Intro Hai guys, kali ini aku mau bahas satu kasus tentang pelanggaran etika profesi nih Semoga video aku bisa bermanfaat untuk kalian ya Disini aku mau bahas dari kasus PT Garuda Indonesia dan hubungannya terhadap pelanggaran kode etika profesi Kita awali dengan profil dari PT Garuda Indonesia. PT Garuda Indonesia merupakan perusahaan penerbangan komersial pertama di Indonesia yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia atau badan usaha milik negara. PT Garuda Indonesia Geruda Indonesia telah berkembang cukup pesat dengan memiliki 196 pesawat di Januari dengan lebih dari 600 penerbangan setiap harinya. Baik, kita lanjutkan dengan kronologi kasus Geruda Indonesia.
Pertama, Geruda Indonesia melaporkan kinerja keuangan tahun buku 2018 kepada Bursa Efek Indonesia dengan membukukan lambang bersih sekitar 809.000 USD pada 2018 berbanding terbalik dari 2017 yang merugi sekitar 216,58 juta USD. Kinerja ini cukup mengejutkan karena pada kuartal ketiga 2018 perusahaan masih merugi sebesar 1,5 juta USD. 114,8 juta USD. Kedua, dua komisaris Garuda Indonesia yaitu Syairul Tanjung dan Dunia Uskaria menolak menandatangani laporan keuangan Garuda karena ada kejanggalan dalam pengakuan pendapatannya. Ketiga, Kedua, Dua komisaris menyampaikan keberatan mereka melalui surat keberatan dalam RUPST.
Hal ini disebabkan karena Garuda melakukan kontak kerjasama dengan mahatas nilai Rp239,94 juta. Yang berlaku untuk 15 tahun ke depan, namun sudah dibukukan di tahun pertama dan masuk ke dalam pendapatan lain-lain. Selanjutnya yang keempat, Namun hasil lapor pemagang saham akhirnya menyetujulah. laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018. Dan yang kelima, akuntan publik atau AP, Kasner Sirumapea dan kantor akuntan publik KAP Tanobrata, Sutanto Fahmi Bambang dan rekan selaku auditor PT Garuda Indonesia memberikan opini wajar tanpa pengecualian.
Selanjutnya, kita menganalisis kasus PT Garuda Indonesia. Pertama, pelanggaran yang dilakukan oleh PT Garuda Indonesia dimana akuntan publik dan rekan selaku tersebut kontan Garuda terbukti telah melakukan praktik Windows Dressing atau rekayasa guna membuat neraca perusahaan atau laporan laba rugi terlihat lebih baik dari sebenarnya. Pengakuan pendapatan dari transaksi dengan mahatas sebesar 239,94 juta USD terlalu signifikan sehingga mempengaruhi neraca keuangan Garuda Indonesia.
Jika kerjasama belum diakui sebagai pendapatan, maka perusahaan sebenarnya merugi sekitar 244,96 juta USD Dengan cedataan tersebut, membuat pendapatan yang diakui lebih besar dan beban yang tanggung Garuda Indonesia menjadi lebih besar untuk membayar pajak penghasilan atau PPH dan pajak pertambahan nilai atau PPN. Padahal, beban itu seharusnya belum menjadi kewajiban karena pembayarannya dari kerjasama dengan mahatta belum masuk ke kantong perusahaan. Yang kedua, pelanggaran yang dilakukan oleh auditor AP atau akumutan publik bersamputan belum secara tepat nilai substansi tersebut. transaksi untuk kegiatan pelakuan akuntansi, pengakuan pendapatan piutang, dan pendapatan lain-lain.
Sebab APES ini sudah mengakui pendapatan piutang meski secara nominal belum diterima oleh perusahaan. Sehingga akuntan publik ini terbukti melanggar standar audit atau SA 315 tentang pengidentifikasian dan penilaian risiko kesalahan penyajian material melalui pemahaman atas entitas dan lingkungannya. Akuntan Akunan publik belum sepenuhnya mendapatkan bukti audit yang cukup untuk menilai perlakuan akuntansi sesuai dengan substansi perjanjian transaksi tersebut. Hal ini tentu saja melanggar SA 500 tentang bukti audit. Akunan publik juga tidak mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan keuangan sebagai dasar perlakuan akuntansi, di mana hal ini melanggar SA 560 tentang peristiwa.
Kemudian, KAP belum menerapkan sistem. pengendalian mutu secara optimal terkait konsultasi dengan pihak eksternal. Dan yang ketiga, analisis kelelayan dan pelanggaran auditor berdasarkan materi strategi audit awal. Berdasarkan kasus Garuda, auditor menetapkan tingkat resiko pengendalian direncanakan tinggi. Yang berarti, auditor menganggap bahwa struktur pengendalian inter-client adalah sangat efektif dan kemungkinan terjadinya salah saja itu rendah.
Karena hal itu, akuntan publik belum secara tepat menilai substansi transaksi untuk kegiatan perlakuan akuntansi terkait pengakuan pihutang dan pendapatan lain-lain sekaligus di awal. Dan akuntan publik belum sepenuhnya mendapatkan bukti audit yang benar dan tepat untuk melayan penyakit. pencatatan perlakuan akuntansi sesuai dengan substansi transaksi dari perjanjian yang melandasinya. Baik, kita lanjutkan dengan seksi-seksi yang dilanggar oleh PT.
Garuda Indonesia. Yang pertama ada seksi 100 tentang kepatuhan terhadap kode etik, di mana dalam kasus PT. Garuda Indonesia ini, auditor harus bertanggung jawab secara profesional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Nah, auditor PT. Garuda Indonesia tidak bertanggung jawab karena tidak menelusuri kekeliruan dan...
dalam pencatatan dan tidak berupaya memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan tidak mencerminkan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya dilanjutkan dengan seksi yang kedua yaitu seksi 110 tentang prinsip dasar etika dimana dalam kasus PT Garuda Indonesia ini akuntan tidak menerapkan prinsip dasar etika sesuai standar perlaku yang diharapkan dari seorang akuntan dengan melanggar hampir semua prinsip dasar etika yaitu integritas, objektifitas, kehatian profesional, dan perilaku profesional. Dilanjutkan dengan subseksi dari 111 tentang prinsip integritas di mana dalam kasus PT Garuda Indonesia ini akuntan tidak bekerja dengan profesionalisme yang tinggi sehingga adanya tindak kecurangan yang dilakukan oleh akuntan yang membuat laporan keuangan perusahaan tidak menggambarkan kejadian sebenarnya dan merugikan pihak yang membutuhkan laporan keuangan tersebut. Dilanjutkan dengan subseksi 112 tentang prinsip objektifitas, di mana dalam kasus PT Garuda Indonesia ini, akuntan melanggar prinsip objektifitas ditunjukkan melalui penentangan standar audit atas laporan keuangan yang dimanipulasi demi kepuasan kegiatan manajemen laba yang dimana turut menunjukkan tekanan yang berasal dari pihak-pihak terkentu dilanjutkan dengan subseksi 113 tentang kompetensi kehatian dimana dalam kasus PT Garuda Indonesia ini Auditor telah melanggar UU Pasar Modal dengan tidak mempertahankan sikap profesionalismenya untuk tetap sesuai dengan kode etik maupun peraturan perundang-undangan.
Prinsip kehati-hatian telah gagal diterapkan oleh auditor. PT Gerda Indonesia sehingga menimbulkan kerugian selain itu auditor juga telah melanggar beberapa standar audit dilanjutkan dengan subseksi 115 tentang berlaku profesional dimana dalam kasus dari PT Gerda Indonesia ini Akuntan tidak berpilih laku konsisten sesuai dengan ketentuan hukum dengan melakukan tindakan yang dapat mendeskreditkan profesi seperti memberikan keterangan palsu untuk laporan keuangan. Dan dilanjutkan dengan seksi 120 tentang kerangka kerja konseptual, di mana dalam kasus PT Garuda Indonesia ini, Terima kasih. Dalam kasus yang terjadi, akuntan tidak menerapkan prinsip kerja konseptual sebagaimana yang dijelaskan pada seksi 120. Itu sebab akuntan tidak mengidentifikasi kembali laporan keuangan yang dibuat. Dan apakah perusahaan mengalami keuntungan atau malah kerugian Dilanjutkan dengan seksi 360 tentang ketidakpatukan terhadap peraturan perundang-undangan Gimana dalam kasus PT Garuda Indonesia ini?
Akuntan melakukan pelanggaran pasal 69 Undang-Undang nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal yang mengatur bahwa laporan keuangan yang disampaikan kepada otoritas pasar modal harus disusun berdasarkan setanan akuntansi yang berlaku umum. Baik kita akan bahas ke pelanggaran yang dikenakan kepada PT Garuda Indonesia Pelanggaran terhadap pedoman standar akuntansi keuangan atau PSAK 23 tentang pendapatan terutama paragraf 28 dan 29 Karena pertama, adanya kemungkinan bahwa besar pendapatan tidak diperoleh perseroan seluruhnya Kedua, jumlah pendapatan juga belum bisa diukur dengan andal dan tidak diakui atas dasar aktual sesuai dengan substansi penyajian yang relevan. Selain itu, PT Garuda Indonesia juga melanggar peraturan OJK nomor 29 Garing POJK.004 Garing 2018. tentang laporan tahunan emiten atau perusahaan publik. Baik, kesimpulan dari materi tentang pelanggaran kasus Garuda ini adalah akuntan dituntuk untuk bekerja secara profesional yang dapat ditunjukkan melalui perilaku dan tindakan dengan mematuhi kode etik akuntan publik. Pelanggaran kode etik akuntan publik dapat memberikan dampak buruk pada pandangan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
Pada kasus PD Garuda, merambat setelah diketahui adanya manajemen laba yang mengalihkan keadaan laporan keuangan yang Sebenarnya, pendapatan dari hasil perjanjian antara PT. Mangata telah diakui sebelum adanya transaksi penerimaan kepada PT. Garuda Selain itu, kesalahan peridat penanggungan sehingga PT.
Garuda yang seharusnya merugi berubah menjadi perolehan laba Berdasarkan analisa tersebut, diketahui PT. Garuda telah melanggar beberapa prinsip kode etik termasuk Integritas, objektivitas, perilaku profesional, dan kompetensi serta tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan tentang pasar modal dimana tidak memberikan laporan keuangan yang benar kepada otoritas desa keuangan dan bursa efek Indonesia sekian dari presentasi saya terima kasih