Transcript for:
Revolusi Perancis: Transformasi Sosial dan Politik

Revolusi Perancis adalah suatu periode pergolakan politik dan sosial radikal di Perancis yang memiliki dampak abadi. terhadap sejarah Perancis dan lebih luas lagi terhadap Eropa secara keseluruhan. Revolusi ini merupakan salah satu dari revolusi besar dunia yang mampu mengubah tatanan kehidupan masyarakat. Monarki absolut yang telah memerintah Perancis selama berabad-abad runtuh dalam waktu tiga tahun.

Rakyat Perancis mengalami transformasi sosial politik yang epik. Feodalisme, aristokrasi, dan monarki mutlak diruntuhkan. oleh kelompok politik radikal sayap kiri, oleh masa di jalan-jalan, dan oleh masyarakat petani di pedesaan. Ide-ide lama yang berhubungan dengan tradisi dan hirarki monarki, aristokrat, dan gereja katolik digulingkan secara tiba-tiba dan digantikan oleh prinsip-prinsip baru, liberte, egalite, fraternite, atau kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Ketakutan terhadap pergulingan menyebar pada monarki lainnya di seluruh Eropa yang berupaya mengembalikan tradisi-tradisi monarki lama untuk mencegah pemberontakan rakyat.

Pertentangan antara pendukung dan penantang revolusi terus terjadi selama dua abad dan terus menghantui setiap pejuang. Pada tanggal 10 Mei di tahun 1774, Raja Louis XV dari Kerajaan Monarki Perancis meninggal setelah memerintah selama hampir 60 tahun dan meninggalkan cucunya untuk mewarisi kerajaannya yang bermasalah dan hancur. Tidak lama kemudian pada tahun 1774, Louis XVI yang baru berusia 19 tahun naik tahta menjadi Raja Perancis di tengah-tengah krisis keuangan. Negara Perancis sudah hampir bangkrut dan pengeluaran negara melebihi pendapatan. Krisis ini terutama sekali disebabkan oleh keterlibatan Perancis dalam Perang 7 Tahun dan keterlibatan Perancis dalam Revolusi Amerika yang berhasil melemahkan Inggris Raya.

Hal ini juga menambah utang Perancis secara signifikan, sementara keberhasilan Amerika mendorong sentimen anti-despotik di dalam negeri. Pada bulan Mei di tahun 1776, Menteri Keuangan Turgot dipecat setelah ia gagal melaksanakan reformasi keuangan. Setahun kemudian, seorang warga asing bernama Jacques Westnecker ditunjuk menjadi bendahara keuangan. Necker tidak bisa menjadi menteri keuangan resmi karena ia adalah seorang protestan. Necker menyadari bahwa sistem pajak di Perancis sangat regresif.

Masyarakat kelas bawah dikenakan pajak yang lebih besar, sementara kaum bangsawan dan pendeta diberikan banyak pengecualian. Dengan data dan fakta tersebut, kemudian Necker beranggapan bahwa pembebasan pajak untuk kaum bangsawan dan pendeta harus dikurangi. dan mengusulkan untuk meminjam lebih banyak uang agar permasalahan keuangan negara Perancis bisa teratasi.

Kemudian Necker pun menerbitkan sebuah laporan untuk mendukung anggapannya ini, yang menunjukkan bahwa defisit negara menembus angka 36 juta livre. Selain itu, Necker juga mengusulkan pembatasan kekuasaan parlemen. Usulan Necker ini tidak diterima dengan baik oleh para menteri raja, dan Necker yang berharap bisa memperkuat posisinya berpendapat bahwa ia harus diangkat sebagai menteri, tetapi Raja Louis XVI menolaknya. Karena Necker tetap kekeh dengan permintaannya, akhirnya Necker dipecat dan Charles Alexander de Cullen pun kemudian ditujuk menggantikan Necker untuk menjadi bendahara negara yang baru. Cullen yang memang mengerti keadaan perekonomian negara dengan cepat menyadari situasi keuangan Perancis yang sedang kritis dan mengusulkan pembentukan kode pajak yang baru.

Usulan Kallen ini termasuk penarikan pajak bumi yang konsisten, yang juga dipungut pada kaum bangsawan dan pendeta. Karena ditentang oleh parlemen, Kallen mengadakan pertemuan dengan majelis bangsawan dan berharap mendapat dukungan. Alhasil, pada bulan Februari di tahun 1787, Charles Alexander de Kallen mengumpulkan bangsawan dan perwakilan borjua Siguna membahas defisit keuangan negara.

Kallen mengusulkan supaya pajak dikenakan juga pada golongan masyarakat pemilik hak istimewa. Namun bukannya mendukung rencana Kallen, kelompok elit di Perancis tegas menolak untuk mengambil tanggung jawab atas reformasi perpajakan yang diusulkan oleh Kallen. Dan tidak hanya itu, kelompok elit Perancis ini pun malah melemahkan posisi Kallen dengan mengkritiknya.

Setelah puas mengkritik, para elit Perancis ini kemudian menyarankan diadakannya Estates General untuk membahas rencana kebijakan pajak baru dan solusi menangani krisis keuangan negara. Untuk tambahan informasi, Estates General sederhananya semacam sidang parlemen yang menghadirkan dari tiga golongan yang ada di Perancis. Estates General ini belum pernah terjadi sejak tahun 1614. Menyadari bahwa kedudukan Louis sebagai raja telah dikalahkan, sebagai tanggapan ia menunjuk Jasquette Necker yang populer sebagai menteri keuangan barunya dan untuk pertama kalinya sejak tahun 1614. Pada tahun 1614, Raja Louis menjadwalkan Estates General untuk bersidang pada tanggal 5 Mei di tahun 1789. Pemanggilan ini sekaligus menjadi pertanda bahwa monarki Bourbon sedang dalam keadaan lemah dan tunduk pada tuntutan rakyatnya. Di seluruh Perancis, 6 juta orang berpartisipasi dalam proses pemilihan Estes General.

Dan total 25 ribu daftar keluhan disusun untuk didiskusikan. Kemudian, pada tanggal 5 Mei di tahun 1789, Estes General pun digelar. Sidang ini berlangsung di Grand Salles de Mainus-Plazier, Versailles, dan diikuti oleh tiga golongan masyarakat Perancis. 282 perwakilan dari kaum bangsawan, 303 perwakilan dari pendeta, dan terdapat 578 deputi yang mewakili Estes ketiga. Pertemuan ini dibuka dengan pidato 3 jam oleh Nekar.

Setelah itu sidang berakhir dengan perpecahan. Salah satu pemicunya ialah debat alat terkait mekanisme pengambilan keputusan. Yani karena suara masih dihitung berdasarkan warisan dan bukan berdasarkan kepala. Dalam pertemuan terakhir Estes General yang terjadi pada tahun 1614, masing-masing golongan memiliki memiliki satu suara dan dua diantaranya bisa membatalkan suara ketiga. Dalam hal ini, Parlemen Paris khawatir bahwa kerajaan akan berusaha menggerimender majelis untuk mencurangi hasil.

Oleh sebab itu, mereka memutuskan bahwa susunan SS harus sama dengan susunan sidang terakhir yang terjadi pada tahun 1614. Namun, aturan SS General yang terjadi terakhir kali pada tahun 1614 pun berbeda dengan praktik pada majelis daerah. Di sidang majelis di daerah-daerah Perancis, masing-masing anggota memiliki satu suara. dan third edge stage atau golongan ketiga memiliki anggota dua kali lipat lebih banyak dari edge stage atau golongan lainnya. Sebagai contoh, di Deupin, Majelis Provinsi sepakat untuk mengadakan jumlah anggota third edge stage dan mengadakan pemilihan keanggotaan dan memperbolehkan satu suara per anggota, bukannya satu suara per edge stage. Edge stage ketiga menolak untuk memverifikasi pemilihannya sendiri, sebuah proses yang diperlukan untuk memulai proses, suatu syarat yang ditolak keras oleh kaum bangsawan.

Golongan Rakyat Jelata bersih tegang dengan kaum pendeta yang menjawab kalau mereka membutuhkan lebih banyak waktu untuk memutuskan. Sementara itu, perhatian Louis ke-16 teralihkan dengan kematian putranya yang melumpuhkan otoritas kerajaan. Dalam kondisi yang tidak menentu, Necker pada akhirnya memutuskan bahwa setiap estetis harus memverifikasi anggotanya masing-masing dan raja bertindak sebagai penengah.

Namun, negosiasi dengan dua estetis lainnya tetap tidak berhasil. Jauh sebelum pertemuan berlangsung, Komit 30, sebuah kelompok liberal yang beranggotakan warga Paris, mulai melakukan agitasi terhadap suara Estet. Komit 30 ini sebagian besarnya terdiri dari orang-orang kaya dan mereka berpendapat bahwa sistem suara di Estet General harus sama dengan sistem yang berlaku di Dauvin. Kelompok ini beranggapan bahwa sistem lama sudah tidak efisien karena rakyatlah yang berdaulat. Necker lalu menggelar sidang kedua majelis yang menghasilkan keputusan penolakan terhadap usulan perwakilan ganda dengan suara 111 berbanding 333. Pemilihan diadakan pada musim semi di tahun 1789. Persaratan hak pilih untuk STS ketiga adalah harus laki-laki kelahiran Perancis atau naturalisasi.

Setidaknya berusia 25 tahun, berkediaman di lokasi tempat pemilihan berlangsung dan membayar pajak. Pemilihan menghasilkan 1201 delegasi yang terdiri dari 291 bangsawan, 300 pendeta, dan 610 anggota STS ketiga. Untuk mengarahkan delegasi, Kaisir de Doleans atau Dekumin Keluhan disusun sebagai pengarah yang memuat daftar permasalahan yang dihadapi oleh Netiara.

Pamflet yang disebarkan oleh para bangsawan dan pendeta liberal semakin merebak setelah dicabutnya penyensoran pers. Abie Manuel Joseph Seyes, seorang teoretikus dan pendeta katolik berpendapat mengenai betapa pentingnya keberadaan eset ketiga dalam pamflet Que se que la tierce etat, yang jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi What is the third estate? atau jika di Indonesia berarti apa itu golongan ketiga. Pamflet ini diterbitkan pada bulan Januari di tahun 1789. Dalam pamflet itu, Abeseis menegaskan apa itu esets ketiga, segalanya.

Apa posisinya dalam tatanan politik? Tidak ada. Ia ingin menjadi apa? Sesuatu. Pada tanggal 10 Juni di tahun 1789, Abeseis sang pendeta yang kecewa atas kejadian sidang kemudian memutuskan pindah keanggotaan menjadi esets ketiga.

Dan sekarang, mengikuti pertemuan sebagai komunis atau rakyat biasa. ABCS mengajak dua SS lainnya untuk ikut serta, tetapi ajakannya ini tidak diindahkan. Kemudian, pada tanggal 17 Juni di tahun 1789, SS ketiga yang sekarang menjadi lebih radikal mendeklerasikan diri sebagai The National Assembly atau Majelis Nasional, majelis yang bukan berasal dari SS tetapi dari golongan rakyat. Para anggota SS ketiga ini bersikeras akan melanjutkan sidang Majelis Nasional meskipun tanpa perwakilan dua SS lainnya. Selain itu mereka juga menegaskan bahwa dengan atau tanpa bantuan mereka tetap akan mengatasi permasalahan bangsa.

Melihat rakyat banyak yang mulai berpikir, ...menggebungkan diri dan menunjukkan perlawanannya, Louis ke-16 dalam upayanya untuk tetap mengontrol dan mencegah majelis mengadakan pertemuan, kemudian memerintahkan penutupan cells de-estage, gedung yang biasa menjadi tempat majelis mengadakan pertemuan. Di saat yang bersamaan, cuaca tidak memungkinkan majelis untuk menggelar pertemuan di luar ruangan. Sehingga majelis pada akhirnya memindahkan pertemuan mereka ke sebuah lapangan tenis dalam ruangan milik Louis. Di tempat ini, pada tanggal 20 Juni di tahun 1789, majelis nasional yang beranggotakan dari esit ketiga mengucapkan ikrar sebagai The Tennis Court Out atau Sumpah Lapangan Tenis yang menyatakan sikap mereka untuk tidak akan membubarkan diri sebelum melahirkan konstitusi baru untuk Perancis.

Melihat keberanian dan harapan yang ada, mayoritas perwakilan pendeta segera bergabung dengan majelis. Tak lama berselang, sebanyak 47 orang dari kaum bangsawan ikut juga menggabungkan diri dengan majelis. Selain itu, dukungan bagi majelis pun mengalir dari warga Paris dan dari kota-kota lainnya di Perancis.

Berbeda dari rakyat yang memberikan dukungan, pihak kerajaan yang tidak senang kemudian pada tanggal 27 Juni di tahun 1789, secara terang-terangan menunjukkan penentangannya terhadap majelis. Dan 30.000 tentara mulai diterjunkan ke seantero Paris de Varsales. Namun, Dukungan rakyat semakin besar kepada majelis.

Akhirnya pada tanggal 9 Juli di tahun 1879, Raja Louis XVI mengalah dan mendesak dua estes lainnya untuk bergabung dalam majelis tersebut. Di hari ini juga kemudian majelis itu disusun kembali dan resmi mengganti namanya menjadi Majelis Konstituente Nasional. Dalam hal dukungannya, ternyata Louis XVI ini juga mempunyai rencana dengan mulai mengumpulkan pasukan untuk membuarkan majelis yang baru diresmikan tersebut. Ratu Mary Antoniette Ratu Mary Antoniette Adik dari Raja Comte de Artois dan anggota konservatif lainnya dari Dewan Privy mendesak Raja agar memecat Jesquit Necker sebagai penasehat keuangan. Dalam hal ini, Necker selaku Menteri Keuangan Perancis sudah dimusuhi oleh keluarga Kerajaan Perancis karena dianggap memanipulasi opini publik secara terang-terangan.

Beberapa hari kemudian, tepatnya pada tanggal 11 Juli di tahun 1789, setelah Necker menerbitkan laporan keuangan pemerintahan kepada majelis, Raja memecatnya. dan memecat menteri-menteri lain yang dianggap terlalu bersahabat dengan kaum revolusioner yang kurang ajar. Dan setelah pemecatan beberapa menterinya, Louis ke-16 segera merestrukturisasi kementerian kerajaan tidak lama berselang.

Kebanyakan warga Paris menganggap bahwa tindakan Louis secara tidak langsung ditujukan pada majlis dan segera memulai pemberontakan terbuka setelah mereka mendengar kabar tersebut pada keesokan harinya. Rakyat kebanyakan juga khawatir terhadap banyaknya tentara, kebanyakan tentara asing yang ditugaskan untuk menutup Majelis Konstituente Nasional. Dalam sebuah pertemuan di Versailles, majelis bersidang secara non-stop untuk berjaga-jaga jika nanti tempat pertemuan dilarang secara tiba-tiba. Di waktu-waktu ini, Paris dengan cepat dipenuhi oleh berbagai kerusuhan, kekacauan, dan penjarahan. Di sini Massa mendapatkan kepercayaan dirinya karena setiap tindakan dan gerakannya mendapat dukungan dari beberapa garda Perancis yang dipersenjatai dan dilatih sebagai tentara.

Dan pada tanggal 14 Juli di tahun 1789, kemarahan rakyat yang mengetahui adanya ancaman pemubaran majelis nasional yang diinisiasi oleh kerajaan pun, kemudian mendorong rakyat di kota Paris untuk melancarkan protes. Aksi Massa lalu berujung pada penyerbuan penjara Bestel, penjara di kota Paris yang menjadi simbol tirani Raja Perancis. Walaupun pada penyerangan itu penjara Brestel hanya menahan 7 tahanan, 4 pencuri, dan bangsawan yang ditahan karena tindakan tidak bermoral dan seorang tersangka pembunuhan.

Namun Bastille telah menjadi simbol kebencian terhadap Ancien Regime. Setelah beberapa jam pertempuran, Benteng jatuh ke tangan pemberontak pada sore harinya. Masa aksi pun kemudian mengincar sejumlah besar senjata dan amunisi yang ada di Benteng dan penjara Bastille. Kendati terjadi gencatan senjata untuk mencegah pembantaian massal, namun Gubernur Meskuit Bernal de Launay menjadi korban pertama kemarahan massa.

Ia dipukuli, ditusuk, dan dipenggal. Kepalanya diletakkan di ujung tombak dan diarah ke seliling kota Paris. Tidak jauh dari itu, di Hotel de Ville atau Balai Kota. Masa menuduh Prevot Desmerchants yang setara dengan wali kota, bernama Jacques de Vleseles sebagai pengkhianat, dan masa pun kemudian membantainya. Louis XVI yang khawatir dengan tindak kekerasan terhadapnya mundur untuk sementara waktu, mengirim tentaranya untuk membereskan dan mengembalikan Necker kembali ke Kementerian Keuangan Kerajaan.

Terkejut dengan peristiwa ini, adik Bung Suraja, Comte de Artois, melarikan diri dari Perancis bersama rombongan royalis pada malam tanggal 16 Juli. Mereka adalah orang pertama dari ribuan emigran yang menang. melarikan diri.

Marques de la Veid pun kemudian mengambil alih komando Garda Nasional di Paris. Jean-Slevin Belli, presiden majelis pada saat sumpah lapangan tenis, menjadi wali kota di bawah struktur pemerintahan baru yang dikenal dengan Komune. Pada tanggal 17 Juli di tahun 1789, Raja Louis kembali mengunjungi Paris dan menerima sebuah simpul pita triwarna, diringin dengan teriakan Vive le Nation, Hidup Bangsa, dan Vive le Roy. hidup raja. Pada akhir Juli, semangat kedaulatan rakyat telah menyebar di seluruh Perancis.

Meski Estis ketiga berhasil memenangi dan mengendalikan majlis, Namun situasi di Perancis masih tetap memburuk. Kekerasan dan penjaran terjadi di santero negeri. Ketika rumor menyebar tentang rencana aristokrat untuk merampas kebebasan warga negara di daerah pedesaan, rakyat jelata mulai membentuk milisi dan mempersenjatai diri melawan invasi asing. Kerusuhan ini mengakibatkan terjadinya mini-besteles. Itu terjadi ketika para petani menyerbu tanah feodal para penguasa lokal, memaksa para bangsawan untuk melepaskan hak feodal mereka.

Gelombang kepanikan terhadap pemberontakan agrarian ini Kemudian dikenal dengan nama La Grande Peur atau Ketakutan Besar yang kemudian memaksa Majelis Nasional untuk menghadapi isu feudalisme. Kaum bangsawan yang mengkhawatirkan keselamatan mereka berbondong-bondong pindah ke negara tetangga. Dari negara-negara tersebut, kemudian para emigre atau kaum bangsawan ini mendanai kelompok-kelompok kontra revolusi di Perancis dan mendesak monarki asing untuk memberikan dukungan pada kontra revolusi.

Selain itu, rumor liar dan paranoia kolektif menyebabkan meluasnya kerusuhan dan kekacauan sisi. sipil yang berkontribusi terhadap runtuhnya hukum dan kacaunya ketertiban. Banyak buku dan sejarawan mencatat peristiwa penyerbuan penjara Bastille oleh rakyat Perancis bisa dibilang sebagai titik mula meletusnya revolusi Perancis.

Karena setelah penyerbuan yang dikenang sebagai Bastille Day, yang terjadi berikutnya adalah perjuangan demi perjuangan untuk menegakkan keadilan dan martabat kemanusiaan. Pada abad ke-18, masyarakat Perancis secara umum terpilah menjadi tiga kelas sosial. Golongan pertama ialah minoritas yang terdiri atas para rohaniwan gereja.

Kemudian kelas yang kedua atau second stage merupakan para bangsawan, juga termasuk minoritas dari segi jumlah. Ada pun golongan ketiga yang menjadi mayoritas populasi terdiri atas borjuis, kelas ekonomi menengah, buruh, dan kelas ekonomi. petani, dan rakyat jelata lainnya.

Golongan pertama dan kedua memiliki banyak hak istimewa, termasuk bebas dari pajak, monopoli atas jabatan pemerintahan, hingga mendapatkan uang pensiun. Columbia University dalam publikasinya menyatakan bahwa tanda-tanda revolusi semakin jelas terlihat pada akhir dekade 1770-an. Ketika krisis keuangan membelit pemerintahan monarki Perancis, perang melawan negara-negara lain khususnya Inggris, hingga pengiriman bantuan militer Perancis kepada pejuang keberdekaan Amerika Serikat.

membuat kas negara Raja Louis XVI terkuras. Keuangan yang menipis itu memaksa Raja mencari dana darurat dari peningkatan pajak. Namun, kenaikan pajak berarti semakin besar pula, beban bagi mayoritas rakyat Perancis. Maka dari itu, saat kerajaan butuh tambahan dana darurat, golongan ketigalah yang terancam menjadi sasaran peningkatan pajak.

Di sisi lain, ekonomi Perancis sedang memburuk sehingga jumlah orang melarat meningkat pesat. Sebagian besar penyebab revolusi Perancis dapat ditelusuri ke kesenjangan ekonomi dan sosial yang diperburuk oleh hancurnya Ancien Régime atau Régime Lama, namun yang secara urut diberikan kepada sistem politik dan sosial kerajaan Perancis pada masa itu. Pertumbuhan penduduk yang pesat berkontribusi terhadap penderitaan umum pada tahun 1789 Perancis menjadi negara Eropa terpadat dengan lebih dari 28 juta orang. Pertumbuhan lapangan kerja tidak mampu mengimbangi peningkatan jumlah penduduk, sehingga menyebabkan 8 sampai 12 juta orang menjadi miskin. Teknik pertanian yang terbelakang dan serangkaian panen yang buruk menyebabkan kelaparan.

Sementara itu, kenaikan harga pangan dan sistem transportasi yang tidak memadai adalah hal-hal yang memicu kebencian rakyat terhadap kerajaan. Selain itu, pertentangan antara golongan masyarakat atas dan bawah di Perancis semakin menajam dan ketimpangan sosial ini pun turut meningkatkan kebencian rakyat terhadap kerajaan. Gegasan era pencerahan juga berkontribusi terhadap kerusuhan nasional.

Orang-orang mulai memandang rezim lama sebagai pemerintahan yang korup, salah urus, dan tirani. Kebencian terutama ditunjukkan kepada Ratu Mary Antoniette yang dianggap mempersonifikasikan segala sesuatu yang salah dengan pemerintah. Pada masa-masa krisis ini, wibawa kerajaan Perancis pun terus merosot sehingga kesulitan mengontrol situasi.

Di sisi lain, Majelis Nasional sebaliknya justru berhasil menjalankan sejumlah inisiatif penting pada masa-masa krisis ini. Pada tanggal 4 Agustus di tahun 1789, Majelis Konstituente Nasional dalam gelombang semangat patriotik berhasil membentuk pasukan nasional dengan Jenderal Lafayette sebagai penglimanya. Selain itu, pada hari ini juga majelis dengan kekuatannya menghapuskan feudalisme.

Keputusan ini dituangkan dalam dokumen yang dikenal dengan Dekrit Agustus yang menghapuskan seluruh hak istimewa kaum SS kedua dan hak Dime menerima jakat yang dimiliki oleh SS. Estes pertama, setelah putusan sidang yang menghapuskan hak istimewa golongan gereja dan bangsawan diberlakukan, hanya dalam waktu beberapa jam, bangsawan, pendeta, kota, provinsi, dan perusahaan kehilangan hak-hak istimewanya. Beberapa hari kemudian, di bulan dan tahun yang sama, tepatnya pada tanggal 26 Agustus 1789, majelis kembali menerbitkan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara, sebuah dokumen hak asasi manusia penting yang memperjuangkan kehendak umum masyarakat.

pemisan kekuasaan dan gagasan bahwa hak asasi manusia bersifat universal. Kedua pencapaian ini dianggap sebagai pencapaian revolusi yang paling penting dan bertahan paling lama. Dalam konstitusi baru ini, pada akhirnya, majis menggantikan provinsi bersejarah di Perancis dengan 83 Departements yang dikelola secara seragam menurut daerah dan jumlah penduduk. Dalam deklarasi ini juga, slogan Liberté, Égalité, Fraternité atau Kebebasan, Keadilan, dan Persaudaraan menjadi slogan populer dan menjadi semboyan yang lekat dengan kesejarahan revolusi Perancis. Ketika Majelis Nasional perlahan-lahan menyusun konstitusinya, Louis XVI merajuk di Versailles.

Dia menolak untuk menyetujui Dekret Agusus dan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan malah menuntut agar para deputi memasukkan hak veto absolutnya ke dalam konstitusi baru. Hal ini membuat marah rakyat Paris, dan pada tanggal 5 Oktober di tahun 1789, kerumunan perempuan mulai berkumpul di pasar Paris. Kerumunan pertama berbaris menuju Hotel de Ville, menuntut agar pejabat kota segera menindak permasalahan mereka. Para perempuan ini mencurahkan segala permasalahan ekonomi yang mereka hadapi.

terutama masalah kekurangan roti. Mereka juga menuntut agar kerajaan menghentikan upayanya dalam memblokir majelis nasional dan menyuruhkan agar raja dan keluarganya segera pindah ke Paris sebagai bentuk itikat baik dalam mengatasi kemiskinan yang semakin meluas. Karena mendapatkan respon yang tidak memuaskan dari pejabat kota, sebanyak 7.000 wanita bergerak menuju Versailles dengan membawa meriam dan berbagai senjata ringan.

Sekitar 20.000 pasukan Garda Nasional di bawah Komando Lafayette ditugaskan untuk mengawasi jalannya protes. Tetapi, situasi menjadi tidak terkendali. Masa yang marah menyerbu istana dan membunuh beberapa penjaga.

Lefayette akhirnya berhasil membujuk Raja untuk menyetujui permintaan Masa dan Raja beserta keluarganya bersedia untuk kembali ke Paris. Pada tanggal 6 Oktober di tahun 1789, Raja dan keluarga kerajaan pindah dari Versailles ke Paris di mana ia ditempatkan di Istana Tuileries di bawah perlindungan dari Garda Nasional. Peristiwa ini dikenal sebagai Woman's Merch on Versailles.

Pemberontakan ini menyebabkan berakhirnya rezim lama dan dimulainya monarki konstitusional Perancis. Revolusi Perancis dalam sejarahnya menyebabkan perubahan besar kekuasaan dari yang sebelumnya dikuasai oleh gereja Katolik Roma menjadi dikuasai negara. Setelah mencabut hak-hak istimewa dari golongan bangsawan, kini.

Revolusi mengalihkan perhatiannya ke gereja katolik. Berdasarkan Ancien Regime atau rezim lama, gereja menjadi pemilik tanah terbesar di Perancis dengan memiliki sekitar 10% tanah kerajaan. Selain itu pada Ancien Regime, gereja dibebaskan dari kewajiban membayar pajak kepada pemerintah.

Dan juga berhak menerima dim semacam zakat 10% dari pajak penghasilan. Dan seringkali pajak ini dikumpulkan dalam bentuk bahan pangan. Dan hanya sebagian kecil dari zakat tersebut yang disalurkan kepada masyarakat miskin. Kekuatan dan kekain gereja yang begitu besar telah menimbulkan kebencian dan kebencian.

dari beberapa kelompok. Kelompok minoritas penganut protestan yang tinggal di Perancis seperti Huguenots menginginkan rezim yang anti-katolik dan berhasrat untuk membalas dendam kepada para pendeta yang melakukan diskriminasi terhadap mereka. Pemikir pencerahan seperti Voltaire membantu mengobarkan semangat anti-katolik dengan merendahkan gereja katolik dan mendestabilisasi monarki Perancis. Menurut sejarawan John McManus, pada abad ke-18, tata Perancis dan altar berhubungan erat dan hubungan ini runtuh. Maka dalam upayanya untuk mengatasi krisis keuangan, pada tanggal 2 November di tahun 1789, majelis memutuskan bahwa properti gereja menjadi milik negara.

Properti yang telah dinasionalisasi ini kemudian digunakan untuk mendukung peredaran mata uang baru, bernama Atsinias. Dengan demikian, mulai saat itu keberlangsungan gereja juga menjadi tanggung jawab negara, termasuk membayar para pendeta untuk merawat orang-orang miskin, orang sakit, dan yatim piatu. Memasuki bulan Desember di tahun 1789, majelis mulai menjual tanah-tanah milik gereja kepada penawar tertinggi untuk meningkatkan pendapatan negara. Hal ini efektif menaikkan nilai asignias sebesar 25% dalam waktu 2 tahun.

Pada musim gugur di tahun 1789, undang-undang baru yang menghapuskan sumpah monastik dirumuskan. Dan pada tanggal 13 Februari 1790, semua ordo keagamaan pun dibubarkan. Kota Kepawasan Afignon diintergasi kembali ke Perancis.

Para biarawan dan biarawati disarankan untuk kembali ke kehidupan pribadi mereka dan beberapa diantaranya akhirnya menikah. Konstitusi sipil Klerus yang disahkan pada tanggal 12 Juli 1790 menetapkan bahwa pendeta adalah pekerja negara. Keputusan ini membentuk sistem pemilihan pastor dan uskup paroki serta menetapkan upah bagi para pendeta. Konstitusi ini memaksa semua ulama untuk bersumpah pada konstitusi baru dan mengutamakan kestian mereka kepada negara sebelum kestian mereka kepada paus di Roma. Sebagian besar pendeta Katolik keberatan dengan sistem pemilihan ini karena hal itu berarti bahwa mereka secara efektif menolak otoritas paus di Roma atas gereja Perancis.

Akhirnya, pada bulan November di tahun 1790, Majelis Nasional mulai mewajibkan sumpah setia pada konstitusi sipil bagi semua pendeta Katolik. Hal ini menyebabkan timbulnya perpecahan antara pendeta yang mengambil sumpah dengan pendeta yang berpengalaman. yang tetap setia kepada Paus di Roma. Secara keseluruhan, 24% dari semua pendeta di Perancis telah mengambil sumpah untuk setia pada konstitusi.

Pendeta yang menolak bersumpah setia pada konstitusi akan dibuang, dideportasi secara paksa atau dieksekusi dengan tuduhan pengkhianat. Pada saat ini terjadi, Paus Pius VI tidak pernah mengakui konstitusi sipil pendeta ini yang berakibat pada semakin terisolasinya gereja Perancis. Selama pemerintahan teror, upaya besar-besaran dekristianisasi di Perancis terjadi, termasuk memenjarakan dan membantai para pendeta, serta pengrusakan gereja dan gambar-gambar religius di seluruh Perancis. Upaya untuk menggantikan kedudukan gereja katolik pun dilakukan, misalnya dengan mengganti festival agama dengan festival sipil. Pembentukan kultus akal budi adalah langkah terakhir dalam dekristianisasi radikal di Perancis.

Peristiwa ini menyebabkan munculnya kekecewaan dan penentangan terhadap revolusi di seluruh Perancis. Warga seringkali menolak dekristianisasi dengan cara menyerang agent revolusioner dan menyembunyikan pendeta yang sedang diburu. Pada akhirnya, Robespierre dan Komit Keamanan Publik dipaksa untuk menentang kampanye dengan menggantikan kultus akal budi yang bersifat deistik, walaupun masih non-kristen.

Perjanjian Concordat 1801 antara Napoleon Bonaparte dan gereja mengakhiri periode dekristianisasi dan mulai membentuk aturan-aturan yang mengatur mengenai hubungan antara gereja katolik dengan negara. yang tetap berlaku hingga di tahun 1905. Kemudian diubah oleh Republik Ketiga dengan memisahkan urusan gereja dengan urusan negara pada tanggal 11 Desember 1905. Penganiayaan terhadap pendeta menyebabkan munculnya gerakan-gerakan kontra-revolusi yang berpuncak dalam pemberontakan Vendee. Pada tanggal 14 Juli 1790 dan beberapa hari berikutnya, kerumunan di Camp de Mars memperingati jatuhnya Bastille. Dipimpin oleh Marquis de Lafayette.

Festival Federasi dimasukkan untuk menadai persatuan rakyat Perancis yang baru dibebaskan di bawah pemerintahan raja. Charles Maurice de Talleyrand melakukan sumpah masal untuk setiap ada negara, hukum, dan raja. Louis XVI dan keluarga kerajaan turut serta secara aktif dalam perayaan ini.

Namun ternyata Louis XVI punya rencana lain. Pada akhir tahun 1790, beberapa huru hara kontra revolusi kecil-kecilan pecah dan berbagai usaha untuk mengembalikan semua atau sebagian pasukan-pasukan terhadap revolusi semuanya gagal. Militer menghadapi sejumlah kerusuhan internal, Jenderal Lafayette berhasil meredam sebuah pemberontakan kecil yang meninggikan reputasinya, yang seksama untuk simpatisan kontra-revolusi.

Kode militer baru menerapkan peraturan kenaikan pangkat berdasarkan kompetensi dan senioritas yang mengubah peraturan lama, yang menerapkan promosi lewat status kebangsawanan saja. Hal ini membawa pengaruh baik dalam kinerja kors perwira yang baru sekaligus membuat kelompok militer yang lama menjadi kelompok emigres atau kontra-revolusi dari dalam. Louis XVI setahun kemudian akhirnya membuat kesepakatan dengan Jendalbuil yang setia kepada kerajaan untuk menyejikannya pengungsian dan dukungan di kemnya di Montmedy. Pada malam tanggal 20 Juni di tahun 1791, keluarga kerajaan lari ke Toileries. Namun keesokan harinya, Louis XVI yang terlalu yakin itu dengan sembrono menunjukkan diri.

Dirinya dikenali dan ditangkap di Varennes di Departemen Meuse. Kemudian pada tanggal 21 Juni di tahun 1791, ia dikembalikan ke Paris di bawah pengawalan. Upaya melarikan diri berdampak besar pada opini publik. Seruan mulai meningkat agar Louis XVI segera digulingkan. Bahkan ada yang mulai secara serius menuntut Republik Perancis.

Masalah ini memecah belah Jacobin Club, sebuah komunitas politik tempat kaum revolusioner berkumpul untuk mendiskusikan tujuan dan agenda revolusi. Anggota moderat yang setia pada gagasan monarki konstitusional terpecah untuk membentuk klub Voilan yang baru. Sementara Jacobin yang tersisa semakin meradikalisasi pemikiran dan gerakannya.

Sebagian besar anggota majelis yang masih menginginkan monarki konstitusional daripada republik mencapai kompromi yang membiarkan Louis XVI tidak lebih dari penguasa boneka. Louis XVI terpaksa bersumpah untuk konstitusi. Dan sebuah dekret menyatakan bahwa mencabut sumpah, mengepalai militer untuk mengumumkan perang atas bangsa atau mengizinkan...

dan tiap orang untuk berbuat demikian atas namanya berarti turun tata secara de facto. Jacques-Pierre Brisset mencadangkan sebuah petisi bersikeras bahwa di mata bangsa, Louis XVI dijatuhkan sejak pelariannya. Pada tanggal 17 Juli di tahun 1791, sebuah kerumunan besar berkumpul di Camp de Mars untuk menandatangani petisi itu. Denton, dan Camille Desmoulins memberikan pidato berapi-api.

Majelis menyuruhkan pemerintah kota Madia untuk memulihkan tatanan masyarakat. Garda Nasional di bawah Komando Lafayette menghadapi kerumunan itu. Pertama kali para prajurit membalas serangan batu dengan menembak ke ke udara.

Kerumunan tidak bubar sampai pada akhirnya Lafayette memerintahkan pasukannya untuk menembak ke masa aksi yang kemudian mengakibatkan 50 kematian. Segera setelah pembantaian itu pemerintah menutup banyak klepatriot seperti surat kabar radikal La Mido People milik Jean Paul Marat. Mengetahui dirinya menjadi incaran kemudian Marat pun lari mengasingkan diri dan bersembunyi. Pembantaian Camp de Mars membuat kaum Republikan melarikan diri. Memberikan cukup waktu bagi kaum Feuillans untuk memaksakan konstitusi mereka, yang berpusat pada monarki liberal yang melemah.

Pada tanggal 30 September 1791, majelis legislatif yang baru bertemu membuat revolusi melenceng dari arah yang diinginkan rakyat kebanyakan. Revolusi pun semakin terpecah dibandingkan sebelumnya. Sementara itu, ancaman baru dari luar muncul.

Leopold II, Kaisar Romawi Suci, Friedrich Wilhelm II dari Prusia, dan saudara Raja Charles Philip, Conte d'Artois. mengeluarkan deklarasi pilnits yang menganggap perkara Louis XVI seperti perkara mereka sendiri. Meminta pembebasannya secara penuh dan pembubaran majelis dan menjanjikan serangan ke Perancis atas namanya jika pemerintah revolusi menolak syarat tersebut. Pernyataan itu secara langsung membahayakan Louis sendiri.

Orang Perancis tidak mengindahkan perintah penguasa asing itu dan ancaman militer hanya menyebabkan militarisasi perbatasan. Politik pada masa itu membawa Perancis secara tidak terelakkan ke arah perang terhadap Austria dan sekutu-sekutunya. Banyak deputi majelis legislatif membentuk diri mereka menjadi dua faksi. Feuillans yang lebih konservatif duduk di sebelah kanan presiden majelis, sementara Jacobin yang radikal duduk di sebelah kirinya, sehingga memunculkan spektrum politik kiri dan kanan yang masih digunakan sampai sekarang. Setelah Raja Austria dan Prusia mengancam akan menghancurkan revolusi dalam deklarasi Pilnitz, Beberapa orang memisahkan diri dari Jacobin.

Beberapa orang yang memisahkan diri ini ingin menyebarkan revolusi ke seluruh Eropa dengan cara perang. Hanya beberapa Jacobin radikal yang menentang perang. Mereka lebih memilih konsolidasi dan mengembangkan revolusi di dalam negeri.

Namun beberapa orang yang memisahkan diri ini ingin menyebarkan revolusi ke seluruh Eropa dengan cara perang. beberapa orang yang telah memutuskan untuk memisahkan diri dari Jacobin ini kemudian membentuk fraksi ketiga yang kemudian dikenal sebagai Girondin dan dengan cepat mendominasi majelis legislatif yang memutuskan untuk menyatakan perang. Kaisar Austria Leopold II saudara saudara Marie Antoniette sebenarnya berharap menghindari perang dengan Perancis, tetapi ia meninggal pada tanggal 1 Maret 1792. Girondin pun yang kini menjadi mayoritas di majelis legislatif pada tanggal 20 April 1792, kemudian menyatakan perang pada Austria. Perang antara Perancis dan Austria pun pecah pada hari itu juga.

Prusia bergabung di pihak Austria beberapa minggu kemudian. Perang revolusi Perancis telah dimulai dan Perancis menderita serangkaian kekalan telak. Pada pertengahan tahun 1792, rakyat Paris harus menyaksikan tentara Prusia yang diikuti oleh imigran royalis Perancis perlahan-lahan bergerak menuju Paris. Pada masa ini, Perancis menghadapi huru-hara.

Pada bulan Agustus, penjajah mengeluarkan Manifesto Brunswick, yang mengancam akan menghancurkan Paris jika keluarga kerajaan Perancis dirugikan. Ancaman ini membuat masyarakat Paris panik histeris. Kepanikan itu seketika berubah menjadi kemarahan rakyat ketika rincian Manifesto Brunswick, yang dianggap menghina revolusi, mencapai Paris pada tanggal 1 Agustus.

Isi manifesto itu antara lain berisi ancaman balas dendam yang tidak terlupakan. Jika ada yang menentang sekutu dalam upaya memulihkan kekuasaan monarki, pada malam tanggal 10 Agustus tahun 1792, para geriliawan yang marah yang didukung oleh kelompok revolusioner baru bernama Komun Paris kemudian menyerbu istana Toileries dan membunuh banyak garda Swiss yang menjaga istana tersebut. Raja dan Ratu akhirnya menjadi tahanan dan sidang muktamar majelis legislatif menangguhkan monarki. Tak lebih dari sepertiga wakil. Hampir semuanya Jacobin, namun sekejap kemudian sebagian besar pemerintah nasional bergabung dengan Komun Paris.

Masih takut terhadap musuh kontra-revolusioner yang mungkin membantu Prusia, masa Paris kemudian menyerbu penjara kota dan membunuh lebih dari 1.100 orang dalam pembantaian September. Kemudian Komun Paris mengirimkan surat edaran ke kota lain di Perancis untuk mengikuti apa yang telah mereka contohkan. Dalam peristiwa ini, majelis hanya bisa melancarkan perlawanan yang lemah.

Pada tanggal 20 September 1792, tentara Perancis akhirnya menghentikan invasi Prusia di pertempuran Valmy yang ajaib. Meski hujan lebat menghambat resolusi yang menentukan perlawanan, Artileri Prancis membuktikan keunggulannya. Kesokan harinya, Majelis Legislatif yang gembira secara resmi memproklamirkan Republik Prancis.

Kalender Republik Prancis selanjutnya bertanggal dari momen ini, yang dipandang sebagai pencapaian tertinggi umat manusia. Majelis dibubarkan, dan Konvensi Nasional diadakan untuk merancang konstitusi baru. Salah satu tugas pertama konfesi ini adalah menentukan nasib Louis XVI yang digulingkan. Di akhir Agustus di tahun 1792, pemilihan konvensi digelar. Kelompok Brissotins terpecah menjadi dua kelompok, yaitu Girondins Moderat Pimpinan Brissot, dan kelompok Montagnards Radikal yang dipimpin oleh Robespierre, Georges Denton, dan Jean-Paul Marat.

Kuasa legislatif di Republik baru jatuh ke Konvensi Nasional, sedangkan kekuasaan eksekutif kelak akan jatuh kepada Komit Keamanan Publik. Komit yang dibentuk untuk merespon pemberontakan royalis yang muncul di beberapa kota besar yang mengancam Republik. Om Girondin pun, menjadi partai paling berpengaruh dalam konvensi dan komit ini. Lalu pada tanggal 17 Januari di tahun 1793, menjadi hari diumumkannya tuntutan mati kepada Raja Louis XVI yang diputuskan melakukan konspirasi terhadap kebebasan publik dan keamanan umum. Selain itu, merujuk pada Manifesto Brunswick, Louis dipandang berkonspirasi dengan musuh-musuh Perancis.

Keluarganya terus dipenjarakan di Menara Kuya. Eksekusi pemenggalan dilakukan di Place de la Révolution dengan menggunakan guillotine Pada tanggal 21 Januari tahun 1793, beberapa bulan kemudian, Permaisuri Louis yang kelahiran Austria, Marie Antoinette, menyusulnya ke Gauletin pada tanggal 16 Oktober 1793. Pengadilan dan eksekusi Louis mengejutkan dan menimbulkan reaksi dari negara konservatif Eropa lainnya. Mereka menyuruhkan penghancuran revolusioner Perancis dan pada bulan Februari, konvensi merespon dengan mengeluarkan deklarasi perang terhadap kerajaan Britania Raya dan Republik Belanda. Beberapa negara lain juga menyatakan perang terhadap Perancis, sekaligus menjadi awal dari Perang Koalisi Pertama. Setelah jatuhnya Voilan, Girondin menjadi vaksi moderat dalam revolusi.

Pada awal tahun 1793, mereka ditentang oleh sekelompok Jacobin Radikal yang disebut Montaigne, yang terutama dipimpin oleh Maximilian Robespierre, George Denton, dan Jean-Paul Marat. Girondin dan Montaigne mempertahankan persaingan sengit hingga jatuhnya Girondin pada tanggal 2 Juni 1793, ketika sekitar 80.000 Saint-Skolotes berada di Perancis. atau revolusioner kelas bawah dan garda nasional mengepung istana Tuilerens, menuntut penangkapan para pemimpin Girondin. Hal ini tercapai dan para pemimpin Girondin kemudian deksekusi.

Kemenangan de Montaigne sangat memecah belah bangsa Perancis. Pembunuhan Marat dan Colette Corday terjadi di tengah peristiwa perang saudara yang mengancam akan terurahnya republik yang masih baru, seperti perang di Vendée dan pemberontakan federalis. Untuk memedamkan perbedaan pendapat dan menghentikan kemajuan pasukan koalisi, Konvensi menyetujui pembentukan komit keamanan publik di bawah kendali Maximilien Robespierre yang dengan cepat mengambil alih kekuasaan eksekutif total.

Melalui langkah-langkah seperti wajib militer massal, komit secara brutal menghancurkan perang saudara dan mengawasi tentara asing sebelum mengalihkan perhatiannya untuk mengungkap pengkhianat dalam negeri dan agent kontra-revolusioner. Pemerintahan teror berikutnya yang berlangsung dari bulan September tahun 1793 sampai Juli tahun 1794 mengakibatkan ratusan ribu penangkapan. 16.594 dieksekusi dengan guillotine dan puluhan ribu kematian tambahan dengan tuduhan kontra-revolusioner, bangsawan, dan pendeta dieksekusi bersama mantan pemimpin revolusioner dan ribuan rakyat jelata. Robespierre mengumpulkan kekuasaan yang hampir bersifat diktator selama periode ini dalam upaya untuk membatasi dekristianisasi yang merajalela dalam revolusi. Ia menerapkan kultus deistik terhadap yang mahat tinggi untuk memudahkan Perancis mewujudkan visinya tentang masyarakat yang murni secara moral.

Musuh-musuhnya melihat ini sebagai upaya untuk mengklaim kekuasaan total dan karena takut akan nyawa mereka memutuskan untuk menggulingkannya. Pada tanggal 27 Juni 1794, orang-orang Perancis memberontak terhadap pemerintahan teror yang sudah kelewatan dalam reaksi Termidor yang menyebabkan anggota konvensi yang moderat menjatuhkan hukuman mati untuk Robespierre dan beberapa anggota terkemuka lainnya di Komit Kamanan Publik. Eksekusi Robespierre diikuti oleh reaksi Termidorian. Periode kontra-revolusi konservatif di mana sisa-sisa pemerintahan Jacobin dihapuskan.

Klub Jacobin sendiri ditutup secara permanen pada bulan November tahun 1794. Dan upaya Jacobin untuk merebut kembali kekuasaan dalam pemberontakan prairial tahun 1795 berhasil dihancurkan. Konvensi menyetujui konstitusi tahun 3, yang baru pada tanggal 17 Agustus 1795. Sebuah plebisit meratifikasinya pada bulan September dan mulai berpengaruh pada tanggal 1795. 26 September 1795 Pada tanggal 5 Oktober tahun 1795, kaum loyalis mencoba melakukan kudeta dan Napoleon Bonaparte membuat namanya terkenal dengan menekan tindakan tersebut dengan pasukannya. Partai populer mendapatkan kekuatan.

Grecus Bebeuf adalah jurubicaranya, mengadakan pertemuan di Penton dan beralih ke Direktori Perancis dan menciptakan negislatur bicameral pertama dalam sejarah Perancis. Parlemen ini terdiri atas 500 perwakilan yang sering disebut. Conseil des Incens, yang berarti Dewan 500 dan 250 senator yang sering disebut Conseil des Anciens, yang berarti Dewan Senior.

Kuasa eksekutif dipindahkan ke lima direktur itu, dipilih tahunan oleh Dewan Senior dari daftar yang diberikan oleh Dewan 500. Rejim baru berhadapan dengan oposisi dari Jacobin dan Royalis yang tersisa. Pasukan pemerintah meredam semua pemberontakan dan kegiatan kontra revolusi. Dengan cara ini, pasukan tersebut dan jenderalnya yang berhasil, Napoleon Bonaparte. memperoleh lebih banyak kekuasaan. Pada tanggal 9 November tahun 1799, Napoleon Bonaparte mengambil kendali pemerintahan melalui kudeta 18 Brumaier, mengakhiri direktori yang tidak populer.

Kekuasanya menadi berakhirnya revolusi Perancis, dan secara efektif, hal ini memulai kediktatorannya. Dan akhirnya pada tanggal 2 Desember di tahun 1804, Napoleon Bonaparte mengangkat dirinya sebagai kaisar, yang membawanya mendekati fase republikan spesifik pada masa revolusi Perancis. Revolusi Perancis telah menimbulkan dampak yang mendalam terhadap perkembangan sejarah modern, pertumbuhan republik, dan demokrasi liberal. Menyebarnya sekularisme, perkembangan ideologi modern, dan penemuan gagasan perang total adalah beberapa warisan dari Revolusi Perancis.