Transcript for:
Pengendalian Resistensi Antibiotik di RS

Selamat pagi, hari ini kita akan melanjutkan dengan topik mengenai program pengendalian resistensi antibiotik atau yang kita singkat dengan TRA di rumah sakit karnawati. Jadi ini adalah hal yang penting untuk kalian ketahui pada saat melakukan intensif di rumah sakit karnawati. Jadi kita tahu bahwa masalah antibiotik ini adalah masalah yang paling banyak digunakan di dalam perawatan pasir di rumah sakit. Akibatnya memang penggunaannya ini harus diawasi sehingga tidak akan menimbulkan yang namanya resistensi antibiotik. Makanya tim ini atau program ini kita namakan pengendalian karena Kita lihat bahwa masalah resistensi antibiotik itu sudah merupakan masalah yang bukan hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Nah kita lihat dulu ya bahwa kita sebagai tenaga kesehatan kita pun juga masuk di dalam ataupun mengambil mitos-mitos di dalam pemberian antibiotik. Kita lihat ada beberapa mitos yang selama ini mungkin masih kita anut atau masih kita lakukan. Misalnya Antibiotik itu tidak berbahaya, jadi ya kapan saja kita curiga ini infeksi, meskipun ini tidak, ya apa-apa dikasih, oh tidak berbahaya. Kemudian kalau ternyata pasiennya gagal respons dengan antibiotik yang diberikan saat ini, kemudian berpikirnya tidak lagi berpikir sebenarnya ini pasien ada infeksinya atau tidak, atau ada penyakit lain, tetapi malah justru... Ekskalasi, jadi menaikkan pemilihan jenis antibiotik yang lebih lagi. Jadi misalnya dari lini 1 menjadi lini 2 atau langsung lompat ke lini 3. Nah ini merupakan hal yang terjadi dalam praktek di rumah sakit. Kemudian hal lain adalah kalau pasien tanpa sakit, maka semua berpikirnya infeksi. Jadi harus pakai antibiotik. Padahal pasien sakit itu bisa saja dia stroke. Bisa saja dia serangan jantung, bisa saja dia kelainan-kelainan yang lain, tetapi semuanya beranggapan bahwa setiap pasien yang masuk dan tampak sakit, maka harus pakai antibiotik. Ini adalah hal yang dianut, nanti kita lihat apakah yang dianut atau salah. Dan antibiotik harus digunakan sampai tuntas, selama mungkin. Jadi, makin lama digunakan, maka... berpikirnya bahwa penyakitnya akan sembuh atau pasien yang tadi ingin tampak sakit maka menjadi tidak sakit sehingga penggunaan antibiotik itu menjadi sangat panjang bahkan ada yang pernah saya temukan bisa sampai 21 hari padahal bukan infeksi bukan infeksi atau misalnya infeksi yang di superficial saja bukan infeksi yang jauh misalnya pada memimitis, nah itu kan tidak terdapat di dalam penyakit bisa sampai lama atau osteo-biologis itu bisa lama tapi kadangkala infeksi-infeksi yang prima itu pun juga ambiodinnya lama nah kemudian juga selain kadangkala tidak pede ya jadi ini semua dasarnya karena tidak percaya diri sehingga tadinya berpikir bahwa satu itu kurang harus dua bahkan ada juga yang bisa tiga, tiga jenis ambiodin jadi kita lihat Dia akan menghantam dari semua lini, dari semua jenis kuman, ya, apakah dia yang aerob, yang anaerob, kemudian yang jamur misalnya, ya, padahal belum terbukti ini infeksi bukan, atau ini infeksi bakteri atau virus, atau ini infeksi parasit, ya, seperti jamur dan lain-lain. Sehingga semuanya diserah, semuanya dihantam, ya, dianggap bahwa kalau ada yang kena salah satu, ya sudah, jadi dia mirip-mirip seperti orang. Nembak, kalau menembak aja, nanti ada peluru yang tiba-tiba nyasar dan kena ya udah, untung. Itu yang salah. Kemudian ini juga ya, demam, perlu antibiotik. Jadi selalu dengar demam itu selalu penyebabnya adalah infeksi. Padahal bukan, demam itu bisa saja merupakan reaksi perlawanan tubuh, reaksi tubuh untuk mengatasi satu. Satu hal ya, bukan saja hal itu adalah kuman, bisa saja suatu daya tahan tubuh, kemudian ada juga mungkin kekurangan minum, bisa juga demam. Atau reaksi-reaksi inflamasi yang bukan infeksi, berikut, demam. Jadi sering demam, langsung obat anti-dermam, anti-biotik, dan anti-biotik. Makin mahal anti-biotik, makin baik. Jadi kalau diberikan anti-biotik biasanya di praktek-praktek swasta, atau di rumah rumah sakit swasta, biasanya mereka akan memberikan anti-biotik yang patent. Bukan yang misalnya yang... generiknya sehingga sudah salah pakai antibiotiknya tambah lagi ya dibebankan dengan antibiotik yang harganya mahal yang katanya makin baik nah ini adalah hal yang salah namanya mitos adalah hal yang salah inilah yang menjadi hal yang harus diperhatikan oleh semua yang mengaku dirinya tenaga kesehatan bahwa mitos ini yang harus kita atasi Nah ini adalah salah satu gambaran bagaimana antibiotik itu sangat cepat sekali terjadi resistensi atau istilah awalnya tidak mempah lagi ya. Ini kalau kita lihat di tahun 40 sudah ada resistensi terhadap kuman Staphylococcus yang resistensi dari Penicillin. Baru tahun 43 Penicillin ditemukan. Kemudian tahun 1950 tetrasiklin ditemukan, 3 tahun kemudian dari promisil. Jarak sekitar 6 tahun sudah terjadi adanya kuman sigela yang resisten terhadap tetrasiklin. Kemudian tahun 1960, 1 tahun kemudian keluar antibiotik yang namanya metisilin. Hanya jarak 2 tahun sudah ada staphylococcus yang resisten terhadap metisilin. Kemudian ada pneumotopus yang resisten terhadap erythromycin Kemudian stratophopus yang resisten terhadap erythromycin Jadi jaraknya itu sangat-sangat pendek sekali Dalam waktu 1-2 tahun bahkan 3 tahun sudah timbul kuman-kuman atau bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang baru muncul Nah ini tahun 67 ada gen mamisin, ada vancomycin, tahun 72 ya, tahun 95 tahun, sorry 7 tahun kemudian sudah ada yang teriokokus yang resisten dari gen mamisin. Tahun 85 keluar antibiotik misal, 2 tahun kemudian sudah lagi terjadi resisten ya, sampai kita lihat di tahun 2010 itu keluar yang namanya setriaxone. Satu tahun kemudian sudah terjadi resisten. Jadi kalau kalian mau berpikir, ah nanti ada antibiotik baru lagi kalau sudah resisten. Enggak begitu, kita lihat ya jarak antara penunjuknya antibiotik itu, itu sangat lama. Bisa 7 tahun, kemudian ini tahun 67-85 jaraknya jauh sekali. membuat satu antibiotik jenis baru waktunya panjang tetapi untuk terjadinya resistensi atau tidak mempanahi waktunya pendek sekali sehingga percuma saja antibiotik itu keluar karena tahu juga nanti ada keman-keman yang sudah resisten kenapa demikian? karena mitos tadi orang masih melakukan hal yang tadi kita lihat bersama itu sehingga misi antibiotik itu akan membuat kita berat risiko jadi kita akan Kita akan mengalami risiko, terjadinya risiko yaitu resistensi antibiotik. Sehingga WHO pada tahun 2015 mengeluarkan satu global action plan untuk mengatasi resistensi antibiotik. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kewaspadaan dan pengertian tentang resistensi antimikroba. Kalau ini tidak dimengerti, maka... Mitos-mitos itu pasti akan berulang lagi, pasti akan dikerjakan lagi. Jadi setiap kali kita menggunakan antibiotik, berpikir dulu, ini infeksi bakteri, jangan ambil-ambil infeksi virus yang kalian gunakan. Jadi yakinkan dulu, karena inilah yang nanti akan kita hadapi. Kemudian memperkuat pengetahuan tentang surveillance dan research. Kita juga perlu tahu nih, di sisi setelah beberapa sih telah terjadi resisten pada antibiotik ini dan bagaimana kuman-kuman yang ada di rumah sakit apakah sudah ada kuman-kuman yang resisten atau kuman apa yang sebenarnya. Ada di rumah sakit ini, kemudian menurunkan insiden infeksi, kemudian mengoptimalkan penggunaan antibiotik. Jadi optimal, optimal ini artinya tidak selalu harus yang 2D3, tapi sesuai dengan hukuman tersebut. Kemudian memastikan kelangsungan, kelangsungan yang terus menerus. untuk melawan resistensi antimikroba ini. Jadi ini adalah hal yang sifatnya ada di dunia, jadi bukan hanya Indonesia yang seperti ini, tapi juga negara-negara lain pun juga mengalami yang sama. Sehingga sebenarnya resistensi antimikroba ini, ini sudah, kalau kita pakai istilah terjadinya satu penyakit di satu tempat, maka mungkin ini sudah terjadi sebuah pandemi yang sifatnya luas. mendunia nah apa saja yang bisa menyebabkan resistensi anti mikroba yaitu over prescribing menggunakan atau meresetkan antibiotik yang over jadi melebihi bukan hanya dari sisi potensinya potensinya tetapi jumlahnya juga kemudian pasiennya sendiri kalau sudah dua kali minum obat dan demamnya turun maka dia hentikan menggunakan antibiotiknya, jadi tidak menyelesaikan sesuai dengan masa pengobatannya. Kemudian, ini yang paling sering, yaitu menggunakan antibiotik untuk hewan. Jadi, mau mendapatkan hewan yang baik atau untuk menangkap ikan, maka digunakan antibiotik. Atau digunakan antibiotik pada makanan, sehingga dihasilkan. hasil termak yang baik kemudian ini infeksi kontrolnya, tadi barusan mungkin telah belajar tentang TPI ya nah kadangkala infeksi itu tidak harus selalu diobati dengan antibiotik, tetapi mengontrol tentang pencegahan infeksinya ini baik, maka maka akan dapat diatasi infeksinya seorang yang luka dia menginginkan antibiotik yang tinggi ya, tetapi lukanya tidak pernah dibersihkan. Maka percuma, dia menggunakan antibiotik limit 3, limit 4, bahkan limit yang lanjut-lanjut lebih tinggi, tidak akan ada gunanya jika jaringan heterotiknya tidak dibuka. Nah, inilah yang harus diatasi. Kemudian, sanitasi yang buruk, jadi bukan hanya sekedar membersihkan tempat-tempat, tetapi sumber airnya itu ternyata menjadi sumber infeksi. Kemudian, ya ini yang tadi saya bilang, bahwa Antibiotik jenis baru itu sangat-sangat minim sekali dan sangat membutuhkan waktu yang lama. Kalau kita tahu obat atau vaksin itu membutuhkan waktu yang lama untuk sampai digunakan. Dia butuh untuk uji hewan, kemudian uji manusia, itu juga ada beberapa fase baru nanti uji di dalam pemasarannya. Nah inilah yang terjadi di... bahwa Kementerian Kesehatan mengacu pada apa yang dilakukan Pak WDHU tadi, maka kemungkinan mereka mengeluarkan suatu kebijakan pengendalian antibiotik di rumah sakit, atau Hospital Antibiotic Policy. Itu pada tahun 2015 mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 8 tentang program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit. Ini adalah hal yang dikerjakan, yaitu dari program dari . kemudian di lakukan standarisasi dan training pada 14 rumah sakit tingkat nasional dan provinsi yang merupakan rumah sakit rujukan. Apa saja yang dikerjakan, standarisasi, training, TOT, research dan surveillance. Dari rumah-rumah sakit pusat ini kemudian mengajarkan atau melimpahkan kepada 110 regional rumah sakit rujukan dan kemudian sampai ke rumah-rumah sakit swasta. Jadi rumah-rumah sakit swasta tidak lagi seperti dahulu, mereka juga melakukan ini karena ini merupakan program nasional dan juga program dunia yang harus dikerjakan oleh semuanya. Apa isi dari PNK ini? Itu bahwa setiap rumah sakit harus melaksanakan program. Jadi, di sini ya, kita lihat kata harus itu tidak boleh ada pilihan. Sehingga pelanggaran terhadap melakukan PPRI ini itu merupakan hal yang sangat serius. Karena kita menghidupkan satu hal baru yang akan menuliskan bagi rumah sakit untuk mengatasi infeksi. Kemudian pelaksananya itu dengan mengutip pelaksana, menyusut kerbijakan, melakukan, melaksanakan penggunaan antibiotik secara bijak, dan melaksanakan PPI. Kita lihat bahwa PPR ini berada langsung di bawah Direktur Rumah Sakit. Dan anggotanya adalah klinisi yang memang memiliki minat di bidang infeksi. Artinya mereka telah dilatih atau telah memiliki spesialisasi bidang infeksi. Dan ya kalau dia berada langsung di bawah Direktur, maka berkandung jawab langsung kepada Direktur Rumah Sakit. Jadi PPR ini jadinya... Sebenarnya apa sih? Banyak orang sebenarnya belum mengerti tentang PPA. Mereka menganggap bahwa PPA ini sama dengan PPI. Atau sama dengan, karena urusannya antibiotik, maka sama aja dengan komite farmasi dan terapi. Atau ada yang berpikir kalau urusannya hukuman, maka mikrobiologi. Atau ada yang karena di rumah sakit, ada tim yang menjadi... Pelaksanaan di dalam penggunaan antibiotik, maka setiap penggunaan, terutama di masyarakat India, penggunaan antibiotik limit 3 harus dikonsumsi kepada tim yang jaga. Maka ada yang mengatakan, oh iya, beberapa itu nolak-nolak asisi antibiotik. Jadi menganggap tugasnya kita cuma itu saja. Jadi sepertinya anti banget terhadap penggunaan obat limit 3. Kemudian kalau sudah... Ada yang pakai antibiotik yang tinggi-tinggi tadi, maka kita bagian marah-marahin. Atau kita menang sama BPJS, jadi obat jangan berubah-ubah saja, atau obat itu cuma hal-hal. Tidak begitu ya, jadi tidak begitu PPRK. Jadi PPRK itu adalah satu tim yang melaksana program ondal dan resistensi antimikroba yang punya tugas ini, ada 10. Ada 10 tugas yaitu membuat kerjakan, membuat panduan, membuat program, membantu direktur dalam pelaksanaan program, mengawasi, mengerjakan forum kajian kasus, melakukan surveil, melakukan surveil pola mikroba, melakukan kegiatan ini seperti kita lakukan, pendidikan, perlatihan, penelitian, dan melaporkan kembali kepada direktur dan kepada Kemenkes. Jadi, Apa yang nanti kalian lakukan pada saat praktek di sini, menggunakan antibiotik dan nantinya misalnya sampai pada tahap penggunaan limit 3, maka pasti kalian akan berurusan dengan kami. Jadi ini adalah hal yang harus kita awasi untuk kita mencegah atau mengurangi menurutkan terjadinya resistensi antibiotik. Nah ini adalah laporan tim PPA, dia akan melapor kepada direktur utama. Dan secara eksternal, setelah melalui direktur utama, direktur utama harus melaporkan kepada KPFA, Komite Pengendalian Resistensi Antimikrobak. Dan ini rutin setiap tahunnya. Strukturnya terdiri dari anggota-anggota yang mewakili setiap KSM. Sini masih tertulis SM-nya, lebih sama dengan KSM. Kemudian bukan hanya dengan KSM, tetapi dengan keperawatan. dengan instalasi farmasi, dengan laboratorium, dengan komite PPI, dengan komite KFT. Jadi PPRA itu layaknya sesuatu yang ditopang oleh 6 pilar ini. Jadi tiang-tiangnya adalah 6 pilar ini. Jadi PPRA tidak akan jalan, tidak akan menjadi satu namunan kalau 6 pilar ini tidak menopang. Sehingga tidak bisa PPRA akan jalan kalau penjagaan infeksi tidak jalan. atau mikrobiologi kliniknya tidak melakukan pertahun-tahun sehingga ini yang paling penting sebenarnya yaitu biasakan menggunakan antibiotik sebelum menggunakan antibiotik biasakan meskipun itu antibiotik ini satu lakukanlah kultur spesimen dari tempat yang memang kita yakin itu infeksi jangan kita sepsis tapi kita putus-putung jadi Kalian sudah belajar ya tentang keinginan, tentang dari mana ke mana, kemana-kemana. supaya memang kita curigai, nah lakukanlah pengambilan sebutur sesuai dengan tempat-tempat infeksi tersebut yang kita curigai. Kemudian keanggotaan tim pelaksana ini dimaksud harus berupaya terhadap kesehatan yang kompeten. Makanya nanti ya harus mereka yang memang sudah memiliki keahlian di dalam bidang infeksi atau mengenai antibiotik. Nah ini yang tadi saya bilang ya, bahwa ... Kita lihat bahwa PPRA sebagai atapnya, tetapi tiang-tiang rumahnya harus ini, DPJP yang ada di KSM, perawal, farmasi, KFT, mikrobiologi, dan BPI. Jadi PPRA melakukan koordinasi dengan anusur ini. Untuk suru valence, maka penggunaan antibiotik ini dapat dilakukan secara kualitatif dan quantitatif. Jadi, bukan hanya jumlah tetapi juga jenis antibiotik penerapan itu dengan meningkatkan pemahaman meningkatkan peranan pengangkul kegiatan, kepentingan mengembangkan fungsi laboratorium mikrobiologi klinik jadi kalau berkaitan mikrobiologi klinik pada saat sudah menerima spesimen kultur dari sejauh sekalian itu terhadap sihatan yang memiliki Dia nantinya akan melaporkan kuman-kuman yang selama ini mereka periksa, yang ada di rumah sakit ini apa saja. Itulah yang menjadi laporan pertakuman, sehingga itu akan bisa kita gunakan untuk terapi empirik, berdasarkan kuman-kuman yang ditemukan. Nah, goals-nya dari antiriprobial stewardship ini yaitu kita melakukan yang namanya Keamanan atau safety pada pasien kemudian itu yang utama ya, itu pasti yang utama. Kemudian kita mereduksi terjadinya resistensi dan menurunkan cost ya. Kalau pasien itu tadi antibiotik diberikan 21 hari padahal 7 hari aja tidak cukup. Maka costnya bukan hanya cost perawatan tetapi juga costnya antibiotik yang digunakan ya. Cost-nya juga pasien kalau infeksi lagi, maka dia akan dilawan lebih lama lagi, akibatnya tidak akan tercapai patient safety. Nah, ini adalah hal yang perlu kita perhatikan ya. Bagaimana sampai terjadinya resistensi? Ini adalah satu contoh bakteri yang tidak resisten. Kemudian dia akan memperbanyak dirinya dalam jumlah yang banyak. dengan kondisi misalnya pasiennya sakit berat atau daya tahan tubuhnya reda ada akan terjadi satu mutasi pada DNAnya misalnya terjadi mutasi sedikit, memang masih sedikit tetapi ketika kita memberikan obat yang ternyata yang resisten ya maka obat itu tidak resisten bakterinya bakteri tersebut itu akan memperbanyak diri sehingga yang tadinya mungkin kecil maka bakteri-bakteri yang tadinya mungkin yang resisten itu sedikit dia akan memperbanyak dirinya ya sehingga tadinya antinodik itu mungkin masih bisa mengatasi akhirnya tidak bisa Jadi ini adalah hal yang penting yang harus kita ingat betul-betul bahwa kegagalan PPRA akan terjadi multi drug resistant organism. Dan ini akan mengibatkan kematian. Bayangkan kalau semua jenis obatnya sudah resistant. Pilihan di titik apa lagi? Tidak akan ada lagi yang memban. Kalau terjadi kematian, maka berhubungan dengan patient safety cost, maka juga sama ya. Dan ini yang akan terjadi adalah soal aspek hukum. Saya sendiri pernah menjadi saksi ahli untuk... soal aset hukum yang berkaitan dengan ini lah, berkaitan dengan kematian akibat mengguna angin yang salah jadi harus hati-hati ya, jangan cuma berpikir yang penting sembuh gitu ya yang penting udahlah dikasih dari pada Daripada enggak Tapi setiap hal itu harus kita pikirkan Bahwa ada Tanggung jawab yang harus kita Harus kita pertanggung jawabkan Kalau pasien tersebut Akhirnya meninggal Atau terjadi NBRO Terjadi kos yang tinggi Nah itu kita akan berhubungan dengan Aspek dukungan Kita lihat bahwa penanganan terbaru kasus infeksi rumah sakit itu tidak hanya soal CDPJP-nya, tapi kita berkaitan dengan mikrobiologi, klinisi, perawat, KFT, farmasi, managerial. Ini semua harus memikirkan tentang pasiennya. Namanya rumah sakit, kalau mengenai pasien bukan rumah sakit lagi. Pastinya ini merupakan hal yang menjadi sasaran kita yang utama, yaitu patient care. Ini adalah contoh pelakuaran pertakuman dan sensitivitasnya yang dikeluarkan oleh mikrobiologi klinik kita disini Ini dikeluarkan setiap 6 bulan sekali Ini salah satu contoh saja, disini nanti isinya adalah prinsip umum penggunaan antibiotik Ini kita juga mengeluarkan yang namanya perumahan penggunaan antibiotik PPAP Isinya di buku tersebut adalah prinsip umum penggunaan antibiologi Ada antibiologi profilaksis, yang beda, yang beda, empiris, definitif, yang kombinasi, dan macam-macam tadi ya Dan ini merupakan implementasi pegera itu untuk terjadinya antimikrobial stewardship program Memaksanakan antimikrobial stewardship program Nah ini adalah satu SOP yang sebenarnya harus ditaati oleh siapa saja yang akan menggunakan antibiotik ya. Jadi, kalau ada satu kasus infeksi, maka tentukan infeksinya ini berat, sepsis atau non-sepsis. Berdasarkan apa? Berdasarkan klinis dan laboratorium. Maka kita tentukan infeksi non-infeksi. Kalau ada satu infeksi dan kita memutuskan akan menggunakan antibiotik, maka pertama sebelumnya adalah melakukan kultur. Ini bisa saja pasiennya kita terima di IGD, bisa saja kita terima di poli, sebelum dia dirawat atau sebelum dia pulang misalnya. Maka lakukan pemeriksaan untuk penilaian berdasarkan diagnosis. Jadi diagnosis itu jangan tidak ada diagnosis infeksi, ini antibiotik. Jadi diagnosis infeksi sehingga kita bisa putuskan di mana kita akan ambil spesimennya. Kemudian hasil kultur itu, kalau dia mendara itu biasanya dalam waktu 5 hari sudah keluar hasilnya. Tetapi kalau dia mendara itu mungkin bisa panjang sampai seminggu. Tetapi bisa kita, istilahnya kita lihat ya, dalam waktu 3-4 hari sebenarnya sudah bisa terjadi atau kelihatan pertumbuhan kuman. Maka... Kita bisa lihat, oh ada kumanya nih tumbuh, berarti ini infeksi bakteri, gak apa-apa nih kita terusin. Tapi kalau sampai 3-4 hari ternyata dia tidak tumbuh kumat, maka ada beberapa hal yang harus kita pertimbangkan. Mungkin ini bukan infeksi bakteri atau spesimen kita ambil terlalu sedikit, dan halnya terlalu sedikit. Nah berdasarkan hasil kultur, baru kita putuskan. Yang sering dilakukan adalah, biasanya gini. Pasien diberikan antibiotik klinik 3 misalnya ya, karena klinis pasiennya salah berat. Kemudian kalau hasil kultur, ternyata semua jenis antibiotik dia masih sensitif. Nah, tapi kita mikir, oh yaudah lah terusin aja gitu kan. Nah, ini kita harus lakukan yang namanya deeskalasi. Jadi turunin ke antibiotik yang memang paling rendah, yang mungkin masih sensitif ini ya. Kalau dia tidak berkonversi, jangan dipaksa kasih antibiotik. Nah, ini juga sama ya, kalau dia masuk dengan inversi berat, maka kita lakukan ambil kultur. Kemudian kalau dia memang kondisi berat ini bukan soal sekedar diagnosi seksis, tetapi juga misalnya pasiennya usia tua, DM, adanya korea ginjal, kemudian itu hal-hal yang nanti dipertimbangkan oleh tim PPRA. Kemudian ambillah. Kuntur, lakukan pemberian antibiotik, kemudian, nah biasanya dari farmasi akan melakukan yang namanya stop antibiotik dalam waktu 48-72 jam. Jadi harus dipastikan ini infeksi atau bukan. Kalau ternyata ini bukan, maka farmasi akan memutuskan lanjut atau tidak. Kemudian kondisi membaik, kita sesuaikan dengan kultur antibiotiknya, hasil kulturnya. Kondisi yang buruk mungkin bisa dilakukan pemberberan dan diskusikan dengan PPR. Ini adalah SOP yang harus ditaati. Tapi kadangkala SOP ini oleh DPJP yang ada di sini pun juga sering tidak tahu ya. Jadi kalian yang akan melakukan internship tolong diingatkan lagi kepada perawat atau DPJP. Nah ini adalah hal yang kita atur di rumah sakit ini bahwa lini 1 dan lini 2 bisa ditentukan oleh dokter yang merawat. Lini 2 sebenarnya indikasi tertentu. Kemudian lini 3 harus... persetujuan atau rekomendasi jadi harus melakukan konsultasi kita sudah mengeluarkan jadwal untuk jaga jadi nanti lihat jadwal jaganya pada hari kita akan menggunakan antibiotik tersebut sertakan semua data kalau belum ada data pemeriksaan laboratorium, tolong diperiksa dulu Karena kita butuhkan itu seandainya tidak ada hasil kultur. Jadi pemeriksaan yang menarik infeksi, yang saya lihat ini sepsis, terus hasilnya mana? Tidak ada. Atau ada ternyata tidak ada ekosintosis, tidak ada netrofilia, PCT tidak diperiksa, CRP tidak diperiksa, terus dari mana dia bisa menentukan ini satu sepsis? Jadi kita akan lakukan. evaluasi berdasarkan klinis dan juga laboratorium atau mikrobiologi. Nah, ini yang tadi saya bilang ya, bahwa pemberian antibiotik akan dinilai secara kuantitatif dengan defined, denitus atau DDI, dan secara kualitatif dengan alur-gisir. Nah, ini adalah penggunaan antibiotik termasuk diri kita, jadi diawali dengan penggunaan antibiotik empirik berdiri dahulu. Berdasarkan pola kuman yang tersering dan biasanya dalam pelaporan peta kuman itu ada antibiotik-antibiotik yang masih nilai sensitivitasnya masih dianggap baik, yaitu di atas 60%. Nah, gunakan selalu antibiotik B1, tetapi mungkin dari rumah sakit ini kan merupakan rumah sakit kejukan. Sehingga mungkin kita sudah gunakan di awal B2, tidak masalah. Tetapi tetap kita gunakan sesuai dengan sensitivitas yang ada. Jangan selalu mulai dengan ini, pasti tidak akan disetujui, kecuali kondisi tertentu ya. Tetapi hampir ini tidak kita setujui kalau di awal sudah gunakan ini. Tetapi berarti ini tidak mutlak ya, kita akan diskusikan tetap melalui evaluasi PPR-A. Nah ini adalah program PPR-A, ini sudah lewat waktunya memang ya. Waktu tahun 2018-2019, itu dalam hal ini ya bertanggung jawab menutamakan pasien, jadi memaksakan program meningkatkan pemahaman kesadaran submedis di Jogja, melakukan surveillance dan pemanfaatan dengan manajemen. Programnya, ini sosialisasi, ya dalam bentuk seperti ini juga dapatkan sosialisasi ya, kemudian mengevaluasi SPO, repot rutin, ya dan sebagainya. dan juga meluatkan kelakuan konsultasi dan rekomendasi kemudian kita juga melakukan surveillance tentang evaluasi dan kepatuhan penggunaan antibiotik empirik dan antibiotik di piju hasilnya waktu itu sudah keluar dan cukup baik ya untuk penggunaan antibiotik antibiotika itu dapat dikontrol tetapi penggunaan antibiotik setriaxone atau yang Itu sangat tinggi ya, karena memang banyak yang menggunakan antibiotik ini juga ya untuk terapi di awal. Ya, saya rasa itu saja dari saya. Kiranya ini akan tetap bermanfaat dan harap kalian sebagai nantinya penelitian kesehatan, entah yang nanti akan mengatakan BPJP, itu tetap setiap penggunaan antibiotik tetap harus diberikan surat konsultasi dan diketahui oleh BPJP. mengkonsulkan kepada tipe BAA untuk penggunaan antibiotika yang selalu lengkapi yang lengkap itu diagnosis memang sesuai dengan diagnosis infeksi kemudian sudah dilakukan puntur kalau ada hasilnya lebih baik kemudian antibiotika pemeriksaan laboratorium yang menurutku infeksi itu harus dilengkapi kemudian lakukan konsultasi, jangan sampai belum dikonsultasi kalau tahu itu pasti akan kita tolak demikian presentasi dari tim BPRA Rumah Sekitar Pemali terima kasih, semoga bermanfaat