Halo warga sipil sekalian, perkenalkan nama gue Ferry Ruwandi dan gue penderita buta warna. Bang ini warna apa bang? Yang itu warna apa bang? Kalau yang ini apa bang? Ya pertanyaan susulan seperti itu selalu muncul ketika gue menginformasikan kepada seseorang atau kumpulan orang kalau gue buta warna ya dan mungkin ini juga dirasakan oleh teman-teman penderita buta warnanya lain ya kita itu macam mainan baru yang dikelilingi oleh bocah-bocah gitu mata mereka berbina-bina dan excited untuk mengetahui bagaimana kita melihat sebuah warna.
Ya lucu sih sebenarnya, tapi ya dibalik hal yang lucu ini, tersimpan sesuatu yang sangat gelap dan diskriminatif. Kalian tahu, di Indonesia tidak mudah untuk hidup sebagai seorang penderita. penerita buta warna Kenapa demikian karena faktanya diskriminasi kepada penerita buta warna itu sangat-sangat kejam dan menyakitkan dia dalam masyarakat kami diperlakukan seperti orang normal tapi dalam persaingan kami dikucilkan ini you more than ever you are never me hai hai I'm waiting for you in our bed Till you came home at three Oke, ini bakal jadi salah satu pembahasan paling serius yang pernah gue buat di Youtube.
Semoga temen-temen nonton konten ini sampai habis. Dan gue minta banget temen-temen nonton konten ini sampai habis. Karena konten ini sangat-sangat penting sekali. Tapi sebelum itu, silahkan kalian subscribe dulu. Seperti biasa, gak ada untungnya buat kalian.
Tapi banyak untungnya buat gue. Jadi, ya subscribe. Hai gue nggak tahu ini ngaruh atau enggak sih Tapi kalau nggak ada yang gosok-gosok aman oke gue mulai pembahasan ini dengan cerita masa lalu gua ya gue punya beberapa poin penting dalam hidup gua salah satunya apa yang terjadi di SMA ya waktu gue masuk bangku SMA gua baru tahu tujuan hidup gua cita-cita gua dan abisi gua nah waktu itu gue punya cita-cita jadi dokter.
Sehingga cerita, selama bangku SMA, mau sebandel apapun gue, mau seliar apapun gue, gue selalu berusaha untuk menjaga nilai gue tetap bagus, rapor gue tetap bagus, gue mempersiapkan semuanya selama bertahun-tahun, gue mempersiapkan selama bertahun-tahun, dan gue ngerasa segala elemen yang gue butuhkan, segala faktor yang gue butuhkan untuk masuk ke dokteran, itu semuanya udah terpenuhi. Nilai, minat belajar, antusiasme, pilihan universitas. Waktu itu gue ngerasa yaudah, gue mampu untuk masuk. Fakultas kedokteran.
Dan kalaupun nggak lulus, gue akan ngambil arsitektur waktu itu. Singkat cerita, sampailah pada masa ujian masuk perguruan tinggi. Ujiannya mana?
Sebelum ujian dilakukan tes isihara atau tes buta warna. Dan ternyata di situ baru diketahui kalau gue buta warna. Shop marah, sedih, kecewa, depresi.
Gue menghabiskan berminggu-minggu itu kosong. Cita-cita lu hancur gitu aja. Aneh karena gue ngerasa selama ini gue tuh normal. Selama ini gue ngerasa semua orang melihat dengan cara gue melihat.
Dan gue baru tau setelah umur gue sekitar 16-17 tahun. Dan itu bener-bener sangat memungkul mental gue waktu itu. Dan ya gue ngerasa gue gak akan bangkit dari situ. Tapi ya hidup berkata lain, gue melanjutkan hidup. Akhirnya secara tidak sengaja gue melanjutkan studi gue di bidang ekonomi.
Dan ya seperti yang kalian ketahui. Gue duduk di sini sekarang. Apa yang bikin gue frustasi waktu itu? Ya bukan cuma soal mimpi yang hacur, tapi pilihan yang hilang.
Gue baru tahu kalau penderita buta warna itu punya sangat sedikit sekali pilihan. Apalagi kalau lo jurusan IPA ya. Itu hampir semuanya pakai tanda bintang.
Syarat bebas buta warna. Jurusan teknik, desain, arsitektur, kedokteran. Pikir itu adalah sesuatu yang normal. Ya udah, gue memang buta warna ya.
Inilah yang gue punya. Jadi gue maksimalkan sebisa mungkin. Sampai beberapa bulannya lalu seorang teman cerita sama gue. Dia sedang ikut beasiswa. Dia sudah lulus semua tahapannya.
Tapi akhirnya beasiswa yang dia dibatalkan. Kenapa demikian? Ya karena diketahui bahwa ternyata kawan ini seorang penyandang butawan. Masa penyandang butawan nggak bisa dapat beasiswa sih?
Ini udah bener atau nggak sih? Jangan-jangan ada yang salah. Jangan-jangan ada yang keliru.
Dan akhirnya gue memutuskan untuk melakukan riset dan penelitian untuk membuktikan. Tepatkah? restriksi dan semua syarat bebas buta warna ini diterapkan di Indonesia.
Dan hasilnya sangat-sangat mengejutkan. Oke, gue persingkat. Ternyata apa yang gue temukan dalam penelitian itu, pembatasan itu tidak cuma dilakukan untuk bidang keilmuan atau ketika lu masuk perguruan tinggi untuk milih jurusan tertentu. Ternyata untuk bidang karir dan pekerjaan, buta warna itu berpengaruh banget di Indonesia.
Jadi lu coba cari semua aplikasi atau website lowongan kerja, terus lu ketik Putawarna, disitu lu akan menemukan sesuatu yang sangat-sangat menunjukkan. Karena hampir semua lowongan yang gue temukan itu mencantumkan syarat bebas Putawarna. Dan itu di bidang-bidang pekerjaan yang udah lagi nggak masuk akal. Udah lagi nggak masuk common sense. Udah terlalu aneh, absurd, dan nggak jelas.
Akuntan nggak boleh buta warna. Barista nggak boleh buta warna. Staff daftar nggak boleh buta warna. Staff gudang nggak boleh buta warna.
Staff administrasi nggak boleh buta warna. Security nggak boleh buta warna. Dan bahkan kasir nggak boleh buta warna. Nggak cukup sampai di situ, gue mencoba mengkomparasi aturan buta warna ini dengan negara lain.
Awalnya gue kira negara lain sama atau bahkan lebih ketat. Ternyata hasilnya juga mengejutkan. Apa yang gue dapat dari membandingkan aturan buta warna Indonesia dengan negara-negara lain, gue bisa dengan sangat-sangat yakin mengatakan kepada teman-teman semua bahwa aturan pembatasan buta warna di Indonesia itu yang paling ketat dan paling kejam. Kenapa demikian? Karena aturan-aturan syarat bebas buta warna yang kita temukan di lowongan pekerjaan ini tidak akan kita temukan di negara lain.
Dan yang lebih mind-blowing lagi adalah hampir seluruh negara, terutama negara maju, itu bahkan tidak mencarakan bebas buta warna. bebas buta warna untuk pekerjaan seperti dokter dan pilot. Di Amerika Serikat, penderita buta warna bisa jadi dokter. Di UK, penderita buta warna bisa jadi dokter.
Di Singapura, penderita buta warna bisa jadi dokter. Pembatasan itu hanya dilakukan untuk pekerjaan yang sangat-sangat spesifik, misalnya kayak bidang geologi ataupun farmasi. Tapi di pekerjaan-pekerjaan yang selama ini kita anggap wajar untuk mencarakan bebas buta warna, di negara lain, terlebih dari negara maju, itu dibebaskan.
Dan ini bikin gue semakin bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi di Indonesia? Dan akhirnya gue mengambil kesimpulan bahwa ada dua faktor kenapa aturan buta warna sangat kejam, diskriminatif, dan ketat di Indonesia. Pertama, pemerintahnya abai. Kedua, masyarakatnya alam.
Mayoritas masyarakat Indonesia itu memahami buta warna dengan cara yang salah. Karena mereka memahami buta warna dengan cara yang salah, maka peraturan-peraturan aneh dan gaib ini pun tercipta. Oke gini, gue jelaskan dengan simple definisi buta warna dulu ya.
Kalau di luar negeri itu menyebutnya color deficiency vision. Ya kan? C-D-V gitu. Oke, gue definisikan dulu apa itu buta warna.
Simpelnya kayak gini, buta warna itu gangguan mata. Jadi sebab kemasalahan atau kelainan genetika, yang mana penderitanya itu mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi warna. Yang mana mereka melihat warna dengan cara yang tidak sama dengan mata yang normal. Nah penyebabnya hampir sebagian besar itu genetik.
Tapi ada juga karena usia, kecelakaan, ataupun penyakit. Tapi ya mostly itu genetik. Buta warna ini munculnya dari kelainan kromosom X.
Karena kelainannya ada di kromosom X, maka masuk akal kalau penderita buta warna. Jadi laki-laki itu jauh lebih banyak daripada perempuan, karena simpelnya perempuan punya dua kromosom X, sedangkan laki-laki kan X-Y ya. Itulah yang menyebabkan penderita buta warna itu kebanyakan laki-laki.
Dan diperkirakan sekitar 5% dari populasi dunia itu. yaitu penderita buta warna. Itu buta warna itu dibagi dua.
Pertama, total. Kedua, parsial. Yang total, ini jarang banget.
Dan hampir nggak ada kasusnya di Indonesia ataupun negara ASEAN yang lain. Jadi sangat-sangat sulit ditemukan kemungkinannya. Itu 0,000 sekian gitu.
Yang banyak kita temukan di masyarakat adalah penderita buta warna parsial. Nah, buta warna parsial pun itu spektrumnya luas sekali, Bapak Ibu. Ada yang merah hijau, ada yang biru kuning.
Itu pun dibagi-bagi lagi ya. Detronomali, protonomali, tritonomali. Ada juga diatropia. Protopia dan Tritopia Nah kalau lo dikategorikan sebagai buta warna merah hijau Artinya lo kesulitan mengidentifikasi warna merah dan hijau Misalnya lo kenanya di merah Berarti warna merah yang lo lihat Itu berbeda dengan warna merah yang orang lain lihat Misalnya mata normal itu bisa mengidentifikasi 100% warna merah Mungkin mata lo cuma 30%, 40% atau bahkan 10% Nah hijau juga kayak gitu Kalau orang normal bisa ngeliat 100% warna hijau Mungkin mata lo cuma bisa mengidentifikasi itu 20%, 60%, 10% Macam mana? macam-macam gitu.
Artinya lo mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi warna. Tapi walaupun sulit, bukan berarti tidak ada. Lo tetap bisa ngeliat warna merah, lo tetap bisa ngeliat warna hijau.
Tapi ya beda gitu. Dan kadang di kondisi tertentu, misalnya cahayanya gelap atau bercampur dengan warna lain, ada warna yang terlihat mirip. Tapi walaupun mirip sekalipun, sekali lagi bukan berarti sama.
Masih ada perbedaannya, tapi mungkin lebih sulit dilihat daripada orang normal melihat dua warna tersebut. Inilah yang sering sekali salah dipahami oleh masyarakat secara luas. Kenapa demikian?
Karena di pemahaman masyarakat adalah ketika mereka mendengar penderita buta warna, satu, mereka bahkan menyangka penderita buta warna itu sama sekali tidak pernah melihat warna. Kedua, kalaupun ada yang paham, terus mereka mencari tahu, googling gitu, oh penderita buta warna merah dan hijau, mereka langsung mengambil asumsi, mereka langsung mengambil definisi bahwa penderita buta warna merah dan hijau adalah penderita buta warna yang nggak bisa membedakan antara merah dan hijau. Ini jelas keliru.
Tapi kekeliruan inilah yang dipahami oleh banyak sekali masyarakat. Nah masalahnya mereka punya asumsi seperti ini, anggapan seperti ini, dasarnya itu sangat lemah sekali. Satu, cerita dari orang yang mereka kenal, bisa jadi kakak iparnya, adiknya, pamannya, omnya, pacarnya, dan lain sebagainya. Dan akhirnya...
mereka menganggap itu sebagai suatu kebenaran yang bisa aja muncul karena kesalahpahaman atau simplifikasi yang dilakukan oleh penderita buta warna ketika menjelaskan situasinya. Ya, karena untuk menjelaskan kalau warna itu beda, itu sulit, yaudah gue tinggal ngomong aja, ya mirip. Tapi ketika kita bilang mirip, dibilang sama. Dan itu dianggap sebagai suatu kebenaran. Kedua, sumber informasi dan media yang selama ini ditonton orang.
Seberapa banyak film-film, seri, sinetron yang menggambarkan buta warna dengan cara yang sangat keliru. Yang paling populer ya Get Married. Yang mana adegan aming nggak bisa bedain antara merah dan hijau.
Dan itu yang diyakini orang. Karena ini udah berkembang banget di masyarakat. Pemerintahnya nggak mau untuk nyari tahu dan nggak mau untuk memahami ini. Dan akhirnya, ya mereka membiarkan syarat-syaratnya.
yang diskriminatif seperti bebas buta warna ini muncul, karena menurut mereka ya sudah, orang-orang juga gak protes, orang-orang juga terima dan buat 9 juta penderita buta warna ya nasib lu, lu gak menang lotre yaudah terima aja kalau emang benar kayak gitu, kita bakal terima aja dan selama ini kita terima aja ternyata selama ini tidak benar, tidak tepat, dan perlu diperbaiki Penderita buta warna itu spektrumnya luas sekali, dan antara penderita buta warna pun itu kendala yang mereka hadapi dan warna yang mereka hadapi juga berbeda-beda. Tapi kan semua dipukul ratak gitu. Nah inilah yang seringkali menjadi penyebab kenapa peraturan diskriminatif. seperti syarat bebas buta warna itu terus muncul tidak ada negara di dunia ini yang peraturannya lebih diskriminatif dari Indonesia ketika kita ngomong soal buta warna nah sebenarnya dulu ada satu negara maju namanya Jepang Kalian pasti tahu. Itu juga punya peraturan yang ketat banget soal buta warna.
Walaupun nggak segila di Indonesia ya. Dan sengacau di Indonesia ya. Nah di Jepang, sebelum tahun 1992, hampir semua sekolah medis di Jepang, tepatnya sekitar 55,8 persen ya, rekan bebas buta warna untuk peserta didiknya.
Sampai suatu hari seorang dokter dan seorang aktivis memperjuangkan ini. Dia merasa ada yang salah dari pemahaman orang soal buta warna, dan dia ingin menggugat aturan tersebut. Nah ketika dia ingin menggugat, gugat aturan tersebut, si ibu ini itu tentu harus punya bukti dan proofing kan, dia kumpulinlah semua penjelita buta warna untuk menyelesaikan kodetas yang diminta oleh pemerintah Jepang, selain kodetas itu, dilihat juga selama bekerja, apakah mereka bisa capable dengan pekerjaan mereka atau tidak dan ternyata hasilnya mereka sama sekali tidak melakukan kesalahan dalam pekerjaannya yang berurusan dengan warna, dan akhirnya ini membuat aturan ketat soal bebas buruk warna itu itu jadi jauh lebih longgar.
Isihara masih dipakai, tapi tidak lagi jadi patokan utama untuk menentukan carry fat. Seseorang itu yang terjadi di Jepang. Kemarin juga ada dokter yang komentar, seharusnya kalian bersyukur dong di Indonesia, 100% dokternya bebas buta warna.
Ini juga lucu. Kenapa demikian? Karena di negara-negara lain itu mengecam habis-habisan aturan diskriminatif ini, dan menganggap negara yang masih pakai aturan ini, berarti terbelakang dan nggak bisa paham apa yang terjadi sebenarnya. Itu riset dan papernya banyak sekali, yang mana sering kali Indonesia dijadikan acu. pacuan bagaimana negara terbelakang ini tadi karena masih menerapkan aturan bebas buta warna buat careerpad yang tidak masuk akal jadi bukannya bersyukur kita harusnya malu artinya kita nggak bisa lagi relevan dan keep up dengan zaman serta perubahannya dan masih melestarikan aturan yang tidak ada basisnya tapi si dokter ini malah bilang kita harusnya bersyukur ini kita menurut Hai untuk seleksi selain kemandirian juga ada seleksi buta warna Dari hasil-hasil itu nanti...
Kalau kita bicara soal kapabilitas penderita buta warna... Oh, kita akan menyebut banyak sekali nama-nama luar biasa yang mungkin selama ini kita tidak tahu kalau dia penderita buta warna parsial. Mark Zuckerberg, Bill Gates, dua nama paling besar di dalam dunia IT, itu penderita buta warna. Dan 8% dari dokter di Amerika Serikat itu penderita buta warna.
Dan Christopher Nolan, salah satu director terbaik sepanjang masa, itu juga penderita buta warna. Rasa sakit karena tahu mimpi lu hancur. Rasa sakit yang disebabkan mimpi lu hancur karena buta warna itu, wow.