Transcript for:
Filosofi Stoicism dan Prinsip Utamanya

Intro Stoicism, sebuah masa filosofi yang mengajarkan tentang pentingnya ketenangan, ketangguhan, dan juga kestabilan emosi dalam menghadapi dunia yang random, tidak adil, dan jahat. Stoicism awalnya diajari oleh Zeno of Citium yang sebelumnya mendapat musibah besar, yaitu kehilangan semua kekayaannya karena kapalnya tenggelam di perjalanannya. Dia kehilangan semua yang dia miliki murni karena tindakan tak terduga dari alam. Dilanjutkan oleh Epitedos, seorang budak yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya dalam penjara.

Kemudian dilanjutkan oleh Seneca, seorang politikus Roma yang pernah bertahan melewati bangkrut dan pengasingan. Dilanjutkan oleh Marcus Aurelius, seorang kaisar Roma yang dalam 19 tahun menuntunnya memimpin perang-perang besar dan di saat yang sama harus menghadapi kematian dari anak. anaknya. Stoicism ini awalnya mulai di Yunani kuno dan kemudian nantinya mendominasi Romawi kuno.

Pengikut-pengikut filosofi ini sangat banyak dan menyebar luas mulai dari seorang budak sampai seorang kaisar dan sangat terkenal sampai di zaman sekarang. Karena filosofi ini tidak sama seperti filosofi-filosofi lainnya. Yang ini membantu kita menghadapi perasaan-perasaan negatif yang muncul karena kejadian-kejadian yang kurang menyenangkan yang terjadi kepada kita.

Orang yang memahami atau mendalami filosofi ini biasa dikenal sebagai stoic. Stoic sekarang lebih dikenal sebagai orang yang tenang menghadapi hirup pikuk dunia yang bisa tenang menjalani ketidakadilan dan tetap berusaha dalam menjalani hidupnya. Stoicism ini juga sudah menjadi hal yang umum dipraktekkan oleh pemimpin besar di dalam sejarah, seperti Marcus Aurelius, Frederick the Great, Martin, George Washington, Thomas Jefferson, Adam Smith, John Stuart Mill, Theodore Roosevelt, Seneca James Martin, dan masih banyak lagi.

Semuanya dipengaruhi filsafat stoic ini. Orang yang stoic adalah orang yang bisa tetap tenang meski sedang tertekan. Stoic adalah orang yang bisa menghindari emosi yang berlebihan. Orang yang tahu kapan harus marah dan kapan harus sedih.

Dan yang terpenting, orang yang stoic tahu, marah terkadang adalah hal yang rasional untuk dilakukan. Tapi dalam kebanyakan situasi, marah-marah gak jelas hanyalah sumber dari keputusan-keputusan bodoh yang berujung pada penyesalan. Begitu juga dengan sedih. Mereka tahu kapan untuk sedih dan kapan untuk berhenti sedih dan melanjutkan hidup. Karena mereka tahu, sedih berlebihan tidak akan membawa seseorang kemanapun dalam hidup.

Untuk bisa menjadi orang yang stoik, ada beberapa eksersais atau latihan yang bisa kita lakukan untuk nantinya meningkatkan kemampuan kita untuk tetap tenang dalam menghadapi dunia yang keras ini. Yang pertama, Dichotomy Control. Mengetahui bahwa ada hal yang bisa kita kontrol dan ada hal yang tidak bisa kita kontrol.

Kadang kita terlalu mengkhawatirkan hal-hal yang berada dalam luar kontrol kita, yang dapat menyebabkan stres dan nantinya berujung depresi. Hampir semua hal yang ada di dunia ini sebenarnya tidak bisa kita kontrol. Kita tidak bisa mengontrol bagaimana pendapat orang lain terhadap kita. Kita tidak bisa mengontrol cuaca, macet di jalan, bencana alam, atau bahkan kematian.

Tapi, walaupun seperti itu, kita masih bisa mengontrol bagaimana reaksi kita terhadap situasi yang diberikan untuk kita. Sedih atau tidaknya suatu kejadian, adil atau tidaknya, diri kita sendirilah yang menentukannya. Seperti perkataan Marcus Aurelius, itu tidak menyakitiku kecuali jika aku menganggap kejadian itu menyakitkan untukku. Aku bisa memilih tidak.

Kenapa kita harus sedih dengan hal yang berada di luar kontrol kita? Kita seharusnya fokus ke hal yang berada di dalam kontrol kita. Ini penting karena bukan hanya bisa memperbagus fokus kita, meningkatkan kemampuan kita mengubah ekspektasi menjadi realita, tapi juga membantu kita menerima kenyataan, dan tidak berakhir malah menyalahkan dunia.

Kita nggak bisa kembali ke masa lalu untuk mengubah hal yang mungkin salah kita lakukan. Tapi, kita bisa mengubah bagaimana persepsi kita terhadap masa lalu yang terjadi kepada kita. Sekuat apapun teriakan dan kelaksonmu, macet tidak akan tiba-tiba berubah jadi lancar.

Kamu tidak bisa membuat dirimu tambah tinggi atau tambah pendek 5 cm cuma dengan berharap. Sekeras apapun kamu mencoba, kamu tidak bisa tiba-tiba terlahir di negara berbeda. Kamu tidak bisa berharap memiliki orang tua yang berbeda dengan ekonomi dan status yang berbeda. Waktu yang kita habiskan untuk mengkhawatirkan dan berharap kosong terhadap hal-hal yang ada di luar kontrol kita ini, seharusnya bisa kita pergunakan untuk hal-hal yang bisa kita kontrol. Kalau seseorang berkata, kamu orangnya begini dan begitu dan kamu tidak suka, kamu tidak bisa mengubah pemikirannya dan berharap dia tidak pernah berkata seperti itu.

Itu bukan dalam kontrolmu, tapi yang bisa kamu kontrol adalah bagaimana reaksimu terhadap perkataan orang itu. Kamu sendirilah yang menentukan apakah kamu harus sedih, marah, atau tidak mempedulikannya. Itu semua tergantung pada dirimu sendiri.

Jadi, cobalah tanyakan kepada dirimu setiap hari, dalam tiap situasi yang sedang kamu hadapi, kalau bisa, buat jurnal dan refleksilah tiap hari, mana yang ada dalam kontrolmu dan mana yang tidak, dan tentukan bagaimana tindakanmu terhadap kejadian-kejadian itu. Yang kedua, premeditatio malorum, the premeditation of evils. adalah hal Tian Stoic tentang mengimajinasikan hal-hal yang bisa membuat sesuatu jadi buruk atau gagal.

Membayangkannya di otak kita seolah-olah hal itu sudah terjadi. Bahwa hal buruk yang bisa terjadi, akan terjadi. Ini akan membantu kita bersiap-siap untuk ujian-ujian hidup yang tidak bisa kita hindari.

Kita tidak selalu mendapat apa yang seharusnya terjadi kepada kita. Kadang hal-hal tidak adil bisa jadi terjadi kepada kita. Secara psikologisnya, Kita seharusnya mempersiapkan diri dan mental kita jika saja hal buruk terjadi kepada kita, untuk kesehatan jiwa dan mental kita sendiri. Ketika kita membayangkan hal buruk akan terjadi kepada kita, ketika itu memang terjadi, kita akan merasa baik-baik saja. Setidaknya, tidak sesedih ketika kita tidak pernah berekspektasi yang terburuk akan terjadi.

Tapi, ketika hal yang buruk itu tidak terjadi, kita akan merasa bahagia karena hal yang diluar ekspektasi kita dan hal itu kita inginkan, itu terjadi. Contohnya Seneca, dia selalu mereview rencananya. Misalnya ketika dia mau berpergian, dia akan membayangkan atau menulis jurnal apa-apa saja nanti yang bisa salah atau membuat rencananya gagal. Mungkin saja badai datang, kaptennya sakit, atau bisa saja kapalnya dibajak.

Tidak ada yang terjadi pada orang bijak yang bertentangan dengan harapannya, tulis Seneca kepada temannya. Juga tidak semua hal menjadi seperti yang dia inginkan, tetapi seperti yang dia pikirkan. Dan di atas semua itu, dia menganggap bahwa sesuatu bisa saja menghalangi rencananya.

Bayangkan dengan jelas bagaimana kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Dan juga bayangkan kalau itu masih survivable, kamu tidak akan mati gara-gara hal buruk itu terjadi padamu. Sehingga, kalau misalnya terjadi hal buruk pun, Kita sudah bersiap-siap dan tidak mengeluarkan emosi yang berlebihan seperti panik, marah, dan sedih yang berlebih yang nantinya justru malah memperburuk keadaan. Yang ketiga, Amor Fati. Filosof hebat dari Jerman, Frederick Nietzsche menjelaskan apa yang disebut dengan manusia yang hebat seperti dalam Amor Fati.

Cinta akan takdir. Orang itu tidak ingin ada yang berbeda. Tidak di masa depan, tidak di masa lalu, tidak selamanya.

Bukan hanya menanggung apa yang perlu, apalagi menyembunyikannya, tetapi menyukainya. Stoic sangat kental dengan atitud ini. Epitedos yang hidup sebagai budak yang dihadapkan dengan kesulitan demi kesulitan pernah berkata, jangan mencari hal-hal yang terjadi seperti yang anda inginkan, sebaliknya, berharaplah apa yang terjadi, terjadi seperti bagaimana itu terjadi, maka anda akan bahagia.

Terlalu mencintai mimpi sampai-sampai attach ke mimpi itu akan berbahaya jika saja mimpi itu nantinya tidak terwujud. Punya mimpi adalah hal yang bagus karena memberikan kita sense of purpose. Tapi ditacelah dari mimpi-mimpi itu. Jangan terlalu terobsesi dengan mimpi dan tujuan.

Sesekali praktekkan premeditatio malorum. Bayangkan kalau kamu gagal dalam mencapai mimpi-mimpi itu. Amor fati sangat bagus untuk dijadikan latihan dan mindset untuk menghadapi apa yang terjadi.

Menghadapi setiap momen sebagai sesuatu untuk dihadapi, bukan untuk dihindari. Tidak peduli seberapa menantangnya hal itu. Dan juga menghadapinya sebagai bukan hanya hal yang harus dihadapkan sebagai hal yang oke, tapi harus dicintai. Yang keempat, Memento Mori. Marcus Aurelius pernah menulis, Kamu bisa saja meninggal sekarang, biarkan hal itu menentukan apa yang akan kamu lakukan, katakan dan pikirkan.

Memento Mori adalah personal reminder untuk tetap hidup dalam virtue, sekarang dan tidak menunggu lagi. Orang bijak hidup selama yang dia bisa, bukan selama yang dia mau. Kualitas hidup lebih baik daripada kuantitas. Memento Mori. Marilah kita mempersiapkan pikiran kita seolah-olah kita akan sampai pada akhir kehidupan.

Mari kita tidak menunda apapun. Mari kita menyimbangkan buku kehidupan setiap hari. Orang yang memberikan sentuhan akhir pada kehidupan mereka setiap hari tidak pernah kekurangan waktu. Seneca sering mengatakan untuk terus mengingatkan diri kita bahwa kamu mungkin tidak akan bangun lagi besok, atau kamu mungkin tidak akan tidur lagi.

Sebagai pengingat akan kematian, Steve Jobs beberapa kali dalam seminggu selalu duduk di pagi hari dan berpikir. Kalau misalnya hari ini adalah hari terakhirnya, apakah dia akan senang melakukan hal yang akan dia lakukan di hari itu? Kalau dia mendapatkan jawaban tidak dalam 3 hari berturut-turun, dia akan menghabiskan waktunya untuk duduk dan berpikir, apa yang salah? Kalau kita merasa kematian kita sudah dekat, hal yang selama ini kita inginkan untuk kita lakukan, pasti akan dilakukan. Hidup yang ingin dijalani pasti akan dijalani.

Bagaimana kita seharusnya berpikir dan bagaimana seharusnya kita bertindak tanpa harus menunda-nunda lagi. Karena kadang, kita tahu sesuatu itu penting untuk kita, tapi karena merasa masih punya waktu yang sangat banyak, kita dengan sombongnya menunda hal itu. Menggunakan reminders ini setiap hari akan membantu kita membangun hidup yang lebih fulfill. dan tidak mengorbankan satu detik pun waktu kita sia-sia. Yang kelima, jurnal.

Dalam Stoicism, art of journaling tidak sekedar diari. Latihan ini adalah filosofi itu sendiri. Mempersiapkan hari besok, refleksi hari yang telah lewat, mengingatkan diri kebijakan yang dipelajari dari orang lain, bacaan atau pengalaman di hari ini.

Stoicism adalah filosofi tentang praktek dan rutinitas, bukan bacaan yang hanya perlu dibaca sekali untuk dimengerti, tapi perjalanan seumur hidup yang memerlukan ketukupan. dukunan, pengulangan, dan konsentrasi. Seneca pernah menjelaskan kepada temannya, Saya memeriksa sepanjang hari saya, dan mengingat kembali apa yang telah saya lakukan dan katakan, tidak menyembunyikan apapun dari diri saya sendiri, tidak melewatkan apapun.

Dengan menulis dan refleksi ups and downs, hal baik yang harus disyukuri, hal buruk untuk dipelajari, dalam hari-hari kita, dan mempersiapkan hari esok, itu akan menciptakan sense of order dalam pikiran kita. Seperti yang dilakukan oleh Marcus Aurelius dalam bukunya Meditations. Yang keenam, Practice Misfortune.

Seneca yang kaya raya karena menjadi penasihat dari Nero, Kaisar Roma saat itu. Menyarankan agar kita menggunakan beberapa hari dalam sebulan untuk mempraktekkan kemalangan. Makan sedikit makanan, pakai baju yang paling buruk, jangan tidur di tempat tidur, dan tanya dirimu sendiri.

Apakah hal-hal ini yang aku takutkan? Rasa nyaman adalah jenis perbudakan yang terburuk. Karena kamu akan terus takut sesuatu atau seseorang akan mengambil rasa nyaman itu darimu.

Tapi kalau kamu mempraktekkan misfortune, kalau misalnya kejadian itu terjadi dalam hidupmu nantinya, mentalmu tidak akan serusak sebelumnya. Emosi seperti rasa takut dan anxiety datang dari ketidakpastian bukan dari pengalaman. Dan emosi ini bisa merusak mental, keputusan, dan bahkan hari-hari kita. Solusinya adalah berbuat sesuatu. Buatlah dirimu familiar dengan skenario terburuk yang kamu takutkan.

dan rasakan bagaimana rasanya hidup dengan hal yang paling kamu takutkan. Yang ketujuh, Stoicism mempunyai latihan bernama membalikkan halangan. Yang berarti, tiap situasi atau hal yang buruk bisa diubah menjadi sumber dari sesuatu yang baik.

Kalau misalnya kau mencoba untuk menolong seseorang dan reaksinya bukan berterima kasih, tapi malah pengen ditonjok, daripada membuat hidupmu jadi lebih buruk, mungkin saja itu pelajaran untukmu untuk lebih bersabar. Atau ketika orang yang dekat denganmu meninggal. Itu mungkin adalah pelajaran untukmu untuk lebih tabah.

Tidak ada hal baik atau buruk dalam Stoicism. Yang ada adalah persepsi. Kamulah yang mengontrol persepsimu sendiri. Kamu bisa memilih bagaimana persepsimu terhadap sesuatu.

Jika X terjadi, maka hidupku hancur. Atau jika X terjadi, maka aku tidak apa-apa. Kamulah yang memilih apakah sesuatu yang terjadi itu buruk atau baik untuk dirimu sendiri.

  1. Take the view from above. Mundur selangkah, zoom out, dan lihatlah hidup dari poin yang lebih luas. Latihan ini membayangkan miliaran orang, semua tentara, peternakan, pernikahan, perceraian, kelahiran, dan kematian. Mendorong kita untuk mengambil perspektif dan mengingatkan kita seberapa kecil sebenarnya diri kita.

Memandang dari atas dapat mengubah penilaian kita pada berbagai hal. Kemawahan, kekuasaan, perang. dan kekhawatiran dalam hidup sehari-hari akan menjadi konyol. Kalau kita melihat dari pandangan orang ketiga, kita akan sadar bahwa masalah kita sebenarnya tidak seberat itu. Kita sadar bahwa masalah yang kita hadapi tidak sebanding dengan yang semua orang hadapi.

Dan kalau kita lebih zoom out lagi, kita dapat melihat bahwa planet kecil ini tidak lebih besar dari debu dibandingkan alam semesta ini. Itulah 8 praktek yang bisa kamu lakukan agar menjadi lebih stoic. dan menjalani hidup dengan lebih tenang dan emosi yang stabil.

Stoicism, pelajaran tentang self-control dan fortitude untuk menghadapi emosi-emosi yang merusak penilaian dan tindakan kita. Terima kasih.