Transcript for:
Kisah Inspiratif B.J. Habibie

Hai Bahamers, selamat datang di channel Aku paham, pada kesempatan kali ini, Aku Paham akan berbagi kisah inspiratif tentang seorang tokoh yang sudah pasti tidak asing lagi di telinga para pahamers. Yaitu Baharudin Yusuf Habibi atau yang lebih dikenal dengan Belja Habibi. Presiden Republik Indonesia yang ketiga sekaligus bapak teknologi Indonesia yang lebih dikenal dunia dengan julukannya Mr. Craig sejak ia menemukan rumus faktor Habibi. Sebuah teori yang dijadikan sebagai landasan ilmu bagi ilmuwan aerodinamika dunia. Selain itu, B.J. Habibie juga dikenal sebagai Bapak Demokrasi Indonesia karena ia membawa angin segar atas disahkannya kebebasan pers di Indonesia saat ia menjabat sebagai Presiden Indonesia. Bagaimana perjalanan B.J. Habibie menjadi teknokrat sekaligus negarawan? Inilah kisah selengkapnya. Beji Habibi lahir pada tanggal 25 Juni 1936 di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Ayah Habibi adalah seorang ahli pertanian, dan ibunya adalah seorang dokter spesialis mata. Habibi kecil adalah pribadi yang lebih suka menyendiri. Hobinya adalah membaca buku. Walaupun begitu, ia juga termasuk anak yang sangat aktif bertanya. Karena Habibi memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Untuk kalian yang belum tahu, sewaktu kecil panggilan akrabnya diantara keluarga dan temannya bukanlah Habibi, melainkan Rudy. Habibi pertama kali bertemu dengan Ainon kecil pada saat bermain kelereng dengan kakaknya. Ayah Habibi meninggal pada saat Habibi berusia 14 tahun. Habibi bersekolah di SMA yang sama dengan Ainun. Karena keduanya sama-sama murid yang pintar, guru SMA-nya juga teman-temannya menjodoh-jodohkan mereka. Pada usia 18 tahun, Habibi berkuliah di Institut Teknologi Bandung atau ITB. Namun, hanya satu semester saja. Sedangkan Ainun muda, mengejar mimpinya menjadi dokter dengan berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Satu tahun kemudian, Habibi berangkat ke Jerman untuk berkuliah di salah satu perguruan tinggi terbaik di Jerman, yaitu RWTH Aachen, atas biaya dari ibunya sendiri. Saat menjalani kuliah di Jerman, Habibi juga aktif berorganisasi. Ia pernah menjadi Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia atau yang biasa disingkat dengan PPI. Pada usia 24 tahun, Habibi lulus S1 dan langsung melanjutkan pendidikannya hingga ke jenjang S3. Satu tahun kemudian, ia harus kembali ke Indonesia untuk menikah dengan Ainun di Bandung. Mereka kemudian menetap di Jerman. Di usia 26 tahun, anak pertamanya yang bernama Ilham lahir. Kemudian di usia 28 tahun, Habibi meraih gelar dokter inginier dari RWTH Aachen dengan predikat Summa Cum Laude. Di usia yang masih terbilang muda, yaitu 31 tahun, Habibi mendapatkan gelar guru besar dari ITB. Di tahun yang sama pula, anak keduanya bernama Tarik lahir. Setelah lulus, Bajie Habibi bekerja di perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, yaitu Messerschmitt-Bolkow-Blohm atau MBB, sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisi Struktur Pesawat Terbang. dan Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer dari tahun 1965 hingga 1973. Atas kinerjanya yang luar biasa, ia pun dipercaya. Saya menjadi Direktur Teknologi di MBB selama 5 tahun, sekaligus penasihat senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB. Dialah satu-satunya orang Asia yang menduduki jabatan nomor 2 di perusahaan pesawat terbang Jerman tersebut. Beji Habibi dikenal sebagai seorang inovator jenius dari Indonesia yang memiliki sumbangsi besar pada teknologi pesawat terbang dunia. Salah satu kontribusi terbesarnya adalah pada teori perambatan keretakan atau crack propagation. Teori ini digunakan untuk mencari penyelesaian terbang dunia. gunakan untuk memprediksi titik mula retakan pada sayap pesawat terbang. Pada teori ini, B.J. Habibie berhasil melakukan perumusan yang sangat mendetail, sehingga perhitungannya dapat presisi sampai ketikat atom. Ini adalah penemuan yang sangat besar di dunia penerbangan, sehingga ia mendapatkan julukan Mr. Craig karena penemuan metode, teorema, dan faktor Habibie tersebut. Pada usia 37 tahun atau pada tahun 1973, Habibie harus pulang ke Indonesia atas mandat dari Presiden Soeharto. Selang satu tahun kemudian, ia menjadi penasihat di Rut Pertamina. Pada usia 40 tahun, ia ditunjuk sebagai Direktur Utama IPTN atau Dirgantara Indonesia. 7 tahun kemudian, ia diangkat menjadi Menteri Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Di usia 50 tahun, tepatnya pada tahun 1986, ia bersama insinyur-insinyur kebanggaan Indonesia di Dirgantara Indonesia memulai proyek pembuatan pesawat N250 di Bandung. Dua tahun kemudian, ia diangkat kembali menjadi Menteri Riset dan Teknologi untuk kedua kalinya. Hingga tahun 1992, saat ia berusia 56 tahun, Habibi telah memiliki lebih dari 45 hak patent yang banyak digunakan oleh perusahaan penerbangan dan roket seperti Airbus. Di tahun tersebut juga, Habibi mendapatkan penghargaan Fyodor von Kármán. Ia juga menjadi orang Asia pertama yang mendapatkan penghargaan bergensi yang menjadi kiblat penerbangan sipil dunia tersebut. Pada usia 57 tahun atau pada tahun 1993, Habibi diangkat kembali menjadi Menteri Riset dan Teknologi untuk yang ketiga kalinya. Dua tahun kemudian, ia memimpin uji coba pesawat M250 dan sukses terbang di langit Nusantara. Namun, pesawat tersebut harus menunggu sertifikat layak terbang untuk dapat digunakan secara komersial termasuk diperdagangkan. Tiga tahun kemudian, pada tahun 1998, ia terpaksa harus menghentikan proyek andalan pesawat N250 karena krisis moneter. Di tahun yang sama pula, ia menjadi wakil Presiden RI mendampingi Presiden Soeharto. Tak lama kemudian, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran diri di Istana Merdeka, Jakarta, sehingga ia harus menggantikan Soeharto menjadi Presiden RI. Pada tahun 1999, ia mengesahkan UU Kebebasan Pers dan Otonomi Daerah. Di tahun yang sama pula, Timur-Timur lepas dari Indonesia. Akhirnya, Habibie harus turun dari jabatan sebagai presiden setelah laporan pertanggung jawabannya ditolak oleh MPR. Baji Habibie menjadi presiden Republik Indonesia dengan masa jabatan terpendek, yaitu 1 tahun 4 bulan. Pada tahun 2010, Ainun meninggal setelah berjuang melawan kanker ovarium stadium 4. Habibi sempat menderita psikosomatik malignan, yaitu suatu kondisi gangguan psikologi yang disebabkan oleh rasa sakit kehilangan orang terkasih. Sehingga salah satu solusi sekaligus obat yang ia pilih adalah dengan menulis buku diary. Habibi rutin berziarah ke makam Ainun setiap hari selama 100 hari dan juga setelahnya. Pada tahun 2012, kisah cintanya diabadikan dalam sebuah film berjudul Habibi dan Ainun yang sukses diperankan oleh Rezara Hadian dan Bunga Citralestari. Beji Habibi meninggal di usia 83 tahun, tepatnya tanggal 11 September 2019 di Jakarta. Ia dimakamkan tepat di samping Makam Ainun. Beji Habibi mengajarkan kita bahwa keberhasilan bukanlah milik orang yang pintar, tapi milik mereka yang senantiasa berusaha. Sekarang jangan lupa subscribe, like, komen, dan nyalakan notifikasinya ya agar kamu tidak ketinggalan informasi yang menarik dari Aku Paham.