Waktu dan Tempat: Perang Padri terjadi di Tanah Minangkabau, Sumatera Barat dari tahun 1821-1837.
Konflik: Dipicu oleh pertentangan antara kaum Padri (ulama) dan kaum adat.
Motivasi: Kaum ulama ingin memberantas kebiasaan buruk kaum adat seperti berjudi, menyabung ayam, dan mabuk.
Jalannya Perlawanan
Fase Pertama (1821-1825)
Gerakan Kaum Padri: Menyerang pos-pos dan pencegatan terhadap patroli Belanda.
Pimpinan: Dua perlawanan dipimpin oleh Tuanku Pasaman.
Strategi Belanda: Mengambil strategi damai karena kewalahan menghadapi serangan kaum Padri.
Perjanjian Masang: Tanggal 26 Januari 1824, perundingan damai antara Belanda dan kaum Padri.
Tuanku Imam Bonjol: Tidak keberatan dengan perjanjian, tetapi Belanda memanfaatkan perdamaian untuk menduduki wilayah lain.
Penolakan Tuanku Mensiangan: Belanda berusaha berunding tetapi ditolak, yang kemudian diikuti oleh perlawanan dari Tuanku Mensiangan dan penangkapannya.
Pembatalan Perjanjian: Kaum Padri menyatakan pembatalan perjanjian Masang dan melanjutkan perlawanan.
Fase Kedua (1825-1830)
Upaya Damai: Belanda berusaha untuk mengurangi ofensif dan mengadakan perjanjian damai.
Perjanjian Padang: Tanggal 15 November 1825.
Isi Perjanjian:
Belanda mengakui kekuasaan pemimpin Padri di beberapa daerah.
Tidak saling menyerang.
Melindungi pedagang dan perjalanan.
Belanda akan melarang praktik adu ayam secara bertahap.
Fase Ketiga (1831-1838)
Konsentrasi Kekuatan Belanda: Setelah Perang Diponegoro berakhir pada tahun 1830, Belanda fokus pada Sumatera Barat.
Dukungan dari Kaum Adat: Kaum Padri mendapatkan simpati dan dukungan dari kaum adat.
Penambahan Kekuatan: Datangnya bantuan pasukan dari Jawa pada tahun 1832 meningkatkan ofensif Belanda.
Plakat Panjang: Pernyataan yang menjanjikan tidak ada lagi peperangan.
Isi Perjanjian Plakat Panjang:
Penduduk dibebaskan dari pembayaran pajak.
Belanda menjadi penengah jika ada perselisihan.
Perdagangan hanya dengan Belanda.
Penduduk boleh mengatur pemerintahan sendiri.
Akhir Perlawanan
Penangkapan Tuanku Imam Bonjol: Pada tanggal 25 Oktober 1837, ditangkap dan dibuang ke Cianjur.
Pengasingan: Tanggal 19 Januari 1839 dibuang ke Ambon, kemudian ke Menado hingga meninggal pada tanggal 6 November 1864.