuh harapan tentang perubahan. Ini terakhir untuk Gus Baha. Terima kasih. Ayah saya 76 tahun Gus, dia penggemar berat Gus Baha juga. Sebaiknya mungkin kalau di Youtube jangan terlalu banyak bahasa Jawa. Karena bapak saya itu penonton terus setiap saat. Meski adik saya lulusan Al-Hazhar Khairul Mesir, dia juga menerjemahkan apa yang Gus Baha bilang. Tetapi ayah saya bilang kurang lucu dibanding dengan Gus Baha. Jadi mungkin sebaiknya dikurangi bahasa Jawanya, jadi kami yang dari luar Jawa ini ayah saya terutama bisa ikut ngaji. Terima kasih. Kemudian untuk Gusba dan Prof. Gures, konteks dualisasi ayat Al-Quran. Kemudian yang untuk Gusba, ini terkait dengan pernikahan tadi, bertahan atau seperti apa. Kemudian yang untuk Gusba lagi ya, jadi saran. Baik, mohon diperlukan, besarkan Gusba. Ya. Bismillahirrahmanirrahim. Tadi siapa? Mbak Esti siapa? Esti Wahyun. Lombok ya? Jadi begini, kalau nikah itu tidak harus memaksakan persis seperti yang dipraktikan Rasulullah SAW Itu harus diberi pembelajaran dulu itu ada sahabat namanya Abdurrahman bin Auf Itu lapor ke Nabi setelah nikah Beberapa sahabat juga menikahi perempuan yang di luar panduan Nabi Jadi Jabir itu anaknya Abdullah, punya saudara putri banyak Dia tahu kalau panduannya Nabi itu, halal bikron tola ibu hawa tola ibu. Ya kalau kamu nikah, sebisa mungkin itu yang perawan. Karena perawan itu masih lucu. Kalau sudah mama kan wah garang. Misalnya itu misalnya. Tola ibu ha itu bisa lucu, bisa mula abah. Kalau mama diajak mula abah kan, mintanya mahal-mahal. Kalau masih perawan mungkin balon 10 ribu sudah cukup. Dan Nabi memang ngertikan, halal bikron tulai buah wa tulai bakar. Terus sampai ngertikan, fainal jariah ardu liliyasir. Karena kalau fainal bikron itu ardu liliyasir. Kalau masih perawan itu, sedikit-sedikit harta sudah cukup. Kalau sudah makmak, kayaknya Alhamdulillah enggak cukup. Tapi enggak cukup itu juga enggak bagus, ini bukan menghina makmak, justru bagus. Mau kebutuhannya banyak, dikasih sedikit. Emang harus dikomplain. Nah begini. Ternyata Jabir ini menekai janda. Ketika nekai janda, Nabi tanya, kenapa engkau nekai janda, konduan saya itu perawan. Saya punya saudari putri-putri banyak. Makanya saya enggak mau nekai perempuan yang seumuran dengan saudara-saudara saya. Tapi saya nekai perempuan yang bisa mensisiri adik-adik saya, bisa merumah. Terus Nabi bilang, ah santah, ah sobtah. Oke kamu benar. Itu bukti bahwa di hal-hal sosial itu yang dihina Nabi itu bisa dinego. Bisa dinego. Jadi beberapa sahabat juga nekah Tidak dihadiri Nabi Bahkan Nabi taunya terlambat Ada sahabat matur Kamu kok tersenyum-senyum kenapa? Habis nekah ya Nabi Kamu kasih mahar berapa? Wasna nawatin mindahabin Ini sekitar gini Terus Nabi mengedikan, Aulim balu bisatin. Ya kamu harus ada pesta-pesta kecil lah, supaya teman-teman kamu tahu. Jadi selalu ada ketidaksempurnaan dalam nikah, yang penting itu sah. Itu harus dilatih berkali-kali. Karena kalau gak dilatih, itu dikira, syarat-syarat ideal atau kesunatan dikira itu syarat apa? Sah. Misalnya, A'linu hadha nikah, wa diribuhu bidduh, wa fa'aluhu fil masjid. Nikah itu harus dimaklumatkan, lakukan di masjid, dan pakai terbang. Itu sobat tahu semua, ulama tahu semua. Beberapa itu tidak syarat sah, tapi cukup sebaiknya begini, sebaiknya gini. Dan itu, banyak sobat yang zaman itu pun enggak nikah di masjid, juga enggak pakai terbang. Nah itu peranahnya ulama itu namanya istihad orang bisa kalau dalam bahasa lusuf kek namanya tangkihul manat. Apa yang dilakukan Nabi kita seleksi ini hukum, apa adat, apa kebutuhan, apa kasuistik. Yang dicatatkan Pak Kores tadi ada orang kasuistik tadi kayak Abu Sofyan itu rojulun misik. Hidun itu istrinya. Ya Rasulullah ini Abu Sofyan rojulun misik. Ini lelaki ini fikir sekali. Gak pernah nafakoi saya, apa saya boleh mengambil tanpa pamit. Terus Nabi ngertikan, hukum ayat fikir. Kamu ngambil saja sesekukupnya Kan gak mungkin Nabi mentoleransi ngambil tanpa pamit Tapi Nabi juga gak mungkin membiarkan Seorang istri utang-utang tonggo Nyari-nyari sendiri Gara-gara suaminya apa? Kikir Tapi tetap saja ini dianggap wakil atau ainen Kasuistik Kalau bisa ada solusi yang lebih baik tentu solusi lebih apa? Baik Nah itu jadi kalau saya mohon jadi di bab-bab fekeh itu tadi, nikah zaman Nabi pun beberapa sohabat juga banyak yang nyonsahu tidak sesuai arahan Nabi. Tapi arahan ini dari awal memang tidak mengikat kayak Nabi mengarahkan bikron. Tapi ketika Jafir nikahi janda, Saiban, Nabi juga membenarkan. Jadi banyaklah cerita-cerita seperti itu. Ada sohabat yang milih sering suan Nabi karena cinta. Ada yang milih enggak karena takut ganggu Nabi. Makanya ada sohabat ditanya. Bagaimana wajah Rasulullah SAW? Dia menangis sekeras-kerasnya. Saya tidak pernah melihat. Anda kan sohabat sering datang ke masjid Nabi. Hei batan lahu, wa ijlanan lahu. Saya melihat beliau itu hormat sekali. Sehingga saya tidak berani menatap wajah beliau. Ada yang sengaja Nabi melihat, Nabi terus. Itu kan wilayah-wilayah sosial. Nah, jangan-jangan yang kayak saya, Pak Kures, yang longgar di FK itu karena menganggap Nabi itu mudah. Di bab-bab sosial itu mudah. Sampai sohabat itu ada yang enggak pernah tanya Nabi, kenapa kamu enggak tanya? Pak Alim jawabnya, if'al wala harad. Sebenarnya ada karangan kitab itu, if'al wala harad. Lakukan, enggak ada masalah. Karena Nabi sering ditanya, jawabnya if'al wala harad. Terus ada koedah, ini terakhir dari saya. Makhuyir rasulullah s.a.w. Baina amroini ilahtaro aysa rohumah malam yakun isman. Nabi itu enggak disuruh milih dua hal, kecuali milih yang paling mudah. Asal hal ini tidak maksiat. Jadi keajian dengan gini yang datang di sini. belajar tafsir apa datangkan pak kures ngorekan tafsir mudah mana mudah datangkan kan ya itu yang berarti yang sendirian karena kalau belajar sendiri kan pak kures untuk jadi ahli tafsir 60 tahun belajar saya mulai kecil sampai sekarang belajar yang gak belajar gugat Makanya kuncinya, kalau gak tahu jangan bicara. Ya gitu, Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Terima kasih Gus, ini untuk Prof. Gures, bagaimana mengkontekstualisi Al-Quran untuk saat ini. Kontekstualisasi ajaran ayat-ayat Al-Quran. Memahami Al-Quran atau sebelum sampai ke sana, Al-Quran diturunkan untuk umat manusia sejak masa Nabi Muhammad sampai akhir. ...sampai akhir zaman. Itu prinsip. Yang kedua, Al-Quran karena diturunkan Allah untuk seluruh manusia......sampai akhir zaman, maka pasti kandungannya dan dituntut oleh ulama......untuk memahaminya yang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Itu pasti. Adanya perkembangan masyarakat menjadikan masyarakat masa lalu sedikit atau banyak pasti berbeda dengan masyarakat kita. Dan karena itu penafsiran masa lalu tidak mutlak harus kita pegang. Kita perlu untuk memberi pemahaman baru terhadap ayat-ayat Al-Quran, tetapi dengan syarat yang memberi pemahaman baru itu adalah mereka yang memenuhi syarat-syarat penafsiran. Orang yang kayak Gus Baha ini boleh lah, ya kan? Karena bukan setiap orang menafsirkan ini dan sebagainya. Dalam perkembangan terakhir, saya insyaallah minggu depan akan bicara dalam satu seminar tentang itu. Dalam perkembangan terakhir tafsir itu, ada yang dinamai tafsir makasidi. Anda harus baca ayat itu dan dibalik ayat itu atau dibalik surah atau dibalik Al-Quran itu ada tujuannya. Jangan cuma, kita ambil contoh. Pemilu yang lalu, pemilu yang lalu di Jakarta. Ribut Al-Ma'idah 51. Keributan itu karena tidak mengerti Al-Quran. Tidak mengerti apa arti awliya. Tidak mengerti ada kata di dalam Al-Quran. Tadi bus bahas sudah seinggu. Ada kata di dalam Al-Quran yang kita tidak bisa terjemahkan secara harfiah. Saya ambil contoh kalau dari hadis. Sebentar saya beri contoh dari Al-Quran. Nabi bersabda, saya ingin... Salat dikumandangkan, kemudian saya suruh seorang jadi imam salat. Baru kamat, baru saya mau pergi bersama sekian banyak orang membawa kayu bakar untuk membakar rumah-rumah muslim yang tidak ke masjid salat. Apa memang wajib ke masjid? Tidak kan? Kenapa Nabi mau bakar? Anda harus faham bahwa ada yang dinamai penekanan istilahnya dalam tafsir-i-taglih. Ini untuk memberikan ini perlu. Bukan berarti memang Nabi mau ini. Memang berarti bahwa Nabi memang mau bakar. Itu banyak begitu. Jadi kita harus faham ini. Berdasarlah ulama-ulama lalu telah memberikan penafsiran pencerahan untuk masyarakatnya. Ulama masa kini dituntut untuk memberi penafsiran dan pencerahan untuk masyarakat, walaupun berbeda dengan yang lalu, selama masih dimungkinkan oleh teks. Baik, terima kasih. Rauh Kures kita beri tepuk tangan juga, Pak. Alhamdulillah kita sudah ibu musuh ngacara dan kita sudah melakukan ngaji bareng sejak tadi jam 9 lebih sedikit. Saya yakin banyak hal yang bisa kita pelajari. Dan sekali lagi atas nama Universitas Alam Indonesia saya ucapkan terima kasih yang luar biasa pada Gusbah dan Prof. Kures dan juga yang membersamai termasuk Mbak Naswa yang mengawal Prof. Kures dari Jakarta dan juga pada tamu-tamu kehormatan yang ada di sini baik dari UI maupun luar UI, ada pimpinan dari USM, Universitas Semarang ada beberapa hadir, kemudian ada dari Yasan, ini Pak Sekretaris Resmumina Yasan hadir bersama kita dan juga beberapa bersama jamaah dan juga Pak Hafid Hasrong beliau adalah DPD dari DIY periode yang lalu. Beliau dekat dengan UI, orang Jebara juga Bapak. dan ibu bapak semuanya yang mohon maaf tidak bisa saya sebut satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat mari kita syukuri hari ini dengan membaca Alhamdulillah bersama-sama Alhamdulillahirrahmanirrahim mohon maaf jika ada yang kurang berkenan Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh sebagai penonton abonasi boleh kita berikan tepungan tangan sekali lagi buat beliau bertiga luar biasa sekali dan terima kasih kemudurkan kepada Bapak Fatul Wahid yang telah memandu ses dan intinya insya Allah dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari nantinya. Alhamdulillah hari yang kami hormati, sekenal jamaah yang dihormati Allah SWT dengan berakhirnya sesi, diskusi dan tanya jawab. Berakhir pula rangkaian acara ngaji bareng Prof. Dr. M. Quraish Shihab LCMA dan juga K.H. Ahmad Baudin Nur Salim telah selesai. Sekali lagi kami mengatakan terima kasih kepada Prof. Quraish dan juga Gus Bahar yang telah memberikan materi dengan begitu luar biasa dan sangat menginspirasi tentunya untuk kita sekalian kepada jajaran pimpinan Yesen Bandar Wakaf Universitas Islam Indonesia jajaran pimpinan Universitas Islam Indonesia jajaran pimpinan fakultas yang spesial juga kami mengatakan terima kasih kepada sekenap jamaah yang telah mempersamai dari pagi hingga siang hari ini untuk itu malah kita tuh perjumpaan pada siang hari ini dengan mengucapkan lafat tahmid bersama Alhamdulillah yurabil alamin doa terbaik untuk ibu-ibu sekalian agar tetap semangat sehat selalu dan semangat menebar kebaikan dari auditorium Prof. Ki Haji Abdul K. Muzakir mohon izin ke acara kami akhiri saya Hasan Fadli Besrat tim yang bertugas mohon izin undur diri terima kasih atas segala perhatian bila itu fikul hidayah Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh