Digital marketing sudah menjadi keyword dan hype yang sangat berkembang di dunia bisnis. Terutama sejak adanya pandemi, setiap orang membicarakan digital marketing. Sayangnya tidak semua orang paham apa itu digital marketing dan apa tantangan yang harus dihadapi ketika melakukan digital marketing.
Saya Iwan Setiawan, dan ini adalah Analisis. Di episode yang pertama ini, saya ingin membahas tentang digital marketing secara sederhana. Digital marketing secara umum bisa dibagi menjadi dua bagian besar.
Yang pertama adalah content marketing, dan yang kedua adalah e-commerce. Di content marketing, kita berbicara tentang... tentang bagaimana membuat, mengkurasi, mendistribusikan, dan bahkan mengamplifikasi konten di kanal digital.
Sedangkan ketika kita berbicara tentang e-commerce, kita berbicara tentang... tentang proses jual-beli atau proses memfasilitasi transaksi di kanal digital. Jadi yang satu, konten marketing lebih banyak tentang konten atau pesan yang ingin disampaikan, sedangkan e-commerce lebih banyak fokus pada transaksi jual-beli yang terjadi sebagai akibat akhir dari interaksi secara konten. Pertama kita bahas dulu apa itu content marketing.
Content marketing adalah sebuah proses kita memanfaatkan sebuah pesan atau konten untuk mempromosikan atau mengkomunikasi. produk dan layanan yang kita miliki. Ada dua platform besar yang sering digunakan untuk melakukan konten marketing. Yang pertama adalah platform search atau search engine, dan yang kedua adalah platform social atau social media.
Di platform search sendiri, yang populer kita tahu ada Google, dan tentunya salah satu produk Google andalan juga adalah YouTube, yang sebenarnya basisnya adalah search engine milik Google. Sedangkan di social media, kita tahu pemain besarnya adalah Facebook, yang punya Facebook dan Instagram. Facebook sekarang sudah berganti nama menjadi meta untuk mengakomodasi berbagai platform yang mereka miliki di dalam perusahaan mereka. Selain itu, ada juga yang sedang naik daun seperti TikTok misalnya, yang sudah mulai digemari oleh anak-anak yang lebih muda.
Search dan social ini memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Kalau kita bicara search, Yang kita lakukan adalah menjawab pertanyaan yang muncul di benak audiens kita. Sekarang kita pikirkan dulu. Ketika kita ingin mencari sesuatu di mesin pencari atau search engine, kita sudah tahu apa yang mau dicari.
Kita ada kebutuhan. Saya ingin masak, saya cari resep. Saya ingin jalan-jalan, maka saya cari tiket. Atau saya cari inspirasi, harus pergi kemana. Jadi saya sudah tahu persis apa yang ingin saya cari.
Dan apabila brand atau perusahaan ingin mentarget audience seperti saya, maka mereka harus bisa menciptakan konten yang menjawab pertanyaan yang sedang saya cari jawabannya. Sedangkan di sisi lain, social itu fokusnya adalah men-trigger emotion. Yang tadinya tidak ada kebutuhan apa-apa, yang tadi sebetulnya tidak ada sama sekali yang ingin kita cari, tapi tiba-tiba di timeline kita, di feed dari social media kita, tiba-tiba kita diberikan sebuah konten.
Yang katanya datang dari algoritma tertentu. Munculnya dari histori konten. yang kita konsumsi selama ini dan kemudian di-blast atau di-broadcast ke kita konten yang kurang lebih mirip sesuai dengan minat dan interest kita saat itu ini adalah satu pendekatan sosial yang sangat berbeda dengan search engine Sehingga yang dilakukan adalah men-trigger emotion. Selain itu, kita bisa bilang bahwa search untuk melakukan konten marketing itu sifatnya user-driven. Karena yang mencari pertama kali kontennya adalah user yang bersangkutan.
Sedangkan social kita sebut sebagai brand-driven. Karena sebetulnya brand yang mem-push informasi tersebut tanpa sebetulnya ada keinginan dari user untuk mencari. Dengan adanya perbedaan ini, maka kita bisa melihat karakteristik konten yang sangat berbeda untuk search engine dan social media. Di search engine, karakteristik kontennya biasanya itu cenderung lebih panjang, lebih detail, dan lebih timeless. Jadi kapanpun banyak yang akan mengkonsumsi konten seperti itu.
Dan sangat detail biasanya isinya how to. Praktek-praktek praktis yang cenderung lebih panjang dan detail. Sedangkan kalau kita bicara sosial media, biasanya kontennya pendek-pendek.
Sangat-sangat bite size. Lebih pendek-pendek berkisar antara 5 detik, 10 detik, 15 detik. Atau mungkin paling panjang pun paling bagus hanya 1 menit.
Konten-konten ini biasanya mengikuti tren. Jadi kadang lagi trending, banyak yang lihat, kemudian... Kemudian dalam waktu satu minggu saja, sudah tidak ada lagi yang sebetulnya mencari konten tersebut atau tertarik dengan konten tersebut.
Sifatnya come and go, sifatnya trending. Jadi dari sisi social media, biasanya kontennya lebih banyak pendek-pendek dan lebih banyak berganti-ganti setiap saat ada trend yang baru muncul. Yang kedua, sekarang kita bahas mengenai e-commerce atau aspek transaksinya sendiri.
Tadi kita berbicara tentang aspek komunikasinya, aspek bagaimana kita menjangkau pelanggan atau consumer kita melalui pesan-pesan. komunikasi. Kalau kita berbicara sekarang endingnya tentunya kita ingin jualan. Tentunya pesan komunikasi itu tidak hanya untuk membangun merek atau melakukan branding tetapi pada akhirnya ujungnya harus pada penjualan. Karena itu elemen digital marketing kedua yang tidak kalah penting dengan elemen pertama tadi adalah e-commerce.
E-commerce sendiri ada beberapa pengelompokan. Saya akan mengambil pengelompokan yang paling sederhana dan berdasarkan pengalaman saya membantu berbagai klien dan juga membantu berbagai partner saya dalam melakukan digital marketing. Yang pertama adalah yang biasanya paling populer yang kita kenal dengan marketplace. Ada yang sifatnya B2C, artinya ada sebuah platform, kemudian brand-brand besar, men-target consumer, jadi business to consumer. Atau ada yang sifatnya marketplace C2C, atau consumer to consumer.
Brand-brand kecil, UKM, men-target audience consumer. Dan ini banyak contohnya kita lihat seperti Tokopedia, Shopee, dan lain-lain. Ini merupakan contoh marketplace.
Kemudian ada... Ada brand besar yang tidak mau masuk ke dalam marketplace, mereka memiliki channel sendiri, kanal digital sendiri, yang kita sebut sebagai pendekatan direct to consumer. Jadi mereka memiliki e-commerce website sendiri, jadi tidak numpang pada sebuah marketplace tertentu, dan kemudian mereka berjualan produk yang dimiliki oleh perusahaan mereka secara langsung kepada konsumen tanpa melalui pihak-pihak lain seperti intermediary. Misalnya distributor atau penjual grosir. Ini adalah pendekatan yang sangat fokus pada channel, atau pada shopnya sendiri.
Kemudian ada pendekatan lain yang saat ini sangat trending, yaitu social commerce, yaitu berjualan melalui social media. Di berbagai platform social media seperti Instagram misalnya, atau TikTok, banyak sekali yang sudah mulai memanfaatkan untuk berjualan produk dan layanan yang mereka miliki. Selain itu, ada variasi lain dari social commerce ini. yang disebut sebagai conversational commerce, berjualan melalui aplikasi chat, seperti WhatsApp misalnya, atau Line, di mana kita berinteraksi langsung dengan pelanggan yang ingin membeli produk dan layanan, mudah.
Kemudian sellernya bisa langsung menawarkan produk kepada yang tertarik melalui aplikasi chat itu. Mereka bolak-balik melakukan conversation atau bercakap-cakap sampai akhirnya terjadi penjualan. Dan saat ini ada satu lagi yang sangat trending, yaitu yang disebut sebagai live stream commerce. Dimana banyak orang yang setiap hari secara rutin di jam yang sama melakukan live display atau demo produknya mereka.
kepada target audiensnya mereka, sambil menunjukkan karakteristik dari produknya, sambil menjelaskan keunggulan dari produknya, dan saat itu juga audiens yang melihat, saat itu secara live, bisa langsung membeli produk tersebut dari sellernya. Ini semua adalah pendekatan-pendekatan lain dari e-commerce. Jadi e-commerce itu tidak hanya bicara tentang marketplace loh.
E-commerce itu banyak pendekatan-pendekatan lain yang nanti saya akan bahas, sedikit demi sedikit di episode-episode berikutnya. Saya ingin menjelaskan, tadi ada dua jenis e-commerce. Ada e-commerce yang fokus pada shop-nya sendiri, format online shop-nya sendiri. Seperti brand-brand besar yang kita tahu, seperti Tokopedia, Shopee, Blibli, JDID, dan sebagainya.
Fokus pada keberadaan toko online-nya sendiri. User experience dan user interface difokuskan pada... online shopnya itu sendiri. Kemudian bagian yang kedua, yang tadi termasuk social, conversational, serta live stream commerce, adalah yang fokus pada interaksi dengan audience-nya.
Interaksi antara buyer dengan seller. Itu yang lebih penting. Entah bentuknya melalui interaksi social media, interaksi melalui chat, maupun interaksi secara live stream.
Ini yang kita sebut sebagai e-commerce yang basisnya adalah customer interaction. Ini semua adalah pendekatan-pendekatan e-commerce yang perlu kita pahami bersama ketika kita sudah berkomitmen ingin masuk ke digital marketing. Jadi kalau sudah pengen perusahaan atau brand yang Anda miliki masuk melakukan praktek digital marketing, harus tuntas mengaplikasikan konten marketing dan juga tidak kalah pentingnya sisi e-commerce-nya.
Ada dua tantangan besar tentunya ketika kita ingin melakukan konten marketing dan e-commerce. Dan ini saya ingin ilustrasikan dengan menunjukkan statistik yang agak kontradiktif. Baik. Banyak orang bilang digital marketing itu katanya kenisayaan. Katanya sudah besar di Indonesia, tapi kenyataannya belum besar-besar banget.
Saya ingin menunjukkan dua jenis statistik yang sangat kontradiktif. Yang pertama, katanya internet user di Indonesia itu sudah lebih dari 200 juta. Lebih tepatnya 202 juta penduduk Indonesia sudah menjadi internet user atau pengguna internet. 87% dari 200 juta. 102 juta itu ternyata sudah berbelanja online.
Jadi kalau saya pikirkan harusnya jumlah pembelian secara online itu sudah besar dibandingkan total penjualan retail semuanya. Tapi ternyata kenyataannya, yang Anda bisa lihat, Penjualan online melalui e-commerce itu cuma antara 5-10% dari total penjualan retail. Masih banyak yang membeli melalui channel-channel atau kanal-kanal konvensional, seperti minima.
market, warung, pasar tradisional, dan lain-lain. Sehingga meskipun hype-nya sangat besar, sebetulnya masih sangat muda industri ini di Indonesia. Pendekatan kita melakukan e-commerce belum bisa mendorong total transaksi e-commerce menjadi lebih dominan daripada transaksi konvensional.
Tidak hanya itu, kalau kita berbicara tentang begitu banyak internet user, harusnya komunikasi yang dominan secara pemasaran atau secara marketing, itu harusnya didominasi oleh digital advertising atau digital marketing. Tapi ternyata total spending kita terbesar sebagai orang pemasaran, itu masih banyak yang lari ke televisi. Total spending yang lari ke televisi sebagai salah satu media utama untuk komunikasi itu sekitar 60%.
Berapa yang lari ke digital marketing? Itu hanya sekitar 20-25%. Jadi meskipun secara gaungnya sangat besar, sebetulnya digital marketing itu masih butuh untuk bertumbuh.
menjadi salah satu pendekatan marketing yang dominan ada di berbagai perusahaan dan industri. Inilah tantangan yang menurut saya perlu dihadapi oleh para digital marketer atau para marketer secara umum. Dan kita juga harus bisa memandang digital marketing ini sebagai sesuatu yang menantang untuk kita temukan kuncinya di masa depan. Masih ada beberapa tantangan terkait digital marketing.
Yang pertama adalah ketika kita berbicara tentang digital marketing, banyak tantangan-tantangan atau distraction-distraction yang terjadi. Bayangkan, berapa banyak konten yang mencoba menjangkau kita setiap harinya. Berapa banyak chat yang masuk, berapa banyak email yang masuk, berapa banyak iklan yang berusaha menjangkau kita di social media feeds kita.
Begitu banyak distraction. Sehingga ketika ada sebuah brand atau produk ingin menjangkau target audiensnya, maka mereka akan mendapatkan begitu banyak konten secara bersamaan. Untuk bisa keluar dari... dari clutter ini untuk bisa menjadi unik di dalam digital marketing sangat sulit dan sangat menantang tidak hanya itu kalau kita tanya, kita lakukan studi kepada orang-orang yang terekspos pada iklan-iklan digital kita tanya, apa yang diingat?
yang diingat sebagian besar adalah diskon atau promosi yang diingat adalah harga yang lebih rendah semua pendekatan digital marketing saat ini sayangnya terlalu banyak berfokus fokus pada akuisisi pelanggan atau customer acquisition. Sehingga banyak sekali yang fokus pada pemberian diskon, pemberian voucher promo, dan sebagainya. Dengan alasan untuk meningkatkan customer acquisition. Long term impact-nya adalah, digital marketing atau e-commerce sering dianggap sebagai Tempat kalau saya mau nyari diskon, jadi saya hanya berbelanja kalau ada diskon di e-commerce.
Akhirnya ada kebiasaan buruk yang kita ciptakan di market digital, yaitu kalau tidak free ongkir, saya tidak mau belanja di e-commerce. Otomatis banyak sekarang pemain-pemain besar di e-commerce, wajib memberikan free ongkir, kalau tidak penjualan mereka akan turun. Jadi ini menjadi sebuah...
Jebakan yang menjebak pendekatan-pendekatan yang terlalu berfokus pada customer acquisition. Selain itu tentunya kita tahu logistik cost masih sangat mahal di Indonesia. Kita ingin membeli sabun harga 15 ribu, ongkos kirimnya.
atau ongkirnya 10 ribu sehingga tidak make sense seringkali untuk membeli barang-barang retail secara online ketimbang saya tinggal mampir saja secara convenient atau secara nyaman kepada minimarket yang ada di 100 meter meter dari rumah saya, membeli produk kemudian saya bisa dapatkan langsung tanpa menunggu untuk dikirim keesokan harinya. Ini adalah tantangan-tantangan bersama yang perlu kita waspadai ketika kita melakukan digital marketing. Mudah-mudahan bermanfaat untuk marketir semua, dan di episode berikutnya saya akan membahas tuntas tidak hanya digital marketing secara sempit tetapi saya akan membahas mengenai digital transformation.
Apakah perusahaan itu semuanya wajib melakukan bukan digital transformation. Perusahaan-perusahaan apa yang wajib, dan perusahaan-perusahaan apa yang seharusnya tidak perlu terlalu memikirkan digitalisasi dalam bisnis mereka. Itu akan saya bahas di episode kedua dari Analisis. Sampai jumpa. Apabila Anda belajar banyak dari Analisis, tolong subscribe, like, dan share konten yang kami create ini.
Dan apabila ada pertanyaan yang ingin saya bahas di Analisis, silakan tanyakan di kolom komentar.