Pelanggaran HAM dan Kekerasan Seksual 1998

Oct 3, 2024

Kerusuhan Mei 1998: Pelanggaran HAM dan Kekerasan Seksual

Latar Belakang

  • Kerusuhan Mei 1998 terjadi di tengah aksi reformasi menuntut Presiden Soeharto mundur.
  • Menyisakan jejak sejarah gelap terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
  • Tragedi ini melibatkan aksi teror yang memanfaatkan tubuh dan seksualitas perempuan etnis Tionghoa.

Pelanggaran HAM Berat

  • Tanggal 13-15 Mei 1998, terjadi pemerkosaan dan kekerasan seksual yang tidak pernah diakui pemerintah.
  • Aksi kekerasan terkait dengan konteks sosial-politik saat itu:
    • Pemilu 1997
    • Penculikan aktivis
    • Krisis ekonomi
    • Sidang umum MPRRI 1998
    • Penembakan mahasiswa Trisakti

Korban Kekerasan Seksual

  • Tim Relawan Untuk Kemanusiaan mencatat 168 perempuan menjadi korban kekerasan seksual massal.
    • 152 di Jakarta, 16 di Solo, Medan, Palembang, dan Surabaya.
  • Beberapa laporan menyatakan pemerkosaan terjadi secara terorganisir.
  • Kasus pemerkosaan di lokasi-lokasi kritis seperti Glodok, Harmoni, dan Jembatan.

Kesaksian Korban

  • Banyak korban mengalami trauma dan kesulitan untuk memberikan kesaksian.
  • Beberapa korban dirawat oleh relawan dan mendapati ancaman jika melapor.
  • Peristiwa pemerkosaan melibatkan banyak pelaku, sering kali dengan kekerasan fisik.

Penyangkalan dan Respon Pemerintah

  • Penyangkalan oleh elit politik, termasuk pejabat militer, tentang terjadinya pemerkosaan.
  • B.J. Habibie, sebagai presiden, memberikan dukungan kepada aktivis perempuan untuk mengungkap fakta-fakta kekerasan.
  • Ancaman terhadap relawan dan korban terus berlanjut.

Upaya Pengungkapan Kasus

  • Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) melaporkan bahwa ada kesengajaan dalam terjadinya tragedi.
  • Perbedaan jumlah korban yang dilaporkan oleh TGPF dan tim relawan disebabkan oleh kesulitan akses pada korban.
  • Korban sering kali tidak dapat melapor karena ancaman terhadap diri dan keluarga.

Kenangan dan Monumen Korban

  • Pembuatan monumen korban kekerasan terhadap perempuan direncanakan namun mendapat penolakan dari pemerintah.
  • Harapan untuk mengakui dan tidak mengulangi pelanggaran HAM di masa lalu.

Situasi Terkini

  • 23 tahun setelah tragedi, para penyintas masih hidup dengan trauma dan ketakutan.
  • Kurangnya keadilan dan pengakuan dari pemerintah tetap menjadi masalah besar.