Transcript for:
Pembahasan Hadis dan Nahi Munkar

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirrabbilalamin. Alhamdulillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirrahmanirrahim. Allahumma salli ala Muhammad wa ala alihi Muhammad, kama salli ta'ala Ibrahim wa ala alihi Ibrahim, innaka hamidun majid, wa barik ala Muhammad wa ala alihi Muhammad, kama barak ta'ala Ibrahim wa ala alihi Ibrahim, innaka hamidun majid.

Alhamdulillah, semoga kita banjatkan puji dan syukur kita kepada Allah atas. Limpahan nikmat dan karunia yang senantiasa kita rasakan, terutamanya nikmat hidayah kepada Islam dan sunnah. Juga nikmat kesehatan, nikmat kesempatan, dan nikmat yang lainnya.

Dengannya Allah mengizinkan kita untuk bertemu dalam majlis yang semoga Allah berkahi. Salawat serta salam semoga tercurahkan. kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW, kepada para keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang meniti jalan sunnahnya. Kembali kita pada mata kuliah hadis tematik membahas kitab Al-Arba'in Al-Nawawi. Dan kita sudah sampai pada bahasan hadis ke-33.

Seperti biasa, silahkan salah satu dari ikhwah bisa membacakan hadisnya. Silahkan yang bisa membuka mic-nya, silahkan dibuka. Apa adalah khidmat? Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bismillahirrahmanirrahim.

Waalaikumsalam. An-Nabibni Abdi-Lasina Rabi'ullah wa'an-Numma. An-Nar-Rasulullah Rasulullah wa'alaihi wasallam. Lalu diotak nasuh di dakwahum, ladda'a rijaluna amwala, kaumin wadima'ahum, lakinna wa bayinata ala mudda'i, wa yaminna ala man ankaru.

Nah, ahsan sumar ke lafiq. Al-hadithu as-salis wa as-salasun. Hadith ke-33.

An-Nibni Abbasin, radiyallahu anhumah, dari sahabat Abdullah ibn Abbas, Bismillahirrahmanirrahim, meridai keduanya. An-Nur Rasulullah, sallallahu alaihi wasallam, berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda, Lau ya'tan nasu bi da'wahum, ladda'a rijalun amwala qawmin wa dima'ahum. Seandainya, Setiap manusia itu diberikan apa yang mereka adukan, apa yang mereka dakwakan, maka akan ada orang-orang yang mendakwakan harta. orang lain dan juga darah orang lain tanpa hak namun dalam hukum Islam kaedahnya adalah bukti itu dibebankan bagi seorang yang mendakwakan, bagi pendakwa dan sumpah itu dijatuhkan atas orang yang mengingkari tuduhan tersebut ini adalah hadis yang hasan yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bayhaqi dan yang lainnya dengan redaksi yang disebutkan dan sebagian potongan hadis ini terdapat di dalam sahihain, sayyidul khalid al-muslim al-mufradat yang artinya mengakui mengaku atau mendakwakan sesuatu kalau setiap orang itu diberikan pendakwaannya maka akan ada orang yang mengaku-ngaku akan ada orang yang mendakwakan harta ataupun darah orang lain tanpa hak Angkaroyungkiru ingkarun, mengingkari.

Waliyaminu alaman angkar. Sumpah itu dibebankan kepada orang yang mengingkari tuduhan. Nah, hadith ini hadith yang berkaitan mengenai hukum peradilan dalam Islam. Dan tentunya...

Sebaik-baik hukum adalah hukum Allah dan Rasulnya. Allah SWT berfirman, Alayhissalahu bi'ahkamil hakimim. Bukankah Allah itu adalah sebaik-baiknya hakim?

Allah juga berfirman, Afahukmal jahiliyati ya bagun. Wa man ahsanu minal. Dan siapalah yang lebih pantas dan lebih hikmah hukumnya daripada Allah Apakah mereka mencari hukum orang-orang jahiliyah Barang siapa yang berhukum selain dengan hukum Allah Maka mereka orang-orang kafir Namun kafir disini adalah kufur Kecil ya, bukan kufur besar yang mengeluarkan soalan dari Islam. Sebagai mani ini adalah tafsiran dari sahabat Abdullah bin Abbas. Maka sebaik-baik hukum adalah hukum Allah dan Rasulnya.

Dan ini adalah akidah dan juga keyakinan yang harus tertancap dalam hati kita. Bahwa sebenarnya sebaik-baik hukum adalah hukum Allah. Barang siapa yang meyakini ada hukum? Selain hukum Allah dan Rasulnya yang lebih baik, maka ini adalah sebuah kekufuran.

Hadis ini, Nabi SAW bersabda bahwasannya, kalau setiap orang itu diberikan dakwaannya, artinya tidak semua orang itu diterima pendakwaannya. Karena kalau semuanya diterima, Maka akan ada orang yang mengambil sesuatu yang bukan haknya. Mendakwakan sesuatu yang bukan haknya.

Maka kata Nabi SAW, dakwaan itu harus disertai dengan bukti. Jadi kalau ada orang yang mendakwakan sesuatu, maka dia harus mendatangkan bukti. Dan bukti dalam Islam adalah persaksian, saksi.

Membawa saksi Dua orang laki-laki atau Satu orang laki-laki itu diwakilkan Dua orang perempuan Dan kalau dalam perzinahan Maka harus empat orang laki-laki Inilah al-bayyinah Yaitu bukti yang berupa persaksian dalam Islam Namun kalau pendakwa tidak bisa membawa buktinya, maka tertolaklah dakwaannya. Namun ada kasus di mana ketika dakwaan itu ada bukti tambahan selain persaksian. Bukti tambahan selain persaksian yang dinamakan dengan laus atau korina. Ini adalah bukti tambahan yang bukan berupa saksi.

Namun bukti tambahan ini mendukung dakwaan dari si pendakwa, namun tidak bisa memutuskan hak. Maka pada hal ini, orang yang ditertuduh atau tersangka itu harus bersumpah. Bersumpah mengingkari tuduhan tersebut.

Mengingkari tuduhan. tersebut kita akan bacakan syarah hadisnya syarahul hadith hadith ini terdapat dalam sahih hain dalam sahih bukhuran sahih muslim namun dengan redaksi yang berbeda redaksi dalam sahih bukhuran sahih muslim adalah bahwa nabi s.a.w berhukum atau memutuskan bahwa orang atau tersangka itu harus memberikan sumpah ketika dia mengingkari tuduhan yang didakwakan atas dalam riwet yang lain mirip-mirip seperti yang dalam dalam al-arba'in hanya saja di akhirnya hanya sebatas namun apa namanya sumpah itu dibebankan kepada tersangka yang mengingkari jadi potongan pertama yaitu al-ba'in atu al-al-mudda'i bukti itu dibebankan kepada pendakwah ini tidak ada di sahihain namun ada di riwayat-riwayat yang lain dalam hadis ini hadis ini diriwayatkan secara marfu kepada Nabi SAW dan hadis ini suhih terdapat dalam sahih bukhari dan sahih muslim Nabi SAW bersabda jadi dalam hukum Islam dalam hukum peradilan Islam Ketika seseorang itu membawa sebuah dakwaan atau tuduhan, misalnya masalah darah, Fulan telah membunuh saudaraku, atau masalah harta, seperti mencuri, mengambil tanpa hak, hutang, atau yang lainnya, seperti gugatan cerai dan lain sebagainya. Maka dalam Islam harus mendatangkan al-bayyinah, bukti. Dan bukti tersebut adalah saksi.

Orang yang adil, yang bersaksi atas tuduhan tersebut yaitu dua orang laki-laki. Atau satu orang laki-lakinya itu diwakilkan oleh dua orang perempuan. Kalau pendakwa tersebut bisa mendatangkan bukti secara lengkap, maka langsung diputuskan bersalah. Persangka langsung diputuskan bersalah dan dijatuhkan sesuai dengan hukum yang berkaitan dengan persangkaan tersebut.

Namun kalau yang mendakwa ataupun... atau pendakwa itu tidak bisa mendatangkan bukti sama sekali, maka tuduhan tersebut dicabut tanpa si tersangka itu harus melakukan sumpah. Karena buktinya tidak ada sama sekali.

Tapi kalau ada bukti tambahan atau keterangan tambahan atau hal lain yang bisa menguatkan dakwaan. pendakwa, selain bukti seperti misalnya ada dalam hukum Islam itu yang disebut dengan Al-Qasamah ketika ada seorang terbunuh tidak ada saksinya namun ada bukti-bukti yang menguatkan bahwa ada salah satu tersangka yang diduga kuat bahwa dialah pembunuh misalnya di rumahnya ada senjata kemudian Memang orang tersebut memiliki permusuhan dengan orang yang terbunuh tadi misalnya. Kemudian terbunuhnya di rumah orang yang dituduh misalnya. Ini ada bukti-bukti kuat atau ada korina, ada keterangan-keterangan tambahan, ada hal-hal yang menguatkan dakwaan tersebut. Maka ketika itu tersangka harus bersumpah.

Atau dia mendatangkan bukti yang lebih kuat, yang bisa menyangkal dakwaan tersebut atau tuduhan tersebut dari dirinya. Kalau tidak bisa, maka dia harus bersumpah. Bersumpah atas nama Allah tentunya, karena sumpah itu hanya atas nama Allah saja. Sedangkan orang yang bersumpah kepada selain Allah itu syirik hukumnya, syirik asr.

makanya harus bersumpah untuk menepis dakwaan atau tuduhan yang tertuduh atas dirinya inilah makna dari sabda nabi s.a.w. walakin nal yamina ala man angkara atau walakin nal yamina al mudda alaih bersumpah kepada orang yang dituduh maka tidak cukup yang namanya tuduhan atau dakwaan bahkan meskipun yang mendakwa itu korban misalnya gini ada seorang yang dibunuh kemudian ketika dia hampir mati atau ketika dia sakaratul maut Dia mengatakan, fulan yang membunuhku. Maka tidak harus langsung diterima perkataannya. Meskipun dia setelah itu mati. Ini pendapat jumhur para ulama.

Bahwa orang yang terbunuh, korban pembunuhan, ketika dia sebelum mati mengatakan, fulan yang membunuhku. Menurut jumhur para ulama, tidak diterima. persaksiannya harus dengan saksi yang lain harus dengan orang lain yang menyaksikan harus ada bukti lain namun pendapat Imam Malik bahwa dakwaan tersebut diterima jadi kalau menurut Imam Malik kalau ada orang terbunuh sebelum dia mati dia bilang yang bunuh itu Fulan itu diterima Namun perkataan Imam Malik di sini tentunya pendapat yang tidak sesuai dengan dalil.

Karena hadis yang kita bacakan pada hari ini menunjukkan bahwa kalau seorang itu memiliki sebuah dakwaan harus didatangkan dengan bukti perseksian. Namun Imam Malik di sini bukan berarti beliau tidak mengetahui hadis ini. Hanya saja Imam Malik disini mengambil hukum kosamah.

Mengambil hukum kosamah. Yang sebenarnya Anda jelaskan tadi ya, kosamah itu ketika ada korinah-korinah, ada bukti-bukti tambahan, ada keterangan-keterangan yang bisa menguatkan persaksian orang tersebut. Dia itu korbannya. Dia langsung yang mengatakan bahwa yang membunuhku adalah pulang.

Kemudian ada, mungkin di dalam kasus tersebut ada keterangan-keterangan tambahan atau bukti-bukti lain selain persaksian yang menguatkan dakwaan. Akhirnya membalik menggunakan hal tersebut. Keterangan tambahan itu dikatakan dengan laus.

Dinamakan dengan laus. Laus itu adalah bukti-bukti lain atau keterangan tambahan selain persaksian yang bisa menguatkan tuduhan. seseorang. Bagaimana cara melawan laus?

Caranya adalah dengan aiman, dengan bersumpah. Kemudian, ada pembahasan, di mana saja atau dalam kasus apa saja, disyariatkan bersumpah. Karena tidak semua bentuk perseksi, tidak semua.

kasus itu disyariatkan untuk bersumpah yang pertama masalah harta kasus-kasus yang berkaitan dengan harta seperti hutang, warisan, dan lain sebagainya maka dalam kasus harta yang berkaitan dengan harta ijma para ulama akan disyariatnya bersumpah jadi kalau dalam masalah harta yang berkaitan dengan harta bersumpah itu disyariatkan artinya kalau ada dakwaan yang berkaitan dengan harta kemudian tidak ada buktinya maka terlalu sangka harus bersumpah namun dalam kasus-kasus lain yang tidak berkaitan dengan harta disini para ulam menghilang Sebagian ulama mewajibkan sumpah ini atas setiap tersangka dalam kasus apapun yang berkaitan dengan hak manusia. Misalnya masalah talak, bugatan cerai, atau masalah pernikahan, atau masalah membebaskan budak. karena hadis yang kita sebutkan tadi umum secara umum disebutkan tidak dikhususkan untuk sebagian kasus saja semua kasus membutuhkan sumpah kemudian bagaimana kalau tersangka tidak mau bersumpah Jadi misalnya ada sebuah kasus, terdakwa tidak bisa membawa bukti yang jelas.

Maka ketika itu tersangka harus bersumpah. Tapi ternyata tersangka tidak mau bersumpah. Maka dalam kondisi ini, sumpah itu dibebankan kepada pendakwa. Kalau pendakwa itu bersumpah, maka diputuskan dia yang benar.

Misalnya masalah hutang. Zaid dengan Amar. Zaid pendakwa. Amar tersangka. Zaid mengatakan Amar punya hutang sama saya 50 ribu.

Tapi Zaid tidak bisa membawa saksi. Tidak bisa membawa saksi. Maka ketika itu Amar harus bersumpah.

Bersumpah bahwa dirinya tidak punya hutang 50 ribu kepada Zaid. Tapi kalau Amr tidak mau bersumpah, maka dalam kasus ini Zaid yang bersumpah. Zaid bersumpah bahwa Amr punya hutang ke dia, Rp50.000. Kalau Zaid bersumpah, maka diputuskan Amr harus bayar hutang Rp60.000.

Seperti itu. Abu Hanifa mengatakan kalau Abu Hanifa mengatakan tidak perlu si pendakwa itu bersumpah pokoknya begitu tersangka tidak mau bersumpah maka langsung diputuskan untuk pendakwa ada pun masalah hudud masalah yang kasus-kasus yang tidak berkaitan dengan hak manusia, kasus-kasus yang tidak berkaitan dengan hak manusia, maka ini tidak ada yang namanya bersumpah. Misalnya kasus minum homer, orang yang minum homer dicambuk, atau berzina, dirajam atau dicambuk.

Maka dalam hukum-hukum yang tidak berkaitan, dengan hak manusia tidak ada syariat bersumpah jadi kalau memang tidak ada saksinya maka batal tuduhan jadi sumpah ini hanya berkaitan dengan hak manusia kasus-kasus yang berkaitan dengan hak manusia seperti darah dan harta atau gugatan cerai dan lain sebagainya Barakallah wabarakatuh Kita berpindah pada hadis yang selanjutnya, hadis ke... 34 silahkan Ah Aib Saripudin tadi sudah membuka mic-nya mungkin bisa membacakan hadisnya Al-Fatah Al-Ah Aib Bismillahirrahmanirrahim hadis ke-34 tentang Nahim Munkar An-Abi Sa'id Al-Khudri Radiyallahu Anhu Qala Samitu Rasul Hadis ke-34 Dari sahabat Abu Sa'id Al-Khudri Semoga Allah meridainya Barang siapa yang melihat Satu kemungkaran Maka hendaknya ia ubah dengan tangan. Barang siapa yang tidak mampu, maka hendaknya ia ubah dengan pelisan.

Kalau tidak bisa juga, maka dengan hatinya. Ia mengingkari perbuatan tersebut. Dan itulah selamah-lemahnya iman.

Rawahu Muslim hadith ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. المفردات غير يغير تغير yang artinya mengubah أبعف artinya yang paling lemah وذلك أبعف الإيمان jadi titik iman yang paling lemah dalam masalah nahi mungkar adalah ketika seseorang hanya bisa mengingkari dari hatinya شرح الحديث أورد مسلم هذا الحديث أنطلق بن شيخ قول أول من بدا بالخطبة يوم الأيدي قبل الصلاة Hadith ini dibawakan oleh Imam Muslim Dan dalam hadith tersebut Ada sebuah kisah dimana Dikatakan bahwa Marwan Itu seorang Khalifah dari Bani Umayyah, ketika itu hari id dan dia khutbah sebelum sholat, padahal sungahnya tentunya dalam proses idul adha ataupun idul fitri sholat dulu baru khutbah sholat dulu baru khutbah tapi ketika itu marwan memerintahkan untuk khutbah dulu baru sholat khutbah dulu baru sholat, kenapa? karena dia katakan kalau sholat dulu baru khutbah biasanya orang habis sholat pada pulang gak dengerin khutbah maka dia katakan khutbah dulu baru sholat tapi ini menyelisih sunnah Nabi SAW Nabi SAW pada sholat idnya hari raya selalu memulai sholat sebelum khutbah maka ada seorang yang mengingkari perbuatan marwan Dan dia katakan, solat dulu baru khutbah. Iya, solat dulu baru khutbah.

Nah kemudian Abu Said mengatakan, ya hadis tadi. Ya man ru'amin kumungkaran fali yu'ayir hu biadi. Barang siapa yang memiliki kemungkaran, maka dia ubah dengan tangannya. Kalau tidak bisa dengan lisan, kalau tidak bisa dengan hati. Ya.

Ini penjelasan kenapa bukan Abu Said Al-Khudri yang mengingkari perbuatan Marwan tadi. Maka jawabannya mungkin saja Abu Said ketika itu tidak hadir. Sehingga ada orang lain yang kemudian mengingkari perbuatan tersebut.

Atau bisa jadi Abu Said ketika itu hadir tapi dia takut terjadi fitnah. takut terjadi fitnah, karena Marwan itu adalah pemimpin ketika itu, yang namanya mengingkari. pemimpin itu harus dengan cara yang benar. Ya, mungkin Abu Said takut kalau dia mengingkari perbuatan tersebut secara langsung, ya akan terjadi fitnah.

Nah, walau-walau. barang siapa yang melihat kemungkaran maka hendaknya ia ubah kemungkaran tersebut, maka hukumnya wajib nahi mungkar hukumnya wajib ini perintah dan perintah hukum asalnya adalah wajib dan perintah untuk nahi mungkar Tentunya datang dari Al-Quran maupun hadis dalam ayat yang banyak sekali. Dan juga hadis di Sunnah Bisa'a Salam yang lainnya.

Ada pun ayat yang Allah firmankan. Hendaknya kalian mengurus diri kalian sendiri. Makanya ini bukan berarti kita tidak melaksanakan nahi mungkar. Tidak melaksanakan nahi mungkar.

Dan ini dijelaskan oleh sahabat Abu Bakar. Dia mengatakan bahwa kalian menafsirkan ayat ini tidak sesuai dengan maknanya. Justru ayat ini menunjukkan tentang nahi mungkar.

Anaknya kalian mengurus diri kalian. Dan termasuk di antara bagian mengurus diri sendiri adalah mengurus orang lain. Karena kalau orang lain berbuat kemungkaran dan kita tidak mengingkarinya, maka ini...

adalah sebuah maksiat yang akan menjerumuskan kita kepada api neraka. Maka bentuk ayat ini termasuk dalam perintah Nahi Munkar. Maka hukum Nahi Munkar adalah wajib. Wajibnya apa?

Karena wajib ada dua. Ada fardu'ain dan ada fardu'kifayah. Hukum asal dari Amr Ma'ruf Nahi Munkar adalah fardu'kifayah. Artinya, kalau ada orang yang sudah melakukan nahi mungkar, maka cukup, tidak perlu dilakukan oleh semua orang. Tapi kalau tidak ada orang yang mengingat kemungkaran tersebut sama sekali, maka dosa semua.

Kalau di satu masyarakat ada sebuah kemungkaran, kemudian tidak ada sama sekali yang mengingatkan, maka semuanya berdosa. Semuanya berdosa. Inilah yang disebut dengan fardu kifaya. Seperti misalnya sholat binazah.

Hukumnya fardu kifaya. Kalau ada sebagian orang yang sudah menyolatkan, maka jatuh kewajibannya kepada seluruhnya. Tidak berlaku. Tapi kalau tidak ada yang menyolatkan sama sekali, maka semuanya berdosa. Ammar maruf, nahi mungkar pun demikian.

Hukum asalnya fardu kifaya. namun ada beberapa kondisi dimana amr ma'ruf ma'imungkar itu menjadi fardu'ain tadi kita katakan hukum asal dari amr ma'ruf ma'imungkar tapi ada beberapa kondisi dimana amr ma'ruf ma'imungkar itu menjadi fardu'ain Contohnya, ketika di sebuah masyarakat yang tidak ada yang mengetahui ilmu tersebut kecuali dirinya. Misalnya di satu masyarakat hanya satu alim, hanya satu ulama di sana.

Maka ulama ini wajib fardu'ain dirinya untuk melakukan amr maruf mahimung. Atau yang mampu untuk melakukan amr maruf mahimung. melaksanakan amr ma'ruf ma'ruf ma'ruf mungkar hanya dirinya, yang lain tidak mampu maka ketika itu fardu'ain baginya untuk melaksanakan amr ma'ruf ma'ruf mungkar atau kepada orang-orang yang wajib kita didik, seperti istri dan anak, maka wajib fardoain bagi bapaknya, bagi suaminya untuk mengingatkan dan juga melakukan amarmakruf mahimungka.

Ketika istrinya atau anaknya atau sebaliknya suaminya melakukan kemungkaran, maka wajib baginya untuk menasihati dan juga menghilangkan kemungkaran. Para ulama menjelaskan bahwa amar ma'ruf nahi mungkar itu tidak hilang kewajibannya meskipun kita menduga atau mengira kalau kita lakukan amar ma'ruf nahi mungkar dia tidak akan menerima. Tetap wajib. Misalnya kita lihat ada teman kita tidak sholat, meninggalkan sholat, malah sholat. Dan kita tahu atau kita...

menduga gitu ya. Kalau kita ingetin juga dia nggak bakal mau sholat. Nah ini bukan berarti kemudian kita tidak mengingatkan.

Tetap harus kita ingatkan. Kata Allah, Berikanlah peringatan, berikanlah nasihat, karena nasihat itu akan bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Kita tidak tahu kapan nasihat itu akan masuk ke dalam hati saudara kita yang berbuat paksian. Karena hidayah itu di tangan Allah, bukan di tangan kita. Allah yang maha mengataui.

Tugas kita menyampaikan. Karena tugas kita bukan memberikan hidayah. Hidayah di tangan Allah.

Tugas kita hanya menyampaikan saja. Bahkan Nabi sekalipun tugasnya hanya menyampaikan saja. Tugas seorang Rasul hanyalah menyampaikan. Ini Rasul.

Hanya menyampaikan. Urusan dia menerima atau tidak. Maka itu dikembalikan kepada Allah. Juga tidak disyaratkan.

Seorang yang menasihati itu harus sempurna. harus sempurna, harus dia seorang yang soleh kemudian selalu mengikuti perintah menjauhi larangan justru setiap orang harus melakukan amr ma'ruf mahimungkar karena kalau misalnya yang amr ma'ruf mahimungkar itu hanya orang yang sempurna saja maka tidak ada orang yang melakukan amr ma'ruf mahimungkar tidak ada orang yang sempurna tidak ada yang sempurna juga Amarmak Arif Naimungkar itu tidak harus ulil amri tidak harus dari pemerintah tapi setiap individu kaum muslimin itu wajib melaksanakan Amarmak Arif Naimungkar selama dia mengetahui ilmunya ini syaratnya harus mengetahui ilmunya, apalagi hal-hal yang jelas seperti sholat puasa keharaman tentang perzinahan kemudian minum khomer makan riba ini semua orang tahu semua kaum muslimin tahu setiap muslim itu seperti alim tahu semua namun kalau yang berkaitan dengan hukum-hukum yang susah yang berkaitan dengan khilaf para ulama dengan masalah-masalah yang rumit, maka ini tentunya dikembalikan kepada para ulama dan di zaman sekarang ini ya sudah jarang sekali orang yang melakukan amr maruf nahi mungkat, ini dikatakan oleh imam an-nawawi rahimahullah, maka bagaimana dengan zaman sekarang Ini akan memperbaiki masyarakat. Sebuah peradaban itu bisa baik ketika ditegakkan Ammar Maruf Nahimungka.

Dan berhati-hatilah ketika kita membiarkan orang-orang berbuat maksiat dan tidak mengingkarinya. Faliha hadirin yukhalifuna an amrih, an tusibahum fitna, aw yusibahum azabun alim. Hati-hati. Orang yang menyelesihi perintah Allah akan ditimpakan fitnah dan ditimpakan azab yang pedih.

Dan azab ketika telah menimpa satu kaum, maka tidak akan bisa dibedakan yang mana yang soleh dari yang fajir ketika tidak ada yang mengingatkan, tidak ada yang menghormati, mengungkap. Namun tentunya, Amr maruf lahimungkar harus dilakukan dengan cara yang lembut Dan kalau kita menasihati saudara kita Handaknya kita menasihati dalam kesendirian Berkata Imam Syafi'i Barang siapa yang menasihati saudaranya secara sembunyi-sembunyi Sesungguhnya dia telah memberikan nasihat dan juga menghiasi dirinya. Dan sebaliknya orang yang menasihati temannya itu di depan publik secara terang-terangan, maka ini dia telah mempermalukannya. Atau yang namanya nasihat itu yang paling baik adalah dengan kesendirian. Kemudian Risa sama katakan Kalau tidak bisa dengan tangannya Dengan tangan, dengan kekuasaannya Dia sebagai pemimpin Dia sebagai kepala keluarga Dia sebagai kepala sekolah Dia sebagai RT Diubah dengan tangannya Dengan kebijakan-kebijakan Dengan perintah-perintah Tapi kalau tidak bisa dengan lisan.

Kalau tidak bisa dengan tangan, dengan kekuasaan, maka dengan lisan. Kalau tidak bisa baru dengan hati yang mengingkari. Maka amal ma'ruf na'im mungkar itu sesuai dengan kemampuan kita. Sesuai dengan kemampuan kita yang kita lihat paling hikmah. Ada masa-masa di mana kita memiliki kekuasaan dan kita bisa melakukan amal ma'ruf na'im mungkar dengan...

kekuasaan kita, tapi ada masa-masa dimana kita tidak bisa, dan kita hanya bisa menasihati dengan lisan dan ada masa-masa dimana fitnah itu sangat kuat, sehingga dengan lisan pun kita tidak bisa, karena kalau kita laksanakan dengan lisan, mungkin akan menimbulkan fitnah yang lebih besar, karena tidak boleh kita melaksanakan amar maruf nahi mungkar, kalau konsekuensinya menimbulkan fitnah yang lebih besar maka ada masa-masa dimana hanya hati yang menjadi saksi akan keimanan kita namun inilah keimanan yang paling rendah jangan sampai hati pun tidak mengingkari jangan sampai ketika ada maksiat hati kita justru malah senang dengan maksiat tersebut hendaknya hati kita minimal mengingkari dan benci terhadap maksiat tersebut namun juga ya bagi seseorang yang melakukan amr maruf nahi mungkar jangan dia mencari-cari kesalahan orang lain bukan berarti kita menegakkan amr maruf nahi mungkar adalah kita mencari-cari kesalahan, mencari-cari memata-matai orang lain, melihat kesalahannya cukup laksanakan amr maruf nahi mungkar yang ada di depan mata kita tidak perlu kita mencari-cari kesalahan orang lain Cukup yang ada di depan mata kita. Dan kalau kita takut terjadi fitnah atau takut kita disiksa, maka tidak masalah kita... meninggalkan Amar Ma'ruf Nahim Munkar dengan tangan ataupun dengan lisan kita yang penting hati kita mengingkari perbuatan tersebut karena dalam sejarah ada masa-masa kelam dimana fitnah itu sangat besar di tengah-tengah manusia ketika masyarakat dipimpin oleh pemimpin yang walim sehingga setiap orang yang melakukan Amar Ma'ruf Nahim Munkar itu disiksa dan ditangkap Maka Rukhsah yang diberikan oleh Islam dan Nabi S.A.W adalah kita mengingkari dengan hati kita mengingkari dengan hati namun inilah selemah-lemahnya iman, artinya tidak ada lagi sikap yang lebih lemah daripada mengingkari kemungkaran dengan hati kita nah, barakallah kita cukupkan kelas kita pada hari ini setelah ini Kita buka sesi tanya-jawab ya, silakan. Bagi yang memiliki pertanyaan bisa dituliskan di kolom chat atau bisa bertanya secara langsung. Nah, Fadl.

Fadl Al-Haib, silakan. Jien, misalnya saya di hadis ke 33 saya menjawab tuduhan saya. Ketika terjadi perdebatan... antara si A si B tentang sebuah kebenaran terus kemudian akhirnya si A menantang misalnya mubahalah dengan si B kalau gitu yaudah kita mubahalah saja saya akan berkata barang siapa yang berkata dosa diantara kami maka dia akan terlaknat misalnya seperti itu mubahalah dalam kategori menjawab tuduhan itu apakah dibenarkan itu nomor satu saja kedua terkait utang-piutang set karena di yang anak paham di terkait utang-piutang betulnya ada pembahasan khusus terkait di sulat al-baqarah 282 Apakah memang utang-piutang itu cukup eh Apakah yang harus tahapannya disediakan apakah tahapannya pengajuan buku secara autentik misalnya kalau utang-putang kan ada kwitansi atau apa mohon penjelasan pertanyaan yang pertama mengenai mubahalah, mubahalah itu adalah saling bersumpah kalau dirinya itu benar, maka orang lain itu dilaknat atau sebagainya Maka ini tergantung dari kondisinya.

Tergantung dari kondisinya. Kalau yang berkaitan dengan hak dan peradilan itu tidak ada. Ini hanya dalam perdebatan saja. Seperti yang Nabi SAW melakukan ketika datang putusan dari kaum Nasrani.

Dari kaum Nasrani. Kemudian Nabi SAW... melakukan perdebatan antara beliau dengan ulama-ulama dari kaum Nasrani, kemudian Nabi S.A.W. di akhirnya melakukan mubahalah.

Di mana Nabi S.A.W. katakan, kalau mendapatkan yang benar, maka datangkan anak dan istri kita, kemudian kita saling melaknat sama lain, kalau mana pun dapat yang benar. Namun, itu dilakukan oleh Nabi SAW. Ada pun kita, kita harus berhati-hati. Karena ini masalah yang sangat berbahaya sekali. Apalagi masalah lakmat.

Harus kita pastikan apa yang kita katakan itu benar dan ada dalam Al-Quran ataupun hadis. Bukan masalah-masalah yang ijtihadiyah. Bukan masalah-masalah yang masih ada persilangan pendapat. Karena ini sangat berbahaya sekali.

Ada pun masalah hutang, maka sudah dijelaskan dalam ayat yang paling panjang yang ada dalam Al-Quran, yaitu Al-Baqarah yang tadi disebutkan. Dalam Islam, hutang itu harus ditulis. Harus ditulis.

Karena tulisan inilah yang akan menjadi bukti. Dan tulisan ini harus didatangkan saksi. Harus didatangkan saksi. Apalagi hutang-hutang yang jumlahnya besar. Apalagi hutang-hutang yang jumlahnya besar, maka ini harus ditulis dan juga ada saksinya.

Karena kalau tidak ada saksinya, nanti diperadikan susah untuk membuktikan. Seperti misalnya kuitansi, ini juga termasuk tulisan yang bisa membuktikan hutan. Hanya saja dia tidak bisa memutuskan secara langsung.

Harus juga ditambah dengan saksi. Dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki itu diwakilkan dua orang perempuan. Maka harus dengan saksi dan tulisan. Harus dengan saksi dan tulisan.

Inilah yang Allah SWT tegaskan dalam Al-Quran. Kecuali hutang-hutang yang sedikit. Ya, misalnya dengan teman kita, kita kayak jam 10.000, 20.000 gitu ya.

Kecuali hutang-hutang yang antara kalian ya, artinya sama-sama pedagang gitu ya. Kemudian hutang-hutang yang sedikit, yang kalian putar gitu ya. Kadang-kadang namanya hutang bisa berputar-putar gitu ya. Ada A, hutang ke B, B, hutang ke C, C, hutang ke K. Putar-putar aja gitu-gitu aja gitu ya.

Kan sering kita kadang kayak gitu. Ya 50 ribu, 20 ribu. Ya ini hutang-hutang yang kecil. Maka tidak harus ditulis.

Karena pun orang yang tidak membayar. Kita bisa memaafkan. Tapi kalau hutang-hutang yang jumlahnya besar.

200 ribu, 500 ribu. 1 juta. Maka ini harus ditulis. Dan harus ada saksinya. Harus ada saksinya.

Karena inilah yang akan menjadi. barang bukti ketika di peradilan nah, barangkala satu lagi Ustaz, izin 6, silahkan ini terkait Sebagian orang yang bermudah-mudahan, misalnya mungkin, Sat, si Al meninggal dunia, Sat, ya. Iya.

Ya, tiba-tiba datanglah beberapa orang, misalnya yang nagih hutang, gitu, Sat, ya. Iya. Atau di satu sisi ada juga yang datang, misalnya, di kasus yang lain, istri keduanya, misalnya, Sat, ya. Nah, ketika... Proses tersebut apa yang harus diutamakan?

Apakah memang tetap harus tadi harus menyertakan bukti atau memang harus ada kesaksian? Tentunya kalau dalam masalah peradilan hutang harus dengan bukti dan saksi dua-duanya. Karena apalagi orangnya sudah meninggal.

Kita tidak bisa meminta keterangan dari orang yang meninggal. Maka harus ada bukti dan juga perseksian. Karena ini berkaitan dengan harta warisan ahli waris.

Ketika seorang meninggal, dia meninggalkan harta. Harta ini menjadi harta warisan bagi ahli waris. Maka ini harta mereka.

Ketika ada orang lain yang mengaku atau mendakwa bahwa dia punya hak, si ma'id ini punya hutang, maka pendakwa ini harus mendatangkan buktinya. Mana buktinya? Tidak bisa sembarangan, tidak bisa hanya dengan tuduhan saja. Ini kata Nabi SAW, Kalau setiap orang diberikan sesuai dengan dakwaannya, orang akan berdakwa.

sesuai dengan hatinya. Orang akan menduduh sesuai dengan hatinya. Orang akan mengaku-ngaku dia punya hak atas orang lain.

Makanya Nabi S.A.W. mengatakan al-bayyinatu al-mudda'i yang menggugat dakwaan harus membawa bukti. Kalau dia bilang dia punya utang, mana buktinya? Mana kuitansinya?

Siapa saksinya? Siapa saksinya dan di mana buktinya? Karena ini berkaitan dengan hak warisan. Apalagi yang dituduh tersangkanya sudah meninggal.

Dia tidak bisa memberikan persaksian, dia tidak bisa memberikan sumpah. Artinya kasus ini hanya diputuskan sesuai dengan bukti yang dibawa oleh pendakwa. Berupa tulisan dan saksi.

Saksi dari yang menyaksikan hutang tersebut. Saksi daripada hutang tersebut. Nah, Barakallahualaikum. Tapi karena waktunya sudah habis, kita cukupkan.

Semoga apa yang kita pelajari hari ini bermanfaat.