Hai Allah subhanahuwata'ala bahwa kita bisa dipertemukan di luar angkasa bukan tetap muka gitu kan tapi jarak jauh aja ini karena masih kopit mudah-mudahan saya sih pinginnya sih bertemu langsung itu kan namun apa boleh buat sampai saat ini memang tidak diperkenankan untuk bertemu tapi tidak merasa ke Rasa hormat, mungkin ini pun sangat berbaloi sekali dalam rangka BPSDM atau Pemprov DKI itu akan menuju korpu. Nah untuk itu, maka kita harus dibekali sebelumnya itu tentang analisis kesenjangan kompetensi. Nah, analisis kesenjangan kompetensi ini kalau dulu namanya TNA gitu kan, pada intinya sih pada prinsipnya hampir sama, tapi polanya aja mungkin yang agak berbeda. Dan nanti...
Ini sebagai rujukan nanti tahun anggaran 2022 gitu kan. Tapi sebelumnya harus dirancang dari 2021 ini. Yang kemarin itu memang sudah dilaksanakan penyusunan AKK, tapi untuk 2021 itu memang sudah kami terima dan kami dalam proses perbal untuk tanah tangan. Nah hari ini mari kita bersama-sama karena...
kita akan menuju korbu, maka akak-akak pun harus menuju seperti korbu. Nah, saya hadirkan yaitu Ibu Ana Maria, ini selaku penunggang atau istilahnya itu bekerja sama dengan Pemda DKI bersama-sama dengan Ibu Ana itu menyusun korbu. Salah satu dia memang analisis kesejangan kompetensi yang harus kita buat terlebih dahulu sehingga nanti... Kalau udah korupu Pemda DKI sudah dikutuk palu oleh Gubernur, maka ini harus bergerak semua. Dari mulai analisis kenyangan kompetensinya, dari mulai kemudian tinggal lanjutin dengan pelaksanaan penyelenggaraan.
Bagaimana itu kan? Nah, maka perlulah kita mengambil pelajaran dari seperti itu dari Departemen Keuangan yang sudah melaksanakan korupi. Mudah-mudahan nanti akan bergabung.
Nah, untuk menyingkat waktu karena ini waktu sudah akhir. siang gitu kan, begitu mari kita dengarkan istilahnya paparan dari Ibu Ana Maria yang akan disampaikan panjang, mungkin akan mengupas, habis tentang asis kesenjangan kompetensi ala korbu gitu kan. Begitu kami persilahkan Ibu Ana dan sebelumnya mohon plus dulu supaya kita semangat, siang-siang tidak langsung gini.
Baik, sekali lagi selamat siang Bapak Ibu semuanya. Sekali lagi saya juga mohon maaf atas ketelambatan karena tadi agak tidak memprediksi adanya macet Pak Edung, jadi agak telambat, jadi mohon maaf sekali. Sekali lagi kami ucapkan terima kasih kepada Pak Edung dan jajarannya yang telah mengundang kami untuk bisa sharing terkait dengan training need analysis.
Nanti mungkin juga... Setelah ini ada sharing juga dari KemenQ ya Pak Edum ya. Jadi KemenQ itu menurut saya salah satu yang turning point mereka dalam implementasi korpu salah satunya adalah mereka melakukan TNA. Nah jadi nanti TNA yang dilakukan agak beda.
Nah itu nanti mungkin akan sharing pengalaman dari Pak ini ya, dari BPPK dalam hal ini. Baik kalau itu saya izin mulai saja. Bapak-Ibu semuanya, ini sedikit tentang kami, perusahaan kami namanya Wohana Tatar Wilaklola, ini korpu-korpu yang kami sudah dampingi pembentukannya, kemudian sedikit CV tentang saya, saya backgroundnya S1, S2-nya bidang komputer, dan S3-nya di knowledge management. Memang pengalaman profesionalnya lebih banyak mendampingi perusahaan dalam implementasi corporate university.
Saya lahir dan besar di Pontianak, Pak, di Kalimantan Barat. Baik, saya izin langsung mulai saja. Saya ingin kita balik lagi ke pembelajaran yang dikaitkan dengan pembelajaran di tempat kerja atau yang lebih sering disebut dengan workplace learning. Kenapa? Karena inilah yang mendasari kenapa pentingnya kita melakukan TNA.
Jadi kalau kita lihat apa sih place learning system, apa sih sistem pembelajaran. di tempat kerja, apakah pembelajaran di tempat kerja itu beda dengan pembelajaran yang biasanya kita lakukan? Nah, jadi kalau teman-teman, kalau kita memulainya dengan learning dulu. Kalau learning itu sendiri atau belajar itu adalah proses untuk mendapatkan pengetahuan atau knowledge, keahlian atau skill, dan budaya atau behavior atau sikap gitu ya.
Jadi, learning itu terjadi kalau kita katakan saya belajar sesuatu bila ada terjadi proses bertambah pengetahuan, keahlian, dan sikap kita berbeda setelah adanya learning. Tapi learning ini, Bapak-Ibu semuanya, itu bisa terjadi di mana saja, kapan saja. Jadi, artinya misal saya lagi nonton TV, itu suatu bagian dari learning selama saya mendapatkan pengetahuan.
mendapatkan keahlian, dan juga berubah sikap saya. Nah, itu yang kita sebut dengan learning. Jadi, learning itu bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dan dengan media apa saja. Nah, tapi ada yang kita sebut dengan workplace learning.
Nah, bedanya apa? Bedanya adalah, kalau workplace learning adalah proses mendapatkan sama knowledge, skill, dan attitude, baik formal maupun secara informal yang terjadi di tempat kerja, yang mendukung pekerjaannya kita. Nah, jadi ini yang membedakan, teman-teman, antara learning biasa dengan workplace learning. Jadi, kalau learning yang biasa itu terjadi kapan saja, di mana saja, dan bisa dalam media apa saja.
Sedangkan kalau workplace learning ini terjadinya adalah di tempat kerja dan untuk mendukung kita dalam bekerja. Jadi, contoh misalnya, saya belajar tentang fotografi. Nah, itu adalah learning.
Tapi dia tidak akan jadi workplace learning kalau saya bidangnya bukan yang mendukung pekerjaan saya. Contoh, saya bukan bidang markom misalnya, atau communication, karena saya nggak perlu belajar memotret sebenarnya. Tapi karena hobi, saya belajar. Nah, jadi itu yang kita bedakan antara learning dengan workplace learning.
Nah, sebelum saya lebih lanjut dari Bapak Ibu, barangkali ada yang mau didiskusikan, atau ada yang mau ditanyakan dulu. Pak Muslin, barangkali Pak. Atau dari teman-teman yang lain, Monggo?
Kayaknya tadi saya lihat, Pak, apa, ini, Pak, semangat ininya, Pak. Barangkali ada yang mau didiskusikan dulu, Pak, atau mau di, apa ya, concern apa, gitu, Pak. Barangkali, iya, Pak, muslihin. Masih mute, Pak, maaf. Mas Ilyan Yun, Pak Mas Lips Terkait masalah korbu Iya Pak Saya ngikutin dari awal Jadi sedikit banyak informasi yang Ibu Ana itu sampaikan Udah sangat familiar sekali Oke Thank you Pak Oke oke Saya seneng banget kalau gitu Tadi saya mendengar kali pembicaraan Ibu Ana terkait masalah workplace dan sebagainya Itu terkait kepada Remind apa yang Diterimaikan ke saya Dan saya cukup senang Oke Saya tinggal ngikutin aja Baik Baik Pak Luli Pak Luli Sin, thank you Jadi ini supaya kita juga lebih interaktif ya Pak Edung ya, untuk masukan nih Teman-teman, karena sekali lagi yang tadi Pak Edung katakan, kita ketemunya Di dunia maya Pak Jadi kalau kita tidak ngecek ke teman-teman barangkali sudah agak-agak terikat dengan yang lain gitu ya, thank you Pak Musli Sin barangkali yang lain atau ada yang mau didiskusikan dulu Mbak Nia, barangkali Mbak Nia Mbak Yelia, Yuliani belum Bu Belum ya.
Oke, baik. Nanti anytime kalau ada yang mau ditanyakan, silakan ya teman-teman semuanya. Jadi tadi ya, bedanya antara learning dengan workplace learning. Learning itu bisa terjadi kapan saja, dimana saja, dengan media apa saja. Tapi apakah learning yang kita pelajari itu ada kaitannya sama pekerjaan kita, yang mendukung kinerja kita?
Nah, itu yang disebut dengan workplace learning. Jadi workplace learning itu adalah learning yang terjadi untuk mendukung tempat kita. Terjadi di tempat kerja dan mendukung pekerjaan kita.
Kenapa perlu pentingnya workplace learning? Karena tadi bahwa workplace learning inilah yang diharapkan kita bisa lakukan dengan baik sehingga menunjang kinerja individu maupun kinerja organisasi. Kemudian ada yang namanya workplace learning metodologi. Yaitu tadi ya, ini keywordnya nih Bapak Ibu semuanya. memastikan learning atau pembelajaran itu bisa meningkatkan kinerja organisasi.
Maka tadi bahwa kita harus bedakan antara workplace learning sama learning pada umumnya. Nah yang kita mau pastikan adalah learning yang ada kaitannya dengan kinerja kita. Nah jadi ini slide menurut saya menarik ya Bapak Ibu semuanya. Jadi kalau karyawan atau pegawai itu datang, dia pasti punya. Pendidikannya, dia pasti datang Ketempat kita ada punya pengalaman Atau belum punya pengalaman, karyawan baru Pegawai baru, nah tugas kita Adalah memberikan training buat dia Nah training tadi yang tadi Saya sampaikan di awal, training ini Diharapkan bisa Meningkatkan knowledge dia Bisa meningkatkan skillnya dia Bisa merubah sikapnya dia Jadi dengan adanya Training dari dia belum Tahu, jadi tahu Dari dia belum bisa menjadi bisa, dan dari dia yang tadi tidak mau peduli, tidak mau mengaplikasikan apa yang dia pelajari, itu dia jadi mau berubah sikapnya.
Nah ini yang kita sebut dengan pelatihan. Jadi sekali lagi, pelatihan itu terdiri dari tiga, teman-teman. Dari belum tahu jadi tahu, itu knowledge-nya. Dari belum bisa jadi bisa, itu adalah skill-nya.
Dan dari tadi dia nggak peduli, dia sikapnya itu. Misalnya mungkin antipati, tidak terlalu... Nah sekarang dia berubah sikapnya, attitude-nya. Nah inilah tiga hal inilah yang membuat dia mau perform atau melakukan meningkatkan kinerja dia. Nah dengan dia kinerja dia meningkat, karyawan tersebut, maka orangnya, organisasinya juga akan menjadi meningkat.
Contoh, contoh, misal-misal diberikan pelatihan tentang layanan, layanan prima misalnya. Jadi dari dia belum tahu tuh layanan prima itu seperti apa, tahapannya seperti apa, jadi diberikan pengetahuan tentang itu. Kemudian ada latihan, gimana sih ngelayani masyarakat, jadi dari skill-nya.
Dan dikasih perubahan mindset, bahwa kenapa pentingnya kita melakukan melayani masyarakat dengan baik. Nah, tiga hal inilah yang kita pastikan harus ada dalam sebuah pelatihan. Nah setelah dia belajar tentang layanan prima, dia aplikasikan di tempat kerja sehingga kinerja dia yang tadinya masyarakat banyak yang mengeluh tentang layanan, sekarang setelah pelatihan dia meningkat kemampuan dalam melayani masyarakat.
Nah harapannya organisasi kita juga kinerjanya meningkat. Nah jadi ini kaitannya teman-teman, bapak-ibu semuanya. Jadi tadi ya tugasnya kita menetapkan. training mana sih yang dibutuhkan, yang ujung-ujungnya adalah meningkatkan kinerja organisasi kita.
Saya izin lanjut lagi ya Bapak Ibu. Nah, jadi dalam learning itu ada yang namanya learning value chain. Jadi, atau yang kita sebut dengan tahap proses bisnis yang digunakan dalam organisasi pembelajar untuk mengelola pembelajarannya. Nah, jadi ada empat tahapan Bapak Ibu semuanya.
Tahap yang pertama adalah identifikasi kebutuhan pembelajaran. Jadi tahap yang pertama, learning need teknosis. Kita perlu mengidentifikasi ya, dia perlu belajar apa.
Nah, setelah kita tahu dia perlu belajar apa, tahap yang kedua adalah mendapatkan materi tersebut. Jadi kita mulai, misalkan kita bikin desain materinya, atau kalau kita belum punya, kita pakai lagi partner kita untuk ngerjakan. Nah, itu mendapatkan materinya.
Jadi kalau saya ilustrasikan, misalnya di sini kita belum tahu orang mau makan apa, kita identifikasi. Oh, dia mau makan nasi goreng. Maka tahap yang kedua adalah mendapatkan nasi goreng tersebut. Kalau kita nggak bisa masak, ya terpaksa beli.
Kalau kita bisa masak, mungkin kita masak sendiri. Jadi tahap kedua adalah mendapatkan. Nah, tahap yang ketiga adalah mengajarkan materi tersebut dan memastikan apa yang diajarkan itu diimplementasi di tempat kerja.
Itu yang kita sebut dengan delivery dan deployment Jadi kalau ilustrasi tadi nasi goreng tadi Setelah kita udah buat atau kita udah dapatkan Maka kita pastikan orangnya makan dan orangnya kenyang gitu ya Nah kemudian tahap yang terakhir adalah pengukuran Bener gak ya setelah dia makan dia jadi lebih sehat Dia menjadi lebih kuat, dia menjadi lebih segar gitu ya Nah sama juga dengan pelatihan Nanti kita akan ukur Benar nggak ya, setelah dia belajar tentang layanan prima, sekarang komplainya menurun. Sekarang dia menjadi lebih cepat dalam melayani. Nah, ini yang kita sebut dengan learning value chain, Bapak-Ibu semuanya.
Nah, TNA ada di ujung kiri nih, Bapak-Ibu. TNA ada yang paling kiri, identifikasi kebutuhan pembelajaran. Kebayang kalau misalnya TNA-nya salah, maka yang terjadi kebelakangnya pasti salah.
Berarti misalnya... orangnya pengen makan nasi goreng tapi dari sisi kita nanya-nanya kok kayaknya pengen makan nasi uduk gitu nah terus kita bikin nasi uduk terus kita sajikan nasi uduk terus dia makan nasi uduk, pasti dia gak akan puas, kenapa? karena gak sesuai dengan kebutuhan dia sama juga dengan pelatihan TNA, dia identifikasinya salah, maka nanti kita bikin materinya salah, nanti dia ngajarinya tidak sesuai dengan yang diharapkan, tentunya nggak ada impact-nya. Nah ini kaitannya Bapak-Ibu.
Oke, sampai sini ada yang mau ditanyakan dulu oleh Bapak-Ibu semuanya? Silahkan Bapak-Ibu sekalian yang akan bertanya. Sebelum berlanjut kepada materian.
Ya, karena kita supaya lebih interaktif gitu ya Pak Edung ya. Baik Bu. Ya Pak, mohon gopa. Kita di Ketelangkol sendiri sudah sering melakukan pelatihan-pelatihan ya Bu. Seperti yang learning value chain yang sudah dibuat skemanya seperti itu.
Tapi yang paling simpel lagi yang kemarin kita coba ilustrasikan terkait masalah SKP. Oke. Sosaran kinerja pegawai yang dibuat per tahun itu melalui sistem ini.
Kita coba untuk mengidentifikasi kebutuhan pegawai tentang pembelajaran ini. Karena setiap pegawai itu kan memang pastinya membutuhkan pembelajaran terkait SKP. Karena itu akan menjadi kewajiban individu. Bukan kewajiban suatu organisasi atau suatu orang tertentu yang dibebani. Karena itu jadi bagian kebutuhan personal.
Kita coba identifikasi kebutuhannya, terus kita coba berkoordinasi juga dengan BKD terkait dengan pembelajaran dan materinya. Terus kita combine untuk proses pembelajarannya. Dan yang menarik adalah ketika proses pembelajaran ini tidak hanya secara verbal kita lakukan, kita juga melakukan pembelajaran secara visual.
Berkait dengan konten-konten pembelajaran secara materi, mungkin teman-teman yang ada di sini sering melihat video edukatif dari Kapten Icin. Salah satunya ini orangnya yang tampil di sini adalah Kapten Icin. Oke. Dan impact-nya luar biasa dari proses pengukuran kinerja tersebut. kita dapatkan 99% terhasil itu efeknya dengan tingkat kesalahan yang sangat minim kemudian juga tingkat keberhasilannya juga sempurna boleh dikatakan ini salah satu bentuk corporate university yang sudah kami terapkan walaupun dengan segala keterbatasan, tapi yang jelas value-nya kita dapat terus Tujuannya kita dapat Itu yang coba kita implementasikan Mungkin itu aja sih Oke Mulisin, thank you Pak sharingnya Nah itulah Pak Sebenarnya bahwa Dari ujung ke ujung itu Pak Jadi kita tidak hanya memikirkan Oh dia gak kompeten Kita training, tapi dia gak kompeten Terus mengakibatkan kinerjanya Gak naik gitu loh Pak Nah itu yang ditarik Pak Nah jadi itu sharing yang menarik ya Pak Dan dalam pembelajaran itu Tadi sudah disampaikan Bahwa Pak Mulisin Tidak hanya ngajarin tentang Tahu, mungkin dia udah tahu ya Pak Tapi tadi Mungkin juga harus pastikan Dia bukan hanya tahu, tapi bisa Tapi gak cukup sampai tahu dan bisa Tapi sikatnya juga Kalau dia misalnya Beliefnya, kalau kita sebutnya belief ya Pak Kadang ada yang menyebutnya ajijut Kalau dia gak belief ah ngapain sih belajar SKPD, SKPD kan bukan tugas saya gitu.
Atau, ah bisa SKPD nggak bisa, SKPD nggak ada ngaruhnya sama kinerja. Nah maka selama dia nggak believe, maka dia nggak akan implementasikan di tempat kerjanya. Jadi yang dibangun itu tiga hal.
Dari belum tahu jadi tahu, dari belum bisa jadi bisa melakukannya, dan tadi, believe-nya dia, sikapnya dia. Nah itu berarti Pak Mulisin sudah sukses mengungkit tiga hal itu Pak. Knowledge, skill, dan belief. Nah, banyak sekali pembelajaran yang kita lihat itu touch-nya hanya knowledge, Pak. Orang nggak tahu dikasih tahu.
Presentasi-presentasi. Yaudah, dia dari belum tahu jadi tahu gitu. Tapi nggak pastikan dia bisa. Apalagi mengubah sikapnya dia. Kan kita belajar itu bukan hanya supaya dia tahu, Pak.
Tapi mau melakukannya di tempat kerjanya. Nah, itu yang workplace learning ada tiga komponen itu. Thank you sharing-nya. Mbak Dinda barangkali mau nanya Mbak Dinda atau mau sharing apa Mbak Dinda?
belum Bu Anna masih menyimak oh menyimak ya baiklah baik thank you thank you teman-teman oke nah jadi kita tadi ya pentingnya menganalisa kebutuhan yang tepat kenapa karena kalau analisanya salah maka kebelakangnya salah tadi yang saya ilustrasikan orang sebenarnya pengen makannya nasi uduk tapi kita ngobrol-ngobrol nanya-nanya kok jadinya nasi gudeg gitu ya makanya Jadi, waktu kita bikin nasi gudeg, kita sampai sajikan nasi gudeg, waktu dia makan dia tidak puas, atau dia merasa itu bukan yang maunya dia. Jadi, TNI itu menjadi sangat penting untuk mengidentifikasi kebutuhan pembelajarannya. Jadi, kita akan masuk ke bagaimana menganalisa pembelajaran kebutuhan pembelajaran. Jadi, ini gambar yang menurut saya menarik ya Bapak Ibu.
Kenapa sih perlu adanya pembelajaran yang tepat? Ujung-ujungnya adalah supaya orang bisa mendeploy. Apapun strategi organisasi, apapun rencana-rencananya organisasi itu harus bisa dijalankan. Nah yang jalanin siapa?
Yang jalanin adalah orang-orang atau karyawan atau pegawai-pegawai kita. Oleh karena itu, pegawai kita itu harus kompeten. Nah kompetennya adalah...
Dia harus tahu dia mau belajar apa atau yang disebut dengan learning focus. Harus memfokuskan pembelajarannya. Nah, oleh karena itu supaya dia bisa fokus pembelajarannya, tarik dulu organisasi itu long term goal-nya apa, RJPP-nya apa, strategic intent-nya apa, program tahun ini apa, rencana kerjanya seperti apa.
Nah, baru kita tadi keyword-nya atau kata kuncinya adalah memastikan learning itu nge-link sama strategi organisasi. Sehingga tadi, belajar itu tidak asal belajar, tapi belajar sesuatu yang ada kaitannya sama kinerja. Nah, ini yang menurut saya kadang organisasi itu tidak terlalu fokus dalam mengidentifikasi. Yaudah, pokoknya kan ada pembelajaran untuk orang ini. Pokoknya kan setahun dia harus belajar 10 jam, misalnya.
Tapi belajar apanya? Nah itu yang akhirnya tidak kita fokuskan gitu ya. Nah jadi ini yang apa namanya kita katakan kenapa penting banget.
Kenapa? Ujungnya adalah karena kita memastikan dia kompeten untuk mendeploy strateginya. Oke, nah jadi ini adalah yang kita sebut salah satunya adalah TNA. TNA ini adalah tahap untuk menganalisa kebutuhan pembelajaran untuk mengetahui pelatihan yang dibutuhkan dengan segera dengan mengidentifikasi bisnis isu, performance isu, dan kompetensi isu.
Nah ini nanti kita bertahap, kita akan jelaskan maksudnya apa. Oke, Mbak Dinda boleh kita diskusi ya. Misalnya Mbak Dinda dikasih budget nih sama Pak Edung, 500 juta per tahun gitu.
Nah terus, tapi bukan buat shopping ya, Mbak Dinda ya, jadi buat training gitu ya. Nah kira-kira, terus Pak Edung minta tolong Mbak Dinda untuk menentukan. Tahun ini inspektorat perlu training apa?
Nah, gimana caranya Mbak Dinda untuk menentukan? Oh unit saya inspektorat itu perlunya training ini, ini, ini, ini. Boleh nggak sharing? Menurut Mbak Dinda gimana cara menentukan? Jadi ini juga pengalaman dari apa yang sudah dilakukan oleh inspektorat.
Mungkin nanti apabila memang masih ada... kurangan atau yang perlu diupdate dan diupgrade, jadi selama ini kita itu dalam menentukan kegiatan diklat apa yang dibutuhkan oleh pegawai, inspektorat yang 80%-nya itu adalah fungsional tertentu ya, auditor dan pengawas pemerintahan, itu kami beranjak dari program kerja tahunan yang pertama... Tahunan kami setahun ke depan ini Akan melakukan pemeriksaan apa Kemudian juga Selain dari situ Kami juga beranjak Dari Jadi tiap tahun itu kami dilakukan evaluasi Oleh Instansi pembina Bu Anna Dan Dan Setiap tahunnya Makan penilaian Tentang Tentang Bagaimana kami sudah menjalankan fungsi pengawasan, dari hasil penilaian itu diantaranya juga adalah penilaian terhadap SDM. Nah, dari itu kami mendapatkan informasi yang kurang, misalnya terkait pendidikan tentang pelatihan manajemen risiko yang masih harus diperdalam. Kedepannya juga dalam program PKPT ini kan seiring dengan berkembangnya anggaran, berkembangnya proses bisnisnya DKI gitu kan ya Bu.
Proses pengawasan juga harus terus berkembang kan. Kita tidak lagi mengawasi. berdasarkan kejadian yang sudah terjadi, tapi menganalisis risiko-risiko sehingga lebih efektif dan efisien.
Jadi mana yang lebih berpeluang dan beresiko untuk ditangani, sehingga lebih cepat ditemukan mitigasi atau pencegahannya. Nah, itu mungkin yang dari dua tadi, kayak program kerja, kemudian ada saran dari instansi pembina, sebagainya yang lebih berkesan. pengalaman juga, kemudian juga dari kebutuhan di SKPD sendiri, contohnya seperti pengurus barang, bendahara, itu kan kadang kita sebagai instansi yang notabene-nya itu adalah JFT, kita agak kekurangan untuk jabatan-jabatan pelaksanaan seperti itu, jadi kadang ada tapi belum diklat bendahara, belum diklat pengurus barang, nah itu yang Diprioritaskan juga bahwa mereka harus diusulkan ke BPSM DKI untuk dideklatkan gitu Bu Oke Jadi dari situ sih Oke, luar biasa Mbak Dinda, thank you Itu yang disebutnya dengan PNA gitu ya Mbak Dinda dan teman-teman Jadi berangkat dari program kerja tahunan Nah program kerja tahunan ini apa nih yang mau kita uber?
Dari situ kemudian untuk bisa mengerjakan program tahunan ini ada gap-nya nggak? Ada hal-hal yang tidak tercapai nggak tahun lalu? Berarti kan kalau tidak tercapai kan berarti jangan sampai tahun ini tidak tercapai lagi gitu ya Mbak Dinda. Terus habis itu terkait dengan SDM-nya.
Orang-orangnya kompeten nggak dalam melakukan itu? Nah itu sebenarnya yang sudah dilakukan oleh Mbak Dinda itu adalah proses TNA gitu Mbak Dinda. Nah itu sudah luar biasa gitu.
Tapi kira-kira 500 juta cukup nggak nih Mbak Dinda? Kalau nggak cukup nanti minta sama Pak Edung lagi. Siap, siap. Beritahu aja nggak usah makan, Bu. Ini guyon, Pak.
Nah itu tadi, Mbak. Kenapa? Karena kita punya tanggung jawab moral memastikan dana anggaran APBN itu digunakan untuk pelatihan yang ada kaitannya sama kinerja.
Bukan belajar sesuatu yang nggak ada kaitannya sama program kerja. Belajar fotografi, belajar memasak. Buat kerjanya nggak memasak, kelajarnya nggak fotografi, gitu.
Jadi itu, TNI itu adalah memastikan pembelajarannya tepat. Gitu, Mbak Dinda. Thank you ya.
Mungkin ada yang mau share nih. Yes, Mbak. Perkait anggaran tadi jadi, ya.
Jadi gini, mungkin nih sharing aja ya, Bu. Ini baru berjalan sih di tahun ini. Berubah.
Anggaran terbatas ya kan, apalagi pas pandemi ini. Jadi salah satu menyesatinya mungkin Insektorat itu, tahun ini kita tetap ada pengiriman pendidikan dan pelatihan untuk beberapa peserta. Tapi karena anggaran terbatas, jadi mengakalinya dari contoh 25 orang yang dikirim, yang dianggap lebih potensial untuk lebih cepat menyerap ilmu-ilmunya, nanti setelah itu kita adakan PKS Buwana.
Mereka minta untuk memaparkan ke seluruh pegawai tanpa terkecuali, seluruh jabatan tanpa terkecuali, hasil dari diklat mereka. Jadi itu semua penerapannya gitu Buwana. Jadi kayak konsep multi-level marketing gitu ya Mbak Dinda ya.
Dia belajar terus dia serap terus dia... Itu keren banget itu Adinda Itu bagus banget Selain mengakali anggaran yang terbatas Juga diharapkan Kan kalau biasanya kalau sharing lebih terasa ya Bu Anna. Betul.
Dan biasanya itu kalau dia sebelum berangkat, kalau boleh gini Mbak Dinda, dipesenin dulu Bapak, Ibu nanti berangkat pulang harus sharing. Jadi waktu dia belajar itu serius banget. Karena dia nanti harus sharing gitu ya. Nah jadi...
Biasanya. Iya. Makanya jadi itu bagus sih menurut saya.
Dan tidak apa ya... Dia belajar sesuatu tidak hilang gitu. Tapi benar-benar nanti dia akan sharing. Itu salah satu aplikasinya.
Nah kalau boleh juga dinaikkan dikit lagi Mbak Dinda. Selain dia harus sharing. Nanti dia aplikasikan di tempat kerjanya seperti apa.
Kan ujung-ujungnya dia belajar sesuatu tuh harus. Bukan hanya ngajar. Tetapi dia nanti misalnya cara mengaudit.
Investigatif audit gitu. Dia udah belajar nih. Nah pulang.
Nanti dia selain ngajar, selain sharing tadi, dia juga diwajibkan untuk merubah prosedurnya sehingga nanti audit di sana tuh menggunakan investigative audit gitu Mbak. Jadi dia belajar tuh nanti dia nanyanya sama instrukturnya jadi lebih terfokus gitu. Thank you sharingnya Mbak Dinda.
Yang lain barangkali sebelum saya lanjut lagi, saya belum dengar suaranya Bu Mutia. Bu Mutia barangkali mau sharing. Atau Pak Hafidz atau Bu Hafidz?
Ya, Bu Mutia. Saya sama-sama dengan Dinda, Bu, dari Inspektorat. Oh, oke.
Oke, oke, baiklah. Jadi pengalamannya sama ya. Baik, thank you Bu Mutia. Pak Hafidz, barangkali Pak. Maaf ya, saya suka nanya-nanya, biar ada interaksi.
Boleh ya Pak Edung ya, biar lebih hidup gitu ya Pak. Silahkan, walaupun itu yang kita berharapkan ada komunikasi. Biar ada komunikasi ya Pak, iya betul-betul.
Oke, kalau gitu saya izin lanjut lagi ya teman-teman. Jadi tadi ya, nextnya adalah mengapa sih kita perlu lakukan PNA gitu ya. Jadi tadi udah apa itu. yaitu TNA, sekarang mengapa perlu lakukan TNA. Jadi ada tiga hal yang biasanya kita kenapa perlu lakukan TNA.
Yang pertama adalah yang tahunan. Jadi tahunan itu untuk merencanakan budget dan kalender pelatihan tahunan. Biasanya di bulan-bulan September kita sudah mulai lakukan TNA untuk menentukan tahun 2022 itu perlu pelatihan apa. Bahkan kalau di Kemenkyu, mereka itu malah di bulan Mei seperti sekarang ini, itu sudah mulai lakukan TNA untuk tahun berikutnya, supaya kita tahu dan bisa merencanakan anggaran untuk tahun berikutnya.
Jadi ini adalah yang pertama, kenapa kita perlu lakukan TNA jika kita ingin masukkan atau pengajuan anggaran dan menyusun kalender pelatihan tahun depan. Itu yang pertama. Nah, dalam perjalanannya...
tentunya bisa juga yang men-trigger dua. Yang lain adalah satu, bila terjadinya performance problem. Misalnya tadi, Mbak Dinda tadi sudah merencanakan mau ada pelatihan tentang investigative audit.
Ternyata dalam perjalanannya, ternyata yang dibutuhkan lebih urgent hal yang lain. Jadi misalnya ternyata... audit bansos lebih dibutuhkan misalnya. Kenapa? Karena di situ sering terjadi masalah misalnya.
Maka kita boleh lakukan TNA ulang. Jadi bila ada performance problem muncul atau jika ada proyek implementasi. Misalnya kita di tahun lalu kita nggak menganggarkan untuk SAP.
Tahun ini kita perlu ada SAP. Maka kita boleh lakukan TNA ulang. Jadi TNA ulang itu di... kita lakukan ada tiga. Satu adalah untuk rencanakan budget tahun depan.
Yang kedua adalah jika terjadi problem, performance problem, artinya kalau menghadapi masalah kinerja, walaupun sudah dikasih pelatihan, tapi kok masih timbul masalah-masalah di lapangan. Nah, maka kita perlu TNA ulang. Atau bila unit kerja itu merencanakan implementasi baru sehingga butuh kompetensi baru. Jadi di sini yang... Men-trigger kenapa kita perlu Lakukan TNA tersebut Nah ini yang kita sebut dengan TNA Oke, saya lanjut lagi Nextnya adalah Bagaimana cara melakukan TNA?
Nah, cara melakukan TNA itu ini bahasa kerennya. Kalau tadi implementasinya seperti yang disebut oleh Mbak Dinda tadi. Apa sih kinerja yang diharapkan?
Jadi munculnya dari tadi, strategi organisasinya apa? Ekspektasi kinerjanya apa? Program kerja tahunannya seperti apa?
Nah, jadi ekspektasi dibandingkan dengan... pencapaiannya, ini yang hasil audit dari BPK atau BPKP gitu tadi ya. Nah kalau ada gap, maka kita cek ke bawah.
Performance apa sih yang nggak dilakukan sehingga muncul hal ini, adanya gap. Nah kalau performance apa, kinerjanya itu ada gap, maka kita cek lagi kompetensi mana sih yang dia nggak miliki sehingga muncul gap tersebut. Nah baru kita tawarkan, oh ini loh pelatihannya.
Nah harapannya adalah... Kalau pelatihan ini kita lakukan, orangnya jadi kompeten. Kalau dia kompeten, dia bisa perform, dia bisa melakukan pekerjaannya. Kalau dia bisa perform, maka tadi program kerja itu bisa tercapai. Nah, ini yang kita sebut dengan TNA, Bapak-Ibu semuanya.
Nah, jadi sekali lagi TNA itu kita lakukan. Tadi ya, ngecek dulu strategi organisasinya mau diarahkan ke mana. Ada gap nggak? Misal, kita harusnya setiap tahun mengeluarkan 30 perda misalnya Ternyata tahun lalu hanya berhasil 10 perda misalnya Maka tentunya ada gap gitu Kenapa ada gap?
Bahwa harusnya 30 tapi kita hanya bisa membuat 10 Nah kita cek Performance apa sih yang tidak dilakukan? Nah jadi ekspektasinya untuk nyusun perda dia harus bisa menghadap Tepat Dia harus bisa mengkompilasi perda yang sudah ada Dia harus bisa membuat rangkuman Dia harus bisa meyakinkan DPRD Dan seterusnya Nah, performance mana yang nggak dia lakukan? Nah, itu yang kita cek Nah, dari situ performance itu Kenapa dia nggak lakukan itu? Kompetensi mana sih yang dia nggak miliki?
Misal, ternyata dia nggak punya kemampuan Untuk menuliskan dalam bahasa hukum Dalam bahasa hukum Oh kalau gitu dia dikasih training tentang bagaimana menulis perda Nah itu Bapak Ibu semuanya Itu yang kita sebut dengan TNA Jadi TNA itu tidak langsung ngecek dari dia punya gap kompetensi apa Tapi ujung-ujungnya berangkat dari tadi Program kerjanya apa? Ada gap nggak program kerjanya? Nah dari situ performance-nya ada gap nggak? Kemudian kompetensinya ada gap nggak Kalau kompetensinya ada gap Maka inilah pelatihannya Oke sampai sini sebelum saya lanjut Barangkali dari Bapak Ibu ada yang mau ditanyakan dulu Barangkali ada yang mau didiskusikan Teman-teman semuanya Oke Nggak ada, barangkali Mbak Dinda lagi mau ini nggak, concern apa nggak gitu.
Jadi tadi yang Mbak Dinda cerita itu, itu sebenarnya sudah sesuai dengan tadi tahapannya gitu ya. Jadi cek dulu rencana kerjanya apa, cek dulu evaluasinya, cek lagi kompetensinya, SDM-nya gitu. Nah itu yang tadi Mbak Dinda cerita sebenarnya itu proses TNA.
Cuma ini dibuatkan dalam lebih terstruktur gitu Mbak Dinda. Oke, kalau gitu kita masuk satu per satu ya, gimana cara melakukan hal ini. Oke, saya izin lanjut lagi. Jadi contoh ya, tadi kan kita melihat ini kebetulan ini di perusahaan. Jadi bisnis issue atau bisnis gap-nya tadi, harusnya jumlah produksinya 100% tercapai.
Tapi ternyata sekarang hanya tercapai 75%, berarti ada 25% yang tidak tercapai. Kenapa sih dia tidak tercapai jumlah produksinya, ini kebetulan pabrik semen Indonesia. Kenapa? Oh ternyata dia kesulitan dalam memprediksi permintaan produksi. Ini performance issue.
Dia kesulitan memprediksi kebutuhan spare parts, sehingga mesinnya rusak terus waktu mau produksi, tidak berhasil produksi. Dan tidak adanya sinkronisasi antara orang marketing dengan produksi. Nah ini performance issue yang muncul.
Performance issue ini muncul kenapa? Oh ternyata dia nggak punya kemampuan atau kompetensi untuk melakukan perhitungan produksi Oh kalau itu dikasih training production planning Kalau dia nggak mampu untuk melakukan trend analysis Dikasih training tentang sales trend analysis dan seterusnya Kalau dia nggak bisa koordinasi dengan team marketing Maka dia dikasih communication skill Nah lihat ya Bapak Ibu semuanya Jadi pelatihan itu sangat tergantung kepada tadi Ujung-ujungnya bisnis isunya apa. Harapannya kalau training ini diberikan, dia jadi kompeten.
Kalau dia kompeten, dia bisa melakukan pekerjaannya. Atau yang kita sebut dengan perform. Kalau dia bisa perform, maka pencapaian kinerja unitnya tercapai. Nah, itu prosesnya, teman-teman. Itu yang kita sebut dengan TNA.
Jadi, istilah kerennya tidak ngujuk-ngujuk, oh ini perlu pembelajaran ini. Tapi, tidak ada kaitannya sama pelatihannya. Jadi, ini saya punya pengalaman menarik, teman-teman. Dulu awal banget ya, orang belum banyak yang raping korpu, banyak yang melakukan TNA-nya itu adalah mengisi form. Nah bukan salah sebenarnya, tapi lebih kepada, oh saya pengen ini, pengen ini, pengen ini, pengen ini.
Jadi keluarlah wish list. Oh dia lagi mau buka warung gitu, oh saya butuh nih pelatihan tentang hipnoterapi. Nggak ada kaitannya sama kerjaan gitu.
Tapi pakai anggarannya organisasi untuk training gitu. Yang ujung-ujungnya nggak dikaitkan dengan bisnis isunya apa. Nah itu yang kita sebut dengan wish list.
Dia pengennya, pengennya, pengennya. Tapi begitu dikasih pelatihan, satu, belum tentu dia datang. Dua, dia datang hanya untuk kepentingan dia pribadi. Tapi nggak ada kaitannya sama organisasi sama sekali. Jadi akhirnya organisasi yang rugi gitu ya.
Performancenya dia tidak meningkat. Nah itu, jadi maka kalau kita menerapkan korbu, biasanya kita ngecek sampai ke sini. Nah ini nanti teman-teman bisa dengerin paparan dari teman-teman dari KemenQ yang bisa paparkan tentang bagaimana transformasi perubahan cara melakukan PNA-nya.
Itu yang transformasi yang menurut saya luar biasa. Oke, nah saya mau nanya nih sama teman-teman. Menurut teman-teman, yang harusnya lakukan TNA ini siapa? Yang harusnya mengidentifikasi ini siapa? Menurut Mbak Dinda, menurut Mbak Dinda siapa?
Orang dari unit kerjanya atau SDM yang lakukan? Enggak dari unit kerjanya, kepegawaian yang ada. Betul, kenapa? Karena tadi yang bisa memastikan tadi bisnis isunya apa, kinerjanya mana yang nggak tercapai, kompetensi, kompetensi mana yang diperlukan, itu orang-orang di unit kerjanya. Karena yang dia tahu banget.
SDM bisa sih melakukan itu, tapi untuk mempelajari hal itu, tentunya SDM butuh waktu. Benar ya? Dan biasanya, kayak kita lah, misalnya tetangga kita yang suruh ini, pengen makannya apa. Nah yang kita yang di rumah kan lebih tahu ya. Oh suami saya tuh senangnya makannya gudeg gitu.
Saya lebih tahu dibanding tetangga saya. Tetangga saya sih bisa nanya-nanya, eh, Bapak suka makannya apa? Tapi kan lebih cepat kalau saya yang saban hari di rumah, saya tahu, oh dia pengennya makannya ini.
Nah, itu yang makanya kenapa pentingnya yang melakukan TNA adalah orang yang ada di unit kerjanya. Supaya tadi meta-innya benar banget. Gitu sih. Ya, Mbak Dinda barangkali mau komentar. Lebih punya data holistiknya kali ya Bu.
Betul. Data kinerjanya juga ada. Data tentang apa yang dibutuhkan juga ada. Data tahun lalunya juga ada. Nah, jadi itu yang makanya penting banget orang unit itu diajak.
Makanya Pak Edung waktu menyampaikan bahwa kita mau lakukan sosialisasi seperti ini saya menyambut dengan baik sekali. Kenapa? Karena justru menurut saya...
Orang-orang unit itu yang harus ditularkan cara lakukan TNA seperti apa. Nah kebetulan kan Mbak Dinda sudah lakukannya dengan metode yang bagus gitu ya. Nah barangkali itu bisa ditularkan juga tidak hanya di inspektora, tapi semua di unit itu ada 42 SKPD ya Pak Edung ya. Nah semuanya bisa melakukan ini dengan cara yang bagus gitu. Sehingga tadi training yang dilakukan itu.
benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Mungkin yang lain ada yang mau sharing dulu atau ada yang mau didiskusikan? Teman-teman semuanya. Mohon izin Bu Anna.
Baik. Kalau untuk di unit Pampul sendiri kan memang sudah melakukan proses TNI ini. Salah satunya kan kita mengisi from rencana kebutuhan.
di klat biasanya komponennya itu memang sudah diberikan dari BPSDN itu cikal bakalnya dari situ tapi memang untuk menganalisis suatu kebutuhan di klat itu sendiri kita kembalikan lagi kepada masing-masing kepala bidang atau pejabat SLO untuk menganalisa lagi menganalisa kembali kebutuhan-kebutuhan daripada setiap pegawai di bawahnya selain pejabat SLO 4, analis kemudian mengadministrasi sebetulnya dikeluarkan apa yang dibutuhkan dari masing-masing bawahannya untuk menunjang performa daripada pelaksanaan pekerjaan. Nah, itulah yang kita coba analisis, kemudian kita tabulasi, sehingga jadilah data rencana kebutuhan pendidikan dan pelatihan untuk tahun 2021 misalnya. Dengan mengacu kepada data yang di tahun 2020 sebagai komparasi daripada kegiatan-kegiatan sebelumnya.
Apakah dikelas ini? sudah pernah dilakukan atau belum. Evaluasinya memang setiap tahun kita lakukan pelaksanaan evaluasi.
Memang untuk di tahun 2020 memang kurang ada maksimal kait masalah pandemi, kita tahu itu. Tapi setidaknya tahapan-tahapan TNI itu sudah kita lalui setiap tahun untuk hasil yang kita harapkan maksimal di implementasinya di SKPT. Terima kasih Pak Mulisin Thank you Pak Jadi sharingnya bagus ya Nah ini yang sebenarnya Apa yang dilakukan inisiatif dari Pak Edung Adalah supaya antar satu SKPD Dengan SKPD yang lain itu ada standarnya Supaya kita melakukannya Itu benar-benar Tadi apa yang sudah bagus Itu kita tingkatkan kembali Cuma memang dari pengalaman saya Mungkin kalau saya karena ibu-ibu ya, ilustrasinya kayak rumah gitu ya. Jadi misalnya anak kita masih kecil, kita tanya, Dek mau belajar apa? Mau les apa?
Kadang mereka sukanya sesuatu yang, Ah mama aku nggak mau ngeles, bosen gitu. Nah kadang padahal kita tahu, Eh kalau dia ngeles apa itu ada manfaatnya bagi dia. Nah itu yang saya sebenarnya mau sampaikan.
Kadang ada bagusnya juga atasannya dilibatkan untuk nanya, Tetapi... kalau bisa atasannya itu tidak hanya nanya, tetapi melihat atau mengevaluasi kinerja. Menambahkan saja Pak Muslisin ini Pak. Jadi menambahkan saja. Mungkin juga anaknya juga tidak tahu dia perlu pelatihan apa.
Tapi itu boleh kita lakukan. Jadi sebenarnya TNI itu tadi ya Pak, berangkatnya itu dari dua hal. Satu adalah kinerja, yang kedua memang ujung-ujungnya kompetensi orang yang perlu.
Nah kompetensi orang itu kita tanya ke orangnya. Anda perlu di-improve apa lagi Tapi jangan lupa Di-improve apanya itu Ditarik ke kinerjanya Gitu ya Pak Thank you untuk sharingnya Oke, baik