Transcript for:
Sejarah Perjuangan Tasikmalaya

Hai nah uni Hana bangkit tanhana unit tanhana mangke tanhana ayam Abah lah ayam ayam Dari Galunggung lah, sejarah Tasikmalaya bermula. Galunggung adalah legenda peradaban Sunda sebagai kabuyutan yang menjadi pusat penempan ilmu pengetahuan, spiritualitas, dan kehormatan bangsa Sunda. Kabuyutan Galunggung memiliki kuasa untuk ngabis seka mengesahkan raja-raja Sunda untuk bertahta. Prasasti Gegerhan Juang merekam riwayat satu-satunya raja perempuan Tatar Sunda bernama Batari Hyang Janapati yang berkuasa di Galunggung pada abad 11 Masehi. Titah dan petuah bijak Sang Batari dicatat dalam naskah amanat Galunggung menjadi pedoman hidup orang Sunda hingga masa kerajaan Sunda Pajajaran berkuasa di Pakuan. Tasik Malaya, Sukapuranga Daun Ngora Kabupaten Tasikmalaya asalnya bernama Kabupaten Sukapura. Cikal bakalnya adalah Sukakerta, kerajaan kecil bawahan Sunda Pajajaran yang beribu kota di daya tengah Salopa. Penguasa pertama Sukakerta adalah Sri Gading Anteg, hidup semasa Prabu Sliwangi bertahta. Namun, pada tahun 1579, Kerajaan Sunda Pajajaran runtuh. Sementara itu, Sukakerta bersama Federasi Kerajaan Sunda Kecil lainnya, sepakat untuk berhimpun di bawah Kerajaan Sumedang. Larang Pada masa sumedang Larang dipimpin Gesan Ulun, wilayah Priangan terhimpit oleh tiga kekuatan kerajaan Islam, yaitu Kesultanan Cirebon di sebelah utara, Kesultanan Banten di sebelah barat, dan Kesultanan Mataram di sebelah timur. Kewabaran Kesultanan Mataramlah yang paling disegani Kekuatan militernya adalah teror bagi seluruh penguasa di Pulau Jawa Di tangan Sultan Agung, dengan sangat cepat, Mataram sukses menjadi kerajaan Adidaya. Rangkaian ekspansi militer Mataram sukses menaklukkan 2 per 3 wilayah Pulau Jawa. Untuk sempurna kan ambis Maksudnya menguasai Pulau Jawa, mau tidak mau Mataram harus menaklukkan Tatar Sunda. Maka penaklukan Priangan menjadi kunci pembuka. Akhir abad 16, secara intens Mataram mulai melakukan penetrasi, memainkan bidak catur diplomasi politiknya di Priangan. mempengaruhi dan memaksa para pemimpin priangan untuk tunduk dan bersekutu. Sultan Mataram sukses, satu persatu wilayah priangan jatuh. Diawali takluknya Galuh tahun 1595, disusul penyerahan diri Sumedang Larang tahun 1613. Maka sejak saat itu, Sukakerta menjadi koloni Mataram setingkat umbul. Setelah menguasai priangan, Sultan Agung Hunda merebut Batapia dari tangan Banten yang bersekutu dengan Kongsi Dagang POC. Dengan menguasai Batapia, Mataram ingin menguasai jalur strategis perdagangan rempah-rempah dunia dan mendulang keuntungan ekonomi yang melimpah. Maka pada tahun 1628, Sultan Agung memerintahkan Werdana Bupati Priangan Dipati Ukur beserta 11 kumpul bawahannya untuk melakukan penyerangan ke Batapia melalui jalur darat. Sedangkan jalur laut dipimpin oleh Tumengkung Bahorekso berkekuatan 10.000 pasukan. Penyerangan rencananya dilakukan secara serentah, namun selama hampir seminggu armada laut Bahorekso belum juga tiba. Sementara pasokan logistik tentara priangan semakin menipis. Dipati Ukur memutuskan untuk melakukan penyerangan ke Batapia tanpa menunggu armada laut Bahorekso. Kiwirawangsa Umbul Sukakerta didukung oleh Kisamahita Umbul Sinangkasih, Kiastamanggala Umbul Jehurbeti, dan Uyang Sarana dari Indihiyang menentang keputusan Dipati Ukur. Alasannya, keputusan Dipati Ukur itu makar terhadap Sultan Mataram. Selain itu, pasukan Banten dan POC memiliki kekuatan militer yang lebih kuat dan tangguh. Kiwirawangsa berpendapat jika penyerangan itu tetap dilakukan bala tentara priangan akan menderita kekalahan. Para umbul beserta rakyatnya akan menangkung risiko yang sangat berat. Dengan didukung penuh sebagian besar umbul, dipati ukur tak bergemi bersikukuh dengan keputusannya. Maka Kiwirawangsa beserta ketiga umbul pendukungnya menarik pasukan untuk menyelamatkan rakyatnya dari bahaya risiko yang akan ditanggung. Ternyata, perkiraan Kiwira Wangsa benar, bala tentara di Pati Ukur kalah dipukul mundur pasukan Banten dan POC. Darah juang ribuan rakyat Priangan pun tertumpah di Batavia. Akibat kegagalannya, tahun 1630, di Pati Ukur beserta ribuan bala tentaranya ditangkap dan dihukum mati Sultan Agung di Mataram. Setelah tragedi ukur, Sultan Agung Mataram melakukan reorganisasi kekuasaan di wilayah Priangan. Sukakerta yang awalnya kekuasaan setingkat umpul, berubah menjadi Sukapura dengan kekuasaan setara kabupaten. Pada tanggal 26 Juli 1632, Berkat jasa dan keberanian wira wangsa, Sultan Agung mengangkatnya menjadi Menteri Agung Bupati Sukapura dengan gelar Tumengku Wiradadaha yang berkedudukan di Sukaraja. Jaduh dening kinga bei wira wangsa, kang satia maring ingsun, sun jenengaken mantri agung bupati Sukapura. Wedana kali, welas desane wong tiga ngatus, iku kang kawrat dening kiwadana. Sarta sun pradikaken saturunane, lansun titipaken ngulon ing banten, ngalor ing cirbon. Ajana Kang Abibiru Sakarpe, Sababwis Anglakoni Gawe, Tiga Sejanggane Dimpati Ukur Bandung, Sarta Sinak Senan Pitung Panjenengan, Titisrat Piagem, Kang Anurat, Dina Senet, Ping Sanga, Sasi Mukaram, Tahun Cim Akhir, Kang Anurat Abdiningratu, Pun Nitisastra. Rakyat menyambut gembira berdirinya Kabupaten Sukapura. Karena Sultan Agung pun memberikan kemerdekaan, rakyat Sukapura tidak perlu membayar upeti kepada Sultan Mataram selama tujuh keturunan. Pada tahun 1674, Raden Tumenggung Wirawang Sawapan, sepeninggalnya kepemimpinan Kabupaten Sukapura berdiri kokoh, berganti generasi selama 4 abad sampai saat ini. Periode awal pemerintahan Kabupaten Sukapura berkedudukan di Sukaraja. Sepeninggal Raden Wirawangsa, para bupati yang memimpin di Sukaraja adalah Raden Jayamanggala, Raden Anggadipa, Raden Subamangga, Raden Demang Sacapati, Raden Jayang Gadireja I, Raden Jayang Gadireja II, dan Raden Demang Anggadipa. Masa kepemimpinan Bupati Raden Anggadipa dengan gelar Tumenggung Wiradat. Pada tahun 1903, pemerintahan Kabupaten Sukapura mengalami kemajuan yang besar ditandai dengan berbagai keberhasilan. Raden Angga Dipa berhasil menyelaraskan pemerintahan dengan syiar agama Islam. Hubungan ulama dan umaro terjalin sangat harmonis. Pada masa itu, Sukapura merupakan pusat gerakan Tarekat Syatariyah Asia Tenggara yang dipimpin oleh Waliullah Kangjung Syekh Abdul Muhyi Pami Jahan. Dengan kemuliaan Sang Wali setia mendampingi Bupati dalam menjalankan roda pemerintahan. Raden Anggadipa berhasil meletakkan fondasi tata kelola pemerintahan modern dengan mendistribusikan kewenangan kepada empat patih yang juga putra-putranya. Raden Yudha Negara mengelola kesejahteraan dan keamanan negara. Raden Anggadipa II mengelola pertanian dan irigasi. Raden Somanagara mengelola urusan administrasi negara. Raden Indra mengelola keuangan dan penghasilan negara. Pada tanggal 9 Mei 1726, Raden Anggadipa wapat pada usia lebih dari 100 tahun. Masa pemerintahan Raden Anggadipa adalah kali terakhir pemerintahan Sukapura yang bebas dan merdeka. Selanjutnya pemerintah Sukapura berada di balik bayang-bayang penjajahan bangsa Eropa. Kepemimpinan Raden Demang Anggadipa II dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha VIII yang dikenal Demang Anggadipa menandai abad kedua era kejayaan Sukapura. Demang Anggadipa adalah bupati yang cawab. menjalankan pemerintahan. Beliau berhasil mengembangkan sektor pertanian, mengolah tanah agar rakyat tidak kekurangan pangan. Demang Anggadipa adalah sosok lupati karis batik berjiwa patriot. Beliau berani lantang menolak perintah kolonial yang hendam mengeksploitasi Sukapura menjadi wilayah penghasil tarum menggantikan padi. Demang Anggadipa lebih mengedepankan kepentingan rakyat ketimbang risiko pemecatan dan eksistensi kekuasaan Sukapura di hadapan pemerintah kolonial. Pasalnya, paksaan peranaman tarum di atas tegalan sawah dapat mengancam ketahanan pangan. Rakyat bisa terancam bahaya kelaparan karena sawah-sawah di Kabupaten Sukapura menjadi penopang pasokan beras wilayah Priangan yang sebagian besar menjadi penghasil. silokopi. Sikap demang Angga Dipa diikuti oleh rakyatnya dengan berbagai aksi sabotase dan pengusakan lahan-lahan perkebunan Tarung. Akibat penolakan bupati terhadap perintah itu, pada tahun 1811, pemerintah kolonial memecat demang Anggadipa dari jabatannya dan menghapus kekuasaan Sukapura dalam peta kolonial Belanda. Sikat tegas demang Anggadipa Demang Anggadipa terhadap pemerintah kolonial tidak melunturkan kecintaan rakyatnya. Meskipun secara dejur Sukapura telah dihapus dalam peta pemerintah kolonial, namun secara de facto wibawa Kang Jeng Demang Anggadipa semakin kelihatan. kuat di tengah rakyatnya. Sehingga, dengan terpaksa, pemerintah kolonial secara resmi mengangkat kembali Demang Anggadipa sebagai Bupati Sukapura. Pada tanggal 28 Oktober 1814, pemerintah kolonial malah memberikan tambahan wilayah dengan digabungkannya distrik Galunggung dan seluruh wilayah Galuh Kawasen yang terletak di sebelah barat Citanui. Demang Anggadipa menggagas perpindahan pusat pemerintahan Sukapura ke Harjawinangun ditandai dengan pembangunan pendopo, alun-alun, masjid, dan pasar rakyat. Perpindahan ibu kota ini didorong oleh semakin luasnya wilayah pemerintahan Kabupaten Sukapura. Pada tanggal 10 Januari 1839, kota Harjabinaun berganti nama menjadi kota Manunjaya. Sepeninggal demang Anggadipa, pemerintahan di Manunjaya dilanjutkan oleh Raden Tumenggung Danuning. Raden Rangga Wira Dimanggala, Raden Tumenggung Wira Tanubaya, Raden Tumenggung Wira Adegda, Raden Tumenggung Wira Hadi Ningrat, dan Raden Tumenggung Prawira Hadi Ningrat. Memasuki abad ke-20, tepatnya mulai tahun 1870, Kabupaten Sukapura memasuki era liberal kolonialisme ditandai dengan perkembangan industri perkebunan milik pengusaha swasta berkebangsaan. Untuk kepentingan eksploitasi ekonomi, pemerintah kolonial membangun jalan kereta api Transjawa yang menghubungkan Batapia, Bandung, Tasikmalaya, Jogja, Surabaya, yang pengerjaannya selesai pada tanggal 1 November 1894. Mengingat posisi strategis kota Tasik Malaya sebagai pusat aktivitas perekonomian, pada tanggal 1 Oktober 1901, pemerintah kolonial memindahkan ibu kota Kabupaten Sukapura dari Manunjaya ke kota Tasik Malaya. Ketika itu, pemerintahan Sukapura dipimpin oleh Raden Adipati Arya Prawira Hadiningra. Pada tahun 1913, pemerintah India-Belanda mengukuhkan Tasikmalaya menjadi nama kabupaten. Kabupaten Sukapura berganti nama menjadi Kabupaten Tasik Malaya. Pergantian nama kabupaten ini terjadi semasa kepemimpinan Bupati Raden Adipati Arya Wiratanuningrat. Semasa dipimpin Bupati Wiratanuningrat, pembangunan Kabupaten Tasik Malaya mengalami kemajuan yang sangat besar. Beliau telah berhasil mengantarkan rakyat Tasik Malaya memasuki era peradaban modern. Bupati Wirata Nuningrat berhasil melakukan modernisasi tata pemerintahan menjadi pemerintahan modern yang berorientasi pada kesejahteraan ekonomi. Wirata Nuningrat sukses mengawali tegaknya sistem pemerintahan demokratis dalam wadah Dewan Kabupaten. Mulai tahun 1925, Kabupaten Tasikmalaya menjadi pemerintahan yang otonom, terbuka dan memberikan ruang partisipasi kepada rakyat dalam proses penetapan kebijakan pemerintah. Bupati Wirata Duningrat mengokokkan kembali tradisi hubungan harmonis ulama dan umaroh. Bersama ulama Sunda Karismatik, Kiai Haji Ahmad Sujaing Gudang, Beliau menghimpun 1.350 orang kiai dan para ajangan dalam wadah perhimpunan Idharu Bayatil Mulukiwal Umaro yang artinya Tuhu Karatu, Tumut Kapamarintah Negara. Bupati Wiratanuningrat sukses membangun fondasi infrastruktur kota Tasikmalaya ditandai dengan pembangunan pendopo, alun-alun, kantor pemerintahan, Sekolah-sekolah rakyat, masjid agung, pasar gede, infrastruktur jalan, jaringan irigasi pertanian, jalur angkutan masal tram yang melintasi pusat kota, gedung perbankan, rumah sakit, jalur bus angkutan umum, sarana penerangan listrik, sarana komunikasi telepon dan telegraf, fasilitas air minum, lapangan pacuan kuda dadaha, taman-taman kota, gedung bioskop, gedung teater. dan pusat-pusat aktivitas perdagangan. Bupati Wiratanuning Rat Aktif mendorong kemajuan ekonomi rakyat. Beliau mempelopori berdirinya perhimpunan kooperasi untuk pengusaha batik, tenun, payung, anyaman, pertanian, perikanan, dan peternakan. Perhimpunan ekonomi kooperasi pun tumbuh subur di tengah rakyat pribumi. Bupati Wiratanuningrat pun aktif menyokong berdirinya Sekolah Peribumi Modern yang digagas oleh pergerakan paguyuban Pasundan Tasik Malaya dan dimotori Raden Ahmad Atmaja dan Raden Sutisna Senjaya. Pada tahun 1926, ketika rakyat di Tanah Jawa terancam kelaparan akibat krisis ekonomi pasca Perang Dunia ke-1, Bupati Wiratanoningrat bersama rakyatnya bahu-membahu bergotong royong membuka 14.000 hektare areal persawahan baru di daerah Rawalakbo. Langkah itu dilakukan untuk menjadikan Tasikmalaya sebagai kabupaten yang berdaulat pangan. Pada masa Bupati Wiratanuningra di Tasikmalaya, surat kabar bahasa Sunda modern bangkit dan berkembang. Aktivis pergerakan memanfaatkannya sebagai media propaganda. Melalui koran, mereka menyuarakan gagasan sesuai haluan ideologi politik organisasinya. Sipat tahunan yang dirintis tahun 1923 oleh Raden Sutisna Senjaya. Koran bahasa Sunda paling otoritatif yang menjadi rujukan masyarakat di Tatar Sunda sampai tahun 40-an. Koran ini sering dimanfaatkan Bupati Wiratanuningrat sebagai media komunikasi kebijakan pemerintah. Semasa kepemimpinan Wiratanuningrat, Tasikmalaya ramai dengan pergerakan politik yang membawa cita-cita untuk memajukan kehidupan bangsa pribumi. dan keinginan untuk memerdekakan diri dari cengkraman penjajahan bangsa asing. Gejolak politik nasional terjadi pada tahun 1919. Pemerintah kolonial membongkar jaringan Sarekat Islam Abdelimbe, pimpinan Haji Ismail dari Gunung Tanjung Manunjaya. Gerakan ini memiliki ribuan orang anggota yang berjejaring dan tersebar di seluruh Jawa Barat. Mereka bersiap untuk melakukan aksi pemberontakan. Wiratanuning Ratu Wapak, pada hari Selasa tanggal 4 Mei 1937, sepeninggal beliau, pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya dilanjutkan oleh para penggantinya. Di antaranya... Raden Adipati Arya Wiradiputra, Raden Tumenggung Sunaria, Raden Abas Wilaga Somantri, Raden Priyakna Kusuma, Ibu Gandapraja, Raden Mehmet Supata Direja, Letnan Kolonel Hussein Wangsa Atemaja, Doktoran Eskartiwa Surya Saputra, Letnan Kolonel A. Benyamin, Kolonel Haji Budli Bambang Aruman, Kolonel Haji Adam Rusman Sarjana Hukum, Haji Sulianawira Hadi Subrata Dokteran Reshaji Tatang Parhanul Hakim MPD dan Haji Uruj Hanul Ulum Sarjana Ekonomi Saat ini, Pemerintahan Kabupaten Pasik Malaya dipimpin oleh Bupati Haji Ade Sugianto yang diambil sumpah pada tanggal 3 Desember 2018 Dengan Wakil Bupati Haji Cecep Nurul Yakin yang diambil sumpah pada tanggal 26