Intro Konten ini merupakan hasil kerjasama antara TVMU Amadia dengan Pinter Politik Intro Hari ini kita sama-sama belajar untuk menjadi yang terbaik di mata Allah Tidak hanya untuk diri sendiri, tapi untuk kepentingan orang banyak Hidup ini singkat dan hanya satu kali Manfaatkan tidak hanya untuk kepentingan sendiri Allah berserta orang-orang yang peduli InsyaAllah ini akan diriduhi. Ini adalah cuplikan kata-kata Kiai Haji Ahmad Dalan dalam film Sang Pencerah Garapan Sutradara Hanung Bramantio. Kiai Haji Ahmad Dalan adalah salah satu tokoh ulama paling terkemuka di Indonesia. Dijuluki sebagai pembaru dan pencerah, Ahmad Dalan adalah simpul bangkitnya kesadaran bangsa Indonesia melalui pembaruan pendidikan dan pemikiran umat Islam.
Namun perjalanan pembaruan yang dilakukannya tak selalu mudah. Yang mendapatkan berbagai tentangan, pernah dituduh sebagai kiai palsu, hingga mendapatkan ancaman pembunuhan. Lalu seperti apa sejarah toko yang mendirikan Muhammadiyah? Organisasi yang melahirkan sosok-sosok besar seperti Soekarno, Hamka, dan masih banyak lain di kemudian hari ini? Get your coffee and let's get it started!
Kiai Haji Ahmad Dahlan lahir dengan nama kecil Muhammad Darwis pada 1 Agustus 1868 di Kampung Kauman Yogyakarta. Ada pun beberapa sumber lain menyebutnya lahir di Kampung Nitikan Yogyakarta. Ayahnya, Kiai Haji Abu Bakar adalah seorang ulama sekaligus imam besar di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta. Muhammad Darwis merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara.
Menurut silsila, ia merupakan generasi ke-12 dari Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gersik, yang adalah salah satu penyebar agama Islam di Tanah Jawa. Muhammad Darwish sejak kecil telah dididik dalam lingkungan ulama dan akrab dengan pengetahuan tentang agama dan bahasa Arab. Pada tahun 1883, di usia 15 tahun, ia menunaikan ibadah haji lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa Arab. di Mekah selama 5 tahun. Di sinilah, ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaruan dalam dunia Islam, misalnya lewat Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rashid Rida.
Pemikiran para tokoh ini nantinya mempengaruhi dan membentuk pemahamannya tentang Islam yang berkemajuan, serta usahanya untuk memperbarui pemahaman keislaman yang saat itu masih tertinggal. Pada tahun 1888, Darwish kembali dari Arab ke kampungnya di Kauman dan mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan. Ia kemudian diangkat menjadi ketip amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta.
Di usianya yang masih 20-an tahun inilah, ia mulai merintis jalan pembaruan. Salah satu upayanya adalah membetulkan arah kiblat Masjid Agung Yogyakarta yang menurutnya tidak tepat arah dan tidak sesuai perhitungan ilmu falakiyah yang dikuasainya. Usaha ini sempat menimbulkan pertentangan dan penolakan. Bahkan langgar atau musola milik Ahmad Dalan dirusak oleh orang-orang yang tidak suka dengan apa yang ia lakukan.
Pada tahun 1902 hingga 1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya dan dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Mekah. Ahmad Dalan menikah dengan Siti Walidah yang merupakan sepupunya sendiri dan anak dari Kiai Penghulu Haji Fadil. Pernikahannya dengan Nyai Dalan ini melahirkan 6 orang anak, salah satunya adalah Irfan atau Jumhan Dalan yang dikenal karena berdakwah dan menetap di Thailand.
Thailand? Ahmad Dalan juga sempat menikah dengan Nyai Abdullah, Nyai Rum, dan Nyai Aisyah, namun... Pernikahan-pernikahan ini dilakukan untuk alasan syiar agama dan dakwah Pengaruh para pemikir modernis menjadikan Ahmad Dalan memiliki perhatian dan keprihatinan Terhadap situasi umat Islam di Indonesia yang berada di bawah penjajahan dan masih terbelakang Yang memiliki gagasan untuk mendorong kemajuan di kalangan dengan umat Islam. Salah satu strategi yang dilakukannya adalah dengan berdakwah dan mendidik para calon pamung praja yang belajar di Osvia Magelang dan para calon guru yang belajar di Quek School Jetis Yogyakarta. Yang kemudian mengajukan izin kepada pemerintah kolonial untuk mengajar pelajaran agama Islam di kedua sekolah tersebut.
Strategi ini terbukti berhasil. Pemahaman tentang Islam yang maju yang digariskan oleh Ahmad Dahlan dengan segera dikenal dan diterima luas di kalangan para priai dan kelompok terdidik. Dahlan berhasil menanamkan kepada para muridnya bahwa Islam tidaklah identik dengan keterbelakangan.
Bahkan sebaliknya, Islam memuat banyak ajaran yang mendorong untuk maju dan menerima kemajuan. Para priai dan kaum terdidik inilah yang nantinya akan menjadi pengikut utama dan sekaligus pendukung gerakan pembaruan Islam yang dirintis Ahmad Dalan. Pada 18 November 1912, Ahmad Dalan kemudian mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di Nusantara.
Pendirian Muhammadiyah ini mendapatkan penolakan yang besar baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitar. Ahmad Dalan dituduh mendak mendirikan agama baru dan menyalahi ajaran Islam. Ada pula yang menuduhnya Kiai Palsu karena meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen. Bahkan ada pula orang-orang yang mengancam akan membunuhnya.
Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Segera setelah didirikan, Ahmad Dalan mengajukan izin untuk mendapatkan status badan hukum bagi Muhammadiyah kepada pemerintah Hindia Belanda. Permohonan ini baru dikabulkan pada tahun 1914. Namun, izin tersebut membatasi Muhammadiyah hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta saja. Walaupun demikian, hal ini tidak menghalangi kemunculan cabang-cabang Muhammadiyah di berbagai daerah. Ahmad Dalan kemudian menganjurkan agar cabang-cabang Muhammadiyah itu menggunakan nama lain agar tidak menyalahi ketentuan sembari tetap dibina oleh Muhammadiyah.
Gagasan pembaruan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dalan dengan mengadakan tablik ke berbagai kota di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang luar biasa dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari daerah lain berdatangan untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Akhirnya pada tahun 1921, Ahmad Dalan mengajukan permohonan kepada pemerintah India Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan pada 2 September 1921. Pada Oktober 1922, Ahmad Dalan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam Kongres Al-Islam di Cirebon.
Kongres ini diselenggarakan oleh syarikat Islam guna menggalang persatuan umat Islam. Namun, dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad terlibat perdebatan tajam dengan para ulama ortodoks yang menentang gerakan pembaruan yang dibawa Ahmad Dahlan. Di Muhammadiyah sendiri, Ahmad Dahlan menjalankan kepemimpinannya dengan demokratis, yang memberikan kesempatan yang luas kepada anggota Muhammadiyah untuk melakukan evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin. Selama masa kepemimpinan Ahmad Dahlan, Muhammadiyah melakukan 12 kali pertemuan umum Al-Khamenei Farkhadering. untuk permusyawaratan dan pemilihan pemimpin.
Ahmad Dalan wafat pada 23 Februari 1923. Warisan terbesarnya adalah jasanya yang mempelopori kebangkitan Islam serta pembaruan pendidikan. Muhammadiyah yang didirikannya juga berperan besar dalam perjuangan-perjuangan kebangsaan selanjutnya. Mulai dari perjuangan menggapai kemerdekaan hingga di bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial. Banyak tokoh besar juga lahir dari Rahim Muhammadiyah termasuk para pendiri negara seperti Sukarno dan tokoh-tokoh lainnya. Atas jasa-jasanya yang besar, Ahmad Dalan dianugerahi gelar sebagai pahlawan nasional pada tahun 1961. Nah, lalu bagaimana menurut kalian?
Seperti apa sejarah Kiai Haji Ahmad Dalan ini harus dimaknai? Berikan pendapatmu. Terima kasih telah menyaksikan video ini.
Jangan lupa untuk di rumah aja rajin cuci tangan kalian dan patuhi protokol kesehatan. Ini adalah konten hasil kerjasama Pinter Politik dengan TV Muhammadiyah. Jika kalian punya saran atau masukan, jangan lupa untuk tinggalkan di kolom komentar di bawah ini. Jangan lupa juga untuk like, subscribe, dan nyalakan lonceng notifikasi. Serta ikuti terus PinterPolitik.com untuk dapatkan informasi seputar fenomena politik di Indonesia.
Bye!