Transcript for:
Filsafat Ilmu dan Pengetahuan

Halo, kembali lagi bersama saya. Di video kali ini kita akan ngobrolin soal filsafat ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu kajian filsafat mengenai dasar-dasar dari ilmu pengetahuan sebagai suatu ranah kajian. Pengetahuan berbeda dari informasi ataupun data. Sekalipun data adalah unit paling dasar dari pengetahuan, memiliki data. belum tentu memiliki pengetahuan. Ketika kita sudah berhasil membangun hubungan antar data, maka kita memperoleh suatu informasi. Ada objek bernama X misalnya, itu adalah suatu data. Objek bernama X ini berrelasi dengan dengan objek lain bernama Y yang berada di lokasi Z. Itulah yang disebut sebagai informasi. Dengan kata lain, informasi adalah keterhubungan antar data. Tetapi memiliki informasi saja belum tentu artinya memiliki pengetahuan. Untuk memperoleh pengetahuan, kita harus mengolah informasi itu dengan membangun penjelasan tentangnya. Informasi apa yang menjadi dasar dari informasi yang mana. Itulah yang kemudian menjadi dasar bagi kita untuk menjelaskan gejala yang ada. Nah, dari situ kita bicara. pengetahuan. Ketika pengetahuan telah berhasil kita olah lebih lanjut dengan melihat keterkaitannya dengan pengetahuan yang lain dan didasarkan pada fakta dan dibangun oleh suatu teori yang tervalidasi oleh fakta, maka kita bicara soal ilmu pengetahuan. Jadi ada suatu hirarki antara data, informasi, pengetahuan, lalu kemudian ilmu pengetahuan. Tahu tentang X belum berarti memiliki sains tentang X. Kajian filosofis tentang pengetahuan itu disebut epistemologi, maka kajian filosofis tentang ilmu pengetahuan itu disebut filsafat ilmu pengetahuan. Sains atau ilmu pengetahuan merupakan produk dari sejarah yang tidak terlalu lama. Sains muncul untuk pertama kalinya pada akhir masa renesans, yakni ketika pengaruh filsafat dogmatik abad pertengahan sudah mulai meluntur dan usaha untuk mencari tahu kenyataan di sekitar kita berdasarkan observasi empiris sedang naik down. Berbeda dari pengetahuan yang dikonsolidasikan dari zaman klasik Yunani sampai dengan abad pertengahan Ilmu pengetahuan yang muncul pada era akhir abad renesans dan awal masa modern memiliki ciri yang unik Sebagai istilah tentu saja sains atau siensia sudah dikenal jauh sebelum masa renesans Pada masa Yunani-Kunan dan abad pertengahan Bentuk-bentuk yang menyerupai sains biasanya dipraktekan dalam bentuk yang spekulatif Spekulatif disini adalah dalam arti bahwa penalaran kita atas alam dilakukan sepenuhnya secara rasional, teoritis, dan tidak mendasarkan diri pada fakta-fakta yang disediakan oleh observasi atau pencerapan indera kita terhadap alam. Argumen lebih diutamakan daripada data empiris, karena hal ini didasari oleh suatu pandangan atau asumsi metafisis, yakni bahwa dibalik segala macam yang berubah-ubah dan selalu bergerak dari alam semesta fisik ini, ada sesuatu yang tetap, dan pencerapan terhadap alam semesta fisik ini. semesta fisik yang berubah-ubah itu tidak akan membawa kita kemana-mana, kecuali kita mendasarinya pada intuisi rasional tentang alam yang tidak berubah, yaitu alam kodrat. Jadi pengetahuan yang dihargai dalam masa Yunani kuno dan masa abad pertengahan adalah pengetahuan yang sifatnya teoritis. Hal ini berubah sekitar abad ke-16 akhir, yakni ketika para ilmuwan alam pada masa itu mulai menggali data-data dari pengalaman Indrawi, data-data empiris melalui percobaan, eksperimen yang dilakukan. Galileo Galilei misalnya, dia melakukan sebuah eksperimen. Dia naik ke atas menara Pisa dan menjatuhkan dua objek yang masanya berbeda. Yang satu lebih berat daripada yang lain. Hasilnya mencengangkan semua orang yang ada di tempat itu. Dua benda yang masanya berbeda itu ternyata jatuh dengan pada waktu yang sama. Temuan ini bersifat counterintuitif karena dalam intuisi sehari-hari banyak orang, benda yang beratnya lebih besar tentunya jatuh lebih cepat daripada benda yang... beratnya lebih kecil. Eksperimen Galileo ini membuktikan intuisi orang banyak itu salah. Di sini kita melihat kekasan dari sains. Dia tidak dibangun atas dasar intuisi rasional semata, tetapi dikonfirmasi oleh temuan empiris di lapangan. Kalau sebuah teori menyatakan A, sementara temuan empiris menyatakan B, maka teori itulah yang harus direvisi sehingga bisa menjamin atau menjelaskan mengapa temuan empiris menyatakan B, bukan sebaliknya. Terima kasih. Tetapi tidak setiap ilmu pengetahuan bercorak empiris. Ada juga ilmu pengetahuan seperti matematika yang sama sekali tidak memiliki dasar pada gejala-gejala empiris di alam sekitar kita. Ilmu seperti matematika misalnya tidak bisa selalu dituntut memiliki bukti pada ranah empiris. Sifat non-empiris matematika inilah yang kemudian membuatnya digolongkan ke dalam apa yang disebut sebagai rumpun ilmu formal. Logika adalah juga bagian dari rumpun ilmu tersebut. Dia bersifat formal seperti halnya matematika. Pada abad ke-20, rumpun ilmu formal dan yang sifatnya empiris tadi dipertemukan, dipersatukan oleh apa yang dikenal kemudian sebagai pendekatan positifisme logis. Positifisme adalah suatu gerakan pemikiran yang muncul pada pemikiran Agus Com di abad ke-19 yang menolak segala bentuk spekulasi teoritis yang tidak didasari oleh bukti-bukti empiris. Orang seperti Agus Com ini mencetuskan suatu reformasi ilmu pengetahuan sehingga segala sesuatunya bisa dibasiskan pada kaedah-kaedah ilmu-ilmu alam. Positivisme logis tidak didasari oleh pemikiran positifistik Agus Com berbeda dari anggapan orang selama ini. Ia berangkat pada positifisme yang yang muncul di akhir abad 19, awal abad ke-20, yaitu dalam pemikiran Ernest Mach. Ernest Mach mencetuskan suatu positifisme modern yang tidak lagi dibasiskan pada asumsi-asumsi Auguste Comte. Menurut Mach, sesuatu itu ilmiah, sejauh sesuatu itu memiliki dasar pada pembuktian empiris yang sifatnya langsung bisa diobservasi. Jadi, positifisme Mach bukan soal bagaimana masyarakat dikelola secara ilmiah, seperti dalam... bayangan kom, positifismenya adalah bagaimana status ilmiah dari suatu teori itu bisa dijamin. Ernest Mah menunjukkan bahwa segala klaim ilmu tentang entitas teoritis, seperti misalnya elektron, harus bisa dibasiskan pada klaim yang sifatnya teramati. Kalau klaim tentang entitas teoritis itu tidak bisa dibasiskan pada pernyataan yang merujuk pada kejala yang teramati, maka klaim itu dinyatakan tidak berlaku. Selain positifismenya, Positivisme dari Erasmus, positivisme logis juga menimba inspirasi dari perkembangan ilmu logika modern yang muncul di peralian abad ke-20. Logika modern ini berasal dari karya Kotlop Frege di akhir abad ke-19, yang menunjukkan bahwa logika Aristotelian yang dipelajari selama berabad-abad itu tidak memadai untuk merumuskan perkembangan ilmu-ilmu terkini. Perhatian Frege adalah pada matematika, yaitu bagaimana matematika itu bisa dirumuskan secara ketat, secara rapi dan seterusnya. secara deduktif. Dengan memadukan pemikiran positifisme Ernest Mach dan tradisi logika modern yang bermula dari Frege itulah, kemudian orang seperti Rudolf Carnap mencetuskan suatu konsepsi baru tentang sains. Rudolf Carnap adalah salah seorang tokoh penting dalam gerakan positifismologis atau apa yang dikenal sebagai lingkaran Wiener. Dia adalah bagian dari suatu kelompok intelektual yang muncul di Austria sekitar di Indonesia. dekade 1920-an, 1930-an, yang percaya bahwa seluruh ilmu pengetahuan itu pada dasarnya satu dan bisa disatukan. Inilah yang kemudian dikenal sebagai sains terpadu. Dalam lingkaran Wina sendiri, terdapat dua konsep tentang sains terpadu. Yang pertama adalah konsep yang diusulkan oleh Otonoirat. Otonoirat percaya bahwa semua bahasa ilmu itu bisa disatukan. Jadi sains terpadu pada dasarnya menurut dia adalah sains dengan... dengan bahasa yang terpadu. Dengan demikian, dalam pandangan Neurath, sains tetap ada banyak, ada sains fisika, biologi, kimia, ilmu sosial, dan seterusnya, yang membuatnya terpadu hanyalah bahasanya. Suatu pernyataan sosiologis dapat dirumuskan ulang dalam bahasa kimia misalnya, atau pertanyaan pernyataan kimia dapat dirumuskan ulang dalam bahasa fisika, dan seterusnya. Berbeda dengan itu, ada pula satu konsepsi tentang sains terpadu yang lebih keras sifatnya, yaitu yang berasal dari Rudolf Einstein. Rudolf Carnap. Dia percaya bahwa science terpadu itu bukan hanya tentang penyatuan bahasa ke dalam satu bahasa tetapi lebih jauh lagi adalah penyatuan ilmu itu sendiri. Bagi Carnap hanya ada satu ilmu di dunia ini yaitu ilmu fisika. Semua ilmu yang lain bisa dirumuskan ulang di dalam rumusan ilmu fisika. Dengan demikian yang dipersatukan bukan hanya bahasa tetapi juga ilmu atau dengan kata lain kenyataan. Hanya ada satu kenyataan yaitu kenyataan fisika yang kemudian tercermin dalam berbagai tingkatnya dalam bentuk realitas biologis, realitas kimia, realitas manusia, dan seterusnya. Visi tentang sains terpadu ini dia wujudkan dalam suatu teori tentang reduksi. reduksi ilmu-ilmu ke dalam ilmu dasar yaitu ilmu fisika dalam teorinya pernyataan ilmu-ilmu seperti misalnya pernyataan ekonomi atau pernyataan antropologis bisa direduksi ke dalam pernyataan-pernyataan fisika reduksi ini dilakukan dengan me Bahasakan ulang pernyataan dari ilmu-ilmu sosial ke dalam pernyataan-pernyataan yang sifatnya formal. Dan pernyataan formal itulah kemudian dirumuskan ulang menjadi pernyataan tentang ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu dasar tadi, seperti misalnya fisika. Disitulah dia menggunakan segala macam aparatus logika modern yang barusan ditemukan oleh Frege dan dikembangkan oleh Bertrand Russell Pada akhirnya pernyataan fisika pun sebagai pernyataan yang paling dasar itu direduksi ke dalam suatu apa yang disebut sebagai kalimat observasional atau kalimat protokol. Kalimat protokol ini adalah suatu pernyataan sederhana yang menyatakan bahwa objek X teramati oleh si subjek Y pada waktu dan tempat Y, Z, dan seterusnya. Seluruh kalimat dalam ilmu pengetahuan menurut Carnap harus bisa direduksi ke kalimat jenis seperti itu. Bagaimana dengan kalimat-kalimat atau pernyataan sains yang tidak bisa direduksi ke dalam bentuk-bentuk fisis seperti itu? Misalnya, Misalnya pernyataan-pernyataan tentang puisi atau pernyataan tentang kondisi psikologis manusia, bagaimana kalau itu tidak bisa dirumuskan dalam bahasa fisika? Carnap menyimpulkan bahwa kalimat atau pernyataan yang tidak bisa dirumuskan dalam bahasa fisika itu adalah pseudo-statement. Pernyataan semua atau pseudo-statement itu kemudian dikelompokkan ke dalam suatu rumpun yang dia sebut sebagai metafisika. Artinya segala macam yang tidak saintifik, tidak ilmiah itu dikelompokkan ke sana. Tugas filsafat ilmu menurut Carnap adalah membangun demarkasi yang jelas antara sains dan metafisika. Apa yang metafisis tidak diizinkan masuk ke dalam ranah ilmu-ilmu. Dalam bentuk populernya, lingkaran wina atau positifismologis biasa diungkapkan ke dalam sebuah prinsip yang disebut sebagai prinsip verifikasi. Artinya, suatu teori itu harus dapat diverifikasi berdasarkan fakta empiris. Pada dekade 40-an, Karl Popper mengkritik prinsip verifikasi ini. Menurut Popper, apa yang membuat suatu teori menjadi ilmiah bukan karena dia harus bisa diverifikasi, tetapi bahwa dia harus bisa divalsifikasi atau dinyatakan kesalahannya. Sebuah teori yang tidak bisa dinyatakan kesalahannya, yang kebal dari segala bentuk kesalahan, yang tidak bisa dibuktikan bahwa pernyataan atau teori itu salah, teori itu menurut Popper itu tidak ilmiah. Kritik terhadap positifismologis lainnya diajukan juga oleh para filsuf pada dekade 70-an. dan 80-an. Misalnya dalam pemikiran yang kemudian berkembang sebagai realisme struktural. Positivismologis dianggap telah membatasi klaim keilmuan pada semua kejala yang teramati sambil tidak menjelaskan akar dari kejala yang teramati itu. Akar dari kejala yang tidak teramati itu adalah sesuatu yang bersifat struktural, sesuatu yang inherent di alam atau di dalam kenyataan tanpa pernah atau tanpa selalu muncul di dalam penglihatan empiris kita. Struktur ini bersifat disposisional atau dengan kata lain memotret kecenderungan dari sesuatu. Kecenderungan itu tidak selalu harus aktual karena namanya kecenderungan tentu saja dia bisa laten, bisa inherent tanpa pernah mengaktualisasikan dirinya. Tetapi kecenderungan itu kan tetap ada. Contohnya adalah disposisi atau kecenderungan benda untuk pecah ketika terhantam oleh benda yang lebih keras. Realisme struktural semacam ini muncul dalam pemikiran filsuf seperti Rom Hare atau juga Roy Baskar. Sekitar pertengahan abad ke-20 juga muncul suatu tendensi baru dalam filsafat ilmu pengetahuan. Apabila orang seperti Rudolf Carnap mencoba melakukan rekonstruksi logis atas ilmu-ilmu, orang seperti Thomas Kuhn misalnya mencoba melakukan suatu rekonstruksi historis terhadap ilmu-ilmu. Kecenderungan baru ini mewujud dalam pemikiran orang seperti Thomas Kuhn ini, yaitu usaha untuk membaca kembali sejarah ilmu untuk melihat pergeseran-pergeseran yang terjadi. Kuhn memilah antara normal science dan revolutionary science Atau science yang normal dan science yang revolusioner Normal science atau science normal adalah kondisi science ketika segala sesuatunya dianggap sudah mapan, sudah menjadi arus utama Teori-teori dianggap sudah bisa berlaku untuk domain kenyataan yang mau diperiksanya Berbagai macam hukum dinyatakan juga berlaku dan seterusnya Yang terjadi dalam normal science adalah konsolidasi lebih lanjut dari kemapanan itu Misalnya adalah dengan penerapan teori dan pembuktian bahwa teori itu bisa diperlakukan untuk kenyataan yang berbeda, untuk gejala yang lebih luas. Sebaliknya, sains revolusioner adalah sains berdalam kondisi ketika masih mencari bentuk, yakni ketika ada sesuatu atau anomali yang tidak terjelaskan oleh sains normal, yang kemudian menghasilkan sebuah hipotesis baru, yang pada akhirnya mendorong sebuah agenda penelitian yang baru dan seterusnya, teori baru, hukum-hukum yang baru, dan seterusnya. Kondisi revolusioner sains ini pada akhirnya akan menjadi mapan perlahan-lahan dan kemudian kembali menjadi sains normal yang baru. Kajian yang sifatnya sejarah pemikiran atas ilmu pengetahuan ini juga dilakukan oleh orang seperti Imre Lakatos. Berkaitan dengan pendekatan sejarah ilmu itu, berkembang pula suatu pendekatan yang disebut sebagai sosiologi ilmu, atau pendekatan yang melihat ilmu lebih dari segi praktik sosial. Pendekatan yang berkembang sekitar dekadir 80-an. ilmu pengetahuan ini kemudian mengerucut pada suatu posisi yang disebut sebagai antirealisme. Antirealisme adalah pandangan bahwa klaim ilmu tentang kenyataan bukanlah sebetulnya klaim tentang kenyataan, tetapi klaim yang sifatnya sosiologis semata, yang menunjukkan kepercayaan dari komunitas ilmuwan. Pandangan ini misalnya dirumuskan oleh seorang filsuf ilmu pengetahuan bernama Bruno Latour dari Perancis. Itulah pengantar umum dari Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jangan lupa like dan subscribe. untuk mendapatkan update selanjutnya.