Transcript for:
Pengenalan dan Manfaat Stoikisme

Halo warga Sibel sekalian, perkenalkan nama gue Ferry Irwandi dan gue seorang stoik. Ya, gue udah 5 tahun menjalani aliran filsafat stoikisme dan gue cukup senang karena banyak teman-teman yang udah menyadari itu tanpa gue harus menjelaskannya secara literal I mean, ya, gue sering banget dapet komentar atau respon atau pertanyaan Bang, lu stoa ya? Bang, lu stoa ya? Bang lu menganut stoikisme ya Awalnya gue gak mau bahas konten ini Cuma gue berubah pikiran pak Kenapa? Karena menurut gue stoikisme ini adalah Salah satu hal paling bermanfaat Yang pernah gue rasakan dalam hidup Yang mengubah hidup gue secara utuh Dan membantu gue selama ini dalam menghadapi setiap masalah yang harus gue selesaikan dan gue pikir manfaat yang besar ini mungkin bisa dirasakan oleh teman-teman semua jadi yaudah di video kali ini mari kita membahas soal stoikisme Nah apa itu stoikisme? Pertama, gue tekankan dulu stoikisme itu bukan aliran kepercayaan, bukan agama, dia itu aliran filsafat Ini membantu kita untuk mengontrol emosi negatif, terus mengamplify kebahagiaan dan rasa syukur yang kita rasakan Nah, sederhananya Dan kalau kita masuk ke dalam ilmu teologi Stoikisme ini gak ada tumpang tindih Dengan kepercayaan atau agama apapun Termasuk agama yang gue anut Yaitu Islam Karena di Islam sendiri kan Mengajarkan yang namanya Tawakal Mengajarkan yang namanya Mualat Mengajarkan yang namanya Mubram Jadi so far yang gue temuin Antara aliran filsafat stoikisme dan Islam itu sendiri Tidak berbenturan Jadi apa itu Stoikisme? Nah Stoikisme itu adalah aliran pikiran yang asalnya dari Yunani kuno Di zaman pendudukan Romawi dan dibawa oleh Zeno dari Sitium Yang terus berkembang sampai saat ini Ada Senekasi Pedagang, Marcus Aurelius Sangkaisa, dan Epictetus Sibudak Yang terus mengembangkan ajaran dari Zeno ini Jadi bisa gue bilang ke teman-teman Stoikisme itu sangat inklusif Bukan sebuah aliran pikiran atau aliran filsafat yang hanya dinikmatin oleh kalangan masyarakat tertentu Artinya guru-gurunya Sebelumnya pun ada yang kaisar, ada yang pedagang, bahkan ada yang budak. Kalau kalian pelajari lebih dalam lagi, kalian bakal tahu banyak banget orang yang menganut aliran filsafat ini dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari sampai detik ini. Mendefinisikan stoikisme itu agak kompleks, Pak. Karena cakupannya sangat luas. Dan ya banyak hal atau unsur yang harus lu pelajari. Cuma di konten kali ini, gue akan mencoba sebaik yang gue bisa untuk menjelaskan ke teman-teman semua dengan cara yang paling sederhana. Sederhana. Jadi stoikisme mendefinisikan hidup terbagi dalam dua dimensi. Yang pertama dimensi internal, kedua dimensi eksternal. Inilah yang dinamakan dikotomi kendali. Nah, apa itu dimensi internal? Dimensi internal adalah segala sesuatu yang berada dalam kendali lu secara penuh. Kehendak lu, etos kerja lu, komitmen lu, profesionalitas lu, suara lu, aksi lu Itu semua berada penuh dikendali diri lu sendiri Yang kedua dimensi eksternal Apa itu dimensi eksternal? Dimensi eksternal adalah hal-hal yang berada di luar kontrol lu Yang sama sekali gak bisa lu kendaliin Contohnya ya pendapat orang lain, respon orang lain Lu bisa melakukan sebuah aksi dan orang lain bisa melakukan reaksi atas aksi lu Itu bener-bener di luar kontrol kita Nah masalahnya adalah manusia pada umumnya Umumnya menaruh faktor kepuasan dan kebahagiaan itu di faktor eksternal. Yang mana sebenarnya nggak bisa dikontrol sama sekali. Nah stoikisme datang untuk menyadarkan kita bahwa faktor kebahagiaan dan kepuasan ini bisa loh di shifting. Dari dimensi eksternal ke dimensi internal. Gitu. Itulah yang menjadi fundamental dari ajaran filsafat ini. Misalnya lo seorang pembuat film pendek. Case yang mau lo pilih. Cerita dari film pendek itu. Treatment yang mau lo gunakan dalam pembuatan film. Siapa saja yang terjadi. terlibat sampai bagaimana bentuk film itu ketika sudah selesai dan tayang, itu semua ada di kendali lu. Semua ada di kontrol lu. Termasuk komitmen lu dalam membuat film itu. Tapi ketika film itu tayang, dan orang mengomentari film itu, orang merespon film itu, orang memuji film itu, ataupun orang mencaci film itu, itu udah benar-benar di luar kendali lu, Pak. Dan ketika lu menaruh kepuasan dan kebahagiaan melalui dimensi eksternal tadi, artinya lu baru merasa kebahagiaan dan kepuasan ketika lu mendapat komentar yang bagus, misalnya, sangat besar. Besar kemungkinan lu gak akan mendapatkan kepuasan atau kebahagiaan yang lu hendaki. Tapi ketika faktor kebahagiaan yang lu taruh di dimensi internal yang mana, lu bakal bahagia kalau film itu tercipta sesuai dengan apa yang lu recanakan dari awal, maka ya lu bakal lebih damai dan tenang menghadapi apapun respon dan tanggapan orang ketika menonton film itu. Karena rasa puas lu adalah ketika film itu terwujud sesuai dengan apa yang lu bayangkan. Nah itu contohnya. Contoh kedua. Dua adalah, misalnya lo seorang pekerja kantoran, profesionalitas lo, integritas lo, komitmen lo, dedikasi lo kepada kerjaan lo, itu semua ada di kontrol lo. Ada di dimensi internal lo. Tapi keputusan untuk menaikkan jabatan lo, tanggapan semua rekan kerja lo, atau bagaimanapun penilaian bos lo kepada diri lo, itu udah di luar dimensi internal lo. Artinya udah masuk dimensi eksternal. Ya kan? Dan kita sering merasa ketidakpuasan bekerja adalah ketika kita bekerja, merasa kita tidak mendapatkan apa yang kita mau. Terima kasih. dan kita merasa telah melakukan semuanya dan ujung-ujungnya kita uring-uringan kesal, marah, dan segala macam kenapa itu bisa terjadi? karena kita menaruh faktor kebahagiaan dan kepuasan kita di dimensi eksternal yang mana itu di luar kontrol kita ini tinggal kita ubah aja ke dimensi internal artinya kepuasan dan kebahagiaan kita akan kita rasakan ketika kita bekerja sesuai dengan kendak yang kita inginkan dari awal nah itulah dasar dari sebuah stoikisme Lalu Stoikisma juga mengajarkan kita untuk bersikap rasional dan merespon semua hal dengan rasionalitas. Artinya ketika kita mau melakukan sesuatu atau melakukan sebuah tindakan atau mau mengucapkan sesuatu, kita sudah berpikir bahwa apa sih kemungkinan... Terburuk yang akan terjadi ketika kita melakukan hal tersebut. Jadi dengan kita membayangkan segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Kita akan lebih siap dan lebih bisa menerima pak. Dan lebih bisa move on. Kita gak akan terburuk lama dan hancur begitu dalam gitu. Misalnya ketika lu... punya gebetan, dan lu pengen confess ke gebetan lu, ya kan waktu lu mau melakukan itu, kalkulasikan lah kemungkinan terburuk yang akan terjadi di diri lu ketika confess dengan gebetan lu misalnya lu udah mengkalkulasikan oke, gue kalau nembak dia, kayaknya gue bakal gagal, dan apa yang akan terjadi ketika gue gagal, apakah gue akan sedih mungkin gue akan sedih, dan apa yang gue lakukan setelahnya, oh mungkin gue akan melanjutkan hidup, mungkin gue akan mencari orang lain yang mungkin cocok dengan gue, dan semua itu lu simulasikan, dan lu sampai ke kesimpulan bahwa, oke, gue tetap Membak walaupun resikonya gagal Dan ketika lu nembak dan ternyata beneran ditolak Ya sudah, sedih iya mungkin, kecewa iya mungkin, tapi itu tidak akan bertahan sangat lama pak. Kenapa? Karena realita yang terjadi itu sesuai dengan ekspetasi lu. Karena ekspetasi lu dari awal ya, lu bakal ditolak. Tapi ketika lu diterima, wow rasa kebahagiaannya teramplify cuy. Lebih bahagia daripada lu mengekspetasikan dari awal lu bakal diterima. Ya, jadi selalu lakukan yang terbaik dan bersiap untuk yang terburuk. Zaman sekarang ini kan segala informasi melaju kencang pak, dan filternya semakin berkurang kan. Lu bisa dapetin jutaan informasi dalam satu hari, dan lu nggak bisa dibatasin atas itu. Jadi di satu sisi itu adalah hal yang baik, hal yang memajukan peradaban, hal yang membawa manusia ke kehidupan. selanjutnya, tapi di sisi yang lain kita gak bisa membuang fakta bahwa hal ini punya dampak yang cukup impactful misalnya lo buka youtube sekarang lalu lo scroll beranda lo, lo menemukan konten-konten kayak ada anak-anak muda yang sudah bisa sukses dalam usia belasan tahun 20 tahun gitu ada konten-konten kayak 50 miliar pertama 100 miliar pertama terus lu buka instastory lu lihat temen-temen lu main saham main kripto atau apapun dan mereka bisa terlihat lebih settle dari lu dan lu ngerasa mereka jauh lebih kaya dari lu lu pergi ke kantor lu ketemu temen-temen kerja lu dan disitu lu mendapatkan cerita bahwa wah hidup temen-temen kerja lu jauh lebih enak dari apa yang lu harus rasain nah itulah efek dari keterbukaan informasi seperti ini sekarang karena terus menerus menghadapi situasi ini akhirnya membuat mindset kita berpikir bahwa apa yang salah dari hidup kita kenapa kita begitu tertinggal kenapa orang lain begitu maju dan gue gini-gini aja, kita bingung, kita uring-uringan kita terjebak dalam lomba lari yang sebenarnya gak pernah pengen kita ikuti ya kan, tapi mau gak mau kita harus lari gitu, berujung jadi iri, iri berujung jadi dengki kita akhirnya membeli barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan untuk memukau orang-orang orang yang sebenarnya nggak kita suka, dari uang yang nggak kita punya, Pak. Itulah yang banyak terjadi di era sosial media seperti sekarang. Makanya jangan heran yang namanya pinjol, money game, investasi bodong, ponzi, itu masih sangat-sangat subur tumbuh di masyarakat, walaupun zaman udah semacu sekarang. Karena balik lagi, mentalitas yang haus akan pembuktian dan haus akan validasi, itu terus-menerus tumbuh di generasi sekarang, Pak. Nah, seakan-akan hidup itu ya soal bagaimana kita... diakui orang dan bagaimana kita dilihat orang dan menurut gue stoikisme itu adalah obat paling manjur untuk menghadapi kegilaan era ini dan itulah yang selama ini gue rasain gue sekarang gak gak pernah terganggu dengan apapun pencapaian orang lain dan gue gak pernah ngerasa gue harus melakukan pembuktian apapun ke orang lain dan gue bener-bener gak masalah dianggap sebagai orang gagal misalnya dianggap sampah oleh orang lain karena itu berada di luar kontrol gue lu benci sama gue? Ya sudah, lo suka sama gue ya alhamdulillah. Itu juga yang diajarkan sama Syahidina Ali kan. Karena stoikisme membantu gue menciptakan kebahagiaan dan ketenangan gue sendiri. Sekarang itu gue sadar kalau rasa bahagia itu bukan terletak pada seberapa tinggi sebuah pencapaian, tapi seberapa rasional sebuah harapan. Misalnya gue berharap seribu, tapi yang gue dapetin 700 gue akan kecewa. Tapi ketika yang gue harapin 300 dan yang gue dapetin cuma 500, gue bakal happy. Ya bisa dibilang 10 tahun yang lalu Gue adalah orang yang berbeda dari gue yang sekarang Gue seorang yang ambisius Gue seorang yang optimis Ya bisa dibilang gue orang yang haus pengakuan Gue pengen semua orang melihat gue adalah orang yang hebat Gue pengen semua orang mengakui gue Gue ingin semua orang Orang menghormati gue. Gue merasa diri gue sangat pintar. Gue merasa diri gue sangat berbakat. Dan gue bisa merasa diri gue bener-bener orang yang spesial. Bertahun-tahun gue menjalani kehidupan seperti itu. Dan lama-lama gue ngerasain kok gue gak tenang ya? Kok gue gak damai ya? Kok gue gak bahagia ya? Dan rasanya mental gue capek banget. Capek banget. Dan gue gak pernah bersyukur atas apa yang gue lakukan waktu itu. Dan gue selalu melihat orang lain. Selalu jadiin orang lain sebagai acuan gue. Gue harus lebih dari dia. Gue harus lebih dari dia. Gue harus lebih dari dia. Lama-lama gue tersiksa sendiri. Sakit sendiri. Menderita sendiri. Suffer sendiri. Dan waktu itu gue berpikir dunia ini gak adil untuk orang macam gue. Kenapa gue selalu terjegal? Kenapa gue gak bisa memenuhi semua ekspetasi yang gue pengen? Kenapa gue selalu gagal? Dan di 2015 itu gue mulai mikir. Jangan-jangan. Yang salah bukan. Lingkungan gue, bukan orang lain, bukan dunia. Justru kesalahannya ada di diri gue sendiri. Kekurangannya ada di diri gue sendiri. Jangan-jangan gue gak sehebat yang gue pikir. Jangan-jangan gue gak sepintar yang gue pikir. Jangan-jangan selama ini gue cuma jalan di tempat. Gue gak pernah berkembang untuk jadi sesuatu yang lebih baik. Sakit pak mengakui itu pak Sakit mengakui kalau kita cuma B player Sakit kalau mengakui kalau kita itu Ya bukan poros dunia Kalau kita itu gak sesignifikan yang kita pikir Tapi ketika lo berhasil mengakui itu Rasanya Tenang banget, damai banget Rasa kayak semua beban yang selama ini Menggerogoti kepala lu Jiwa lu, itu tuh Luntur semua gitu Jadi gue mulai fokus ke hal-hal yang kecil Pencapaian-pencapaian kecil, sesuatu yang Dulu gue pikir itu gak signifikan. Tapi ternyata bisa mendatangkan kebahagiaan. Gue seneng kalau gue bisa kerja dengan baik. Gue seneng kalau ada temen yang bisa ngobrol sama gue. Nah perlahan-lahan kayak gitu. Gue juga udah gak mikirin lagi orang lain mau ngomong apa. Atas apa yang gue lakukan. Selama gue bahagia dan gak mengganggu orang lain. Dan merugikan orang lain. Kalau dulu gue sangat-sangat berpikir. Bagaimana orang lain melihat gue gitu. Gue akhirnya mulai-mulai belajar video di usia gue yang sudah 25 tahun. Dan ternyata makin terus makin berkembang. Terus sampai di titik yang gue ngerasa Loh kok udah sampai sini ya Gitu Bahkan Gue mencapai hal-hal yang dulu Gak berani gue impiin pak Gue sebagai seorang ambisius itu gue ngerasa itu terlalu tinggi Bahkan sebagai seorang ambisius Tapi tanpa gue sadari dengan Hidup seperti sekarang Wow Gue udah disini gitu, wow gue bisa ini, wow gue mencapai ini Dan itu berjalan secara natural dan alami Jadi ya stoikisme itu bukan membunuh cita-cita lu, bukan membunuh ambisi lu Stoikisme justru membantu lo untuk mendefinisikan apa sih sebenarnya yang lo mau kejar apa sih yang sebenarnya yang mau lo capai dan membuang semua distraksi distraksi yang selama ini gak penting oh itu yang baru gue sadari, dan setelahnya gue baru tau, oh ternyata ternyata hidup kayak gini nih udah ada ilmunya namanya stoikisme dan gua pelajari, oh ternyata gua semakin relevan gua mempelajari pikirannya Seneca, Aurelius, Epictetus ternyata ini toh ini toh yang selama ini harusnya gua lakuin dan stoikisme itu bukan nihilismenya Nietzsche ya bukan pesimistis juga gitu stoikisme itu lebih ke Neutralitas dan rasionalitas Jadi dia akan membantu lo Mendefine apa sih yang sebenarnya harus lo lakukan Dimana sih fokus lo harus lo letakkan Jadi semua distraksi, obstacle Yang sebenarnya gak penting dan selama ini mengganggu Itu bisa hilang Nah itu sedikit soal stoikisme dan soal pengalaman pribadi gue Semoga konten ini bermanfaat Sampai jumpa di konten selanjutnya See ya