Transcript for:
Tata Kelola Hutan dan Investasi Sawit

Kelurahan Cipinang Cimpeda, Jakarta Timur, sejak pagi ramai didatangi warga. Mereka antri untuk membeli minyak goreng. Salah satu bahan pokok yang sejak beberapa bulan terakhir langka di pasaran. Sungguh ironis, masyarakat harus antri minyak goreng, sementara Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

Minyak kelapa sawit adalah bahan baku minyak goreng. Badan Pusat Statistik mencatat tahun 2020, produksi minyak sawit Indonesia mencapai 51,6 juta ton. Sebagian besar, yakni 34 juta ton, diantaranya diekspor.

Menjadikan Indonesia eksportir terbesar minyak sawit di dunia. Produksi minyak sawit itu berasal dari 16,3 juta hektare kebun sawit. 55 persen kebun sawit itu dikuasai korporasi swasta. Dan sekitar 40 persennya atau 8 juta hektare adalah kebun sawit rakyat.

Jutaan hektare hutan sudah dikonversi menjadi kebun sawit. Investasi sawit menunjukkan tata kelola hutan di Indonesia masih didominasi korporasi swasta. Namun realitas kelangkaan minyak adalah potret tata kelola hutan oleh korporasi, tak serta merta membawa kesejahteraan masyarakat luas. Musik Nama saya Pak Listan, alamat Desa Tongon, Kecamatan Momonu. Listan adalah petani yang tinggal di Desa Tongon, Kecamatan Momonu, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.

Oh, cepat, ambil gelas, nah. Keluarga Listan memiliki beberapa hektare lahan yang ditanami berbagai pohon. Aku ini atas, ini, ini. Sini.

Sini kau. Minum, minum. Iya.

Namun sebagian besar lahannya kini ditanami sawit. Proses listan menanami lahannya dengan sawit dimulai tahun 2009. Jadi dari tahun 2009, lahan kami digarap oleh PT HIP. PT HIP yang disebut Listan adalah Hardaya Inti Plantation, perusahaan milik Konglomerat Harta Timur Dayepo.

Hanya kalau tidak dikasih pendek itunya, ada potongan harga juga di situ. Tanaman di atas lahan Listan harus digusur dalam pembangunan kebun sawit. Listan merelakan tanamannya dibabat demi hasil lebih baik.

Tanaman kami yang sudah produksi digusur diganti dengan tanaman sawit. Karena pembicaraan pada waktu itu yang menjadi ketua lama Pak Suleman Batalipu, biar tidak kerja, kalau sudah tanam sawit tetap terima hasilnya. Sri Subekti tinggal di Desa Modo, Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Bersama suaminya, Sugiman, Sri Subekti menjadi transmigran tahun 1980-an.

Sempat menjadi petani biasa, tahun 1995 Sri Subakti diiming-imingi menjadi petani sawit. Sampai saya tergiur memelas makan lahan karena dia bilang punya ibaratnya 3 pohon saja bisa nyekolahkan anak. Sedangkan waktu saya ngantar itu sertifikat ke CCM, pengurusnya dia bilang, uh ibu ini banyak lahan ini ada 12 sertifikat.

Dia bilang ibu setiap tahun bisa beli mobil. Listan dan Sri Subakti adalah bagian dari ribuan warga buol yang lahannya diserahkan pada PT HIP untuk dijadikan kebun kemitraan plasma yang dikelola perusahaan. Lahan yang diubah menjadi kebun sawit mencapai puluhan ribu hektare. Sri Palupi adalah peneliti di Institute for Ecosoc Rights. Akhir tahun 2021, Ecosoc melakukan pelitian tentang dampak Undang-Undang Cipta Kerja terhadap tata kelola hutan.

Sri Palupi mendatangi Dinas Tata Ruang Kabupaten Buol menelisik penggunaan lahan untuk investasi sawit. Paparan Dinas Tata Ruang Kabupaten Buol mengungkap izin lokasi terhadap PT HIP ternyata seluas 75.090 hektare. PT CCM yang terlihat di dalam slide adalah Cakra Cipta Mudaya, juga perusahaan milik Harta Timur Daya dan menjadi induk perusahaan yang membawahi PT HIP.

Tadi 96 izin lokasi baru diterbitkan. Mereka sudah menanam dari tahun 95. Sudah menanam dari awal. Izin lokasi baru dikantowi tahun 96, tapi menanam dari tahun 95. Awal pembukaan kebun sawit, PT CCM dan HIP menggunakan pola kebun inti yang mereka kelola sendiri.

Tahun 2000-an, kedua perusahaan membuka kebun sawit dengan pola pasma. Artinya warga masih memiliki lahan mereka. Namun operasional kebun mulai berubah.

mulai dari penanaman, pemeliharaan, hingga panen dilakukan oleh perusahaan. Listan tergabung menjadi petani plasma sawit. Kalau saya punya di plasma kurang lebih 14 hektare yang masuk di lahan plasma.

Yang dari, yang lahan kita buka, lahan dari orang tua dengan lahan dari orang tuanya. Denko Lompok. Listan menggantungkan harapan pada kepun plasma sawitnya.

Namun harapan itu menjadi harapan kosong. Mulai dari 2009, penggarapan tahan sampai 2016, mulai produksi sampai hari ini, tidak pernah masalah. Masyarakat Tani Plasma Awal Baru menikmati hasil. Tak hanya listan, petani plasma lain di Buol juga mengalami hal yang sama.

Masih ada 8 hektare sekarang Yang di plasma ya? Iya yang di plasma Dan dengan hasil 100 ribu itu sebulan? Iya sebulan, bukan sebulan lagi Berapa tahun itu dibayar Ada 2 tahun itu kemarin itu Sama sekali gak? Itu kan 2020 sama sekali tidak dibayarkan, 2019 juga barangkali satu tahun terima satu kali itu pun kurang hasilnya. Itu terus 2021 kemarin itu terima.

Per headernya 270, itu udah lama sekali gak dibayar-bayar. Warga buol yang menjadi petani plasma tergabung dalam tujuh kooperasi. Jumlah anggotanya ribuan orang. Terima kasih. Setapi diaturannya, imposi pembagian kasir untuk petani.

Polemik investasi sawit di Buol dibahas dalam diskusi publik bertema kebun sawit plasma. Fakta, masalah, dan solusinya akhir tahun 2021 di Buol. Tanpa lahan! Pembicaranya Bupati Buol Amiruddin Rauf dan Sri Palupi dari Ekosok.

Bupati Buol Amiruddin Rauf yang warga asli Buol menyebut proses pembukaan kebun sawit di wilayahnya bermasalah. Cakto, sawah, kebun masrakan, bantau penumpang masrakan yang mungkin menjadikan kebun saham. Saya tahu yang ada di dalam kebun saham, dari kebun saham.

Kepala negara untuk mencari. Kita, silakan, Ibu Serika. Sementara Sri Palupi menyoroti sistem plasma sawit yang semakin merugikan petani.

Masalahnya terletak pada kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada petani. Kisruh petani sawit dengan korporasi sawit belakangan kian memuncak. Bupati Amiruddin Rauf bahkan menyebut berpotensi memicu sengketa agraria.

untuk terjadinya perampasan terhadap hak-hak rakyat mereka menurut kalau hari ini dimana-mana terjadi cempetan sekitar hak rakyat adalah sesuatu yang memang harus dikerima dimana rakyat tidak beruntut hak-hak Sinyalemen Amiruddin Rauf ini terbukti. September 2021, kebun sawit di desa Tongon memanas. Geram, hak-hak mereka tak dipenuhi PT HIP, puluhan anggota kooperasi awal baru memblokir kebun plasma sawit mereka. Bahkan mereka juga kemudian memanen buah sawit dan menjualnya ke luar daerah. Tindakan ini ditutupi oleh para pemerintah.

pencurian buah sawit. PT HIP mendatangkan polisi dari Polda Sultan yang kemudian melakukan penangkapan terhadap petani sawit. Listan, yang menjabat ketua kooperasi awal baru saat itu, juga akan ditangkap. Namun saat insiden, dia tak ada di lokasi. Kalau menurut pihak perusahaan, bahwa ada MOU, kemitraan kooperasi dengan...

dengan PT HIP dan terbukti juga kemarin itu di tanggal berapa itu bulan 7 kalau tidak salah hasil klarifikasi data bahwa kita sudah dilapor mencuri buah terjadilah klarifikasi data penyidik polda memeriksa kami Bahwa MOU itu dipertanyakan kepada kami, kami jawab selama koperasi ini didirikan sampai produksi tidak pernah ini terungkap pada anggota. Saat diwawancara ini, listan berstatus buronan polisi. Luas perkebunan sawit di Buol mencapai 61.688 hektare. atau 15,26% dari areal Kabupaten Buol seluas 404.357 hektare.

Sebagian besar diantaranya yakni 39.247 hektare kebun sawit itu milik swasta. Sisanya dimiliki masyarakat. Ini adalah daerah aliran Sungai Buol yang direkam tahun 2018. Degradasi lingkungan ini membuat wilayah Buol rawan bencana.

Bahkan pemerintah pusat menetapkan Kabupaten Buol sebagai kawasan kritis. Apa yang menjadi penyebab kenapa asbab nusulnya, kenapa kemudian kawasan strategis nasional menyatakan bahwa Kabupaten Bul sebagai kawasan strategis kritis? Karena salah satu indikator yang kemudian menyebabkan ditetapkan sebagai kawasan kritis adalah meraknya kegiatan perkebunan kelapa sawit pada wilayah-wilayah hulu.

Akibatnya bencana banjir kerap terjadi. Ini adalah banjir besar di Kabupaten Buol tahun 2020. Saat itu puluhan desa terendam air. Banyak di antaranya adalah desa-desa di kawasan perkebunan sawit. Tiga tahun terakhir setidaknya terjadi 57 bencana banjir di Buol.

Bupati Buol, Amiruddin Rauf, sadar perkebunan sawit sudah memicu masalah lingkungan, ekonomi, sosial, bahkan hak asasi manusia di Buol. Saya pernah mempresentasikan ini di depan Pak Menteri Meng. Pak Ketua Bapak Penas, Pak Darmin Nasution, tentang bagaimana praktek kotor yang dilakukan oleh perusahaan sawit setidak-tidaknya di tempat saya.

Waktu itu Pak Darmin didampingi oleh staf khususnya namanya Lichen Wei. Tetapi bahasanya Pak Darmin ketika itu bahwa Anda tahu kontribusi terbesar komoditas pertanian perkebunan itu adalah sawit. Jadi kalau Anda kemudian melawan perkebunan sawit sama dengan Anda melawan devisa yang masuk ke tempat kita.

Saya bilang saya tidak lawan tapi praktek kotornya yang harus diperbaiki. Amiruddin Rauf memang tak kuasa menolak perluasan perkebunan sawit yang dipaksakan pemerintah pusat. Namun dia punya cara untuk melindungi masyarakat dan lingkungan buol dari dampak lebih buruk investasi sawit.

Investasi perkebunan saya tidak lagi perkenankan masih. Setidak-tidaknya di zaman saya, kalau ingin menguasai lahan masyarakat yang luas, surat apapun yang dari saya pasti tidak akan keluar. Baik ketika undang-undangnya masih memberikan ruang kepada saya menetapkan izin usaha perkebunan ya Sebelum tahun 2014 itu izin usaha perkebunan ditetapkan saja oleh Bupati Sampai kita hanya diharapkan hanya berupa rekomendasi saja Itu pun saya tidak pernah keluarkan Tapi kalau untuk advokasi-advokasi itu tidak? Ya maksudnya sampai pada tahun 2020 Meski Bupati Amiruddin Rauf sudah menutup pintu investasi baru, namun pemerintah pusat justru memberi izin perluasan kebun sawit di Buol. Izin itu dikeluarkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan November 2018, seluas 9.964 hektare kepada PT HIP.

Anehnya, izin itu keluar saat Presiden menerapkan moratorium sawit. Ini kian memperkuat dominasi swasta dalam tata kelola hutan. Ya kalau dari pernyataan pemerintah, Daerah kan, pemerintah daerah sendiri dalam hal ini Bupati kan sudah mengatakan bahwa keberadaan perusahaan sawit di Buol itu tidak berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat, termasuk juga kepada pemerintah.

sendiri itu perannya itu tidak tidak signifikan wajah kebupaten Buol yang pengelolaan hutannya didominasi swasta menarik perhatian ekosok untuk membandingkannya dengan kebupaten tetangga yakni Sigi hai hai Intro Pameran produk-produk komunitas di Kabupaten Sigi digelar akhir tahun 2021. Intro Sri Palupi tertarik dengan salah satu komoditas peserta pameran, Kopi Kamanuru. Kopi ini hasil budaya desa Dongbu. Kalah terkenal dibanding Kopi Toraja, Kopi Kamanuru ternyata sudah menembus pasar ekspor ke Jepang dan Dubai.

Penasaran, Sri Palupi memutuskan berkunjung ke desa Dombu. Sama-sama pergi di sekolah, bagaimana dari? Saya pergi di sekolah, pak, kebun.

Betul. Nama saya Jasmon, biasa dipanggil Papa Deren. Pekerjaan saya sehari-hari sebagai petani kopi.

Kebun kopi Jasmon terletak di perbukitan desa Dombu. Terletak di ketinggian lebih dari 1.300 meter di atas permukaan laut, desa Dombu sangat cocok untuk tanaman kopi. Bahkan sejak dulu, sudah ada pohon kopi jenis Robusta di Dombu. Namun warga Dombu tidak menganggap budidaya kopi menguntungkan.

Karena proses kopi itu sangat sulit. Kenapa? Dulu itu masih kita pakai manual.

Pakai kayu ditumbuh-tumbuh. Nah, makanya kita beralih ke kakao atau coklat. Lama kemudian, pas di waktu itu, kakao, kacang merah, jagung, itu semua yang kita olah sebelum kopi ini muncul. Kenapa misalkan kita petik yang hijau? kita timbang ya, ini kan yang hijau nih oke kita hijau ya, kita timbang nah ini 0 ya, lihat pada lagi cuma 1,1 artinya dalam 1 kilo kita butuh 1000 biji 1 kg kan 1000 gram kalau kita petik hijau maka butuh 1000 buah gitu sekarang kita coba petik yang merah kita petik yang merah kita petik yang merah kita timbang kita timbang kita timbang dulu pak ya ini pak lihat pak 2,7 Beratnya kalau petik merah.

Pandangan warga Dombu berubah setelah kedatangan Ade Holik Motakin yang akrab dipanggil Mang Ade ke desa mereka. Mang Ade mengajukan pertanyaan sederhana yang menggugah warga Dombu. Jadi ditanya lagi, kalau di Dombus ini berapa jumlah penduduk? Saya katakan 200 sekian lah. Coba kali itu 200 sekian.

Minum kopi satu hari paling dua gelas atau satu gelas. Satu gelas itu misalnya kita kasih harga 1.500 per gelas. Per gelas 1.500. Dikali satu tahun.

Itu masih satu orang Jadi jatuhnya satu tahun itu 1.8 juta sekian Ah pikir-pikir Bagaimana kalau uang ini Uang untuk kopi ini Kita alihkan untuk pendidikan anak aja Pendidikan anak aja Nanti kita proses kopi Kita sendiri yang minum Disitu kita mulai tertarik Untuk Mengolah kopi sendiri warga Dombu pun mulai belajar budidaya kopi lebih serius kopi Robusta mereka diganti dengan jenis Arabica keputusan warga desa Dombu membudidayakan kopi sebagai komoditas tak hanya memiliki alasan ekonomis tapi juga ekologis Terletak di puncak pegunungan Gawalise, desa Dombu bagaikan negeri di atas awan. Namun sayang, jika diperhatikan lanskapnya, banyak area pegunungan desa Dombu dan sekitarnya terlihat gundul. Menurut warga, dahulu kawasan Dongbu adalah hutan lebat. Namun meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan lahan pertanian membuat hutan ditebang dan kini hilang. Dulu memang Dongbu ini hutan yang memang hutan yang masih alam, tidak seperti yang kita lihat ini.

Kan dulu penghuni yang sini belum berkembang begini. Jadi sehingga masyarakat bebas, bebas membabat hutan itu. Dibabat bukan dibabat begitu saja, tapi dibabat itu mereka jadikan perkebunan. Tanam jagung, tanam ubi-ubian, seperti itu.

Penebangan hutan itu sangat masif, akibatnya hutan habis. hanya tersisa hutan adat. Hutan adat desa Dombu ini luasnya 2 hektare.

Di tempat-tempat seperti ini ada peninggalan-peninggalan orang tua dulu, nenek-nenek dulu, seperti ada kuburan, seperti itu. Kemudian ada lagi peninggalan-peninggalan orang tua dulu, di situ. kopi kini menjadi komoditas utama desa Dombu Warga sudah menguasai teknik pengolahan kopi. Mulai dari pemetikan dan pengolahan biji kopi.

Warga juga membuat greenhouse sederhana agar pengeringan biji kopi bisa merata dan stabil. Warga kemudian mendirikan Koperasi Onguni Pamaya, artinya biji yang terhampar. Bagaimana kadar nya Mama Deren?

Baik, 12,7 Bagi warga Dombu, kopi tak hanya bermakna kebangkitan ekonomi masyarakat, tapi juga pemulihan lingkungan. Untuk kopi ini juga mesti ada penanggung atau pelindung. Kalau tidak ada penang, beda juga kopi tidak ada penang atau pelindungnya. Sehingga kita menanam pohon-pohon. Dulu pohon mungkin sudah ada yang ditebang-tebang semua.

Sekarang kita hijaukan kembali lagi pohon-pohon dengan melalui kopi ini. Kita tanam kopi baru kita tanam lagi penangnya. Kita menghijaukan kembali. Sehingga 5 atau 10 tahun ke depannya dapat hijau semua sudah di desa maupun di desa-desa lain secara umumnya. kekecematan Marula Barat ini.

75 persen wilayah Kabupaten Sigi masih kawasan hutan. Sebagian besar adalah hutan konservasi dan hutan lindung dalam wilayah Taman Nasional Lorelindu. Pemerintah menetapkan Kabupaten Sigi sebagai kabupaten konservasi. Namun status ini ditolak Bupati Sigi, Muhammad Irwan.

Sebab dengan status itu, masyarakat justru tidak mempunyai akses terhadap hutan. Saya menolak Kabupaten Konservasi, tapi menunjung tinggi nilai-nilai konservasi dalam artian ketika menjadi Kabupaten Konservasi kan kita terkukung juga. Sementara tidak ada nilai yang diberikan oleh negara kepada kita.

Ketika kita menjaga hutan, saya ingin bahwa ada nilai yang diberikan. Misalnya minimal dalam pengolahan APBD, kalau kawasan hutan itu harus dihitung. Tapi ini kan tidak.

Yang dihitung hanya laut dan darat. Oke, kita tidak berketil hati, tapi bagaimana caranya kawasan hutan ini menjadi nilai ekonomi yang baik. Desa Dombu bisa menjadi contoh. Masyarakat Dombu memang pernah salah membabat hutan. Namun belajar dari kesalahan itu, kini masyarakat Dombu bertekad memulihkan hutan kembali.

Harapan saya... Biarlah apa namanya pemerintah menyiapkanlah kalau bisa pohon-pohon yang bisa, pohon-pohon yang bermanfaat untuk masyarakat khususnya yang ada di Dombu. Pohon aren, itu kan banyak manfaatnya itu.

Pohon aren, kemudian pohon-pohon yang lain, pohon jempaka, itu bisa mengandung air itu. Kemudian ada mahoni, kemudian dan yang lain-lain yang bisa menampung air istilahnya. Pohon-pohon itu dibutuhkan sebagai pohon pelindung kopi. Bibit kopi sudah disiapkan masyarakat Dombu. Targetnya per tahun akan ditanam 5.000 hingga 6.000 kopi di lahan kritis di Dombu.

Sebelum kami melakukan pembibitan, kami melakukan penyertiran untuk benih yang kami semai. Jadi kami melakukan penyertiran, ada dua. Yang pertama yang lurus jalur tengahnya, dan yang kedua ada yang bengkok. Jadi yang kami ambil, yang lurus, untuk kami pilih untuk disemai. Kenapa yang lurus kami ambil?

Kalau yang lurus kami ambil, ketika kami semai, itu tumbuh, ya lurus. Kalau yang bengkok, berarti bengkok juga dia tumbuh. Itu sampai kami pisahkan yang lurus dengan yang bengkok jalurnya itu.

Harapannya adalah... Ketika dikelola oleh adat masyarakat yang bekerja, penanaman pohon, misalnya durian, saya ingin bahwa ada korporat rakyat, bukan korporat swasta. Korporat rakyat ini maksudnya kerjasama misalnya. Mereka menanam durian di sepanjang ratusan hektare, kopi dan seterusnya.

Ini mereka kelola bersama. Kelola bersama untuk ekonomi dia bersama. Sehingga kawasan ini tidak hancur, tidak rusak. Sinergi masyarakat dan pemerintah baik di tingkat lokal maupun pusat sangat dibutuhkan untuk menjaga kelestarian hutan. Namun yang terjadi malah sebaliknya.

Sehingga berdasarkan mekanisme tetap-tetap trip pasal 3.12 dan 3.13 mengacu kepada pasal 1.64 yang disampaikan tadi. 5 Oktober 2020, DPR mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja. Jokok, bisa disepakati? Sepakat, Biroa!

Undang-undang yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo itu dirancang mempermudah masuknya investasi ke Indonesia. Salah satu dampak dari UU Cipta Kerja itu adalah memburuknya tata kelola hutan. Ekosok ingin melihat dampaknya di lapangan.

Ya kalau terhadap tata kelola hutan ya, ya UU CK ini kalau dibaca pasal-pasalnya udah jelas. Ini punya dampak besar terhadap tata kelola hutan. Kekhawatiran ekosok itu terbukti. Setahun Undang-Undang Cipta Kerja berlaku, penjarahan hutan semakin marak. Repotnya, di saat illegal logging kembali marang, PU Cipta Kerja mencabut kewenangan pemangku hutan di daerah.

Ini adalah kantor kesatuan pengelolaan hutan Pogogul, Kabupaten Buol. KPH Pogogul bertanggung jawab mengawasi kawasan hutan di Kabupaten Buol seluas 200.000 hektare. Jadi dengan terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja itu bahwa untuk kewenangan KPH itu hampir seluruhnya sudah ditarik, bahkan seluruhnya.

Karena tidak ada lagi kewenangan KPH. Jadi KPH itu sekarang itu ke provinsi pun tidak akan dapat dana. Karena berdasarkan RPJM.

RPJM Kementerian dan RPJP Provinsi itu tidak ada cantolannya lagi untuk mendapatkan dana. Maka oleh karena itu KPH sekarang itu tinggal mengawasi dan melaporkan terkait dengan kegiatan-kegiatan yang ada di dalam kawasan hutan. Bagi Sigi, yang 2 per 3 wilayahnya adalah hutan, UCK ini bisa menjadi mimpi buruk. Jadi bukan berarti saya menolak, tidak.

Tapi minimal undang-undang ciri-ciri kerja bisa disesuaikan dengan lingkungan yang ada. Saya tidak tahu bagaimana tata kelola hutan, kawasan kita di, khususnya juga keupatan Sigi yang belum ada, tapi kalau itu betul-betul menerobos ke dalam, wah ini juga akan berbahaya. Jadi minimal, saya tidak bilang juga. Harus disesuaikan dengan adat, budaya, karifan lokal, dan situasi kondisi lingkungan masyarakat yang ada.

Sehingga di setiap tempat ini kan berbeda, berbeda budayanya. Kalau di kita tetap menjunjung tinggi adat-adat. Saya pikir itu. Salah satu desa di Sigi yang menjunjung tinggi adat itu adalah desa Toro.

Bahkan pemerintah Kabupaten Sigi sudah mengeluarkan perda pengakuan hutan adatnya. Namun sayang, pengakuan itu dianulir pemerintah pusat. Namanya Yanwin, pekerjaannya sebagai tondongata. Sebagai tondongata, Yan Win bertugas menjaga hutan toro. Sudah 20 tahun, Yan Win menjadi tondongata.

Yan Win hafal betul kawasan hutan toro. Ini tondongata, maksudnya ini pal ini tidak bisa dirusak, maksudnya tetap dia di sini. Tapi menurut tondongata, biar kami geser ke sana karena ini tidak akan merusak juga ini, ini macam oma ini. Karena kami tahu juga jangan sampai di miringan, karena ini belum ada miringan sekali ini, belum. Berarti masih bisa kami berkebun di sini.

Biar ini tidak bisa dirusak, biar saja di sini. Oma yang dimaksud Yanwin adalah satu kawasan yang bisa diolah warga. Namun karena ada patok, warga tak berani mengolah kawasan ini.

Yang dari depannya kita yang masih dekat ini, kebun. Kebun, habis itu oma. Yang jauh sedikit sana itu wana.

Yang ini, yang muncul ini. Yang agak biru-biru sana warna kiki sudah. Batas-batas hutan yang dijelaskan Yanuin ini bukan hanya batas imajiner.

Warga Toro bahkan sudah memiliki peta zonasi hutan mereka. Zonasi hutan Toro terbagi menjadi tiga, yakni Oma, Wana, dan Wanangkiki. Bagi masyarakat Adetoro, hutan adalah bagian dari kosmologi kehidupan mereka. Mereka tunduk pada hukum adat yang mengatur hubungan antar warga dan dengan lingkungannya.

Dan untuk itu, manusia yang ditempatkan dalam... Ekologi tadi mempunyai tempat yang istimewa sebenarnya. Dan untuk itu pula, ketika dia berhubungan dengan alam, kami mempunyai satu sistem untuk mengelola ekologi dan termasuk kinerja alam yang ada di dalam, supaya ada keteraturan.

Itu dalam pandangan secara idealisnya, seluruh instrumen adat yang ada. pemerintah. Beberapa tahun lalu, masyarakat Adatoro mengajukan area 9.750 hektare sebagai kawasan hutan adat mereka. Namun pemerintah pusat hanya menyetujui 1.600 hektare. Warga Toro menolak.

Kenapa kami menolak yang 1.000? hektare tersebut karena menurut kami ini tidak tepat. Sebab sudah ada kebun di dalam, ada sawah, ada perumahan.

Berarti kalau kami menerima itu, rumah, kebun, dan sawah masyarakat itu harus kami jadikan hutan kembali. Karena salah satu poin kesepakatan untuk menjadi hutan adat itu tidak merubah fungsi hutan. Dan bukan memahami buka mati, tapi kita harus berhutang.

Kita harus berhutang. Tradisi dan kearifan lokal masyarakat Toro diwarisi dari nenek moyang mereka. dan akan diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Sekolah adat ini adalah cara masyarakat adat toro menanamkan nilai dan norma mereka kepada anak-anak mereka. Pengajarnya adalah para tetua adat toro yang tergabung dalam lembaga adat Ngata Toro. Bona adat ini, memai maronto loko toro, loko Ngata Toro kan kami.

Bona memai maronto loko toro, bon adat. Artinya? Artinya supaya tidak hilang, supaya tidak punah adat-adat.

Tujuh rara kami, Kola Adai, melahirkan pemimpin toro ke depannya yang betul-betul bisa menjalan, mempahalengku adat. Salah satu targetnya itu bagaimana mentransformasi pengetahuan tentang kearifan, tentang adat kepada generasi kami. Kalau kami berjuang untuk melindungi, menjaga kearifan kami, kami tidak akan selesai di kami. Kami mempersiapkan generasi supaya memimpin toro ke depannya juga bisa menjaga itu. Kabupaten Buol dan Sigi menghadapi masalah masing-masing dalam pengelolaan hutan.

Namun, dua daerah itu menunjukkan tata kelola hutan lebih berdampak positif jika melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif. Sayangnya, partisipasi masyarakat justru dilemahkan oleh UU Cipta Kerja. Sesuai dengan fakta temuan ya, rekomendasinya tidak ada lain selain kalau mau mempertahankan hutan.

Barus membenahi betul-betul ya sistem tata kelola hutan ini dari segala aspek termasuk aspek partisipasi masyarakat. Banyak aspek misalnya dari perencanaan yaitu melibatkan semua pihak yang terlibat di dalam tata kelola hutan.