Transcript for:
Perjuangan dan Warisan Marsinah

Ia memang hanya seorang buruk perempuan yang memperjuangkan tuntutan-tuntutan bersahaja. Namun, sosok dan perjalanan hidupnya yang berakhir tragis telah membangkitkan kesadaran luas akan pentingnya penghargaan terhadap hak azasi manusia. Ia adalah Marsina, seorang ikon perjuangan buruh, seorang kartini yang dibungkam karena suara-suara dan perjuangannya. Nama Marsinah menjadi perhatian luas dan kemudian tercatat dalam sejarah Indonesia setelah ia ditemukan terbunuh pada tanggal 8 Mei 1993. Pada fase terakhir hidupnya, Marsinah memang hanya seorang perempuan muda yang bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik arloji. Namun kematian buruh PT Catur Putra Surya, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur ini bukan kematian biasa. Kematian Marsina menyentak keprihatinan luas karena ia diduga dibunuh akibat aksi-aksi protesnya dalam memperjuangkan tuntutan kenaikan upah dan perbaikan perlakuan terhadap buruh di pabrik tempatnya bekerja. Ya, Marsinah adalah seorang aktivis buruh yang sangat gigih, sangat berani. Siapapun yang memperjuangkan haknya, apakah buruh, apakah petani, apakah nelayan, itu akan berhadapan dengan kekuasaan. Nah, hanya orang yang punya keberanian ekstra yang berani melakukan perlawanan. Nah, Marsinah menurut hemat saya adalah sosok yang punya keberanian lebih. Di luar kenangan pada sosoknya sebagai aktivis buruh, Marsina juga seorang perempuan yang seperti banyak perempuan miskin lain harus berjuang keras untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan rentan menjadi korban dari sistem kehidupan yang masih sering meminggirkan perempuan. Meskipun dia itu lahir di desa, kemudian dia itu pendidikannya tidak cukup tinggi, tapi dia punya kemauan yang luar biasa. Dia bekerja meskipun kerjanya di pabrik, tapi dia punya semangat, punya nilai perjuangan yang luar biasa. Marsinah lahir di desa Ngelundo, Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal 10 April 1969. Anak nomor dua dari tiga bersaudara ini merupakan buah cinta Sumini dan Mastin. Sejak usia tiga tahun, Marsina telah ditinggal mati ibunya. Setelah ditinggal ibu meninggal, kami bertiga semua perempuan. Tapi yang jadi satu dengan saya adalah Marsinah yang terkecil ikut nenek dari bapak. Sehingga saya dengan Marsinah waktu kecil bermain bersama, bertengkar. Istilahnya pokoknya seperti anak-anak kecil yang lain. Masa pendidikan dasar Marsina ditempuh di SD Karangasem 189, Kecamatan Gondang, Nganjuk. Dan ia kemudian melanjutkan sekolah di SMP N5, Nganjuk. Setamat SMP, Marsina bersekolah di SMA Muhammadiyah, Nganjuk. Di kalangan keluarga dan teman-temannya, ia dikenal sebagai siswa yang mandiri dan cerdas. Selama SMA, Marsina selalu menjadi juara kelas. Saya dengan Marsina itu sering tukar pikiran, sering saya itu malah yang dinasihati oleh adik saya, karena dibandingkan adik Marsina, saya itu lemah. Kalau Marsina ada ketegasan, kalau benar dia berani maju. Ketika tergolong cerdas, setelah lulus SMA, Marsina tidak bisa kuliah karena ketiadaan biaya. Marsina akhirnya terpaksa melamar kerja di berbagai perusahaan. Ia sempat diterima bekerja di sebuah pabrik sepatu di Surabaya. Setahun kemudian, ia pindah ke pabrik antologi 4 Putra Surya di rungkut industri Surabaya. Gak apa-apa, Mbak. Aku duluan. Gak apa-apa. Aku mau jadi sardana hukum dulu. Waktu masih kerja di CPS, tapi yang masih dirungkut, itu dia menyampaikan keinginannya kuliah di jurusan hukum. Tapi karena pada saat itu saya sendiri juga penghasilan belum ada Saya barusan menikah, amil, saya enggak menjanjikan Dia sebenarnya agak marah karena apa cita-citanya itu tidak bisa tercapai Dan saya tanya mengapa harus jurusan hukum Karena dia ingin membantu teman-temannya Saat pabrik arloji tempatnya bekerja membuka cabang di Porong Sidoarjo, Marsina ikut dipindah bekerja di pabrik baru ini. Meski bekerja sebagai buruh, minat belajar Marsina tidak pernah padam. Untuk menambah pengetahuan, ia mengikuti kursus komputer dan bahasa Inggris di lembaga kursus setempat. Setiap ada koran atau jualan di orang dulu kan jarang ya yang beli koran itu bila ada itu ya dibaca, minat bacanya harusnya itu tinggi sekali. Masih enak rajin membaca. Saya membaca koran-koran itu, koran-koran bekas, waktu itu kan sedang rama-ramanya unjuk rasa. Jadi sambil belajar juga ingin tahu bagaimana cara-cara unjuk rasa yang benar. usulan-usulan apa yang benar, yang sesuai dengan undang-undang di penagar waktu tahun itu. Semasa menjadi buru di PT Catur Putra Surya atau PT CPS di Porong Sidoarjo ini, Marsina yang dikenal ramah dan suka menolong, kerap dimintai nasihat mengenai berbagai hal oleh kawan-kawannya. Sikap suka menolong Marsina juga sering ditunjukkan. Saat mendapati teman-temannya diperlakukan tidak adil oleh atasan. Sifat setia kawan inilah yang mendorong Marsina menjadi pelopor aksi buruh di lingkungan perusahaannya. Mas Sinal berajak keluar, kemana bu? Ke sana, ke Surabaya katanya. Waduh ini, ini cali-cali mentaka ini. Ya itu, tak tahunya 3 hari setelah itu memang betul, kita bukan sudah meninggal Mas Sinal. Keterlibatan Marsina dalam aksi-aksi buruh di lingkungan pabrik tempatnya bekerja muncul seiring kesadarannya terhadap hak-hak buruh serta kepeduliannya terhadap kawan-kawannya sesama buruh. Di kalangan teman-temannya di... Pabrik, Marsina dikenal aktif, mengorganisir dan ikut dalam aksi-aksi mencuk rasa buruk. Saya akui jiwanya, walaupun dia diem, tapi dia berani. Karena dalam diemnya itu kan di pikiran-pikirannya itu ada. Jadi melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang dilihat, benar atau salah, dia memahami ini salah atau benar. Sehingga kalau benar dia berani. Bahkan orang lain saja dibela. Saya pun pernah kok dibela sama adik saya. Bahkan saya diberi surat, ada berapa kali saya dikirimi surat, bagaimana dia memberi motivasi ke saya. semangat ke saya. Jadi kalau orang lemah, diem aja akan diinjakan. Marsina terdokumentasi ikut dalam rapat pada tanggal 2 Mei 1993 untuk membahas rencana unjuk rasa buruh yang akan digelar keesokan harinya di lingkungan pabrik. Namun pada tanggal 3 Mei 1993 upaya Marsina dan teman-temannya berunjuk rasa tidak sempat dilakukan. karena dicegah aparat dari koramil setempat. Situasi waktu itu benar-benar kayak menjaga muda loh. Saya itu memang sering menjelaskan, cuma waktu itu aja kelihatannya agak serem. Karena aparat begitu banyak, kepolisian, koramil banyak banget. Waktu itu seperti ada yang perlu, ada yang kontra, ada yang ingin tetap bekerja, ingin biar permasalahan selesai, tuntutan kita biar di... dituruti dulu sama perusahaan. Pada tanggal 4 Mei 1993, para buruh PT. CPS melancarkan aksi mogok total. Mereka mengajukan 12 tuntutan antara lain. Tuntutan kenaikan upah pokok dari Rp1.700 per hari menjadi Rp2.250 per hari. Besaran tuntutan kenaikan upah sebesar Rp550 ini merupakan kesepakatan semua buruh. Waktu itu tutupannya banyak, seingat saya yaitu SE Gebener itu kenaikan upah 20 persen, kemudian cuti-cuti termasuk cuti haid, cuti tahunan. Diti hamil, kemudian pembubaran PUK SPSI, maksudnya SPSI di lingkungan itu bukan dibubarkan, dipilih ulang gitu. Sehari setelah aksi mogok ini, Marsina dan rekan-rekannya masih berunjuk rasa dan terlibat perundingan dengan pihak perusahaan. Marsina menjadi salah satu dari 15 orang perwakilan buruh yang berunding dengan perusahaan. Kalau berunding itu jangan hanya dibikin ini buruh versus perusahaan gitu. Enggak, itu akan ada misalnya dari istilahnya ya, pimpinan-pimpinan di... di tempat di mana perusahaan itu ada. Katakan misalnya Kapolsek atau Kapolres, terus Dandim dan Ramil itu semuanya turun. Terus termasuk Kepala Desa, semuanya akan turun di situ dan jangan salah, suaranya justru kebanyakan berpihak pada pengusaha. Namun, di tengah tunjuk rasa dan perundingan, 13 buruh rekan Marsinah dibawa aparat ke Markas Komando Distrik Militer atau Kodim Sidoarjo. Mereka diintimidasi dan dipaksa mengundurkan diri dari PT.CPS karena dianggap mencegah karyawan lain masuk kerja. Termasuk intimidasi kami termasuk orang-orang PKI. Kemudian kami tidak bisa bekerja di situ. Kalau pun bekerja akan diintimidasi selama-lamanya. atau di PHK secara sepihak dan lagi mungkin kamu tidak akan bisa bekerja di daerah Sidoarjo itu yang paling menakutkan jadi kami tetap disuruh mengunturkan diri hari ini juga mendengar 13 temannya dibawa ke Kodim Sidoarjo Marsina bersama beberapa rakannya mendatangi markas Kodim untuk mempertanyakan nasib ke 13 temannya Namun, setelah sempat bertemu sejumlah temannya ini, pada malam tanggal 5 Mei 1993 itu, Marsina menghilang. Kodim itu enggak tahu kalau saya ada di dalam, maksudnya cuma di pos depan, pos penjagaan. Dimana teman-teman saya, Pak? Oh enggak ada. Ditipu sama penjagaannya itu sudah pulang. Padahal kami masih di dalam. Akhirnya Marsina pulang. pulang gak ketemu lagi, balik lagi ke Kodim nah waktu itu tanya lagi saya betul-betul sudah pulang selisih dalam sama Ngadi tadi nantarkan terus waktu kami pulang ketemu di perempatan itu Nah bang, ini sudah selesai kita sudah out dari perusahaan, sudah di PHK. Kenapa bisa begitu? Enggak bisa mas. Ini sudah kesepakatan kita sama perusahaan. Tapi gimana lagi? Kita ini lawannya sama orang kodim. Waktu itu mas Sina marah betul. Enggak anu, pokoknya enggak terima kalau teman-temannya di PHK. Pokoknya saya katakan mau, langsung dia lari ke dalam, ke dalam rumah itu saya masih sempat melihat bajunya, roknya hitam, pulang mandi, keluar lagi, ketemu ibu kosnya masih, mas Bon, masih nambah aja keluar. Kemana bu? Ke Surabaya katanya. Waduh ini. Ini cali-cali mentaka ini. Tahu-taunya 3 hari setelah itu memang betul. Kita kan sudah meninggal. Pada tanggal 8 Mei 1993 atau 3 hari setelah menghilang, Marsinah ditemukan sudah dalam kondisi meninggal di Dusun Jegong, Desa Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Saat ditemukan, jenazah Marsinah penuh dengan luka akibat tindakan kekerasan. Saya tidak percaya 100% itu Marsinah, tapi saya terus... Kata dengan Pak Din yang karang semi, itu saya suruh lihat. Saya suruh lihat itu, oh iya itu Marsina. Lalu saya 100% percaya itu Marsina. Menurut saya Marsina sangat layak diduga dibunuh di Markas Kudim Sidoarjo. Terima kasih. Ketian tragis Marsina yang kala itu sempat dinyatakan polisi sebagai peristiwa kriminal biasa berbuntut panjang. Kencangnya desakan pengungkapan kasus pembunuhan Marsina yang disuarakan para aktivis buruk, LSM dan komunitas internasional memaksa aparat membentuk tim terpadu untuk menangani kasus ini. Di peristiwa Marsina ketika terjadi di bulan Mai tahun 1993 kemudian ditarik beberapa bulan ke belakang tepatnya di bulan 1 November 1993 menandakan bahwa adanya keteribatan negara di dalam kasus ini karena proses proses-proses penuntutan hak normatif yang dilakukan oleh buru yang dilakukan oleh pekerja itu kemudian hadirnya institusi negara dalam hal ini Hal ini adalah militer. Apa relasinya, apa korelasinya, dan apa urgenitasnya kemudian militer itu hadir di dalam persoalan perburuan. Yang seharusnya diselesaikan, ya diselesaikan dalam aspek perburuan. Tak lama setelah pembentukan tim terpadu, 8 orang petinggi dan karyawan PT.CPS termasuk Direktur PT.CPS Yudi Susanto dan Kepala Personalia PT.CPS Mutiari diciduk aparat. Penangkapan ini dinilai menyalahi prosedur hukum karena dilakukan diam-diam oleh tentara. Pihak keluarga kedelapan orang ini sempat kebingungan karena tidak diberitahu keberadaan mereka. Selama dalam penangkapan, kedelapan orang ini mengaku disiksa dan dipaksa mengaku telah membuat skenario untuk membunuh Marsina. Abri waktu itu memang benar-benar luar biasa. Jadi kami sudah menduga itu, terus ternyata skenario yang dirembuskan di masyarakat, pertama dia dibunuh karena... ada cinta segitiga. Terus kemudian dibantah, loh Marsina gak punya pacar. Terus, oh oke, gak berapa lama ganti lagi isunya. Marsina, apa namanya, rebutan warisan, jadi dibunuh gitu. Terus dibantah pula, gak masuk akal loh. orang warisnya miskin, neneknya miskin, warisan apa yang mau dikasih, apa yang mau diperbutkan gitu. Dibantah lagi. Nah akhirnya skenario yang ketiga adalah seolah-olah pengusahanya itu melakukan perencana pembunuhan. Selama mereka itu disekap di Den Mintel itu memang ditangkap oleh militer dan disekap di markas Den Mintel di Wononcolong. Di sana mereka dianiaya, disiksa, di luar batas-batas beri kemanusiaan, disuruh mengaku. bahwa mereka telah melakukan pembunuhan Marsina. Tidak tahan dengan penyiksaan-penyiksaan yang di luar petos-petos kemanusiaan itu, mereka semuanya akhirnya mengaku. Setelah sempat dinyatakan menghilang, 18 hari kemudian keberadaan Yudi Susanto dan tujuh orang lainnya baru diketahui sudah mendekam di tahanan polda Jawa Timur. Mereka dituduh terlibat pembunuhan Marsina. Di pengadilan, Yudi Susanto difonis 17 tahun penjara, sementara sejumlah stafnya dihukum 4 hingga 12 tahun penjara. Mereka naik banding ke pengadilan tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya, pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia pada 3 Mei 1995 membebaskan kedelapan terdakwa dari segala dakwaan karena kurangnya bukti-bukti. Saya berhasil membuktikan bahwa Yudi Susanto pada saat dikatakan dalam dawaan dia memimpin rapat di Porong, dia pada saat itu tidak ada di Porong, dia ada di Rungkut. Jadi rapat itu untuk merencanakan pembunuhan tidak pernah ada. Berarti ketika Yudi Susanto bebas karena punya alibi, yang lainnya semua harus bebas karena rapat itu tidak pernah ada. Menyusul bebasnya para terdakwa, muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus Marsina syarat rekayasa. Kuasa hukum terdakwa Yudi Susanto, Trimulya D. Suryadi, mengungkap adanya rekayasa aparat keamanan untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsina. Saya tanya kepada dokter Muni Mitris, kira-kira luka semacam itu yang diurekan di dalam visum labia minora yang di dalam. Berkeping-keping itu, mengatakan itu kemungkinannya laras senjata api dimasukkan ke dalam lalu didor. Kita pakai logika, siapa yang punya senjata api. Menurut saya, Maksin Adib. Sangat layak diduga dibunuh di markas kudim Sidoarjo. Dan keyakinan saya ini dan dugaan saya ini kuat, antara lain ditunjang mengapa hasil tes DNA itu tidak pernah dikira. diumumkan. Kalau hasil tes DNA yang dilakukan di luar negeri itu menguntungkan militer, pasti sudah diumumkan lah. Nah ketika tidak, ya kesimpulan saya, oh kalau begitu ini memang bagi saya suatu indikasi buat bahwa memang ditemukan ada darahnya Marsinah di Markas Kudim Situarjo. Kasus pembunuhan Marsina belum terungkap. Sejumlah pihak pernah mendesak Komnas HAM membuka ulang kasus ini. Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati Soekarno Putri sudah memerintahkan pengungkapan kasus pembunuhan Marsina. Namun, hingga kini, kasus yang telah berumur 24 tahun ini masih menjadi teka-teki. Jadi akhirnya ya, kita dipaksa melupakan. Paksa melupakan kasus Marfina, paksa melupakan kasus-kasus yang lain, dan ya, the chapter is closed. Babak itu ditutup. Tapi kan menurut saya sih, enggak, enggak segampang itu. Marfina akan tetap dikenang sebagai pejuang buruh yang konsisten, yang berani, yang gigih, yang memberikan inspirasi bagi buruh di mana pun. Nisah perjalanan hidup Marsina yang dibungkam dengan sebuah pembunuhan brutal menyadarkan kita pada gambaran menyesakkan. Bahwa dalam iklim kehidupan yang kurang melindungi mereka yang lemah, seorang yang memperjuangkan tuntutan-tuntutan bersahaja sering terbentur pada masalah minimnya penghargaan terhadap hak-hak azazi manusia. Seperti hak untuk bebas bersuara, hak untuk punya cita-cita dan harapan, dan bahkan hak untuk hidup.