Assisi Telisik Suwarnadwipa didukung oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi dan Balai Media Kebudayaan Kalau gak gara-gara orang Perancis, kerajaan ini bakal lenyap dari sejarah? Sriwijaya, adidaya yang menggetarkan Asia Tenggara di masa lampau, memiliki kesejarahan yang masih terselubung misteri. Benarkah imbarium ini dibangun bareng bajak laut seperti One Piece?
Dan benarkah raja-raja yang kepingin masuk Islam hingga menulis surat pada kalifah? Oke teman-teman, kita masih di Indonesia, tepatnya di Suwarnadwipa alias Sumatera. Dan kita akan telisi kemaharajaan terkuat yang pernah ada di sana.
Yuk! Intro Sebuah kemaharajaan adidaya bersinar di bumi Sumatera di paru akhir abad 7. Penguasanya kerap menebar ancaman disertai kutukan, yang salah satunya dipahat pada tahun 686 Masehi. Bongkahan batu Waktu itu, kini kita kenal sebagai prasasti kota Kapur.
Namun, nyaris satu milenium semenjak keruntuhannya, tak seorang pun, termasuk warga Sumatera, mengingat kemaharajaan ini. Hingga tahun 1892, Belanda menemukan prasasti Kota Kapur yang baru bisa dibaca 20 tahun kemudian oleh Hendrik Kern, pakar bahasa Sangsekerta. Di dalamnya muncul kata Sriwijaya yang oleh Kern diklaim sebagai nama raja yakni Sri Paduka Wijaya. Namun pembacaan itu terasa janggal meski ya harus ditelan juga oleh para sejarawan. Untungnya, arkeolog George Coedis dengan brilian memecahkan kejanggalan itu layaknya detektif.
Gimana caranya? Dengan menggunakan logika bahasa Di baris keempat, prasasti kota Kapur terekam kata-kata sang raja Barang siapa tidak setia padaku, hendaknya dihukum pasukan para datu Sriwijaya Koedis melogika, bila Sriwijaya dianggap nama orang Dan sama dengan aku atau ku dalam prasasti Secara sintaksis jadinya janggal Karena tiba-tiba kata ganti orang pertama berubah menjadi orang ketiga di akhir kalimat Maka pada tahun 1918, Koedis mengusulkan Sriwijaya adalah nama kerajaan Baru kalimatnya terasa pas Masyarakat ilmiah pun bersorak sore Dan sejak itu dunia kembali mengenal kedatuan Sriwijaya Berarti yang bilang Sriwijaya fiktif karena cuma nama orang, kaptik tuh ilmunya Ayo kita ungkap sejarah Sriwijaya Terangkat! Bang! Lahirnya Kedatuan Sriwijaya. Tahun 682 Masehi, pada momen peringatan Waisa, Dapuntahyang mengerahkan 20.000 prajurit dengan perbekalan 200 peti di atas perahu.
Rombongan ini menyusur sungai dengan pengamanan 1.312 infantil. kemungkinan di sisi kiri dan kanan sungai. Prasasti Kedukan Bukit mengabarkan, mereka bertolak dari Minangatamuan menuju Mukaupang untuk membuka Wanua atau Wilayah Baru, diikuti doa kejayaan Sriwijaya.
Inilah pertama kalinya Sriwijaya tercatat dalam prasasti dan seseorang yang bergelar Dabuntahyang itu diduga pendiri kedatuan Sriwijaya. Namanya Sri Jayanasa menurut prasasti Talang Tuwo yang terbit dua tahun setelah Muka Upang dibuka. Muka Upang kemungkinan berada di sekitaran Sungai Musi, tempat Sri Jayanasa membangun Kebun Raya Sri Kesetra bagi rakyatnya. Kedatuan Sriwijaya berkembang menjadi kemarin.
kemarajaan yang kuat. Beberapa prasasti yang diterbitkannya adalah Prasasti Telaga Batu, Prasasti Kota Kapur, Prasasti Karangberahi, dan Prasasti Palas Pasema. Uniknya nih, semua prasasti itu berisi ancaman dan kutukan bagi penduduk Melayu di hulu Batanghari, Pulau Bangka, hingga ke Lampung Selatan.
Sebagai kemarajaan yang melintas pulau dan merajai Lautan Barat Nusantara selama lima abad, prasasti-prasasti Sriwijaya terbilang sedikit. Tapi semuanya namanya berbahasa Melayu kuno, bahasa rakyat Sriwijaya sendiri. Ini menarik, karena saat itu, di Nusantara, yang lagi ngetrend adalah prasasi berbahasa sangsekerta, made in India. Menurut saya, bangga berbahasa ibu inilah salah satu kualitas penting Sriwijaya yang patut kita ajungin jempol. Gak heran bila Sriwijaya terus tumbuh dan berkembang menjadi Negeri Kaya Bertabur Emas.
Selat Malaka adalah jalur perdagangan terseksi dalam sejarah kelas Nusantara. Ia mempertemukan komoditas rempah-rempah dari Nusantara Timur dan beras dari Jawa. Dengan jalur dagang Asia Barat melalui India dan jalur dagang ke Tiongkok di utara.
Dan posisi Sumatera ya di sini ini. Ibarat ruko, ia berada di tepi jalan yang paling ramai dengan lahan parkir yang aman dan nyaman. Penasaran, banyak cukit liarnya gak ya? Sungai Batanghari dan Sungai Musi menjadi jalur cepat yang mengantar komoditas pedalaman menuju hilir langsung menyentuh pasar dunia. Apalagi ditambah ada angin muson 6 bulanan yang memaksa kapal-kapal singgah di Sumatera untuk waktu yang lama.
Maka munculah wanua-wanua atau wilayah independen yang dipimpin Datu yang mencoba peruntungan di sana. Salah satu wanua itu ya Sriwijaya dirintis Sri Jayanasa yang saya ceritakan tadi. Masih ingat kan?
Setelah pindah ke Sungai Musi, Wanua Sriwijaya melesat cepat menjadi Wanua utama, hingga Wanua-Wanua lain berinduk padanya. Mandalanya bahkan mencapai seluruh Sumatera, Singapura, dan Malaysia, hingga ke Thailand Selatan. Menurut kronik Tiongkok dinasti Song, Mandala Sriwijaya meliputi 15 kerajaan. Nah, kekayaan Sriwijaya bisa kita lacak dari persembahan mereka kepada Kaisar Tiongkok. Ada gading, air mawar, kurma, persik pipih, gula putih, cincin kristal, gelas, terumbu karang, parfum, obat-obatan, jula badak, dan kain katun.
Komoditas aslinya adalah rotan, getah kinomel, kemarah, gaharu, buah pinang, dan kelapa. Dalam catatan Arab disebut juga, komoditas Sriwijaya adalah emas alias warna. Gak heran orang Jawa menjuluki Pulau Sumatera sebagai Swarnadwipa alias Pulau Emas. Dicatat juga ada timah, gaharu, kamper, kayu cendana, dan gading, serta rempah-rempah berupa pala, cengkeh, kemukus, dan kabulaga. Pantes Sriwijaya tajir melintir.
Tapi masih ada loh sumber bundi-bundi lain Sriwijaya. Nanti kita bahas ya. Yang pasti, begitu melihat lokasi sebaran perasasi-perasasi kutukan Sriwijaya, saya langsung tahu Sri Jayanasa mengincar dua lintasan besar antara antara lautan India dan lautan Tiongkok. Sampai-sampai kerajaan ini pun terlibat dalam operasi militer ke bumi Jawa.
Sriwijaya memiliki angkatan laut yang kuat. Ini terbukti saat pulau Jawa, pesaing terkuatnya di Selat Sunda, Ogah Tunduk. Sri Jayanasa langsung datang menggempur. Arkeolog Hasan Jafar pernah meneliti sumber-sumber dari Sunda, mulai dari Prasasti hingga kompleks percandian Batu Jaya di Jawa Barat. Ia menduga kuat kerajaan di Pulau Jawa yang dihancurkan itu adalah Kemaharajaan Taruma yang berkuasa sejak abad 5. Taruma Nagara ini pernah kami ulas di seri Monarki Nusantara ya, pada tautan di atas atau di deskripsi.
Kalau dugaan ini benar, kebayangkan saking ganas jabala tentara Sriwijaya lawannya lenyap dari sejarah. Tapi di abad 8 bangkit Kemaharajaan Medang di Pulau Jawa. Yang terakhir. Giat mengirim ekspedisi untuk Menggempur pesisir timur Indochina Sriwijaya gak mau kalah Ia mengambil sisi barat Meluaskan wilayah di Semenanjung Melayu Hingga Thailand Selatan Berdasar Prasastelikor Inilah masa ketika Nusantara begitu adidaya Di Asia Tenggara Diwakili Medang dan Sriwijaya Tapi yang bikin saya tersentak Prasastelikor memuji-muji Raja Sriwijaya sebagai pemimpin Wangsa Sailendra Wangsa Sailendra, itu kan yang bangun Borobudur, Bang. Menarik, kan?
Menurut N.G. Krum, Raja Sriwijaya kala itu kemungkinan adalah Dharmastu. Landasannya Prasastinalanda, yang terkenal karena di dalamnya ada Balaputra Dewa, penyumbang universitas tertua di India. Mari kita meluncur ke abad 9 saat Bala Putra Dewa muncul ke panggung sejarah sebagai Raja Sriwijaya.
Selain Sri Jaya Nasa, inilah penguasa Sriwijaya yang namanya disebut dengan jelas. Bala Putra Dewa Beken karena dicatat dalam prasasti Nalanda sebagai raja yang menyumbang satu asrama pendidikan Buddhis di Universitas Nalanda India. Serunya nih dari prasasti ini kita jadi tahu siapa saja penguasa-penguasa Sriwijaya sebelum Balaputra.
Ibu Balaputra Dewa bernama Tara putri Raja Dharmastu sementara ayahnya adalah Samara Grawira. Nah kakek Balaputra Dewa digelari Saila ...wangsa Tilaka, yang berarti permata wangsa Sailendra. Dari sini muncul deh berbagai teori tentang wangsa Sailendra di Jawa dan di Sumatera.
Ada yang bilang, Bala Putra Dewa kabur dari Jawa karena kalah perang. melawan rakyat pikatan di Medan, lalu jadi raja di Sriwijaya. Ada lagi yang bilang, Sailendra itu aslinya dari Sumatera, yang di Jawa cuma kerajaan bawahan. Stop bang, mendadak puyeng nih.
Jadi mana yang benar? Nah, yang mau saya membahas asal usul bangsa Sailendra di video terpisah, langsung komen ya. Anehnya, nama-nama Raja Sriwijaya selepas Bala Putra Dewa tak terlacak lagi dalam catatan sejarah.
Namun, kronik Tiongkok dari dinasti Song sempat menyinggung betapa intens dan banyaknya utusan Sriwijaya yang wira-wiri ke Tiongkok setelah masa Bala Putra Dewa. Saya jadi curiga, apa jangan-jangan Sriwijaya panik oleh kebangkitan Jawa? Tentu. Dan berusaha mengamankan arus perdagangannya melalui relasi dengan Tiongkok.
Indi lala, Jawa pun mengirim diplomatnya ke Tiongkok. Ada diplomasi, siapa nih yang menang? Tentu yang ketawa Karen yang paling jago. Kalau kalian sudah pasti kalah.
Persaingan dua raksasa ini akhirnya pecah menjadi konflik terbuka dan berkepanjangan. Memasuki abad 10, konflik itu semakin panas. Berita dinasti Song ini dikonfirmasi sumber dari Jawa, yakni Prasasti Anjuk Ladang yang mencatat bahwa orang-orang Malayu datang menggempur jantung medang di Jawa Timur. Peristiwa ini pun pernah kami ulas pada tahunan di atas atau di reskit. Seorang pengelana Arab, Al-Masudi, merekam di masa itu Sriwijaya adalah negara kaya dengan bahan tentara melimpah.
Mungkin saking sengitnya pertempuran melawan Sriwijaya, Busindo, penguasa merasa perlu mendirikan Tugu Peringatan atau Jayastamba untuk merayakan kemenangan Medang. Pada tahun 992, giliran Jawa mengobrak abrik jantung Sriwijaya, dan kita tahu ini dari caratan dinasti Song. Saat itu Jawa dikuasai Maharaja Medang Dharma Wangsa Teguh dari dinasti Isyana cicit nyambu sindok tadi. Agaknya kekalahan ini mendorong Sriwijaya bertindak ekstrem untuk melenyapkan Medang. Dan ini hasilnya.
Maha Pralaya, kematian besar di Jawa. Demi merontokkan gigi medang, Sriwijaya membangun aliansi dengan Tiongkok dan India. Caranya, masing-masing calon sekutunya dihadiahi candi. Kronik dinasti Song mengabarkan, Raja Sriwijaya, Cundamani Warmadewa, membangunkan candi budis agar Sang Kaisar berumur panjang. Bahkan Sang Kaisar diminta memberi nama Tiongkok untuk candi itu.
Di India beda lagi, candinya dibangun di Nagapati 6, dipersembahkan untuk Raja-Raja 1 dari Jawa. Tapi, nama candinya pakai nama Raja Sriwijaya. Kok nggak adil bang? Namaku saja lebih bagus. Setelah aliansi terjalin kuat, bidikan Sriwijaya diduga diarahkan ke Jawa.
Pada tahun 1016, Maharaja Dharma Wangsa Teguh menggelar hajatan besar. Putrinya ia nikahkan dengan Pangeran Erlangga dari Bali. Eh ujuk-ujuk munculah Ajiwura Wari Bukannya bawa amplop Ia malah datang bersama pasukannya Kerajaan Medang luluh lanta akibat serangan itu Hingga masyarakat Jawa mengenang peristiwa itu sebagai maha pralaya Atau kematian besar Fiks, Bang Mura ini tamu kodangan terburuk dalam sejarah kita Dan Erlangga mantan tersial gagal malam pertama Hahaha Saat itu Sriwijaya dipimpin Marawijaya Tunggawarman Put putra Jundamani Warmadewa. Dengan tumpasnya kemaharajaan Medang, Sriwijaya makin berkibar mendominasi Nusantara Barat.
Wilayahnya luas meliputi Sumatera, semenanjung Melayu, hingga ke Tanah Genting Kera di Thailand. Dan dinasti Chola melalui piagam besar yang terbit di sekitar peristiwa Mahapralaya memuji-muji Junda Mani Warmadewa dan Mara Wijaya Tunggawarman sebagai keturunan wangsa Sailendra, penguasa Sriwijaya dan Kedah. Wah, menyala abangku! Ada yang menduga ini gara-gara bajak laut yang direkrut Sriwijaya. Sejak Sri Jayanasa, Raja Pertama Sriwijaya mengiring keberangkatan Ising ke India.
Ia tahu pentingnya menguasai Kedah yang kini masuk wilayah Malaysia. Piagam besar Leiden, yakni 21 piagam tembaga berbahasa Sangsekerta dan Tamil, menggelari Raja-Raja Sriwijaya di abad 11 sebagai kata hadir. Dipati dan Sriwisaya Dipati Artinya, penguasa Kedah dan penguasa Sriwijaya Menurut peneliti sejarah Yosef Geli Ini berarti Raja-Raja Sriwijaya menggenggam dua wilayah yang menjadi pusat kemajuan Satu, Sriwijaya selaku ibu kota utama Dan dua, Kedah, bandar rame untuk untuk jalur pulang pergi ke India. Memang muncul dugaan Sriwijaya meng-hire bajak laut, untuk memaksa para pedagang berlaku. di tempatnya.
Tapi itu hanya analisis ya dan sumber sejarahnya sebenarnya nggak jelas. Ada sih sumber-sumber Tiongkok seperti Ling Wai Daida dan Su Fan Xi yang menyebut jika ada kapal dagang yang lewat dan gak mampir kapal itu bakal diserang dan dimusnahkan. Tapi sumber-sumber ini berasal dari abad 12 hingga 13 jauh setelah Sriwijaya runtuh akibat serangan Chola. Ini jelas sumber punder ya.
Mungkin ya, wilayah-wilayah bekas mandala Sriwijaya gagal mengatur pasukan lautnya, sehingga mereka berubah menjadi perompak. Padahal di masa keemasannya, pada abad 7 hingga 10, Sriwijaya mestinya malah rajin menumpas bajak laut, demi mengamankan jalur Selat Malaka hingga Selat Sunda. Apalagi, ini efeknya langsung kebundi-bundi kekayaannya yang terjadi.
Terus ikuti ya teman-teman Kita akan mengungkap rahasia kemakmuran Sriwijaya yang lain Benarkah Raja Sriwijaya ingin masuk Islam Sampai berkirim surat pada Khalifah Dan kok bisa kerajaan sedik daya itu malah hancur. Namun sebelumnya jangan lupa untuk subscribe, like, dan share link video ini. Jangan re-upload ya. Klik juga link di atas atau fitur super thanks bila Anda ingin mendukung dalam hal pendanaan untuk mengembangkan kanal yang akan memperkaya perspektif Anda.
Jandi-jandi Sriwijaya dan letak ibu kotanya. Sejak berdiri di abad 7 hingga hancur di abad 11 kedatuan Sriwijaya bercorak buddhis. Malah saya curiga kekayaan Sriwijaya nggak cuma datang dari perdagangan, tapi juga dari penguasaan jalur seara Buddhis.
Banyak tokoh besar Buddhis yang datang mengunjungi Sriwijaya, diantaranya Ising, Sakyakirti, Dharmakirti Sri, hingga Atisha Srijinana di Pangkara yang mengembangkan Buddhisme di Tibet. Makanya saya agak kaget bila di Sumatera ada banyak candi meski dominan candi Buddhis. Misalnya, Kompleks Candi Muara Takus yang ada di Desa Muara Takus, Kabupaten Kampar, Riau. Stupanya unik dan dinamai Stupa Mahligai.
Lalu, Candi Biarubahal yang bentuk silindrisnya bikin saya keinget sama Candi Jabung di Probolinggo. Kukira roket, ternyata candi. Ada juga situs-situs lainnya yang berukuran lebih kecil, namun cukup banyak. Tapi yang paling spektakuler, tentu saja Kompleks Perjandian Muarujambi di Jambi, yang diklaim sebagai kompleks perjandian terluas di Asia Tenggara. Kebetulan saya diundang kantor perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi dan Balai Media Kebudayaan untuk menelisi KJBN Muarujambi.
Dengan melihat sisa-sisanya di masa kini, bisa kebayang gimana mengesankannya kompleks perjanjian ini di masa itu. Curiga nih bang, apa jangan-jangan ini ibu kotanya Sriwijaya? Eh, ibu kota Sriwijaya belum diketahui pasti ya, dan memancing banyak dugaan.
Sejarawan JL Mons berpendapat pusat Sriwijaya ada di Kedah lalu pindah ke sekitar Muara Takus. Sejarawan Ersi Majumdar malah yakin pusat Sriwijaya di Jawa. Ada juga yang meyakini pusat Sriwijaya di Jawa. di Jambi. Misalnya Arkeolog Sukmono berdasar banyaknya temuan arkeologis di walaya ini, yaitu kompleks perjanjian Muaro Jambi.
Apalagi isi ngasih kita petunjuk, di bulan September orang Sirwijaya tidak punya bayangan. Itu lebih cocok dengan situasi di Jambi ketimbang di tempat lain di Sumatera Tapi kalau menurut saya nih Orang Sriwijaya yang tinggal di luar ibu kota pun Akan tetap disebut Itzing sebagai orang Sriwijaya kan Untuk sementara mayoritas sejarawan sepakat Palembanglah pusat pemerintahan Sriwijaya Tentu sampai ditemukan bukti yang lebih kuat Luas Nian jadi muaruh Jambi Kalau bukan ibu kota terus apa Bang Asisi? Penasaran atau penasaran?
Barang ulama? Di internet cukup rame loh artikel tentang Raja Sri Indra Warman dari Sriwijaya yang mengirim surat ke dinasti Umayyah. Tepatnya ke Khalifah Umar bin Abdul Aziz sekitar tahun 718. Konon Raja Indra Warman meminta seorang ulama dikirim ke Sriwijaya agar ia bisa belajar agama. Biang dari artikel-artikel ini adalah sejarawan modern bernama Syed Khudrat Fatimi yang menulis buku Two Letter from Maharaja Tunda Khalifah. Fatimi mengklaim sumbernya adalah buku puisi al-Ikhid Al-Farid yang ditulis Ibnu Abdurrabi pada abad 10. Nyaris dua abad setelah zaman Sang Khalifah.
Tapi kalau kita membaca tulisan yang dikutip Fatimi, gak ada nama Sriwijaya di situ. Yang ada hanya Al-Hin. Al-Hin ini dikisahkan punya gajah, dua sungai, gaharu, dan lain-lain.
Lo gimana tuh? Al-Hin kan artinya Raja India. Dan yang punya gajah, sungai, gaharu, lo gak cuma Sriwijaya. Pinter.
Dalam prasasti-prasasti dan suratnya ke Tiongkok pun, para Raja Sriwijaya tidak pernah menyebut dirinya sebagai Al-Hin. Raja-raja kedatuan Sriwijaya cukup tegas menyebut dirinya sebagai Raja Sriwijaya. Dan surat-surat mereka ke Tiongkok selalu menyandang nama Sang Raja.
Meski begitu ditranslasi ke bahasa Tiongkok, jadi sulit dikenali lagi. Selain itu, nama Sri Indra Warman tidak ada dalam sumber primer Sriwijaya. Itu cuma analisis sejarawan Selamet Mulyana. Dan yang paling penting, sumber-sumber primer baik Prasasti maupun Kronik Tiongkok menunjukkan para datu Sriwijaya tidak tertarik agama lain selain Buddhis.
Karena satu setengah abad setelah masa Umar bin Abdul Aziz, Bala Putra Dewa malah membiayai proyek pembangunan salah satu asrama Universitas Buddhis di Nalanda, India. Jadi, tanpa mengurangi rasa hormat bagi mereka yang meyakininya. Bagi saya, cerita surat Sriwijaya untuk Khalifah tidak punya dasar kesejaran yang jelas.
Hanya otak atik gatuk penulis Fatimi pada keterangan dua sungai, gajah, dan gaharu dalam sebuah buku puisi. Hingga hari ini pun tidak terbukti bila surat itu benar-benar ada. Sriwijaya tetap kedatuan buddhis hingga pada hari keruntuhannya yang ternyata disebabkan oleh Salah pilih teman bikin Sriwijaya koid.
Ingat cerita saya tadi, bagaimana Sriwijaya di abad 11 semakin moncer setelah beraliansi dengan Kerajaan Chola di India Selatan? Saat itu, Kemaharajaan Medang di Jawa hancur akibat Mahapralaya dan Maharaja Chola. memuji-muji penguasa Sriwijaya.
Apesnya, Sriwijaya ternyata salah pilih teman. Menurut Argelok George Koidis, Maharaja Raja-Raja Satu dari Chola, sahabat Sriwijaya itu buangga banget karena berhasil menakluk. ditaklukkan 12.000 pulau. Diduga yang ditaklukkan adalah Maldives alias Maladewa.
Iyalah, ibu kotanya diduduki pulau-pulau lain ikut semua. Mungkin sudah tradisi keluarga ya. Anaknya Rajendra Chola I juga ngebet dikenal sebagai penakluk pulau-pulau.
Sialnya, saat ia berkuasa, kemaharajaan kepulauan terbesar adalah Teng-Teng Sriwijaya. Maka, sejak tahun 1770, dan puncaknya pada tahun 1025, Raja Indrasola I menggempur Sriwijaya di Sumatera dan Kedah. Gile, ponco papaknya diembat juga. Dengan buangga, Raja Chola ini mengelis negeri-negeri yang dicaploknya pada tahun 1030 Masehi. Aslinya, semua itu mandala Sriwijaya.
Prasasi itu juga menceritakan ditangkapnya Raja Sriwijaya, Sang Rama Wijaya Tunggawarman. Oleh sebagian sejarawan, momen ini dianggap sebagai sebuah kejahatan. yang dianggap akhir kemaharajaan Sriwijaya.
Dan hancurnya Sriwijaya adalah karpet merah bagi Erlangga untuk membangkitkan lagi kemaharajaan Medan. Masih ingat kan menantu Dharma Wangsa Teguh yang lolos dari Mahapralaya tadi dan gagal malam pertama? Sriwijaya runtuh, Jawa berkibar. Setelah Sriwijaya tutup usia pada abad 11, pelan tetapi pasti Jawa mendaki puncak hegemoni di Nusantara.
Di abad 12, kronik Tiongkok Lingwai Taita bahkan memuji kekayaan Jawa nomor 2 setelah semenanjung Arab. Di Sumatera, Jambi memerdekakan diri dari ex-mandala Sriwijaya, mengawali bangkitnya kerajaan Malayu Kuno atau Dharma Seraya. Prasasigrahi mencatat penguasanya adalah adalah Trilogia Raja Maulibusana Warmadewa. Sayang seribu sayang, hingga abad 13, Sumatera makin melemah.
Meski masih menguasai semenanjung Melayu dan Barat Nusantara, tentara lautnya merosot menjadi perompak. Ini tercatat dalam tulisan orang Tiongkok, Chau Jokwa. Akhirnya, bekas-bekas wilayahnya dibabat habis oleh orang Thai di satu sisi dan Jawa di sisi lainnya.
Pada tahun 1286, Maharaja Kertanegara dari Singasari mengirimkan arca Amogapasa Lokeswara ke Kerajaan Dharma Seraya. Ada yang menganggap arca ini dikirim sebagai tanda persahabatan berdasar prasasti padang rujo yang terpahat di lapi arca. Apalagi ada imbuhan, semoga hadiah ini membuat gembira segenap rakyat di bumi Malayu.
Namun ada pula yang menganggap peletaan arca ini adalah simbol dominasi Jawa di Sumatera. Apalagi para raton memberitakan pengiriman itu didahului serangkaian operasi militer yang disebut PAMALAYU. Awalan PAH dalam para raton konsisten menunjuk pada operasi militer, bukan persahabatan. Ditambah, Prasasipadang Rojo memuji kerta negara dengan gelar MAHARAJADIRAJA.
Sementara Raja Dharma Seraya, yakni Serimat Tribuwana Raja Mauli Warma Dewa hanya digelari Maharaja saja ya, kali moto hidupnya setiham belbang namun terlepas dari pendapat mana yang benar yang terjadi sesudahnya jauh lebih lebih menggemparkan ketika arca dan prasasi itu dikirim ke Sumatera kemarajaan Singhasari di Jawa malah hancur oleh pemberontakan jaya Katwang dari gelang-gelang kan tiap berusaha menguasai Sumatera Jawa mesti hancur ya sama aja Sumatera habis menyerang Jawa juga hancur dilibas konco dewe makanya kalau kita belajar dari sejarah mending Jawa Sumatera temenan aja kau saling menyerang di dunia nyata dan di dunia maya nanti malah hancur sendiri memasuki abad 14 caratan Tiongkok dinasti Ming menyiratkan Sumatera sudah tidak mungkin lagi dipersatukan seperti zaman Sriwijaya akhirnya pecahan-pecahan kecil ini dirangkul dalam mandala Majapahit penerus Singasari dan ini tercatat dalam Kakawin Nagara Kartagama lantas pada tahun 1347 pejabat tinggi Majapahit Aditya Warman memerintahkan menerikakan Dharma Seraya dari Majapahit. Diduga ia memindahkan pusat kekuasaannya dari Jambi ke pedalaman di Pagaruyung atau Suruasu. Masih ingat arca Amogapasa yang diboyong dari Jawa ke Dharma Seraya?
Bagian belakangnya lalu dipahatin Aditya Warman dengan inskripsi baru yang menggelari dirinya sebagai Maharaja Diraja, kayak kertanegara dulu. Berani ya, padahal Majapahit masih eksis lho. Berani dong, malah di tahun 1377 mereka mengirim utusan ke Tiongkok layaknya induk sebuah mandala. Mereka meminta restu Kaisar Tiongkok agar gelar Silifosih alias Sriwijaya dihidupkan kembali. Menurut kronik dinasti Ming, Majapahit yang mendengar itu langsung membumi hanguskan negeri Melayu tanpa ampun.
Giprah peradaban klasik di Sumatera di penghujung abad 14 pun meredup. Disusul Majapahit kurang lebih seabad kemudian. Dan Sriwijaya, kemarajaan yang pernah menguasai wilayah barat Nusantara, lamat-lamat lenyap dari memori masyarakat kita. Hingga ditemukan kembali oleh koedis orang Perancis itu.
Dalam sidang BPUPKI pertama pada 1 Juni 1945, Insinyur Soekarno menegaskan, dalam sejarah, Indonesia hanya mengalami dua kali nasional stat atau negara kebangsaan, yakni pada masa Sriwijaya dan Majapahit. Dua kerajaan ini pun menjadi model bagi negara kesatuan Indonesia yang akan dibentuk. Maka, jika kita belajar dari sejarah, ketika Sumatera dan Jawa saling menyerang silih berganti, akhirnya hanyalah kehancuran.
Meski leluhur kita dulu gontok-gontokan demi berebut pengaruh, bukan berarti kita harus seperti itu juga. Justru kita yang hidup di masa kini bisa lebih bijak untuk menyadari pentingnya hidup berdampingan dan berkolaborasi demi kemajuan bersama. Sudah saatnya kita lepas sentimen kesukuan, sentimen agama, atau sekat-sekat lain yang memisahkan kita. Jika ingin maju bersama, bersatu adalah harga mati.
Terima kasih tel