A. Asal-usul dan makna Semboyan Bineka Tunggal Ika 1. Asal-usul Semboyan Bineka Tunggal Ika Majapahit merupakan kerajaan di Nusantara yang banyak menginspirasi bangsa Indonesia. Semboyan Bineka Tunggal Ika merupakan salah satu contoh nyata bagaimana semangat persatuan Majapahit menginspirasi negara kita. Majapahit pernah berada pada masa kejayaannya saat pemerintahan Raja Hayamuruk. Saat itu Majapahit menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara.
Dengan luasnya wilayah kekuasaan yang tersebar di berbagai pulau di Nusantara yang terdiri atas beragam agama, kepercayaan, ras, suku, budaya, bahasa, dan lain-lain, maka pertentangan tidak dapat dihindari. Empu Tantular adalah seorang pujangga sastra Majapahit yang masih kerabat Raja Hayamuruk. Beliau merupakan penganut agama Buddha.
Hal ini bisa diketahui dari kakawin atau syairnya yang terkenal yakni kakawin Arjuna Wiwaha dan kakawin Suta Soma. Meski demikian, kita dapat melihat sikap inklusif atau terbuka dari empu tantular dalam menerima perbedaan berdasarkan isi dari kitab Suta Soma. Pada salah satu bait di kitab tersebut terdapat kalimat yang kemudian kita jadikan sebagai semboyan Republik Indonesia.
yakni bineka tunggal ika yang berarti berbeda-beda, tetapi tetap satu jiwa. Semboyan bineka tunggal ika merupakan respons dari empu tantular terhadap realitas sosial masyarakat Majapahit yang membutuhkan persatuan di tengah perbedaan yang ada. Empu tantular ingin memberi nasihat persatuan bahwa masyarakat Majapahit memang berbeda-beda, tetapi sebenarnya merupakan satu kesatuan.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika ini kemudian menjadi Semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, NKRI. Kata Bhinneka, Tunggal, dan Ika berasal dari bahasa Jawa kuno. Ketiga kata tersebut membentuk satu kalimat yang diterjemahkan menjadi, berbeda-beda tetapi tetap satu juga.
Kalimat tersebut tertulis di dalam kitab yang memiliki judul resmi purusadha. Kitab yang berbentuk lembaran-lembaran ini memiliki peran memberikan spirit dalam upaya penyatuan bangsa Indonesia karena mengandung kalimat nasihat yang akhirnya oleh para pendiri negara republik ini digunakan sebagai semboyan dalam Garuda Pancasila sebagai lambang Indonesia. Berikut ini bunyi kalimat lengkapnya.
Dari kalimat lengkap tersebut diambil satu kalimat yakni, Bineka Tunggal Ika, yang dijadikan sebagai semboyan negara. Tulisan dari kalimat ini terdapat pada pita yang dicengkeram oleh burung Garuda. Pada sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950 lambang negara Garuda Pancasila dan semboyan negara Bineka Tunggal Ika secara resmi digunakan.
Namun, Baru pada tanggal 17 Agustus 1950 lambang dan semboyan tersebut diperkenalkan. Setelah terjadi amandemen UDNRI tahun 1945, semboyan Bineka Tunggal Ika yang terdapat pada lambang negara Garuda Pancasila diatur pada pasal 36 AUDNRI tahun 1945 yang menyatakan, lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bineka Tunggal Ika. Aturan konstitusional tersebut menjadi dasar hukum secara yuridis konstitusional maupun formal bagi negara mengenai penggunaan simbol tersebut sebagai identitas sekaligus pemersatu bangsa Indonesia. Selanjutnya, aturan penggunaan lambang negara beserta semboyan negara diatur lebih rinci pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan. Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk heterogen dengan wilayah kepulauan yang terdiri atas belasan ribu pulau yang satu sama lain dipersatukan oleh selat dan laut.
Maka, Semboyan Bhinneka Tunggal Ika mengandung makna tentang sebuah semangat, harapan, dan kekuatan penyatuan dalam berbagai keberagaman tersebut. Makna Bhinneka Tunggal Ika secara historis merupakan semangat bersatu dalam konteks keberagaman agama di dalam masyarakat Majapahit. Kalimat ini terdapat di dalam Kitab Suta Soma yang berisi tentang ajaran moral dan etika sosial masyarakat Majapahit. Kalimat Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Suta Soma bermakna semangat kesatuan dan toleransi dalam keragaman agama pada masyarakat, khususnya antara penganut Buddha dan Hindu pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit. Dilihat secara tekstual atau harfiah, bineka tunggal ika berasal dari tiga kata, yakni bineka, tunggal, dan ika.
Arti bineka adalah berbeda beragam, tunggal berarti satu, sedangkan ika berarti itu. Jika digabung, artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Makna Bhinneka Tunggal Ika secara kontekstual ialah perbedaan dalam keberagaman merupakan kesatuan dari bangsa Indonesia.
Kalimat Bhinneka Tunggal Ika mengandung dua unsur, yaitu keberagaman dan kesatuan. Keberagaman merupakan gambaran dari kenyataan masyarakat Indonesia yang terdiri atas perbedaan dan keragaman ras, suku, budaya, adat istiadat, bahasa, agama, dan lain-lain. Kenyataan tersebut harus diterima dan disadari sebagai kekayaan dan anugerah Tuhan. Sementara unsur kesatuan merupakan cita-cita dan tujuan kehidupan berbangsa.
Pada dasarnya manusia terlahir dengan keunikan yang berbeda-beda sebagai individu-individu. Manusia kemudian menyatu dalam kelompok, komunitas, serta suku-suku dengan kehendak masing-masing yang satu sama lain juga berbeda. Komunitas dan suku-suku ini kemudian menyatu sebagai satu bangsa dan negara. Kenyataan tentang keberagaman harus disikapi dengan persatuan, kerjasama, semangat gotong royong, saling menghormati, dan menghargai.
Persatuan ini akan mewujud menjadi kesatuan dalam satu bangsa dan negara Indonesia. Kesatuan sesungguhnya merupakan hasil dari persatuan. Kesatuan Masyarakat Indonesia adalah bangunan kokoh yang terwujud dalam sebuah negara kesatuan Republik Indonesia.
Adanya kesatuan ini ialah untuk merealisasikan tujuan yang terdapat pada Alinea keempat pembukaan UDNRI tahun 1945. Saat ini, semangat Bhinneka Tunggal Ika harus diperkuat kembali. Dengan menggelorakan kembali semangat tersebut, generasi muda diharapkan tidak lupa dengan kekuatan semboyan yang telah menyatukan bangsa Indonesia dalam perjuangan mewujudkan cita-cita bangsa. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang heterogen.
Pada ruang-ruang publik, kita sulit bahkan tidak dapat menemukan homogenitas absolut atau persamaan mutlak. Heterogenitas atau kebinekaan sudah menjadi keniscayaan. Oleh karena itu, Kita harus sadar untuk menerima dan menghargai berbagai perbedaan dengan mengembangkan sikap toleransi.