Salam budaya, selamat datang di Teater Koma Pentas di Sanggar. Upaya untuk tetap berkarya dalam masa pandemi, bagian dari digitalisasi koma. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bakti Budaya Jarum Foundation, Bank Sentral Asia, dan PEC Marta Tilar, yang telah mendukung terwujudnya acara ini juga kepada Anda sekalian.
Pentas kali ini berjudul Sekadar Imajinasi, karya dan sutradara Rangga Rianti Arno. Pertunjukan dibuka dengan sebuah pengadilan terhadap seseorang yang dituduh telah mengakibatkan kemalangan terhadap banyak orang. Tapi, apakah pengadilan itu nyata?
Selamat menyaksikan. Ah! Hakim Masuki Ruang Sidang Hadirin Harap Berdiri Hadirin dipersilahkan duduk. Sidang pengadilan negeri bla bla bla bla yang memeriksa perkara pidana nomor 1, 2, 3, 4, 5 atas nama bla bla bla bla bla pada hari Minggu tanggal 32 Bulan 13 Dinyatakan dibuka Dan terbuka untuk umum Dok dok dok dok Yang mulia Palunya Oh Maaf Maaf maaf Sidang dibuka Dan terbuka untuk umum Bapak masuk terdakwa Itu yang mulia Hah?
Oh, sudah disini rupanya Terdakwa Wah, apakah Anda sudah tahu apa saja kesalahan Anda? Loh, kenapa tidak dijawab? Hei, duduk!
Anda bertanya kepada saya, Yang Mulia. Yang mulia bertanya kepada saya, memangnya ada orang lain di sini. Apakah Anda sudah tahu apa kesalahan Anda? Kesalahan apa? Ya sudah kalau begitu.
Kita mulai lagi pelan-pelan. Apakah terdakwa kenal kepada Mulyono Niman? Iya, dia itu...
Mati bunuh diri. Saksi silahkan masuk. Setelah di PHK dari kantor demi penghematan biaya operasional dalam masa pandemi saya bingung cara menghidupi anak dan istri akhirnya keputusan yang saya ambil adalah bunuh diri Agar keluarga saya bisa mendapatkan uang asuransi. Siapa penyebabnya? Siapa penyebabnya?
Saya? Tapi itu kan... Apakah anda tahu apa yang terjadi pada anak dan istrinya? Saya tahu, soalnya saya yang... Asuransi habis terpakai, anak saya tumbuh tanpa bapak, jadi remaja nakal, dan ikutan geng, kerjaannya merampok.
Hingga akhirnya mati tertembak aparat, istri saya kehilangan suami dan anaknya, akhirnya tidak kuat lagi. Bunuh diri juga! Siapa penyebabnya?
Terima kasih. Saksi boleh kembali ke asalnya. Terdakwa. Apakah anda mengakui Penyebab kemalangan yang menimpa Saksi mulia noniman adalah kesalahan terdakwa Tapi itu kan Mengakui atau tidak Mengakui atau tidak Mengakui Yang mulia Mengakui yang mulia. Baiklah.
Kalau begitu kita lanjutkan. Apakah terdakwa kenal Samil Erlando? Tahu.
Tahu sekali, soalnya saya yang... Dia mati karena sakit. Tahu apa penyebabnya?
Saya... Saudara saksi, dipersilahkan masuk. Hai ya Yang mulia...
Loh! Ini apa-apaan sih? Itu bukan...
Bukannya orang yang sama dengan yang tadi! Hah? Oh!
Oh! Kalian ingin mempermainkan saya ya? Mentang-mentang kalian tahu apa pekerjaan saya?
Pekerjaan anda bikin mati orang! Bukan! Saya penulis!
Penulis apa? Penulis novel! Apa hubungan pekerjaan Anda dengan nasib yang menimpa saksi Mulyono dan saksi Samil?
Mereka! Mereka adalah tokoh-tokoh yang saya tulis dalam cerita saya. Mereka bukan tokoh nyata.
Mulyono Niman adalah tokoh yang saya tulis dalam novel saya. Laskar Plakor. Dan Samil Erlando adalah tokoh yang saya tulis dalam novel saya juga. Bumi manuskrip. Masa?
Saya harus bertanggung jawab atas nasib tokoh-tokoh fiktif karangan saya. Ini pengadilan macam apa? Hei!
Jangan bicara sembarangan Jangan menghina pengadilan Mana mungkin Tokoh-tokoh fiktif Bisa muncul dalam pengadilan dunia nyata Terdakwa sudah menghina pengadilan Ini pengadilan fiktif Terdakwa harus dihukum Pengadilan fiktif Pengadilan fiktif Terdakwa harus dihukum Pengadilan fiktif Sedang apa dia sekarang? Sedang tidur. Sudah satu bulan ini dia tidak mau keluar rumah.
Untungnya, kamu masih mau datang ke sini. Kapan ya, aku terakhir berkunjung ke sini? Lima tahun lalu, pesta ulang tahunnya. Dua minggu sebelum dia diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya di kementerian. Lalu dia ditangkap dan diadili karena tindak pidana korupsi.
Dia mendapatkan hukuman penjara selama 3 bulan. Karena berkelakuan baik, akhirnya dikurangi 2 bulan. 2 bulan? Singkat itu!
Di pengadilan, dia mengaku mengambil dana bantuan sosial sebanyak 1 triliun. Padahal aku juga tahu dia hanya mendapatkan seratus miliar. Coba sembilan ratus miliarnya kemana?
Kami semua yang di kantor tidak akan pernah melupakan jasa suamimu. Dia bersedia menjadi tumbal untuk melindungi aku dan teman-teman yang lain. Teman-teman? Teman-teman yang mana? Tidak pernah kelihatan selama lima tahun ini.
Baru sekarang muncul. Satu orang. Ya, kamu kan tahu sendiri.
Waktu itu rumah kalian masih diawasi. Kalau masih bergaul dengan koruptor, nanti kita bisa dianggap koruptor juga. Harus hati-hati. Hatinya terlalu lembut.
Sebetulnya, dia tidak mau ikut-ikutan kalian. Tapi mau bagaimana lagi? Semua melakukan. Aku tahu, batinnya tersiksa.
Apalagi setelah kasus korupsi. ...diulas besar-besaran di media. Banyak yang tidak mendapatkan bantuan sosial itu. Banyak yang bunuh diri atau mati sakit. Dia baca satu-satu berita mereka, dia hafalkan nama-namanya.
Setiap malam, dia selalu mengigau. Dia pernah menulis pesan kepadaku. Dia bilang dia merasa bersalah, dia merasa bertanggung jawab.
Tapi mengapa dia sekarang menganggap dirinya sebagai penulis novel? Apa memang sekarang dia menulis novel pakai nama samaran? Tidak.
Aku juga tidak tahu. Mungkin karena dia hobi membaca novel. Entah, barangkali itu cita-citanya dulu. Tapi yang jelas, suatu hari, entah kapan, mendadak dia merasa dirinya adalah seorang penulis novel. Dia menganggap orang-orang yang mati akibat tindak pidana korupsinya di masa lalu adalah tokoh-tokoh dalam novel karangannya.
Mungkin itu semacam bentuk pelarian dari rasa bersalah. Cara dia menghadapinya. Dan sejak itu pula, dia tidak pernah mengigau lagi setiap malam.
Tapi dua bulan lalu... Dia balik lagi jadi seperti orang yang dikejar-kejar setan penasaran. Iya. Aku juga tidak paham mengapa bisa begitu.
Mungkin dalam dunianya... Meskipun sudah dijadikan tokoh imajiner Mereka masih bisa menuntut penulis Kalau mendapatkan perlakuan yang tidak adil Tokoh-tokoh yang kurang beruntung Menuntut penulisnya Ciptaan menggugat pencipta Rakyat menggugat penguasa Cerita fantasi macam apa itu? Kamu juga tahu dia bukan penulisnya.
Gugatan itu salah alamat. Dia tidak punya kekuasaan untuk mengubah jalan nasib tokoh-tokoh itu. Maaf.
Lantas, suamimu mau diapakan? Aku sendiri sudah bingung. Entah berapa dokter dan psikiater kami datangi untuk konsultasi. Hasilnya, kamu lihat sendiri kan? Tidak tahu bagaimana cara menyembuhkannya.
Menyembuhkan bagaimana? Kalau menurutku, kamu cukup mengembalikan kondisinya ke waktu dia pertama kali merasa jadi penulis novel. Dari ceritamu, aku tahu. Kondisinya waktu itu lebih baik dibanding dulu dan sekarang. Dia akan jauh lebih damai.
Dan dia tidak perlu khawatir lagi terhadap mereka. Mereka? Iya, mereka.
Orang-orang yang mati itu? Iya, orang-orang yang mati itu. Tapi mereka manusia nyata yang pernah hidup. Tidak masalah.
Tuh hidup mati mereka tidak ada hubungannya dengan kita. Hanya angka statistik saja. Hitam di atas putih. Sudah Nanti malam, tetaplah tidur nyenyak.
Mimpi yang indah-indah. Besok, ajak suamimu pergi ke mall dengan mobil mewah kalian. Makanlah sepuasnya di restoran paling mahal.
Belanja apa saja sesuka kalian. Kalau perlu, sekalian saja pesan tiket pesawat ke luar negeri. Terbang langsung, lupakan mereka. Bagaimana caranya? Tiru saja suamimu.
Anggaplah mereka sekadar imajinasi. Tidak ada salahnya membohongi diri sendiri. Yang penting hati kita damai.
Oh, begitu. Aku pamit dulu. Sudah malam.
Mungkin kalian memang bukan pemegang kekuasaan, tapi anggap saja kalian itu penulis betulan. Jadi sekali lagi, anggaplah mereka sekadar imajinasi. Inilah para pemain Teater Koma Pentas di Sanggar, sekadar imajinasi karya Rangga Rianti Arno. Petugas, Raden Darwin, Febri Siregar, Indri Jati. Mulyono Samil Teman Bayu Darmawan Saleh, penulis Sir Ilham Jambak, istri Tuti Hartati, Hakim Ratna Riantiarno.
Sutradara Rangga Riantiarno