Transcript for:
Sejarah Peristiwa Tahkim

Mujadid Media Bismillah Assalamualaikum Sahabat Mujadid Media Rahimahkumullah Pada kesempatan kali ini Mujadid Media akan mengulas mengenai sejarah peristiwa tahkim Masalah politik merupakan sumber perpecahan umat islam yang terbesar. Demikianlah yang dikatakan oleh Aisyah Rastani yang wafat tahun 548 Hijriah. Dalam bukunya Al-Milal wa Al-Nihal dikatakan, dan perselisihan terbesar diantara umat adalah perselisihan mengenai kepemimpinan. Karena tidak pernah pedang dihunuskan dalam islam dengan alasan agama. Sebagai mana sering dihunuskannya pedang. karena kepemimpinan pada setiap zaman. Peristiwa tahkim menempati posisi yang sangat penting dalam sejarah politik pemerintahan Islam. Peristiwa terbunuhnya Usman bin Afan menyebabkan perpecahan umat Islam menjadi empat golongan. Yang pertama yaitu pengikut Usman, yaitu yang menuntut balas atas kematian Usman dan mengajukan Muawiyah sebagai khalifah. Yang kedua, pengikut Ali. yaitu yang mengajukan Ali sebagai khalifah yang ketiga kaum moderat yaitu golongan yang tidak mengajukan calon dan menyerahkan urusan kepada Allah dan yang keempat adalah golongan yang berpegang kepada prinsip jamaah diantaranya adalah Sa'ad bin Abi Waqos, Abu Ayyub Al-Ansuri, Usman bin Zaid, dan Muhammad bin Maslamahh yang diikuti oleh 10.000 orang sahabat yang memandang bahwa Usman dan Ali sama-sama sebagai pemimpin Terima kasih Setelah wafatnya Usman, Ali adalah calon terkuat untuk menjadi khalifah karena banyak didukung oleh para sahabat senior. Bahkan para peperontak kepada khalifah Usman mendukungnya, termasuk Abdullahlah bin Sam. Ali adalah putra Abi Talib Ibnuu Abdullah Muttalib. Ia adalah sepupu Rasulullah SAW yang kemudian menjadi menantunya dengan menikahi putri Rasulullah SAW. Muhammad al-Nasir mengatakan, Ali termasuk salah seorang yang baik dalam memainkan pedang dan pena. Bahkan ia terkenal sebagai seorang orator. Ia juga seorang yang pandai dan bijaksana. Sehingga menjadi penasihat pada zaman khalifah Abu Bakar, Amar, dan Usman. Ia mengikuti hampir semua peperangan pada zaman Nabi Muhammad SAW. Bahkan ia tidak sempat ikut membayat Abu Bakar. karena sibuk mengurus jenajah Rasulullah SAW. Pengukuhan Ali bin Abi Talib menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga khalifah sebelumnya yaitu Abu Bakar, Amar bin Khotob, dan Usman bin Afan. Ali dibaiat di tengah-tengah suasana berkabung atas meninggalnya Usman, bertentangan dan kekacauan sosial politik, serta kebingungan umat Islam Madinah. Setelah Usman terbunuh, Kaum pemberontak mendatangi para sahabat senior satu persatu, seperti Ali bin Nabi Talib, Tolhah, Zuber, Sa'ad bin Nabi Wakos, dan Abdullahlah bin Amar, agar mereka bersedia menjadi khalifah, namun mereka semua menolak. Pada dasarnya para pemberontak maupun kaum ansur dan muhajirin lebih menghendaki Ali sebagai khalifah. Ia didatangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok tersebut agar bersedia dibayat menjadi khalifah. Namun ia menolak. Ali bin Abi Talib menghendaki agar urusan itu diselesaikan melalui musawarah dan mendapat persetujuan dari sahabat-sahabat senior terkemuka. Setelah masyarakat mengungkapkan bahwa umat Islam perlu segera memiliki pemimpin agar tidak menjadi kekacauan yang lebih besar. Akhirnya Ali bersebiah di Bayat menjadi khalifah. Ali bin Abi Talib di Bayat pada tahun 35 Hijriah atau 656 Masahi. oleh mayoritas rakyat dari Muhajirin dan Ansor, serta para tokoh sahabat seperti Tolhahh dan Zuber. Meskipun ada beberapa orang sahabat senior yang tidak ikut membaikat, seperti Abdullahlah bin Amar, Muhammad bin Maslamah, Sa'ad bin Abi Waqos, Hani bin Talib, dan Abdullahlah bin Sam, yang waktu itu berada di Madinah. Ibnu Amar dan Sa'ad bersedia membaikat kalau seluruh rakyat sudah berbaikat. Dengan demikian, Ali tidak dibayat oleh kaum muslimin secara aklamasi. Karena banyak sahabat senior saat itu tidak berada di kota Madinah. Mereka tersebar di wilayah-wilayah takhlukan baru. Salah seorang tokoh yang menolak untuk membayat Ali dan menunjukkan sikap konfrontasi adalah Muawiyah bin Abi Sufyan yang merupakan keluarga Usman dan Zuber Sam alasan yang diungkapkan karena Ali bertanggung jawab atas terbunuhnya Usman pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Talib dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang tidak stabil karena adanya pemberontakan dari sekelompok kaum muslimin sendiri pemberontakan pertama diawali oleh penarikan Bayat oleh Tolhahh dan Zuber dengan alasan bahwa khalifah Ali tidak memenuhi tuntutan mereka untuk menghukum pembunuh khalifah Usman. Penolakan khalifah ini kemudian disampaikan kepada Siti Aisyah, yang merupakan kerebatnya di perjalanan pulang dari Makkah, yang tidak tahu mengenai kematian khalifah Usman, sementara Tolhahh dan Zuber dalam perjalanan menuju Basroh. Siti Aisyah bergabung dengan Tolhahh dan Zuber untuk menentang khalifah Ali. Aisyah menolak Ali sebagai khalifah. bisa jadi karena alasan penolakan Ali menghukum pembunuh Usman atau karena pengaruh hasutan mereka berdua. Muawiyah turut andil pula dalam pemberontakan ini, namun hanya sebatas pada usaha untuk meruntuhkan kredibilitas Khalifah di mata umat Islam. Dengan cara menuduh Khalifah sebagai orang yang mendalangi pembunuhan Khalifah Usman, tuntutan mereka tidak mungkin segera dikabulkan oleh Khalifah Ali. Karena menghukum para pembunuh bukanlah perkara yang mudah, Khalifah Usman tidak dibunuh oleh hanya satu orang, melainkan banyak orang dari Mesir, Irak, dan Arab, yang secara langsung terlibat dalam perbuatan makar tersebut. Pada dasarnya Khalifah Ali telah berusaha untuk menghindari pertumpahan darah, tetapi usaha beliau tidak berhasil, sampai akhirnya terjadi pertempuran antara Khalifah Ali bersama pasukannya dengan Tolhahh. Zuber dan Aisyah bersama pasukannya Perang ini terjadi pada tahun 36 Hijriah Tolhah dan Zuber terbunuh ketika hendak melarikan diri Dan Aisyah dikembalikan ke Madinah Peperangan ini terkenal dengan nama Perang Jamal atau Perang Unta Karena dalam pertempuran tersebut Aisyah istri Nabi SAW mengendarai Unta Dalam pertempuran tersebut 20.000 kaum muslimin gugur Sesudah menyelesaikan gerakan tolah dan kawan-kawan, pusat kekuasaan Islam dipindahkan ke kota Kufah. Sejak itu berakhirlah Madinah sebagai ibu kota kedaulatan Islam dan tidak ada lagi seorang khalifah yang berkuasa berdiam di sana. Sekarang Ali adalah pemimpin di seluruh wilayah Islam, kecuali Syria yang dikuasai oleh Muawiyah. Dengan dikuasainya Syria oleh Muawiyah, yang secara terbuka menentang khalifah, memaksa khalifah Ali untuk bertindak. Pertempuran sama Muslim terjadi lagi, yaitu antara angkatan perang Khalifah Ali dan pasukan Muawiyah di kota Tuasifin yang terjadi pada tahun 33 Hijriah. Khalifah Ali menggerakkan 50.000 pasukan untuk menghadapi Muawiyah. Sebenarnya pihak Muawiyah telah terdesak kalah dengan terbunuhnya 7.000 pasukan dari Muawiyah, yang menyebabkan mereka mengangkat Al-Quran sebagai tanda damai dengan cara tahkim. Tawaran perdamaian dengan cara tahkim diterima oleh Ali, agar tidak semakin banyak yang menjadi korban kibat perang saudara dan demi kemaslahatan umat Islam. Dari pihak Ali diutus orang ulama yang terkenal yang sangat jujur, yaitu Abu Musa al-As'ari. Sedangkan dari pihak Muawiyah diutus orang yang terkenal sangat cerdik dalam berpolitik, yaitu Amar bin As. Para pemuka kedua belah pihak menyaksikan secara langsung pelaksanaan tahkim. Ristiwa itu terjadi pada malam Rabu, 13 hari terakhir bulan Safar, tahun 37 Hijriah. Isi dari perjanjian tahkim itu adalah, Bismillahirrahmanirrahim, inilah keputusan yang ditetapkan pihak Ali bin Abi Talib dan pihak Muawiyah bin Abi Sufyan. Ali bertindak atas nama penduduk Kufah dan orang-orang yang mendukungnya, sedangkan Muawiyah bertindak atas nama penduduk Syam beserta setiap orang yang mendukungnya. Kami akan tunduk pada hukum Allah dan kitabnya Tidak ada sesuatu pun selain dari kedua hukum tersebut Yang dapat mempersatukan kami Kita Allah mulai dari awal sampai penutupnya Berada di antara kami Hidup dan mati kami akan mengikuti apa yang telah digariskannya Apapun yang dijumpai dalam kitab Allah Keduanya akan mengamalkannya Andaikan tidak dijumpai di dalamnya Maka yang menjadi pegangan selanjutnya berikutnya adalah al-sunnah yang adil yang komprehensif dan tidak memecah belah sedangkan dialog yang terjadi antara kedua jurudamai adalah sebagaimana riwayat Imam al-thabari dari Abu Mughnif sebagai berikut telah menceritakan kepadaku Abu jannab al-qalbi bahwa ketika Amar bin as dan Abu Musa bertemu di Dumah al-jandal Amar memutuskan Mulai pembicaraan, Wahai Abu Musa, engkau adalah sahabat Rasulullah dan usiamu lebih tua daripada aku. Bicaralah lebih dahulu, kemudian giliranku. Amar memang biasa menunjuk Abu Musa untuk bertindak terlebih dahulu dalam setiap persoalan yang mereka hadapi. Amar bermaksud agar Abu Musa terlebih dahulu untuk mencopot Khalifah Ali bin Abi Talib. Keduanya kemudian terlibat dalam diskusi, tetapi tidak pernah sepakat. Amar berkandang mengangkat Muawiyah sebagai khalifah. Tetapi Abu Musa menolaknya. Ia lalu mengajukan anak Muawiyah, yaitu Yazid. Tetapi Abu Musa pun menolaknya. Abu Musa sendiri mengajukan Abdullahlah bin Amar. Tetapi Amar menolaknya. Amar akhirnya berkata kepada Abu Musa, Katakanlah apa pendapatmu? Abu Musa menjawab, Pendapatku adalah menurunkan kedua pemimpin ini dari kursi ke khalifahan. Selanjutnya kita serahkan permasalahan ini pada musyawarah kaum muslimin. Biarkan mereka memilih pemimpin yang dikendakinya. Kemudian Amar menjawab, Mendapat itulah yang ingin aku sampaikan. Kedua orang itu kemudian menemui kaum muslimin yang sudah berkumpul. Amar berkata kepada Abu Musa, Umumkanlah kepada mereka tentang persoalan yang telah kita sepakati dan setujui. Abu Musa kemudian berkata, Abu dan Amar telah sepakat terhadap satu persoalan. yang mudah-mudahan Allah menjadikan sebagai kemaslahatan bagi umat ini. Amar berkata, Engkau benar, wahai Abu Musa. Silahkan kau dulu yang mengumumkan. Ketika Abu Musa maju ke depan hendak berbicara, Ibnuu Abbas berkata, Celaklah engkau, Abu Musa. Demi Allah, aku yakin ia telah menipumu. Apabila kalian telah sepakat, biarkanlah ia berbicara dahulu. Kemudian giliran engkau, karena ia seorang pengkhianat. Abu tidak percaya ia telah merelakan apa yang kau katakan telah disepakati. Apabila engkau berbicara di hadapan mereka, ia akan mengkhianati pembicaraanmu. Abu Musa tampaknya tidak sadar dengan peringatan Ibnuu Abbas dan ia berkata, Benar, kami telah sepakat. Abu Musa kemudian maju. Setelah memajatkan puji kepada Allah, ia berkata, Wahai manusia, kami telah memikirkan umat ini. Dan kami tidak melihat hal yang lebih masalahat dari umat ini. Tidak ada yang menyakiti bagi umat ini, kecuali apa yang telah menjadi kesepakatanku dan kesepakatan amar. Yaitu kami mencopot kepemimpinan Ali dan Muawiyah. Umat inilah yang selanjutnya akan menangani persoalan ini dan memilih pemimpin yang disukainya. Abu sendiri telah mencopot Ali dan Muawiyah. Abu serahkan urusan kepada kalian. Pilihlah siapa yang paling pantas menjadi khalifah. Setelah selesai berbicara, Ia turun dari mimbar dan Amar kemudian maju untuk berbicara Setelah memanjatkan buji kepada Allah, ia berkata Kalian sudah mendengar ucapan Abu Musa Ia mencopot karibnya dan aku pun setuju mencopotnya seperti yang telah dilakukan oleh Abu Musa Dan sekarang aku menetapkan karibku, Muawiyah sebagai khalifah Ia adalah wali Usman bin Afan dan orang yang menuntut atas kematiannya Dialah di antara manusia yang paling berhak menggantikan posisinya Sureh bin Hani mendatangi Amar dan memukulnya dengan campuk Dan anak Amar membalas mencampuknya Kaum muslimin pun berdiri untuk melerai pertikaian Setelah peristiwa itu, Sureh berkata Abu tidak menyesal memukul Amar dan aku akan melakukannya kembali nanti Penduduk Sam kemudian memohon Abu Musa pulang Ia lalu mengendari kudanya menuju Makkah Amar bin Az dan penduduk Sam akhirnya pergi menemui Muawiyah untuk menyatakan selamat atas kohalifahan sedangkan Ibnuu Abbas dan Sureh menemui Ali Alhamdulillahirrohbilalamin sejarah mengenai peristiwa tahkim sampai disini mudah-mudahan bermanfaat jangan lupa like, komen, share, dan subscribe Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh