Terima kasih. Rumah ini telah menjadi saksi lahirnya salah seorang tokoh umat Islam Indonesia tepatnya pada 17 Februari 1908. Dunia telah mengenalnya dengan panggilan Buyaya Hamka. Buyaya adalah panggilan bagi orang Milangkabau yang berasal dari kata abi dalam bahasa Arab. Sementara Hamka merupakan singkatan dari nama panjangnya Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Bagi Indonesia, Buyaya Hamka bukanlah ulama biasa.
Tak kurang dari 130 judul buku yang ia tulis telah menginspirasi jutaan jiwa. Tarian Penabuya Hamka bukan hanya mempengaruhi perkembangan Islam, tapi juga memberi imbas bagi kondisi politik Indonesia. Ya, kita sekarang berada di sebuah kamar, kamar orang tua dari Buyaya Hamka. Ayahnya adalah seorang Dr. Fidin dari Nasir, Honores Causa. Dan Hamka Dr. lahir bernama Abdul Malik.
Selama enam tahun lamanya dia dibina, dibimbing, disayang oleh orang tuanya karena ayahnya ingin, anaknya ingin mengikuti langkahnya sebagai ulama nantinya. Harapan tinggi sang ayah membuat Abdul Malik tunggu menjadi anak yang manja Kemanjaan dan kenakalan Malik kecil semakin menjadi setelah mengalami suatu peristiwa Tapi pada usia 13 tahun orang tuanya berpisah Tentu ada masalah Perpisahan ini membuat Hantaman yang hebat kepada jiwanya. Kalau dulu dia nakal hanya karena manja, sekarang dia betul-betul nakal karena tak suka dengan perpisahan.
Ayahnya begitu dengar anaknya nakal, sebagai seorang ulama besar tentu malu dia. Begitu ketemu, ayahnya yang memendam kemarahan yang dibawa dari panjang-panjang, langsung marah kepada anaknya. Sampai Malik berpikir, ayahku tak sayang lagi padaku. Dia pergi ke tepi danau, dia berpikir mana yang lebih baik, nakal atau jadi ulama.
Karena ayahnya berkata, aku tak pernah bercita-cita kau jadi nakal, aku ingin kau jadi ulama. Di tepi danau lah dia memutuskan, aku mau jadi ulama. Buyalailah Malik meninggalkan kampung halaman, mengikuti pamannya ke tanah Jawa. Tidak ada pendidikan formal yang ia kenyam di sana. Sedikit demi sedikit, Malik menjadi ulama secara otodidak.
Malik yang saat itu sudah 16 tahun, kemana Pak Leknya, Pak Manya pergi dia ikut. Ikut dia mendengarkan tentang uraian politik dan penjajahan Belanda dari HOS Cokroaminoto. Ikut dia belajar agama kepada Kiai Haji Fahruddin, belajar tafsir kepada Kibagus Hadikusumo, dan belajar ilmu kemasyarakatan kepada Suryo Pranoto.
Semuanya ulama, ulama Jawa. Berilmulah anak-anaknya tadi. Matanya keras, tajam, sudah mulai melembut. Hatinya mulai tenang.
Seolah tak pernah puas meregup ilmu, Abdul Malik belajar dari Pulau Jawa, Sumatera, Malik, bahkan hingga ke Tanah Suci Mekah. Ia menunaikan ibadah haji saat berusia 19 tahun. Dua tahun sebelum ibadah haji, Malik menikahi Siti Yahamka binti Endah Sultan.
Mereka pun dikaruniai 10 orang anak. Salah satunya adalah Prof. Alia Hamka, Putri Buyaya Hamka yang melanjutkan peran sang ayah sebagai pengajar. Yahamka itu kan orang otolidak, dia nggak tahu teori-teori sekarang, teori pendidikan, teori apa itu, dia tahunya cuma dari pengalaman, nah yang dihubungkan dengan agama yang dia dapat gitu. dia itu mengarahkan kita akhir-akhirnya itu ke agama gitu. Jadi agama itu jalan terakhir gitu.
Meskipun tidak pernah lulus dari sekolah formal, semangat Abdul Malik untuk menulis sungguh tinggi. Sebagai sastrawan, beberapa karangannya seperti tenggelamnya kapal Dan der Rich hingga di bawah lindungan Kaabah membuat namanya kian populer. Kemampuan ini dimanfaatkan Abdul Malik sebagai senjatanya melawan penjajah.
Buyaya Hamka itu kalau dilihat sampai dibeli gelar pahlawan nasional itu, memang beliau mengangkat senjata. Saya pikir dulu pahlawan-pahlawan nasional itu hanya sekedar... mengangkat senjata, yang lain enggak.
Tapi Buyaya itu multi. Dia sambil berdakwah, sambil memainikan negaranya. Kemudian juga ikut berperang Gerilya, ikut juga menggerakkan pemuda-pemuda di Sumatera Barat untuk menghantam Belanda. Perlahan tapi pasti, Abdul Malik membangun reputasinya sebagai penulis.
Dalam naskah romannya, Abdul Malik sering menyisipkan pesan perjuangan. Sosok Haji dalam Dibawah Lindungan Kaabah digambarkan sebagai pemuda yang memiliki rasa kebangsaan tinggi. Pesan perjuangan lain ia tuangkan ke dalam beberapa majalah.
Bersama kawan-kawannya, dia terbitkan majalah Pedoman Masyarakat. Disitulah karangan tadi bersambung, tapi nama sudah berubah. Haji Abdul Malik nama dia, Karim ayahnya, Amrullah kakeknya, Hamka. Semua orang yang membaca buku itu semuanya tertarik.
Ini cerita bagus sekali, mana Hamka. Banyak yang ingin ketemu sama dia. Selain terkenal sebagai sastrawan, Buyaya Hamka pun tersohor sebagai jurnalis dan politikus.
Hubungan baik terjalin antara Yahamka dan beberapa pemimpin bangsa. Jika adik memakan pinang, makanlah dengan sirih hijau. Jika adik datang ke pinang, jangan lupa singgah ke Maninjau. Demikian sepanggal pantun yang ditulis mantan Presiden Soekarno saat ia mengunjungi tanah kelahiran.
Buyaya Hamka ini. Buyakan hanya keelokan Maninjau yang membuat Soekarno terpukau. Kedalaman pemikiran Buyaya Hamka dan Haji Rasul pun membuat Soekarno mengagumi mereka.
Hubungan yang erat terjalin antara Soekarno dan Hamka. Kemesraan ini tidak berlangsung lama. Tahun 1955, pemilihan umum pertama Soekarno mulai tidak menyukai Amerika.
Di waktu itu komunis nomor dua dalam pemilihan umum. Soekarno akhirnya pergi ke Eropa, Amerika, Soviet, Tiongkok, pulang ke Jakarta. Mengambil kesimpulan hanya orang komunis yang bisa melawan Amerika. Akhirnya didekatinya komunis sehingga istana itu penuh dengan komunis.
Buyaya Hamka marah. Dia datang ke Buyang Karim, kenapa dibiarkan orang-orang yang tidak beragama ini ada di Nusantara. Majalah Panji Masyarakat, Pimpinan Buyaya Hamka sempat diberedak karena memuat tulisan Buyang Harto berjudul Demokrasi Kita yang berisi kritikan tajam atas demokrasi terpimpin Soekarno. Puncak perselisihan Buyaya Hamka dengan Soekarno terjadi saat konfrontasi Malik jatuh tahun 1962. Karena memiliki ikatan cukup erat dengan Malik, Buyaya pun geram dan tak tinggal diam.
Secara aktif ia bercerama di masjid, radio, dan televisi akan bahaya komunis di Indonesia. Buyaya Hamka dan beberapa tokoh masyumi ditangkap. Proses interogasi yang kejam dirasakan oleh Hamka dan tokoh-tokoh anti-komunis lainnya.
Dimasukkan ke kolam air, dikasih listrik sampai sakit. Kalau kita mungkin wafat kita itu, karena listrik melalui air kan keras. Karena sakit dibawalah dia ke rumah sakit Persahabatan Laumangun Jakarta.
Tak lama dia sehat dibawalah dia ke Sukabumi, dipenjarakan di sana selama 2 tahun 4 bulan. Tanpa pengadilan. Dalam masa tahanannya, Hamka menyelesaikan karya ilmiah terbesarnya yang berjudul Tafsir al-Azhar. Nama al-Azhar disematkan oleh Tuyuh Hamka untuk mengingat nama masjid tempat yang biasa bercerama di Jakarta.
Pembangunan Pajar ini berdiri pada tanggal 19 November 1953. Kemudian proses pembangunannya memakan waktu 5 tahun. Mulai dipergunakan pada tahun 1958. Ketika itu salah satu yang berkiprah untuk mentakmirkan masjid ini adalah Buyaya Hamka. Tahun 1965 hingga 1966, kekuatan komunis berangsur-angsur dirumpuhkan dari bumi Indonesia.
Buyaya Hamka dibebaskan dari tahanan pada warsa 1967. Karena merasa kondisi belum cukup aman, Hamka pun hijrah ke Malik. Sekembalinya dari Malik, Hamka mendirikan MUI, Majelis Ulama Indonesia. Melalui MUI, Hamka berusaha menegakkan akidah-akidah Islam di Indonesia.
Hubungan dengan agama-agama lain sangat baik sekali Buyaya Hamka. Sangat mesra sekali. Tahun 1977, Presiden kedua juga membuat Natal bersama.
Buyaya Hamka memanggil semua wartawan, lima agama dengan... Ya Hamka menghadapi wartawan menyatakan bahwa haram orang Islam masuk gereja. Begitu juga sebaliknya. Lihat kami lima agama sudah damai. Kalau ada ini terganggu hubungan antara agama.
Akhirnya keluar disuruh kabar. Rakyat ramai bicara. Bicarakannya. Buyaya itu memang dalam arti kata toleran, bukan berarti toleran kita ikut, tidak. Tetapi ya, kafirun itu agamamu ya agamamu uruslah, agamaku agamaku.
Nah jadi bagaimana kepercayaan Pak Harto waktu itu pada Buyaya itu, sampai Pak Harto bukannya secara resmi enggak, cuman Buyaya itu dianggap sebagai penasehatnya dalam segi agama. Nah, kita kemudian juga mempersatukan. Jadi kalau dengan agama-agama lain itu Buya Yahamka sangat disegani. Tak lama setelah keluarnya fatwa tersebut, Buya Yahamka mengundurkan diri dari MUI.
Karya Buya Yahamka tidak berakhir sampai di situ. Menjelang akhir hayatnya, Buya Yahamka melakukan perjalanan luar negeri terakhirnya. Pada tahun 1981, Buya Yahamka sempat mengadiri konferensi tingkat tinggi Islam dunia di Taif dalam rangka mencoba untuk membuat perdamaian antara Palestine dan Israel.
Ini adalah perjalanan terakhir Buya Yahamka dalam kiprahnya menegakkan agama. Konferensi tingkat tinggi tersebut belum dapat menghasilkan perdamaian yang Hamka cita-citakan. Buyaya Hamka pun kembali ke tanah air. Ia jatuh sakit dan sempat mengalami koma selama sepekan. Menjelang subuh tanggal 22 Ramadhan, hari Jumat, tepatnya 24 Julai 1981, BMK wafat dalam usia 73 tahun.
Keluar di serak kabar, dibaca di Brunei, Sabah, Malik, Singapura, kota besar Indonesia. banyak orang datang ke Jakarta. Rame orang memenuhi Masjid Al-Azhar ke Bayram Baru. Sampai ke jalan-jalan. Salat Jum'ah, mesalakan jenazah, diantarkan ke pemakaman Tanah Kusir, dimakamkan dekat Buyang Harto.
Jauhnya kan 4 kilo. Pemakaman sudah selesai, orang masih jalan dari masjid. Jadi gak bisa dihitung berapa ribu orang yang menjalankan. Istimewa lagi 5 agama tadi. Pergi ke pemakaman, karena Buyaya Hamka itu ketua kerukunan beragama.
Raga Buyaya Hamka memang telah tiada, namun semangatnya masih hidup bersama umur Islam Indonesia, khususnya di Sumatera Barat. Sudah lebih dari 30 tahun, Buyaya Hamka meninggal dunia. Namun semangatnya tetap hidup di tengah umat Islam Nusantara. Di tepi Danau Maninjau, rumah kelahiran Hamka dijadikan museum. Haji Ar-Rashid, kemenakan Hamka, mengabdikan diri menjadi pengurusnya.
Museum ini seakan tak pernah sepi pengunjung dari berbagai penjuru. Kehidupan dan pemikiran Buyaya Hamka begitu menarik untuk dikaji. Buyakan hanya bagi masyarakat Indonesia, tapi juga bagi para akademik dari luar negeri.
Hamka ini, sebagaimana yang kita sedia maklum, dia seorang wartawan, dan juga seorang agamawan, dan juga seorang ahli politik. Banyak bidang yang dia terlibat. Dan kitab-kitabnya, buku-bukunya seperti Tafsir Azhar sentiasa menjadi rujukan kami.
Kami berasa terharu dengan kehidupan Pak Amkar sehingga kami terkesan. Akhirnya kami di Universitas Teknologi Malik menubuhkan sebuah pusat. Kami namakan dia Pusat Penyelidikan Fik Sains dan Teknologi ataupun Center for Fik Research in Science and Teknologi.
dan teknologi di berikutnya. Jadi kami akan mengkaji Quran ini berdasarkan perkembangan sains dan teknologi ini untuk pahedah penyebaran agama Islam. Jejak langkah Hamka tidak hanya dapat terlihat dari museum ini.
Beberapa kilometer dari museum berdiri sebuah pondok pesantren yang berusaha mengabdikan nama ulama karismatik tersebut. Pondok pesantren ini menanamkan nilai-nilai yang Buyaya Hamka wariskan. Mendidik santri-santri Buyaddha menjadi ulama yang berani menegakkan kebenaran-kebenaran Islam. Nilai-nilai yang diterapkan di dalam pendidikan pesantren Buyaya Hamka, yang artinya masih melekat di dalam kepribadian Buyaya, kita tahu bahwa Buyaya Hamka itu adalah pendakwah, penceramah.
Maka anak-anak ini diupayakan menjadi pendakwah. ulama, karena memang dasar dari pendirian pesantren ini adalah untuk membangkit batang terandam. Artinya dahulu selingkaran meninjau ini kita kenal para tokoh-tokoh.
Seperti Bapak Mansur, Ayurthan Mansur, Inyadir, ayah dari Buyaya Hamka. Itu ibaratnya sesuatu yang luar biasa, yang terbenam. Jadi dengan adanya pesantren ini kita harapkan bisa bangkit kembali, kita bisa tumbuh kembali Buyaya Hamka baru. Cita-cita Hamka untuk mendirikan pondok pesantren di Maninjau belum dapat terwujud hingga akhir hayatnya.
Barulah beberapa tahun setelah ia meninggal harapan Hamka tergenapi. Keberadaan Keadaan podok pesan tren ini diwarnai banyak tantangan, salah satunya terjadi pada tahun 2009. Untuk pesantren Hamka Meninjau ini, salah satu terparah mendapat gempa dan lonsor pada tahun 2009. Pada tahun 2009 itu, sore hari, kita sudah mengungsi karena dikhawatirkan lonsor akan terjadi di pesantren ini. Alhamdulillah, anak-anak dan menyelis guru dapat selamat dengan baik.
Saat ini, murid-murid pondok pesantren Prof. Dr. Hamka menimba ilmu di bangunan pengungsian. Walau tidak semegah bangunan pesantren mereka dulu, anak-anak tetap belajar dengan penuh semangat. Salah satunya adalah Afri Dan.
Kegiatan Afri Dan dan teman-temannya sudah dimulai sebelum Adzan Subuh berkomandang. Ini keinginan seperti biar hamka, bahwa kan yang direncanakan seperti pimpinan itu Muhammad Nasir, yaitu di Muhammad Nasir kan bagian dakwah. Selama yang berada di pondok ini, kami kan punya kegiatan setiap bulan puasa itu kami ada syafari Ramadan namanya, setiap masjid itu ceramah, baca Quran. Insya Allah, masjid-masjid yang ada di sekitar Maninjau ini, baik pun di Buyakit Tinggi, insya Allah pernah ceramah. Kalau tidak ceramah, baca Quran, tafiz.
Setiap santri dididik untuk berani berceramah, bukan hanya dalam bahasa Indonesia, tapi juga dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab. Dengan harapan mereka pun dapat menjadi ulama yang berpengaruh di dunia layaknya hamka. Salah satu yang kita kenal Buyaya itu berani.
Kita lihat bagaimana dia itu menentang Orde Lama Pak Soekarno. Jadi itu mesti ditumbuhkan kepada anak-anak kita agar dia berani. Di antaranya yaitu berani menyampaikan yang hak, yang benar.
Jadi salah satunya yang pas yaitu, sesudah itu yang kedua mesti mampu untuk berdakwah, kita kepahami Ibu Yahamka berani terutama untuk menyampaikan yang hak. Apabila anak-anak ini dibina secara mental, kemampuan untuk tampil dan juga kemampuan untuk baca ceramah, arti secara tak langsung ini juga memiliki nilai-nilai buya itu sendiri. Peran Buyaya Hamka dalam perkembangan Islam, politik dan sastra membuatnya memperoleh gelar pahlawan nasional Indonesia.
Kita pernah saat ditanya, apa bagaimana rasanya bapaknya jadi pahlawan nasional? Ya saya bersyukur, tandanya masih diperhitungkan. Tapi kami dari keluarga tidak mengharap yang begitu-begitu, dia sudah pahlawan di mata Tuhan.
Ulama, sastrawan, politikus, begitu banyak peran yang dijalankan Buyaya Hamka. Hingga kini, sosoknya belum terganti. Sosok yang berani dalam ketaatannya. Sosok yang tegas dalam kelembutannya.