Terima Tuan-tuan, sungguh besar nama Kongres ini Kongres Nasional. Nama ini perkataan nasional tidaklah sekali-kali menunjukkan keangkuhan kaum SI atau menunjukkan tajamnya pikiran dan luasnya pemandangan pemimpin-pemimpin Kongres. Tetapi semata-mata hanyalah menunjukkan salah satu daripada maksud pergerakan SI, yaitu akan menaik tangganya kebangsaan dan Dan di dalam Kongres ini akan kita bicarakan yaitu usaha pertama-tama buat membantu supaya Hindia Lekas Pemerintahan sel-besu atau supaya sedikitnya penduduk Bumi Putra Lekas diberi hak akan turut bicara dalam perkara pemerintahan. Berbicara tentang kebangkitan nasional tidak bisa dilepaskan dari momentum lahirnya kesadaran nasional untuk memiliki pemerintahan yang berdaulat.
Dan kesadaran nasional tersebut tumbuh secara alamiah di kalangan kaum terdidik, khususnya cendikiawan pribumi. Perlu diketahui bahwa abad ke-20 adalah masa di mana pemerintah kolonial Belanda dan Barat umumnya mulai mengadopsi sistem imperialisme modern. Sistem ini melibatkan pemilik modal asing dalam penguasaan Nusantara dan prinsip utama imperialisme modern adalah menjadikan Nusantara sebagai sumber bahan mentah sekaligus sebagai pasar bagi industri penjajah barat.
Peralihan sistem penjajahan yang mulanya dalam format agresi militer perlahan berubah ke arah penjajahan ekonomi dengan tujuan mengabadikan penjajahan. Transformasi penjajah yang demikian mendesak kelompok pejuang kemerdekaan dan cendikiawan untuk segera melakukan gerakan pembaruan. pada tubuh organisasi pergerakan nasional.
Pembaruan membutuhkan ketangguhan dan kontinuitas organisasi dan kontinuitas membutuhkan dukungan pendanaan. Dan disinilah, Sarekat Dagang Islam atau SDI memulai kiprahnya sebagai salah satu organisasi kebangkitan nasional. Sarekat Dagang Islam didirikan oleh Haji Saman Hudi pada tanggal 16 Oktober 1905 di Surakarta. Guna memperluas informasi terkait pendirian SDI, Haji Saman Hudi mendirikan media buletin Taman Pewarta yang berfungsi sebagai sarana penyebaran informasi dan ide-ide perjuangan niaga yang menjadi nilai keorganisasian SDI.
Sebagai media, Taman Pewarta bertahan selama 13 tahun sejak tahun 1902-1915. Haji Saman Hudi dan SDI mengambil peran yang sangat strategis pada masa awal pembaruan sistem organisasi pergerakan nasional Sebab SDI menjadikan pasar sebagai lahan operasi aktivitasnya. Di pasar, SDI mampu membangun basis perolehan dana guna menjaga kesinambungan pergerakan nasional yang menurut Amels, dalam hos Jokraminoto hidup dan perjuangannya. Haji Samanhudi menyatakan sejak tahun 1906 telah didirikan Syarikat Islam di Surakarta, setahun setelah SDI berdiri dan merupakan organisasi pergerakan nasional yang mendapat dukungan dari SDI. Melalui SI inilah Gagasan nasionalisme, pemerintahan yang berdaulat, dan Indonesia Merdeka mulai diorganisir dalam pergerakan nasional.
Kepiawaian Haji Saman Hudi sebagai seorang wirausahawan mampu membangun basis masa pendukung, mulai dari kalangan karyawan pabrik batiknya hingga kelompok pedagang-pedagang di pasar. Ditambah pula dibangunnya kerjasama niaga antara SDI dengan kelompok wirausahawan Cina yang terorganisir dalam perserikatan Kongsing. Melalui Kongsing inilah SDI membangun jaringan pemasaran produknya. Organisasi Kongsing sangat diwaspada oleh pemerintah kolonial Belanda karena cara kerja dan kerjasamanya yang bersifat rahasia.
Hal ini menjadikan pemerintah kolonial Belanda tidak mampu mendeteksi secara terbuka cara kerja perserikatan ini. Belanda paham betul kalau ide Indonesia Merdeka yang digagas Hos Chokora Minoto dengan SI-nya adalah wacana radikal yang berbahaya bagi eksistensi pemerintah kolonial Belanda. Dan Belanda sangat paham bahwa eksistensi SI tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan SDI.
Dan kesinambungan bisnis SDI sangat ditopang oleh perserikatan Kongsing. Maka agenda memecah belah kerjasama antara SDI dan wira usaha Cina adalah prioritas utama bagi Belanda. Pengembosan dari luar dengan berbagai macam cara dilakukan oleh Belanda Hal pertama yang dilakukan adalah menciptakan kondisi Dimana para produsen batik menemui kesulitan dalam memperoleh bahan baku dan materi batik Karena sejak tahun 1892 pemerintah kolonial Belanda telah memberikan hak monopoli atas batik, wax, hingga kain mori kepada etnis Cina Maka disebarkanlah berita bahwa berkurangnya peredaran bahan batik di pasar karena disembunyikan oleh pengusaha batik Cina Targetnya dengan meluasnya berita tersebut akan menimbulkan perpecahan di internal Kongsing dengan harapan timbulnya huru-hara anti-Cina. Namun upaya provokasi tersebut menemui kegagalan.
Seorang kontrolir Belanda, GP Dekat Angelino pada tahun 1931 melaporkan bahwa 387 perusahaan batik di Surakarta yang terdiri atas 236 milik peribumi, 88 milik Arab, 60 milik Cina, dan 3 milik Eropa. Justru bahu-membahu saling memberikan pertolongan. Gagalnya cara pertama membuat Belanda menciptakan provokasi kedua, yakni merekayasa huru-hara anti-Cina dengan memanfaatkan laskar mangku negara agar melakukan provokasi dan memobilisasi rakyat untuk merusak toko-toko Cina. Akhirnya, timbul kerusuhan rasial anti-Cina di Surakarta yang juga meluas ke kota-kota lain. Provokasi tidak berhenti sampai di situ.
Tanpa bukti yang jelas, pemerintah kolonial Belanda memfitnah SDI sebagai dalang kerusuhan tersebut. Dan oleh pemerintah kolonial Belanda melalui Residen Solo pada tanggal 12 Agustus 1912, SDI dijatuhi hukuman skorsing. Meskipun 14 hari kemudian skorsing tersebut dicabut dikenakan muncul reaksi protes dari kelompok petani anggota Serekan Islam yang melakukan mogok masal di undernaming Krapiak, Surakarta.
Residen Solo akhirnya mencabut skorsing tersebut pada tanggal 26 Agustus 1912 karena takut akan menimbulkan kerusuhan yang tidak terkendali. Tanggal 17 Juni 1916 merupakan hari penting dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Dari Bandung, Hosyokoraminoto, Abdul Muiz, Agus Salim, dan Wiknya disastra melalui National Congress Central Syarikat Islam atau NATIKO CSI, berani menjadi pelopor menuntut berdirinya pemerintahan sendiri yang berdaulat bagi Nusantara. Peristiwa ini ditanggapi oleh Bernard Flake dalam A History of Indonesia. yang menyatakan bahwa saat itu gerakan syarikat Islam disambut oleh rakyat dan dianggap sebagai antitesis gerakan Budi Utomo yang merupakan gerakan priai yang eksklusif dan menjauh dari rakyat.
Bahkan George Mekturnan Kahin dalam Nationalism and Revolution in Indonesia menyatakan syarikat Islam sebagai gerakan politik modern pertama di Indonesia dengan percepatan gerakannya yang sangat mengagumkan. Dalam waktu hanya 4 tahun saja, Sarekat Islam telah memiliki anggota sebanyak 360 ribu orang dan dalam sejarah Islam Indonesia, periode ini disebut Deliarnur sebagai kebangkitan kesadaran nasional. Dalam kongres-kongresnya pun, Sarekat Islam senantiasa melahirkan keputusan-keputusan yang membuat pemerintah kolonial Belanda cukup berang. Pada kongres di Surabaya pada tahun 1913, SI memutuskan menjadi organisasi terbuka dengan wilayah garapan kerjanya menjangkau seluruh wilayah Nusantara.
Dampak dari keputusan tersebut membuat SI menjadikan kota Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung difungsikan sebagai sentra pembangkit kesadaran nasional dan sebagai pembina SI di daerah-daerah dengan pengurus besarnya, terdiri dari Hos Chokraminoto, Agus Salim, Abdul Mu'izz, Wondo Amineso, Sosro Cardono, dan Suryo Pranoto. Adapun kedudukan SI di tiga kota besar tersebut meliputi SI Surabaya yang membina wilayah di Jawa Timur dan Indonesia Timur, SI Yogyakarta membina wilayah di Jawa Tengah dan Indonesia Tengah, serta SI Bandung yang bertugas membina wilayah di Jawa Barat dan Indonesia Barat. Syarikat Islam sebagai organisasi yang mengambil posisi sebagai pergerakan kontra penjajah, alih-alih menggunakan istilah-istilah penjajah dalam aktivitas pergerakannya, justru SI menelurkan istilah-istilah yang mencerminkan kedaulatan.
Sebelum ditemukan istilah Indonesia, SI tidak pernah menyebut Nusantara sebagai Hindia Belanda, melainkan Hindia Timur. Sebab menggunakan istilah India-Belanda bagi SI, sama saja mengakui bahwa Nusantara adalah wilayah jajahan kerajaan Belanda. Dalam setiap kongresnya pun, para pemuka syarikat Islam selalu menggunakan bahasa Melayu, termasuk ketika mengekspresikan aspirasi tuntutan nasionalnya. Selain karena anggota SI terdiri dari berbagai etnis, hal ini juga disebabkan karena bahasa Melayu adalah akar dari bahasa Indonesia yang merupakan bahasa persatuan.
Hal ini sangat berbeda kontras dengan Kongres Budi Utomo yang selalu menggunakan bahasa Jawa. SI juga menggunakan istilah nasional dalam setiap kongresnya yang kemudian diikuti oleh banyak organisasi pergerakan nasional setelahnya. Bila kita berada pada kondisi tahun 1916 ketika Nusantara masih dijajah oleh pemerintah kolonial Belanda, di mana diberlakukannya aturan larangan berpolitik bagi rakyat jajahan, terbayang betapa beraninya seorang Hos Chokra Minoto dan organisasi SI-nya ketika berpidato lantang di rapat terbuka, menuntut agar terwujudnya pemerintahan sendiri yang berdaulat bagi Nusantara.
Perlu diingat Kongres ini dilaksanakan di Bandung, dan pada era tersebut Bandung adalah pusat militer Hindia Belanda, yang terdapat gedung perang di Jalan Aceh, serta di sebelah utara alun-alun terdapat penjara Bencei, yang di dalamnya ditahan para ulama dan aktivis politik penentang penjajah. Dan persis di dekat penjara, terdapat kantor pos yang siap melakukan kontak ke markas serdadu Belanda di Cimahi apabila pemerintah kolonel Belanda ingin meredam pemberontakan. Namun nuansa seram tersebut ditanggapi SI dengan tenang dan gembira.
Muhammad Rum dalam Harian Abadi edisi 22 Juni 1970 menuturkan, Alun-alun Bandung sebagai medan kongres dihias sangat indah, dilengkapi dengan buffet yang menyediakan makanan dan minuman dalam jumlah banyak, kongres berlangsung sangat meriah, bahkan mendapat dukungan dan kehadiran para ibu guru sekolah keutamaan istri. Saat itu hanya syarikat Islam saja yang pertama kali melakukan kongres yang disertai dengan penyelenggaraan pameran, pawai, dan rapat akbar rakyat sekaligus. Kini gedung Concordia yang menjadi arena kongres saat itu, sekarang dinamakan sebagai Gedung Merdeka di Jalan Asia Afrika Bandung. Gedung ini juga menjadi saksi lahirnya Dasar Sila Bandung dalam Konferensi Asia Afrika pada tanggal 24 April 1955. Semoga konten kali ini bermakna, mari komen di bawah apa pelajaran yang bisa kita petik.
Jangan lupa like, share, dan subscribe jika kamu merasa konten ini bermanfaat. Akhir kata, salam ta'zim.