Terima kasih telah menonton Selamat datang di podcast Sistomat Perkenalkan nama gue Afal Kita disini akan mendiskusikan soal Fenomena-fenomena sosial yang Ada di lingkungan kita Secara kritis dan menarik dan tentu saja ilmiah ya kawan-kawan, nah saat ini kita sudah bersama partner diskusi kita, Bung Muhtar Habibi atau yang biasa kita kenal sebagai Bung MH selamat datang Bung MH selamat datang kasih Bung Emma udah menyempatkan podcast nih untuk pembahasan pertama saya mau nanya ini Bung Emma kemarin tuh saya baru aja baca soal hasil risetnya BPS, Badan Pusat Statistika kalau misalnya 20 22,2% dari Gen Z ke secara sekelosuhan itu ada 10 juta yang berharga Tidak bekerja atau tidak latihan Tidak juga berpendidikan Sehingga pertanyaannya Kenapa ini bisa terjadi? Ini menunjukkan gejala-gejala apa? Oke terima kasih ya Bung Afal Ini sebenarnya fenomena yang dekat dengan kita Tapi mungkin banyak orang yang belum paham mengapa itu terjadi Jadi kalau di literatur studi-studi pembangunan atau studi ekonomi itu ada istilahnya jobless growth gitu ya.
Jadi ekonominya tumbuh terus 5% per tahun, 7% per tahun, atau bahkan 10% per tahun. Tapi lapangan pekerja yang tersedia itu nggak memadai untuk menyerap seluruh angkatan kerja yang tersedia gitu. Nah ini yang di tahun 90-an awal itu ILO pertama kali itu terjadi di awal 90-an ketika ILO mendeklare.
Oh ini loh adalah persoalan jobless growth gitu. Ketika dia mendapati sekitar sepertiga angkatan kerja di saat itu itu either antara menganggur atau setengah menganggur. Ini antara yang benar-benar nggak kerja sama sekali atau dia kerja tapi seminggu mungkin hanya beberapa jam.
Nah inilah jobless growth yang sampai hari ini berlangsung. Jobless growth itu berarti pertumbuhan orang-orang yang makin menganggur itu makin banyak ya? Ya, pertumbuhan tanpa penciptakan pekerjaannya. Oke, nah ini?
Ini apa, Bung, penyebabnya? Kenapa makin besar tiap tahun itu? Oke, jadi ini kita perlu melihat dulu dari perspektif yang mainstream atau yang dominan.
Jadi ada yang kita sebut saja istilahnya perspektif neoklasik yang diamini oleh para ekonomi mainstream. Mereka kira-kira berargumen penyebab dari jobless growth ini ada dua yang utama. Yang pertama otomatisasi, jadi proses mekanisasi itu membuat kebutuhan terhadap...
terhadap lapangan apa kebutuhan tenaga kerja itu berkurang itu jadi contoh paling gampang misalnya yang tadi misalnya pabrik sepatu ya misalnya pakai teknologi yang menengah itu yang tadi mempekerjakan 1000 orang tapi begitu di upgrade teknologinya menjadi mekanisasi atau bahkan full otomatisasi burung yang dibutuhkan di pabrik itu mungkin tinggal 100 atau bahkan 50 gitu karena mekanisasi ini jadi ini argumen pertama ya yang membuat jobless growth itu karena ada fenomena otomatisasi Ketika industri itu makin menggunakan teknologi yang lebih maju, sehingga kebutuhan akan pekerja itu berkurang. Nah, itu satu ya. Yang kedua, menurut kaum neoklasik penyebabnya jobless growth ini adalah biasanya mereka menyalahkan labor market rigidity, jadi kekakuan pasar kerja. Apa sih maksudnya? Ya, gambarnya kira-kira gini.
Mereka menyalahkan negara. Dalam pengertian pasar itu jangan diintervensi terlalu banyak. banyak aturan yang mengaturkan buruh karena kalau misalnya ya Oh pesangkutnya tinggi terus pekerjaan itu statusnya harus pekerja tetap kemudian eh upahnya juga harus tinggi itu mengganggu bisnis itu Nah kalau mengganggu bisnis-bisnis akan susah untuk berkembang lebih lanjut dan akhirnya gagal menciptakan lapangan pekerjaan yang baru nah sehingga kalau penyebabnya kayak gitu dua hal kayak gitu solusinya juga cuma dua kira-kira bagi kaum mainstream ini ya tadi kalau persoalan otomatisasi solusinya gampang menurut mereka yang pertama training jadi gimana nih agar bisa menyesuaikan kalau semuanya itu semua udah otomatisasi berarti sumber daya manusia juga harus di upgrade nih kira-kira gitu logiknya itu Jadi agar manusianya ini juga diperkali dengan keahlian yang lebih tinggi lagi.
Maka training. Nah makanya solusinya training. Nah, kaitannya dengan training ini ada lagi yang sebelum kedua ya. Kaitannya dengan trainingnya adalah kalau kawan-kawan yang menonton podcast ini. Sering mendengar istilah link and match Jadi logika link and match ini kan Bagaimana agar kampus itu menghasilkan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri Nah ini persis logiknya nih Jadi kalau industri itu makin maju teknologi yang makin tinggi, makanya juga manusia-manusia juga harus disesuaikan dengan ini kebutuhan industri-nya.
Entah nanti dikasih skill tertentu ya, IT atau skill yang lain agar industri itu bisa menyerap lulusan-lulusan kampus tadi yang sudah di-upgrade skill-nya. Nah ini solusi yang pertama ya, kalau problemnya otomatisasi, maka solusinya adalah training dan pendidikan itu harus menyesuaikan dengan kebutuhan industri tadi, link and match tadi. Nah yang kedua, kalau...
penyebabnya tadi itu market rigidity gitu ya pasar itu kaku, susah membuat bisnis susah berkembang maka solusi mereka ya menurut mereka pasar itu harus dibuat fleksibel gitu, makanya ada istilah labor market flexibility jadi pasar kerja itu harus dibuat lebih fleksibel gampangnya gimana? ya berarti bisnis itu harus dipermudah dalam rangka misalnya ya meng-hire buruh termasuk menghentikan buruh atau memecat buruh buruh gitu caranya pakai apa ya cara yang paling kawan-kawan mungkin tahu ya pakai dua sistem kontrak sama sistem outsourcing karena dengan sistem kontrak kapitalis ya pengusaha bisa merekrut buruh ketika misalnya orderan lagi banyak gitu dan nanti dia bisa juga memecat buruh ketika orderannya sepi gitu sehingga di sini si pengusaha nggak terbebani itu karena dengan sistem kontrak gitu sesuai juga sama logiknya intinya agar efisiensi terjadi dan kemudian mereka bisa meng-hire labor secara lebih fleksibel dan itu bagi mereka itu baik bagi bisnis. Nah kalau baik bagi bisnis, mereka logiknya adalah, oh ya ini nanti akan bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang baru.
Nah sehingga jobless growth dapat diatasi. Nah ini argumennya kaum mainstream ya, neoklasik yang mainstream. Sorry Bung, biar lebih jelas. Outsourcing itu berarti ketika ada perusahaan A meng-hire perusahaan B, untuk perusahaan B mencarikan tenaga kerjanya.
untuk perusahaan A gitu kan ya Bu? Iya, jadi ada yayasan outsourcing memperkerjakan buruh misalnya cleaning service gitu ya, nanti si perusahaan ini menyuplai buruh outsource cleaning service ini ke end user istilahnya ya nah itu logiknya dari outsourcing Oke Bu lalu kalau misalnya apa yang dimaksud pekerjaan yang layak yang kemudian apa sebagai bentuk kritiknya itu dari oke sebelum itu mungkin kritiknya ini dulu ya ke pandangannya yang mainstream tadi ya nanti sekalian ke yang pekerjaan layak ini jadi ada beberapa problem dari penjelasannya si kaum neoklasik ini ya ketika dia bilang oh ini cuma soal otomatisasi yang bisa diselesaikan dengan training, oh ini cuma soalan kekakuan pasar kerja yang bisa diselesaikan dengan labor market flexibility gitu oke Nah ada beberapa problem gitu ya dari perspektif neoklasik ini. Yang pertama perspektif ini tuh ah historis gitu. Artinya dia nggak melihat sejarah. Kok bisa?
Kita cek saja ya. Di tahun 45 itu sampai tahun 70-an ketika welfare state di Eropa dan Amerika itu sedang ada di masa jaya-jayanya gitu ya. Di situ ada full employment ya. Jadi pekerjaan itu tercipta dengan melimpah ruah. Orang bisa bekerja dan mereka dapat pekerjaan yang layak gitu.
gitu paling di negara-negara Eropa dan Amerika Utara itu ya Nah itu kan justru karena Hai tadi pasar yang kaku gitu disitu zaman itu mana ada mengenal sistem kontrak atau sourcing itu jadi orang itu begitu masuk ke sebuah perusahaan ya otomatis kerja tetap kerja permanen dan tidak ada Salah tuh bisnis waktu itu jalan terus Pasca Perang Dunia sampai tahun 70-an gitu Nah ini problem yang pertama Karena perspektif neoklasik ini gagal melihat Sejarah yang menunjukkan fakta yang sebaliknya gitu Bahwa pasar yang melindungi tenaga kemah kerja dengan baik, kayak di masa 45-70an itu, nyatanya nggak membawa problem jobless growth. Nah, itu yang pertama. Yang kedua, otomatisasi.
Nah, otomatisasi ini apakah kemudian solusinya sekedar training? Yang pertama, oke, kita akui bahwa ada otomatisasi. Bahwa memang perkembangan teknologi membuat industri menggunakan teknologi yang lebih canggih. Ya kebutuhan terhadap tenaga kerja juga makin berkurang gitu.
Tapi kalau solusinya cuma training, nah ini yang bermasalah nih. Karena gini, kalau solusinya cuma training itu berarti mengasumsikan manusia itu hanya pihak yang pasif gitu, hanya tunduk pada teknologi. Jadi seolah-olah yaudah teknologinya gak usah diubah Macem-macem nih, manusianya harus menyesuaikan Nah padahal kalau dari perspektif lain Perspektif kritis misalnya Teknologi itu in the end of the day Pada akhirnya itu selalu Harus selalu pada akhirnya akhirnya itu adalah ciptaan manusia, teknologi itu. Nggak ada kan teknologi turun dari langit itu ya.
Nah, karena dia ciptaan manusia, teknologi itu selalu akan tergantung pada si manusianya mau ngapain si teknologinya itu. Nah, coba bayangin. Kalau misalnya ya, teknologi itu dikuasai cuma segelintir orang, kayak Bill Gates atau Elon Musk, ya tentu saja dia akan menggunakan teknologi itu sesuai keinginan dia sendiri gitu.
Tapi kalau teknologi itu dikuasai oleh orang banyak, nah, teknologi kan bisa diarahkan untuk memenuhi... kebutuhan si orang banyak ini. Termasuk keputusan, eh, kalau aku masih lihat banyak orang nggak kerja, terus aku pakai teknologi ini, nanti orang nggak kebagian kerja gimana ya? Nah, tapi kalau teknologi dikuasai oleh orang banyak, mereka bisa akan menentukan nih, oke.
Kalau gitu, kita akan membuat bagaimana agar orang banyak bisa kerja nih, dengan teknologi yang ini. Tapi ini nggak akan terjadi kalau konteksnya sekarang kapitalisme dimana para kapitalis besar kayak Elon Musk, Bill Gates itu menguasai sendirian teknologi dan ya otomatis dia sendiri yang mengambil keputusan tentang mau diapakan. Nah itu problem dari Perspektif neoklasik Yang otomatisasi Nah yang ketiga Yang agak lucu Ini ya kadang perspektif neoklasik Ini abai juga terhadap sejarah Yang belum lama gitu Mungkin penghafal ingat Krisis finansial 2008 Yang itu sebagai banyak orang Menganggapnya itu krisis ekonomi terbesar Setelah Great Depression tahun 1930-an itu ya Nah ini gak dianggap sebagai bagian dari problem jobless growth ini.
Kenapa? Jobless growth itu kan salah satu penyebabnya karena banyak orang mulai menginvestasikan duitnya itu gak membuat barang komoditas untuk dijual gitu. Logiknya gini ya, gue ngafal.
Kalau Anda punya duit nih, dulu di zaman kapitalisme yang sebelum 80-an tuh, Anda harus buat sesuatu dulu nih. Misalnya buat sepatu untuk dijual gitu ya. Anda kalau gitu kan berarti harus bangun pabriknya dulu, merekrut buruhnya dulu.
Mengumpulkan raw material dulu Untuk buat sepatu, baru sepatunya dijual Nah ketika dijual baru dapat Untung gitu Itu modal kapitalis zaman Sebelum 80-an Nah setelah 80-an Kapitalis menemukan cara baru nih kira-kira Caranya gimana? Anda bayangin, kalau bangun pabrik itu Lebih beresiko gak sih? Nah resimnya kan gede Nanti harus urusan perizinan, nanti harus urusan Sama aktivis yang organisir buruh Dan lain sebagainya, dan belum tentu Nanti nanti ketika udah menghasilkan produksi juga akan laku. Betul.
Nah ternyata ada shortcut, ada jalan lebih cepat itu, untuk nyari duit. Yaitu, ya. Oh, ngumpulin. Duit itu Anda kumpulkan aja, belikan surat berharga, surat obligasi, misalnya surat-surat berharga yang lain, kayak di Amerika itu hipotek namanya, surat kredit perumahan misalnya, itu nanti dijual aja.
Dijual ke satu pihak, nanti pihak lain ikut bermain, dijual lagi ke pihak lain. Nah nanti masing-masing pihak kan dapat selisih. selisih-selisih penjualan tuh nah mereka untuk dari situ sama aja kayak kepemilikan saham berarti ya ya sebuah perusahaan enggak ini agak beda kalau saham kan berarti ada aktifitas produksi yang dilakukan nih oke ya udah jalan enggak ada masalah komoditas Iya saya belum beli sahamnya BCA atau bank atau Yamaha Honda kan ada komoditas yang dihasilkan nih betul tapi kalau ini enggak biasa logicnya gimana duit itu ditaruh dibiarin sesekian lama nanti nanti uangnya beranak-pinak sendiri. Ini kalau dalam istilah Islamnya, ini riba ini gambangannya. Jadi dari uang langsung menjadi uang.
Kalau yang sebelumnya kan dari uang dulu. Menciptakan komoditas dulu, baru dijual, baru dapat uang. Kalau sekarang, mereka punya mekanisme itu. Uang, misalnya didiemin di Wall Street, dari suku bunga mereka dapat keuntungan itu, ya sudah, di situ saja.
Nggak usah memproduksi sama sekali. Nah, justru itulah kenapa kemudian makin banyak, apa namanya, tadi pertumbuhan ekonomi tetap tinggi terus, angkanya, tapi nggak ada lapangan pekerjaan yang baru yang tersedia. Ya, karena...
Kapital cuma naruh doang duitnya di pasar saham, pasar keuangan tanpa memproduksi sesuatu komoditas yang real di masyarakat. Sehingga berdampak pekerjaan pun tidak tumbuh. Ya, tidak tumbuh.
Nah ini yang tidak disebutkan oleh yang lain. Karena memang kalau ini disebutkan ini bahaya. Kenapa bahaya aja? Karena financial yang tadi kita jelasin kan sering disebut sebagai financial capitalism gitu. Ini tahap akhir, tahap terakhir gitu ya, kontemporer capitalism dimana...
sektor keuangan itu menjadi sektor yang paling dominan setelah sektor industri di abad 20 gitu kira-kira nah kalau sampai ini diakui oleh ekonomi mainstream ini bahaya karena financial capitalism ini kan sebenarnya wujud karakter utama dari kapitalisme itu sendiri. Bahwa kapitalisme itu selalu berorientasi profit. Nah, disini nih titik temunya.
Kalau kapitalisme itu selalu orientasinya profit, maka kapitalis itu akan selalu cari cara gimana mencari keuntungan dengan cara secepat mungkin dan sesederhana mungkin. Karena itu memang sifat pasar. Ya, makanya.
Dan kalau bisa menemukan cara dengan cara naruh duit di pasar keuangan, kemudian nunggu sendiri. Tanpa perlu ada resiko. Ngapain? Gitu, kira-kira. Nah, itu.
itu penjelasan yang ketiga yang kritik terhadap perspektif mainstream yang mengabaikan fenomena yang sering disebut sebagai financial capitalism ini. Nah yang keempat ini yang menurut saya lebih penting atau mungkin juga sangat penting terutama konteksnya untuk konteks negara pinggirannya. Kenapa begitu?
Karena ngomongin jobless growth ini nggak bisa. Wow, seolah-olah seluruh dunia berkembang lainnya. Itu seolah-olah.
Amerika Serikat, negara Eropa itu sama mengalaminya dengan Indonesia misalnya sebagai negara di ini. Nah itu nggak tepat karena gini apa yang terjadi di negara pinggiran kayak Indonesia ini dan di negara-negara berkembang yang lain itu sama sekali berbeda dengan yang di Eropa dan ini. Bedanya di mana? Karena dulu ya di negara Eropa dan Amerika itu kenapa waktu itu mereka bisa melakukan industrialisasi kemudian menciptakan pekerjaan yang baik gitu ya karena mereka ada namanya istilahnya ada ada koherensi hubungan ya antara sektor-sektor ekonomi domestik itu pertanian industri dan jasa nah koherensinya dimana dulu kan pertanian itu kira-kira gampangannya orang tuh kan awalnya dulu semua bekerja di pertanian tuh nah kemudian ketika industrialisasi mulai tumbuh orang-orang pertanian ini mulai masuk ke industri nih nah ketika industri juga mulai tumbuh terus nanti dia memicu menstimulasi pertumbuhan sektor jasa oke kemudian orang juga bergeser ke sektor jasa nah ini kan ada ada semacam koherensi itu berarti ada hubungan ke sinamunan, harmonisasi antara apa yang terjadi di pertanian, industri, dan jasa. Nah di negara-negara pinggiran kayak Indonesia ini nggak ada koherensi kayak gitu.
Kampangannya kira-kira ini saya rangkum dulu aja. Jadi ketika pertaniannya udah nggak bisa menjelaskan pekerjaan, industrinya nggak ada gitu. Terus orang lari kemana? Nah gitu kira-kira.
Jadi ada semacam inkoherensi gitu dalam proses pembangunan di negara. negara pinggiran ini. Itu makanya mungkin banyak anak seorang petani yang kemudian pengen kerja di kota tapi belum ada pekerjaannya.
Cukup baik untuk dia. Akhirnya malah jadi buruh di kota tersebut. Nah itu yang keempat ya. Yang kelima ini soal soal Tadi kan kalau kita amati dari tadi omongannya jobless growth gitu ya, pokoknya lapangan kerjaan.
Biasanya kalau ada lapangan kerjaan itu lawannya adalah pengangguran. Nah yang diabaikan seringkali dari diskusi kayak gini adalah orang yang separuh menganggur. Kalau pengguruan terbuka, artinya orang yang benar-benar nggak bekerja, full unemployed, itu angkanya nggak terlalu besar. Di Indonesia angkanya nggak sampai 10% unemployed itu. Tapi harusnya juga yang diperhatikan itu justru harusnya adalah...
kualitas pekerjaannya, jadi bukan hanya sekedar jumlahnya, bukan hanya kuantitasnya tapi kualitasnya, kualitasnya seperti apa? kualitasnya ya pekerjaan itu kan harusnya bisa membuat orang itu hidup dengan layak dengan decent gitu nah itu yang tidak dibahas gitu, sehingga seolah pokoknya kalau penganggurannya itu rendah, gak terlalu tinggi, masih di bawah 10% itu masih oke-oke saja gitu, sehingga kayak business as usual aja, pakai tadi training, pakai apa tadi? link and match, kemudian pakai LMF labor market flexibility agar jobless growth itu bisa dikurangi pelan-pelan, karena bagi mereka problemnya sekedar gimana yang nganggur itu bisa dapat pekerjaan nah padahal kita juga harus memperhatikan ya kualitasnya pekerjaannya itu apakah layak atau tidak oke, sorry LMF apa Bung tadi? labor market flexibility, yang artinya link and match saja itu ya?
ya itu kemudahan bagi si perusahaan untuk memperbaiki merekrut dan juga memperhentikan lewat aturan-aturan tadi lewat aturan kontra Sama sebelum itu, tadi Bu sempat menyebutkan negara pinggiran. Apa sih yang dimaksud negara pinggiran ini? Indonesia adalah salah satu negara pinggiran.
Nah ini apa Bu? Oke, jadi ini istilah yang saya sering pakai ya. Kalau istilah mainstreamnya itu negara berkembang gitu. Atau ada juga yang menyebutnya negara dunia ketiga.
Atau ada juga yang menyebutnya sebagai sekarang itu global south, jadi negara selatan. Nah kenapa saya pakai istilah pinggiran? Karena bagi saya istilah pinggiran ini mencerminkan relasi tidak setara antara negara yang ada di pusat. Nah yang pusat ini siapa? Ya pusat kapitalisme.
Dimana kapitalisme muncul dan ketika mereka muncul mereka berhasil mengkolonisasi negara-negara di belahan dunia yang lain. Di Amerika Latin, di Afrika, di Asia termasuk Indonesia. Nah makanya ketika kita merdeka secara politik sebenarnya ketimpangan ekonomi politik itu masih berlanjut sampai... Sama hari ini. Meskipun dalam derajat yang berbeda-beda.
Sehingga bagi saya. Untuk meng-highlight itu. Kalau saya ya.
Lebih tepat untuk menggunakan istilah kapitalis pusat dan pinggiran. Meskipun tidak dalam makna yang. Yang deterministik.
Seperti yang teror-dependensia itu. Tidak seperti itu. Tapi sekedar untuk menggambarkan unequal.
Relation. Antara negara-negara berkembang. Dengan negara yang maju. Karena kalau coba pakai istilah global south. Global north itu.
Itu kan kayak istilahnya kayak netral gitu ya. Ya South, Selatan dengan Jepang. Cuma secara jadil gratis. Padahal ada perbedaan ekonomi dan politiknya. Oke, mau kembali lagi.
Lalu apa ini maksud pekerjaan layak tadi sempat sebutkan itu? Oke, jadi pekerjaan layak ini mulai jadi agendanya Ailo di awal 2000-an ya. Karena tadi ya, 90-an Ailo udah bilang tuh. Wah ini problem nih jobless growth nih.
Sehingga makin banyak orang yang gak dapat pekerjaan. yang baik juga. Nah tahun 2000-an mereka udah mulai mengkampanyakan agenda soal kerjaan layak.
Nah ada banyak indikatornya gitu ya. Tapi kira-kira gampangannya upah itu harus layak ya. Dalam pengertian bisa memiliki kebutuhan manusia yang selayaknya gitu.
Artinya upah itu gak cukup untuk bertahan hidup. Karena ingat, manusia ini bukan hewan ya. Kira-kira bedanya gini ya.
Kalau Anda petani ya, menggunakan kerbau. untuk membajak sawahnya. Kerbau kan cukup dikasih makan aja. Yang penting besok pagi udah bisa kembali kerja. Nah itu konsep upah minimum itu karena kayak gitu.
Nah upah layak itu harusnya bukan kayak gitu. Upah layak itu gak sekedar memenuhi kebutuhan fisiknya si buruh itu. Upah layak itu ya memenuhi kebutuhan manusiawi seorang si buruh yang manusia ini tadi.
Berarti selain kebutuhan fisik kan ada kebutuhan rekreasi, kebutuhan internet juga. Iya, dia butuh janjang. Butuh healing juga buruh itu. Makan enak, butuh membaca.
butuh aktivitas yang lain yang membuat dia menjadi full manusia bukan sebagainya kayak kerbau gitu nah ini upah dalam hal upah ya upah layak kemudian yang layak itu juga terkait dengan ada banyak ya soal keselamatan kerja harus dijamin kemudian tidak ada diskriminasi di tempat kerja kemudian yang penting juga soal ini nih stabilitas kerja stabilitas kerja itu artinya ya kalau saya kerja itu kira-kira nah sampai seterusnya itu saya akan kerja terus disitu nah ini gak akan diperoleh kalau orang pakai status kerjanya itu kontrak atau resourcing, kalau kontrak kan 2 tahun, 3 tahun, atau bahkan ada yang 6 bulan itu kan gak punya stabilitas nanti tiba-tiba 6 bulan selesai gak diperpanjang lagi kontraknya, dia hidup dari mana, nah ini yang membuat dia gak layak kalau kayak gitu berarti kan, nah yang layak berarti statusnya mestinya yang permanen gitu atau pekerjaan apa namanya namanya tidak mengenal waktu tertentu gitu jadi dia seterusnya gitu kira-kira nah ini soal stabilitas pekerjaan layak juga berarti soal jaminan sosial artinya apa ya tadi manusia ini kan enggak sekedar makan aja loh kan dia pasti sakit ada sakitnya anaknya juga butuh pendidikan nanti pas tua dia juga butuh pensiun gitu kan nah ini semua membutuhkan jaminan sosial gitu Nah kalau di Indonesia mungkin gampangannya BPJS ya BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Nah kalau pekerja memperoleh itu, ya mungkin ada aspek di mana bisa dibilang, oh ya mungkin dia punya jaminan sosial. Tapi kalau dia nggak dapat sama sekali, atau bahkan dia harus membayar sendiri yurannya, nah itu berarti dia nggak dalam kondisi kerja yang layak. Nah kemudian juga aspek yang penting lagi, pekerjaan layak itu juga mensyaratkan adanya kebebasan berserikat. Karena apa?
Berserikat itu... itu menjadi hak utama bagi pekerjaan. Dalam rangka menyewarakan kepentingannya, tanpa serikat pekerja yang kuat, maka nggak akan ada hubungan industri yang sehat. Karena nanti yang berkuasa cuma si pengusaha dan negara, yang nanti ujung-ujungnya akan merugikan si pekerja tadi.
Makanya serikat pekerja itu dijadikan salah satu indikator sebuah pekerjaan yang layak. Berarti bisa aja... Kerjaan itu formal tapi belum tentu layak ya Bu?
Betul. Jadi misalnya formal tapi kalau dia kontrak ya, dalam status kontrak, law sourcing, nah, ya berarti kan nggak memenuhi stabilitas tadi. Iya.
Belum juga nanti soal kebebasan berserikat. Karena banyak kasus... Union Busting ya, jadi pengekangan terhadap kebebasan berserikat itu orang baru mau berkumpul berserikat aja udah ditakut-takutin tuh manajemennya udah ngikutin misalnya Oh kamu kalau ikutin ini nanti kontramu gak aku perpanjang atau nanti aku pecat kamu misalnya Oh iya, sebelum lupa, tadi Bung M.H.
berkali-kali menyebutkan ILO ILO itu International Labour Organization ya Bung? Dimana organisasi buruh dan dunia di bawah PBB langsung Kayak gitu Nah, Bung, balik lagi Berapa sih? Pekerjaan di Indonesia atau masyarakat Indonesia yang kita sebut termasuk kategori pekerjaan layak itu. Berapa banyak, Bu?
Nah, ini sayangnya lebih sedikit ya. Nah kalau kita pakai indikatornya ILO tadi kan beberapa hal tadi ya, misalnya jaminan sosial, upah, dan seterusnya itu biasanya orang yang kerja di ekonomi informal itu pasti pekerjaannya tidak layak. atau istilahnya AILU lawannya layak ya rentan kerjaan rentan nah kenapa rentan ya anda bisa bayangkan misalnya kerja di burjo kerja di laundry atau kerja di majikan tukang bakso, majikan mie ayam atau majikan warung padang atau majikan toko lah ya yang anda gak punya kontrak kerja berarti kan anda informal disitu nah ketika dia informal biasanya juga pertama tadi upahnya bisanya lebih rendah gak memenuhi UMR bahkan UMR aja gak cukup ya padahal tadi kan kita udah menyebutkan UMR sesuai UMR saja itu masih bermasalah karena itu belum layak gitu belum memenuhi komponen hidup layak kebutuhan hidup layak, KL gitu apalagi yang di bawah UMR nah ini lebih mengerikan lagi nah kalau kita lihat data BPS kan bilang ya angkanya itu fluktuatif ya biasanya sekitar 55-60% pekerja Indonesia itu masuk di ekonomi informal sayangnya lebih banyak nah yang kalau begitu ini angka minimal ya karena kenapa?
ini kan versi BPS, nah BPS itu punya cara tersendiri dalam menghitung informalitas di Indonesia itu mungkin di kesempatan lain kita jelasin lebih detail tapi ini baru informal bukan dia layak atau rentan jadi ini yang informal ini BPS tadi kan 55-60% lah ya fluktuatif gitu ini saja sebenarnya angka yang cenderung dikurang-kurangi gitu karena cara BPS menghitungnya itu beda dengan cara ILO nanti mungkin di kesempatan lain kita bisa diskusikan itu, tapi intinya cukup dibilang kalau kita menggunakan kategori ILO jumlah pekerja informal di Indonesia itu bisa sampai lebih dari 90% wow 90% Iya, banyak sekali teman-teman. Karena, ya majoritas usaha di Indonesia itu adalah usaha informal, tidak terdaftar. Dan ketika terdaftar, biasanya pekerja-pekerja yang bekerja di situ juga pasti tidak punya kontrak kerja. gak punya kontrak kerja ya pasti tadi gak punya stabilitas kerja gak punya jaminan sosial, gak punya berserikat dan lain sebagainya yang itu menjadi karakter khas bagi pekerja yang rentan tadi jadi ini jumlahnya kalau menggunakan ILO bisa sangat besar sekali ya. Kalau pakai BPS aja udah besar itu.
Lebih dari 50 persen gitu. Yang pekerja rentan gitu. Artinya mereka nggak mendapat pekerjaan yang layak.
Ini apa, Bung? Penyebabnya? Kalau kita lihat ke belakang gitu mungkin secara historis, kenapa di Indonesia begitu banyak?
Makanya ngeri loh. Nah ini kalau kita sedikit ke India ya. India itu mengakui loh. Jadi ekonomi informal di Indonesia itu lebih dari 90 persen juga. Tapi negaranya mengakui.
Kalau kita? Kalau kita kan BPS menggunakan ukuran sendiri Jadi ukuran mereka Hitung-hitungannya sekitar 55 sampai 60 persen tadi Nah Nah, penyebabnya apa? Penyebabnya kira-kira ada empat ya, yang utama, yang menurut saya penting.
Ini termasuk di India ataupun di Indonesia? Ini di Indonesia, khususnya di Indonesia. Nah, penyebab yang pertama itu... jadi ini kita akan menyinggung ini sebelum ke Indonesia saya ceritakan dulu di negara Eropa dan Amerika Utara kira-kira dulu gimana sih, ini kan soal tadi loh koherensi antar sektor jadi kalau tadi kan di negara Eropa atau di Amerika Utara itu kan ketika orang-orang itu terlempar dari pertanian karena pertaniannya makin maju Makin maju itu artinya apa?
Oh, makin menggunakan teknologi tinggi. Kalau menggunakan teknologi kan berarti kebutuhan terhadap pekerja pertanian kan berkurang. Nah, ketika sedikit kan orang harus pergi dari pertanian gitu.
Nah, ketika mereka pergi ke pertanian itu, kemudian mereka diserap oleh mana? Pergi ke mana? Kalau di negara kapitalis maju, mereka menemukan pekerjaan baru di sektor industri.
Industrinya bisa tumbuh, pabrik-pabrik bermunculan, dan sehingga kemudian orang yang terlimpah dari pertanian itu bisa kerja di... manufaktur atau di industri itu. Nah industri nanti akan merangsang sektor yang lain, sektor jasa gitu.
Misalnya dengan adanya pabrik, dengan banyaknya pengusaha yang membangun pabrik, nanti pasti butuh perbankan untuk kreditnya ya, kemudian butuh telekomunikasi. Itulah sektor-sektor jasa mulai tumbuh akibat dari industrialisasi tadi. Dan itu nanti pada akhirnya bisa menggeser lagi orang-orang di industri, geser lagi ke sektor jasa, termasuk jasa hiburan kayak di Hollywood.
Hollywood itu. Itu kan lahir karena ya industrialnya udah berkembang, kemudian titik akhirnya adalah sektor jasa yang berkembang, gitu. Nah, ini di konteks negara kapitalis maju, ya. Nah, bagaimana di Indonesia?
Apakah koherensi ini ada atau enggak, gitu? Nah, pertama kita harus cek dulu. Apa yang terjadi di pertanian Indonesia? Pertanian di Indonesia itu orang banyak dilempar, ya, dari pertanian, gitu.
Kenapa? Karena harus Hanya sedikit orang yang menguasai tanah di pedesaan. Nah siapa yang menguasai tanah di pedesaan ini?
Ya, kalau istilah saya ya ada petani kapitalis, ini para petani majikan ini. Artinya petani yang mempekerjakan orang. Kenapa dia bisa mempekerjakan orang? Ya karena tanahnya luas. Nggak mungkin ngerjain sendiri.
Nah iya nggak mungkin. Dan sebaliknya kalau tanahnya terlihat terlalu luas, dia bisa mengerjakannya sendiri. Nah itu ya.
Dan kemudian ada yang juga tuan tanah ini. Yang tanahnya luas, tapi tidak mempekerjakan orang. Tapi dia lebih ke... membagi hasilkan lahannya itu jadi misalnya, eh tolong kamu kerjakan ini nanti kita bagi hasil ya, misalnya 50% untuk kamu, 50% untuk aku tapi biaya produksi kamu yang tanggung tuh nah ini yang, jadi dia si Tuan Tanah ini mengekstrak ya surplusnya ini dari si dari uang sewa bagi hasilnya tadi bukan dengan pekerjakan buruh kalau yang pekerjakan buruh tadi, saya sebut sebagai petani kapitalis, nah di Indonesia itu kondisinya petani kapitalis Tuan Tanah itu pernah di ini ya, pernah coba tanahnya itu direbut oleh para buruh-buruh tani oleh para petani gurem yang tanahnya kecil sehingga dia harus bekerja untuk orang lain gitu meskipun punya tanah nah itu dulu terjadi di tahun 60-an terjadi land reform di zaman Soekarno nih ada land reform yang didukung oleh barisan tani Indonesia yang ingin membatasi kemimpinan tanah jadi maksimal orang itu punya tanah 5 hektare gitu ya jadi kalau Kalau Anda punya tanah lebih dari 5 hektare ya tanah itu harus dikasihkan negara dan negara nanti akan membagikan tanah itu ke orang yang nggak punya tanah gitu.
Nah tapi upaya land reform ini sayangnya gagal. Ketika ya di tahun 65 terjadi pembantaian massal terhadap orang-orang yang dituduh kiri gitu. Sekitar 1 sampai 2 juta orang dibantai di saat itu. Nah sejak itu land reform berhenti. Jadi Soekarno turun dan diganti Soeharto dan sejak itu upaya tadi ya meredistribusi.
tanah dari yang orang yang punya tanah gede ke orang yang gak punya tanah sama sekali itu diganti dengan program yang namanya Green Revolution atau revolusi hijau. Nah apa revolusi hijau ini? Revolusi hijau ini gampangannya kebalikannya nih dari land reform.
Kalau land reformnya tujuan utamanya meredistribusikan tanah. Jadi gampangannya kalau secara nilai itu ingin menegakkan nilai keadilan sosial atau kestaraan gitu. Jadi orang-orang di desa itu harusnya punya tanah yang kira-kira setara. Jumlahnya sama? Ya masih pun gak sama banget tapi paling gak sama.
jangan terlalu timbang nah Green Revolution ini sebaliknya, dia gak ngurusin soal ketimbangan value utama, nilai utama yang dia kejar itu adalah soal produktivitas atau efisiensi, jadi gimana nih meningkatkan produktivitas pertanian, misalnya dulu di tahun 70an itu panen padi itu satu 1 hektare itu cuma 2 ton, gimana meningkatkannya jadi 4 ton? Kira-kira gitu logiknya. Terlepas tanahnya cuma dikuasai oleh segelintir orang itu bagi mereka bukan masalah. Yang penting hasil pertaniannya tambah terus. Bisa dipakai untuk...
memberi makan penduduk. Karena itu salah satu cara mendapatkan legitimasi kan gitu. Penguasa itu ya, dimanapun selalu berkepentingan agar pangan itu terjangkau.
Karena kalau pangan itu nggak terjangkau, itu bisa berbahaya secara sosial. Orang lapar bisa nabuk. Jadi jangan dianggap Soeharto itu waktu itu karena kebaikan hatinya itu mengembangkan produktivitas.
Tapi lebih karena kebutuhan untuk mencintai legitimasi. Agar rakyat itu nggak bergejolak ketika kebutuhan pangannya sudah dipenuhi oleh revolusi hijau tadi. Itu yang kemudian sempat dibangga-banggakan swasembada pangan itu.
Ternyata dibalik itu ada yang... Dan swasembada itu sebenarnya bukan swasembada pangan ya, tapi swasembada berat. beras jadi hanya beras Oh hanya beras dan itu pun sangat sangat sangat pendek itu iya suas meda beras tahun 84 tahun 87 Indonesia udah mulai impor beras lagi dari Vietnam jadi hanya bertahan sekitar tiga tahun Nah itu awal mulanya awal punya penyebabnya gitu ya jadi disekto pertanyaan sendiri kita mendapati tadi banyak orang terlempar itu karena apa ya karena jadi bukan karena kalau di Eropa nanti karena ada mekanisasi tuh kalau di Indonesia itu lebih karena Karena tanah di pedesaan itu dikuasai oleh segelintir orang.
Sehingga kebanyakan orang yang lain nggak punya tanah sama sekali. Bung, sorry. Setimpang apa sih, Bung? Dengan orang yang punya tanah luas sekali, dengan itu kira-kira angkanya berapa, Bung?
Ya, angkanya biasanya kalau di Jawa ya, biasanya separuh penduduk itu nggak punya tanah sama sekali. Separuh penduduk di desa tersebut? Nah, biasanya itu separuh ukurannya itu.
Lalu yang punya? Nah, yang punya nanti itu variasi ya. Jadi biasanya paling nggak sampai 10% rumah tangga, ya itu mungkin.
menguasai biasanya bisa sampai seperempat total tanah di situ atau bahkan separuh dari total tanah di desa itu. Jadi bayangin ini, rumah tangganya misalnya seribu ya, kalau di bawah 10 persennya kan nggak ada 100 rumah tangga. Nah itu menguasai bisa sampai separuh total tanah di situ atau ada yang sepertiga tergantung di lokasinya ya.
Itu menunjukkan ketimpangan yang luar biasa itu di pertanian kita di... di desa-desa, tidaknya di Jawa sebenarnya, di pertanian sawit, ya juga seperti itu. Nah ini pertaniannya kayak gini nih, yang membuat banyak orang terlempar nih. Belum lagi ya, orang itu terlempar dari pertanian selain proses kayak gini tadi, ini yang saya sebut istilahnya ada diferensiasi kelas gitu ya.
Karena apa? Ada segelintir orang yang menduduki kelas tadi, petani kapitalis, tuan tanah itu menguasai tanah ya. Sementara orang-orang lain itu nggak punya tanah sama sekali. Bisa kita sebut sebagai kelas pekerjaan. mengandalkan pekerja tenaganya doang gitu nah tapi selain itu ada proses lain bong, ada yang proses namanya semacam perampasan gitu siapa yang melakukan ini?
ya dulu Soeharto itu melakukan mengklaim ya tanah negara, sehingga orang yang berada di kawasan tanah negara ini harus keluar dari wilayah tersebut ini artinya orang juga terlembar dari pertanian tapi dengan cara yang lain, bukan karena diferensiasi kelas tadi, tapi karena perampasan ini negara, oleh negara sendiri maupun negara yang memberikan konsesi lahan itu ke perusahaan-perusahaan swasta kalau di zaman Soeharto ya dulu Hai orang-orang dekatnya Suwarto kita dapat konsesi itu nah itu proses pertaniannya gitu ya membuat banyak orang terlempar dari pertanian dan pedesa nanti kita dalam lagi lah ya soal agraria di rakyat nah ketika pertanian kayak gitu terus gimana ketika orang pergi ke kota nih nah bong apa mungkin sering dengar istilah mudik ya ketika banyak orang dari kota ke kerja di kota terus pada pulang ke kampung gitu dan biasanya waktu eh zaman 90-an atau 2000-an itu mudik itu menjadi peristiwa yang yang semerawut gitu. Karena banyak orang ya memang ketika ke kota itu hanya mengandalkan nekat gitu. Modal nekat. Modal nekat aja. Nanti di kota mau ngapain ya belum tahu.
Nah, di kota itu kan kalau di negara maju tadi ada industrialisasi. yang berjalan ya. Ya, industrialisasi di sana terjadi ya karena mereka melakukan kolonisasi terhadap kita, kemudian mendominasi ekonomi politik global gitu.
Nah, di kita industrialisasinya kan sangat tergantung pada kekuatan global nih. kekuatan kapital asing karena kita gak punya cukup modal untuk membangun industrialisasi sendiri sehingga Soeharto mengambil jalan mudah tuh yaudah undang aja investor asing nah tapi nyatanya industrialisasi gak berkembang dengan baik dan bahkan sejak Tahun 2000-an, ya sudah banyak ekonom yang bilang kita mengalami deindustrialisasi prematur. Nah ini kalau orang melahirkan kan ada kelahiran yang alami ya, nah itu ada yang kelahiran prematur kan. Nah ini kira-kira gitu.
Jadi deindustrialisasi itu artinya gini. Di industrialisasi itu artinya kontribusi industri, baik terhadap GDP maupun terhadap lapangan pekerjaan itu berkurang. Nah kalau di negara kapitalis maju, di industrialisasi itu terjadi ya tidak menimbulkan masalah yang serius. Karena apa tadi?
industri udah berubah ke jasa dan orang-orang yang terlempar dari industri bisa masuk ke jasa karena memang industri itu kalau mencapai masa peaknya, puncaknya dia akan bisa menstimulasi sektor jasa yang sama produktifnya sehingga nanti orang yang ketika industrialisasi menurun orang bisa beralih ke sektor jasa, nah di Indonesia ini industri itu belum pernah mencapai masa peaknya, puncaknya tapi tiba-tiba udah tumbuh Udah tumbuh sektor jasa yang tidak terlalu produktif gitu. Ya bedanya sama sektor jasa. Ya kalau sektor jasa di Indonesia kan Anda tahu sendiri. Paling banyak kan retail ya, dagang. Atau juga jasa-jasa yang ya tukang tambal ban, potong rambut, itu kan jasa.
Sementara kalau di negara kapitalis maju kan sektor jasa itu ya telekomunikasi, finansial, industri hiburan, jasa hiburan yang luar biasa besar gitu. Yang itu bisa menarik menciptakan laman bekerja yang luar biasa besar juga. Nah ini yang nggak ada nih, di Indonesia kita sudah mengalami deindustrialisasi karena kontribusi industri terhadap, pertama ya, industri terhadap GDP itu sekarang hanya 20-an persen gitu. Dan yang lebih kecil lagi kontribusi industri terhadap pekerjaan hanya sekitar 14 persen.
Pembandingan dengan yang sektor agraria ya, pertanian itu masih menyerap 30-an persen tenaga kerja. kerja kita jadi masih seperti enggak sektor jasa ya sisanya itu jadi paling gede di sektor jasa tapi ada di sektor jasanya bukan kayak sektor jasa finansial atau yang Silicon Valley yang canggih sanggih itu ini sektor jasa yang Hai potong-potong rambut tambal ban jualan itu tercatat jasa-jasa yang hadir di negara Indonesia kita nah sehingga ketika industrialisasi nggak mampu menyerembuh menyerap itu ya akhirnya orang lari ke tempat yang lain menciptakan lapangan pekerjaannya sendiri akhirnya terdampar dalam pekerjaan-pekerjaan yang tadi ekonomi informal dan lain sebagainya nah ada satu lagi penyebabnya setelah industrialisasi yang kayak gitu malam ide industrialisasi prematur kita mengalami problem pekerjaan rentan yang melimpah ini karena ada proses yang disebut sebagai informalisasi pekerjaan yang dilakukan oleh para korporasi-korporasi besar nih apa tuh maksudnya informalisasi Bu Ngapal ngerokok gak? Oh udah gak ya?
Jadi kalau Bu Ngapal pernah tau Melinting itu ya, melinting rokok itu Yang melakukan kan ibu-ibu Biasanya ya, di rumah gitu Nanti lintingan rokoknya ini Disetor ke sebuah perusahaan rokok nih Perusahaan besar nih, saya gak perlu sebut nama ya Nanti takutnya di Nah, tapi intinya Perusahaan-perusahaan kayak gini Itu Secara sadar loh ini, secara aktif Loh mempromosikan sebuah hubungan kerja yang informal. Kenapa misalnya perusahaan rokok nggak langsung aja mempekerjakan buruh sendiri gitu, untuk melinting? Ya karena ongkosnya bisa jauh lebih mahal.
Karena harus bayar buruh sesuai UMR, harus bayarin BPJS-nya, harus bayarin macem-macemnya, harus tunduk pada undang-undang ketenang kerjaan. Tapi kalau yang melinting ini adalah ibu-ibu di rumah, nggak ada kontrak kerja sama sekali, cuma diawasin mandor. Nah mereka bisa bebas dari biaya upah WMR, BPJS, dan hal-hal lain biaya supervisi ya, biaya pengawasan yang tinggi gitu. Artinya informalisasi ini, jadi informalisasi ini adalah upaya mengubah relasi kerja yang tadinya itu harusnya formal. Kenapa harusnya?
Karena memang korporasi besar itu kan mestinya relasinya formal. Karena dia kan terdaftar, dia juga bayar pajak ke negara. Sehingga relasi kerjanya dengan buruhnya itu mestinya juga formal. Mestinya juga mengikuti undang-undang ketara kerjaan, diawasi negara mestinya. Nah tapi sejak tahun 80-an, jadi ini juga halnya fenomena Indonesia nih.
Di negara-negara berkembang ini ya. Nanti kalian bisa baca bukunya Alejandro Portes itu ya. Itu buku klasik tentang informal ekonomi, kemunculan informal ekonomi.
Nah salah satunya dia berargumen kayak gitu. bahwa informalisasi ini salah satunya justru diinisiasi secara masif oleh korporasi perusahaan multinasional yang di seluruh dunia gitu karena kan jelas lebih menguntungkan korporasi iya karena dalam rangka untuk memangkas ongkos produksi tadi agar lebih untungnya lebih maksimal itu jadi perusahaannya formal perusahaan besar formal itu membayar pajak juga ke negara tapi relasi kerja dengan buruhnya itu informal buruhnya dibiarkan nggak punya kontrak kerja dan karena itu bagian dari itu memanggas emos produksi tadi sekaligus untuk tadi ya, flexibility tadi. Jadi kalau sewaktu-waktu dia mau hengkang, sewaktu-waktu dia mau itu, dia nggak perlu bayar pesangon yang mahal-mahal gitu kira-kira.
Nah jadi proses yang sudah parah tadi ya, ketidaksinambungan antara pertanian dan industri, itu aja udah menciptakan orang begitu banyak di ekonomi informal jadi pekerja rentan, ditambah lagi ada usaha secara sadar dari korporasi untuk menginformalisasi relasi kerjanya. Jadi yang kita dapati, makanya hari ini ya, begitu memperbaiki bludaknya pekerja rentang. Tidak hanya di Indonesia loh ini.
Di seluruh negara berkembang atau negara pinggiran. Kalau di negara maju atau negara pusat kapitalisme, nggak terjadi ini, Bu? Ya, ini nggak separah ini tentu saja ya. Meskipun beberapa liter itu udah menyugung negara maju, jadi mulai ikut-ikutan kita aja.
Ikut-ikutan ini dalam hal apa? Dalam hal tadi, informalisasi. Karena nampaknya para kapitalis di negara kapitalis maju juga iri.
Di sana lebih murah, kira-kira buruhnya. Karena di informalisasi. Nah, jika ada upaya.
upaya-upaya untuk melakukan informalisasi serupa di sana. Nah, tapi tentu saja konteksnya agak beda, karena di sana kan ada sejarah perjuangan buruh yang panjang, sehingga upaya-upaya kapitalis kayak gitu pasti akan ada perlawanan dengan organisasi buruh di sana. Dan menjadi mungkin sedikit pertanyaan, kenapa kemudian ibu-ibu itu rela mau bekerja secara informal?
Apakah karena tadi memang di industri Industrialisasi itu, mereka tidak berhasil diserap tenaganya. Ya, salah satunya karena memang ketiadaan opsi lain. Sehingga pilihannya dalam kapitalisme itu kan antara Anda bekerja atau Anda mati kelaparan.
Ketika Anda tidak punya apa yang bisa dipertukarkan, kecuali tenaga, ya Anda hanya bisa menjual tenaga Anda itu. Dan dalam konteks tadi ya, diindustrialisasi prematur, kemudian pertaniannya dikuasai sekelintir orang. Ya, Anda terus mau hidup di mana lagi? Kecuali di sektor jasa tadi, jualan apapun yang bisa dijual.
Jualan cilok, jualan siomay. Itu makanya makin rentan ya, Bu? Iya, dan juga yang lain-lain tadi.
Perkejangan kita dibilang rentan hampir 90% karena itu akibatnya. Jadi ada empat ya, Bu, kalau boleh saya ulang. Pertama, ada perampasan tanah, kemudian terjadi perpindahan di industrialisasi. Ketiga, kemudian infrastruktur. informalisasi pekerjaan satu lagi neter diferensiasi kelas ya setelah masalah ini Hai ada pengaruh dari situasi global di luar sana nah ini persis ya jadi yang saya sebut tadi kenapa ekonomi itu gagal menjelaskan ketidaknyambungan ini ya dengan historis mereka nah jadi persis ceritanya kenapa kok Indonesia terjadi ketidaksanai senyambungan kayak gini karena ada pergeseran yang dari namanya dulu itu National Division of Labor gitu ya pembagian kerja dari dalam lingkup nasional domestik itu makanya tadi Oh sektor pertanian, industri jasa itu punya tugas ini, pertanian menyiapkan bahan makan raw materials, industri mengolahnya jasa menjadi penopang bagi itu semua nah itu kan berarti pembagian kerjanya di level nasional tuh, di Inggris melakukan itu sehingga mereka bisa industrialisasi, di Amerika melakukan itu, di Jerman, di Perancis kira-kira kayak gitu tuh National Division of Labor ini hanya jadi norma umum atau masih berlaku sampai tahun 70an tuh Jadi makanya ide-ide tentang nasionalisme, pembangunan itu masih ada di zaman itu.
Bahkan termasuk, nanti kita bahas kesempatan lain ya, Amerika Serikat itu kenapa mendukung Korea Selatan, dan bahkan mendukung Korea Selatannya untuk sampai ini nih, membangun tadi koherensi antara pertanian dan... industri. Akhirnya Korea Selatan bisa menjadi negara industri sekarang gitu. Karena waktu itu masih paradigmannya itu pembagian kerja di level nasional. Nah, sejak tahun 80-an terjadi pergeseran lagi itu.
Tadinya National Division of Labor. sekarang global division of labor jadi pembagian kerjanya itu berlangsung di level dunia sehingga sekarang bukan lagi soal oh pertanian industri jasa di satu negara gak kayak gitu cara itu mengelola pembagian kerjanya, sekarang pembagian kerjanya dikendalikan oleh korporasi internasional nah mereka kemudian membagi-bagi tugas itu di kalangan negara-negara, oh Indonesia, kamu tugasmu mencuplai nikel, tugasmu mencuplai tambang batu bara ya, nanti aku olahnya di Cina nih misalnya. Nah, jadi kalau kayak gitu caranya terus nanti kan sektor finansialnya di Amerika Serikat. Nah kan berarti bagian kerjanya udah di level global nih. Nah kalau bagian kerjanya di level global kayak gini coba bayangin, gimana kita bisa membangun industri nasional kita?
kan sudah di bypass ya, sudah di amputasi tuh iya, kita gak punya kesempatan jadinya iya, jadi orang kita cuma disuruh nyuplai raw materials misalnya, tapi diolahnya di tempat lain bukan di proses di Bekasi atau Tangerang sendiri misalnya kemudian dan sektor jasanya pun ada di Amerika misalnya, sektor keuangan yang besar gitu, sementara kita hanya dapat remah-remahnya saja. Nah ini logika kayak gini yang membuat negara pinggiran, tidak hanya Indonesia ya, kebanyakan negara pinggiran mengalami problem karena ada cawe-cawe dari internasional itu, kekuatan korporasi multinasional yang mereorganisasi, mengubah pembagian kerjanya itu yang tadinya itu bisa national base, di mana negara memainkan peran utamanya, merencanakan peran utamanya, Pertanyaan nanti gini ya, industri gini, jasa gini Nah sekarang dalam Masa yang sering disebut globalisasi itu Sejak tahun 80-an itu Atau saya lebih suka menyebutnya neoliberalisasi itu Pembagian kerjanya di level global Yang mengendalikan ya korporasi Multinasional tadi, sehingga negara itu Mengalami tadi Inkoherensi, karena Hubungan antar sektornya Bukan dikendalikan oleh negara Tapi dikendalikan oleh korporasi Asing yang tujuan utamanya Tentu saja profit buku bukan untuk membangun perekonomian suatu negara. Jadi, boleh saya katakan, belum tentu kerjasama internasional itu baik secara nasional untuk Indonesia ya? Ya, tentu saja.
Ada kepentingan-kepentingan tertentu. itu yang sebenarnya untuk mengambil untung bagi mereka sendiri kayak gitu ya lalu gimana untuk cara bertahan diri akhirnya masyarakat kita sebagai negara pinggiran yang udah terdampak itu Ya, bagi orang-orang yang terlempar tadi ya, nggak bisa masuk ke pekerjaan formal dan harus hidup dalam sisa-sisa pekerjaan gitu ya, mereka melakukan berbagai hal ya. Salah satu hal yang sering dilakukan adalah migrasi, pindah tempat gitu. Ya kayak tadi misalnya logiknya, ketika nggak ada lagi pekerjaan di pedesaan, mau ngapain di pedesaan? Pindah ke kota kan, nyari pekerjaan.
Di kota nggak dapat pekerjaan lagi, pindah ke luar negeri. Nah itulah yang menjelaskan kenapa banyak pekerja kita jadi TKW. Karena lebih banyak yang perempuan ya. TKW di Malaysia, di Arab Saudi, yang perlakuannya kawan-kawan sudah sering dengar sendiri. Bagaimana seringnya berita menyedihkan tentang mereka gitu.
Karena mereka biasanya ya tadi, skill-nya terbatas, pendidikan yang terbatas, sehingga pekerjaan... pekerjaan yang dilakukan pun juga pekerjaan-pekerjaan manual yang sangat terhentam terhadap masalah ketenangan kerjaan gitu. Nah ini kan kayak jadi lingkaran setan akhirnya.
Di desa nggak diinginkan, pindah ke kota nggak ada tempat lagi, pindah ke luar negeri masih dieksploitasi sedemikian rupa. Nah ini satu migrasi ya. Yang kedua kalau orang nggak bisa dapat pekerjaan di mana-mana ya akhirnya menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.
Di desa nggak dapat kerjaan, ke kota nggak, pabrik nggak ada, atau toko-toko nggak ada lolongan lagi. Ya akhirnya menciptakan lapangan kerjanya sendiri. Jualan cilok sendiri, jualan pecel, jualan miayam, bakso, dan lain sebagainya.
Nah, apa tapi problemnya kalau... Hanya jualan sendirian kayak gini Ya tentu saja pertama fluktuasi pendapatan Apakah pendapatan memadai Memang ada Tentu saja sukses storynya ya Juragan mie ayam awalnya jual beli Jual beli sendiri terus Mulai memperkerjakan orang Buka cabang, nah itu nanti kita bisa disukai Di kesempatan lain soal itu Tapi intinya ada Banyak orang yang lain itu lebih rentan Karena fluktuasi pendapatan yang pertama Itu kan cuma segelintir orang Sekian juta orang Nah yang kedua juga problem ini Soal jaminan sosialnya Seberapapun tinggi pendapatan Anda dari jualan Anda nanti butuh pensiun Anda juga Kalau sakit butuh biaya Anak-anak juga butuh pendidikan Nah ini yang tidak bisa diperoleh oleh mereka yang bekerja secara mandiri tadi belum lagi yang lebih parah ya orang-orang yang jualan mandiri aja gak bisa gitu mencoba jualan cilok gak laku akhirnya kerja ke juragan cilok nah ini kan lebih at the bottom lagi, lebih di bawah lagi nasibnya karena mereka sangat tergantung pada juragannya yang informal juga gitu sehingga perlakuannya pasti juga lebih buruk ya daripada yang misalnya formal dimana ada negara yang bertugas mengawasinya oke bang Bung kalau aku Perhatiin dari penjelasan Bung Raya tadi itu, Bung belum pernah menyebutkan peran negara. Seakan-akan ini semua yang terjadi ini ya karena pasrah diserahkan ke pasar. Ya masyarakat akhirnya suruh bertahan diri sendiri.
Dan sebenarnya bagaimana Bung fungsi peran negara ini dalam hal jobless growth ini yang semakin parah ini? Oke, jadi kita bicara peran negara yang sekarang dulu ya. Yang sekarang sedang terjadi. Iya, negara kan sejak awal memang mengikuti resepnya yang dominan tadi.
Dua tadi kan, sarannya kan training, link and match, sama labor market flexibility. Nah itu kan yang dilakukan pemerintah kita, lewat Cip Taker yang terakhir, yang termutakir gitu. Nah yang itu tentu saja pertanyaan berikutnya sebabnya.
sebenarnya adalah mengapa kalau negara sampai kayak gitu kan udah tau kalau dari penjelasan kita tadi ya dari perspektif kritis ini bermasalah nih dari cara dia identifikasi masalah aja udah problematik gitu ya apalagi solusinya nah tapi itu solusi itu diikuti oleh negara kita hari ini gitu pertanyaannya why gitu nah tentu saja kita harus melangkah sejarahnya dulu ya negara kita ini gak kayak gitu ini kan kalau kita bisa bilang ya negara kita ini hari ini kan sangat terakhir pro pertumbuhan ekonomi. Jadi pertumbuhan ekonomi itu harus dilakukan at all cost gitu. Dengan biaya apapun, harus tumbuh terus, tumbuh terus, tumbuh terus.
Nah padahal kan tadi, tumbuh itu belum tentu menciptakan apa-apa jalan yang memadai loh, Joplus Groot kok. Nah, tapi kenapa itu terus ditopang terus, harus tumbuh, tumbuh, tumbuh gitu ya. Nah, salah satunya ya karena warisan Soeharto gitu ya.
Soeharto kan, regime-nya dia itu cuma dua kepentingannya. stabilitas politik sama pertumbuhan ekonomi. Memang ada trilogi ya, satunya lagi pemerataan, tapi pemerataannya cuma lip service saja.
Yang utama cuma, gimana politiknya itu stabil untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Nah, kenapa pertumbuhan ekonomi? ekonomi ini, ini, nah itu nanti distribusi lain itu, soal pertumbuhan ekonomi tapi intinya, di sejak Soeharto itu, negara itu menjadi sangat pro kapital gitu ya karena pertumbuhan ekonomi itu selalu saja menguntungkan si pemilik kapital, tidak ada ceritanya pertumbuhan ekonomi kok menguntungkan yang paling bawah, ya kalau ada trickle down effect itu hanya remah-remahnya sedikit yang itu akan sangat rentan bagi si pekerja-pekerja sebenarnya nah karakter negara itu jadi, kalau saya boleh analogikan itu kayak pengawal gitu, bagi si kapital tapi dia kayak petugas ambulan sebagai rakyatnya kenapa demikian?
jadi kepentingannya kapital kan dikawal terus nih minta undang-undang yang mudah dikasih minta aturan yang dipermudah dikasih minta upahnya rendah dikasih gitu ya semuanya dikawal gitu, demi kapital tapi demi pekerja, ini kayak petugas ambulan kenapa? ya pokoknya gak mati aja oke Masih dikasih subsidi kecil-kecilan di bidang berbagai hal. Kenapa demikian?
Kenapa nggak dibirin mati aja? Kapital kan butuh pekerja. Jadi nggak boleh dong.
Kalau buruh mati semua nggak ada yang kerja untuk kapital. Tapi harus hidup. Meskipun hidupnya ya seadanya.
Agar bisa terus menjadi bahan bakar dari akumulasi kapital itu. Padahal kan negara melakukan ini dengan alasan untuk menyerap tenaga. Naga kerja, tapi balik lagi di awal Pembicaraan kita, bahwasannya Ternyata data BPS justru Hampir 10 juta orang gak kerja Gen Z doang ya Makanya ini sudah menurut saya Udah kehilangan legitimasinya lagi Jargon-jargon Tentang pertumbuhan ekonomi gitu, kalau yang terjadi Jobless growth dan tadi penyebabnya Menurut saya ada berbahal lagi ya Yang berbeda dengan penjelasannya yang mainstream tadi Oke, lalu gimana Harusnya negara ngapain nih Untuk mengatasi masalah ini Ya tadi ya, kalau kita identifikasi problemnya tadi soal ketidaksinambungan antara sektor pertanian, industri, kemudian ada problem soal financial capital, ada problem yang lain-lain itu juga berarti kan pertama misalnya di pertanian ya, tadi kan problemnya oh tanah itu segelintir, dikuasai segelintir orang, berarti kan perlu ada upaya untuk meredistribusi itu. Oke.
Agar semakin banyak orang bisa punya akses terhadap. terhadap tanah misalnya. Sehingga sektor pertanian akan optimal.
Iya, dan paling nggak itu akan mengurangi ya, tadi orang-orang yang bekerja secara tidak layak gitu. Dan itu tapi memang membutuhkan sebuah pekerja yang terorganisir. Jadi kalau kita Dulu kenapa ada land reform di tahun 60-an? Ya karena ada Serikat Barisan Tani Indonesia yang mengumpulkan orang-orang buruh tidak bertanah dan juga petani-petani hurem gitu untuk menekan negara agar meredistribusikan tanah. Jadi di sini...
Sekarang masih ada, teman kan beda kepentingan kelompok petani ini. Oh beda, kalau yang sekarang bukan dari buruh tani dan petani gurem, sehingga yang disasar bukan soal land reform, yang disasar yang lain ya, nanti kita bisa disini. Tapi intinya terakhir yang ingin saya highlight soal ini ya, bahwa negara ini nggak bisa tuh cuma diminta ya.
Negara itu harus ditekan. Kenapa? Ya karena secara sejarah nggak ada tuh ceritanya negara tuh tiba-tiba ya, tiba-tiba mau melakukan reform atau berpihak pada rakyat kecil. Semua itu karena ditekan oleh rakyatnya itu, rakyat pekerja terutama ya, agar negara itu mau mengakomodasi kepentingan mereka.
Ya sama rakyat pekerja. pekerja ini nggak terorganisasi dengan baik dalam menekan negara ya saya kira akan kondisinya tidak akan membaik dalam waktu dekat Oke bung sebenarnya masih banyak dalam pertanyaan kita baik dari tadi soal sektor pertanian Bagaimana biar bisa berhasil dan reform itu gimana sih terus apa aja diferensiasi kelas terus industri tapi ini udah satu jam kita diskusi terus juga ada pertanyaan Ada apa yang selalu disebut tuh OEDC Itu selalu menyebutkan Ya Indonesia di tahun 2045 Akan menjadi Ekonomi terbesar keempat Itu kan menarik untuk kita bahas Tapi mungkin kita di episode selanjutnya ya Bung Oke Gitu dulu teman-teman Bung ada tambahan terakhir? Cukup ya Oke Oke Terima kasih yang udah menonton Sampai akhir kita tunggu lagi di episode selanjutnya sampai jumpa