273 juta? Gaji lomba! Bukan-bukan, tentunya itu bukan jumlah gaji saya ya. Tapi itu adalah jumlah penduduk Indonesia menurut rilis Kemendagri pada 30 Desember 2021. Buat kamu nih yang lahir tahun 1997 hingga 2012, alias berumur 10 hingga 25 tahun, kamu adalah kelompok usia yang paling banyak ada di Indonesia saat ini.
Generasi zilenial atau gen Z ini mengisi 27,94% dari jumlah penduduk. Di posisi kedua ada generasi milenial nih, angkatan saya, yang lahir tahun 1981 hingga 1996. Dan saat ini berusia 26 hingga 41 tahun mencapai 25,87%. Selanjutnya ada kakaknya nih, Gen X, kelahiran 1965 hingga 1980 atau yang berusia 42 hingga 57 tahun. Ada di posisi ketiga dan mencapai 21,88 persen.
Kalau melihat data tersebut berarti saat ini jumlah penduduk Indonesia didominasi oleh usia-usia produktif atau yang biasanya disebut sebagai bonus demografi. Ceruk usia produktif yang besar ini berkah atau bencana? Pembangunan pemuda merupakan salah satu kunci sukses memanfaatkan bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada 2025 hingga 2030. Jadi di rentang tahun itu 70,72 persen atau sekitar 191 juta jiwa merupakan penduduk usia produktif.
Banyak ya? Iyalah, jumlah penduduk yang besar juga menjadi modal untuk meningkatkan kesejahteraan, pendapatan, dan daya saing kita sebagai bangsa Indonesia. Namun, besarnya populasi pemuda ini kudu dibarengi dengan kualitas. Mengukurnya gimana? Yang antara lain tercermin dari capaian tingkat pendidikan dan keterampilan.
Sekarang kita kupas yuk profil pemuda Indonesia menurut sensus ekonomi nasional tahun 2020. Data menunjukkan 64,50 juta jiwa atau hampir seperempatnya 23,86 persen penduduk Indonesia belum menunjukkan kondisi ideal. Dilihat dari aktivitas utamanya lebih dari separuh pemuda Indonesia atau 51,98 persen berstatus sebagai pekerja. Bahkan masih ada 21,08 persen pemuda usia 16 hingga 18 tahun yang juga bekerja. Kalau kita Kita ngomong ideal, penduduk muda pada usia tersebut masih ada di sekolah.
Namun tentu saja berbagai situasi melingkupi anak Indonesia hingga akhirnya pendidikannya pun kandas di tengah jalan. Kata siapa mbak? Ini kata data statistik pemuda Indonesia tahun 2020. Sekitar 74 persen pemuda Indonesia baru menamatkan pendidikan sampai SMP atau SMA. yang berhasil menyelesaikan pendidikannya hingga jenjang perguruan tinggi.
Nah, pendidikan dan keterampilan juga bisa menunjukkan wajah pekerjaan yang dilakukan di para pemuda Indonesia. Kalau merujuk ke hasil survei Badan Pusat Statistik, lebih dari 2 per 3 pemuda atau sekitar 67,30 persen yang bekerja di sektor jasa ada di perkotaan. Kalau sahabat kompas nih, pernah bersuah dengan pengojek atau kurir barang, guru les, jasa tur dan travel, Mereka juga termasuk sektor jasa di perkotaan.
Selain itu, kalau kita tengok jenis pekerjaannya, mayoritas pemuda Indonesia masih di level pekerja kerah biru atau pegawai tingkat rendah. Yang lebih menyedihkan, sebanyak 36,32% pekerja adalah tamatan SD, SMP, bahkan tidak tamat SD. Proporsi pemuda pekerja yang tamat SMA atau sederajat mencakup hampir separuhnya atau sekitar 48,15%. Jumlah itu jauh dari proporsi pemuda bekerja yang berasal dari tamatan perguruan tinggi yang hanya 15,53%. Potret pemuda Indonesia yang sebagian besar berpendidikan rendah dan menjadi pekerja kerah biru untuk perusahaan ini bikin kita menghela nafas.
Soalnya nih tingginya jumlah pemuda yang seharusnya jadi bonus demografi bangsa ini malah menunjukkan rendahnya daya saing kita. Ini gak hanya komentar saya aja ya, tapi ini juga sejalan dengan laporan Forum Ekonomi Dunia 2019 yang mencatat daya saing Indonesia berada di peringkat ke-50 dari 141 negara di dunia. Peringkat ini turun 5 poin dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurutnya skor indeks daya saing global ini juga disebabkan kondisi sumber daya manusia sampai adopsi teknologi informasi dan komunikasi yang merosot tajam yakni 5,7 poin dari 61,1 menjadi 55,4. Selain itu, kapabilitas inovasi mendapat skor terendah 37,7 dari skor maksimum 100. Kondisi ini menyebabkan daya saing Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara tertangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Berdasarkan data BPS, hanya 12,99% pemuda kita yang punya usaha sendiri. Sementara lebih dari separuh pemuda bekerja sebagai buruh atau karyawan, sebanyak 51,82%. Angka ini menunjukkan bahwa masih banyak pemuda yang menggantungkan masa depan sebagai buruh atau bekerja kepada pihak lain dan memperlihatkan masih minimnya inovasi, kreasi, serta keberanian pemuda kita mengambil risiko.
Padahal jadi pereusaha itu penting banget. Kenapa? Ini nih biangnya. Pertumbuhan ekonomi kita sekitar 5 persen beberapa tahun terakhir rupanya tidak memadai untuk menyerap tenaga kerja yang setiap tahunnya bertambah 2,24 juta orang.
Persaingan pun sangat ketat. Ujung-ujungnya mereka yang minim pendidikan dan keterampilan bakal terpental dan menganggur. Tiga tahun lalu, tepatnya tahun 2019, jumlah orang menganggur mencapai 7 juta orang dan setengah menganggur ada 8,14 juta orang. Banyak juga ya mbak? Bukan cuma banyak, angka-angka itu bakal makin mengkhawatirkan karena tahun 2045 jumlah penduduk Indonesia diprediksi 319 juta jiwa.
Itu tinggal 23 tahun lagi loh, sebentar banget. Sekarang kita interview dua negara berpenduduk lebih banyak dari Indonesia, yakni Cina dengan 1,4 miliar jiwa dan India. Sekitar 1,38 miliar jiwa.
Bagaimana anak muda di dua negara itu? Cina, hampir seluruh masyarakat dunia sekarang menggunakan barang-barang produksi Cina. Salah satunya saya nih, menggunakan handphone dari Cina.
Sejumlah anak muda Cina menjadi miliarder. Sebut saja CEO e-commerce yang sering kita gunakan. Seperti Alibaba dan JD.com. Satu lagi, kamu tau TikTok? Nah, TikTok itu juga jadi salah satu produk ByteDance yang juga dipimpin anak muda Cina.
India, sementara sejumlah pemuda India menduduki kursi CEO di perusahaan teknologi dunia. Sebut saja CEO Twitter, CEO Alphabet, CEO Google, CEO Microsoft, CEO Adobe, CEO IDM, dan CEO Microchip Technology. Wow!
Saat ini sebagai warga dunia global, persaingan mendapatkan posisi puncak perusahaan internasional sebenarnya bukan sekedar mimpi. Asal, nih ada asalnya nih. Sekali lagi perlu ada kemampuan dan keterampilan memadai yang kita miliki. Apa jadi CEO perusahaan top juga jadi mimpimu?
Atau kamu malah pilih jadi pekerja atau berani buka usaha sendiri nih? Share pendapat di kolom komentar ya! Terakhir, Muhammad Hatta, pendiri negeri ini pernah berkesan, anak muda boleh pandai beretorika, tetapi juga harus sadar untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang menjadi cita-cita. Sampai jumpa sahabat kompas!