pantai utara Jawa. Hidup di sini sudah jamin, sudah jamin kebutuhan saya sehari-hari. Kawasan industri Batang, serta Subang Majalingka.
50 tahun kami, saya khususnya yang tinggal di sini, enggak pernah terhubung. Terjadi banjir seperti itu. Sedang dikembangkan dalam waktu singkat. Dirancang untuk mampu mengundang investasi berkualitas yang bersinergi dengan UMKM kita. Kalau saya merakit mobil, saya nggak bisa.
Saya bisa, ya ini. Saya petani. Yang memberikan nilai tambah signifikan untuk perekonomian nasional, serta menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Jadi ditembak sama aparat itu, nggak ada peringatan.
Ke atas nggak ada langsung. Tapi yang keberikan sih, yang dilirik berarti mereka bisa. Kalau calon-calon.
Banyak sekali, nggak bisa ngitung saya, pulak-balik dibagi evolusi. Semuanya surat cinta dari Polres ini semuanya. Terima kasih. Jadi saya sebagai penggarap ya yang punya tanah ini, empang ini, namanya Pak Haji Topik. Cara membagi pahasilan gitu ya, andai kata.
Jual ikan dapat 3 jutaan dikatakan gitu ya. Jadi ambil dulu bibit misalnya 500 gitu ya. Dipotong dulu tuh, ya si bibit tuh 500 tuh ya.
Jadi setelah itu tinggal 2,5 ya. Jadi ya dibagi dua gitu. Saya untuk sehari-hari ya, sementara hasil udang ya, itu untuk saya pengharap. Andai kata dapat 50 atau 100 tergantung, soalnya enggak pasti lah gitu.
Kadang-kadang hari ini dapat, ya besok mau tahu gitu. Pak dari hasil bubu hari ini kira-kira dapat berapa nih Pak? Ya sehubungan ini air dari lautnya nggak masuk ya, jadi terpaksa nih dapat sedikit nih, kira-kira 8 on lah ini.
Jadi jual paling 1 kilo ini 30 gitu. Minimal itu rata-rata tambah gitu ya. Setahun itu tiga kali, jadi tanamin misalnya bibit bandeng ya itu jangka sampai panen itu sekitar tiga bulan atau empat bulan gitu. Jadi setahun itu tiga kali lah gitu. Jahidi telah 15 tahun menjadi penggarap tambak.
Baru kali ini ia cemas dengan pekerjaannya. Sebab 2,5 hektare tambak yang digarapnya masuk dalam rencana pengembangan kawasan industri utara terpadu. Total ada 400 hektare tambak di kecamatan Kasemen Serang yang akan dialih fungsikan menjadi kawasan industri. Hampir seluruh tambak di sini dikelola oleh para penggarap dengan sistem bagi hasil atau sewa. Karena bukan pemilik lahan, penggarap seperti Jahidi hanya bisa pasrah dengan rencana alifungsi lahan.
Ya saya sebagai orang kecil ya, itu kan ya biasa aja lah, ya kalau aneka. Kita ini dijual sama yang punya ya, saya kan sebagai penggarap ya, ya habis bagaimana gitu ya. Ya misalnya kalau ada saya punya modal ya jualan ke apa gitu. Selain kecamatan Kasemen, ada juga seribu hektare lahan pertanian kering di kecamatan Walantaka yang akan dialih fungsikan menjadi zona industri dan kawasan pendukung seperti perumahan.
Jika warga Kasemen dan Walantaka Serang mulai berhadapan dengan ekspansi industri, warga Indramayu telah lebih dulu merasakan kerasnya kompetisi perubutan ruang hidup. Sawin seorang buruh tani yang tak memiliki lahan. Lahan garapannya berada tak jauh dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU 1 Indramayu.
PLTU yang beroperasi sejak tahun 2011 ini merupakan salah satu obyek vital nasional. Sumber energinya didapat dari batubara yang dikenal sebagai energi kotor. Anugerah ini merupakan penghargaan bagi dunia usaha yang menunjukkan kinerja luar biasa. Tahun 2019, PLTU Indramayu memperoleh penghargaan proper hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup. Pergaan proper adalah penilaian peringkat kerja perusahaan dalam hal pengelolaan lingkungan hidup.
Tugas kita adalah menanam. Supaya generasi anak dan cucu kita nanti bisa memetik buah yang baik, jangan sampai menuai badai dari upaya berburu keuntungan semata-mata jangka pendek yang kita rebut dari tangan mereka. Tak perlu menunggu satu atau dua generasi ke depan. Sawin telah menuai apa yang oleh Wakil Presiden disebut sebagai badai. Itu penyebaran masalah dampak dari PLTU 1. Debunya itu menyebar ke sawah.
Sejaknya berdiri PLTU 1 aja, merosotan masalah di bidang pertanian itu, padi. Maupun kacang panjang, maupun bawang, itu susah sekali dikelola. Kalau padi itu secara drastis turunnya itu sekitar 2 ton dari minimal 6 ton yang berbau.
Berbau itu biasanya 6 ton kena. Sekarang itu nggak bisa 6 ton. Kalau masalah kacang kuning itu, dampaknya itu gara-gara ada JPU1.
Kenapa? Karena ya pencemaran masalah dampak, debu, itu jatuhnya ke tanaman. Akhirnya begini hasilnya para kuning. PLTU Indramayu berbatasan langsung dengan pesisir pantai utara Jawa. Warga yang menggantungkan hidup dari laut pun terkena dampak dari beroperasinya PLTU.
Visi saya sehari-harinya mencari udang rebun di pinggir batai. Nanti ini dibikin terasi, terus dijual ke masyarakat atau ke pengepul-pengepul. Sebelumnya sehari-hari itu bisa berapa ya 50 kg atau 60 kg. Sekarang sebelum ada peltau satu. Tapi setelah ada peltau satu paling 15 kg, paling banyak 20 kg.
Kualitasnya biasanya merah, rebun ini merah. Bagus namanya rebun jemret jeruk. Tapi sekarang kualitasnya kurang, kurang merah. Kecemasan warga Indramayu bertambah saat muncul rencana pembangunan PLTU-2 di tahun 2015. Dengan kapasitas 2x1000 MW, PLTU-2 Indramayu adalah bagian dari program penyediaan energi nasional 35.000 MW yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi. Di sepanjang jalur Pantura, setidaknya terdapat 70 kawasan industri potensial.
Sebagai di lirik investor asing, pemerintah berupaya melengkapi infrastruktur termasuk pasokan listrik. Tapi warga punya sikap berbeda. Mereka menolak kehadiran PLTU II Indramayu.
Sadar yang dihadapi mereka adalah negara, warga menyatukan diri. Maret 2015, warga membangun sebuah organisasi, Jaringan Tanpa Asap Batubara Indramayu atau Jatayu. Pelaut-pelaut kecil yang ada di sini juga itu kan terhalang.
Jelas, lahannya juga dirampas. Selain melakukan aksi penolakan, tahun 2017 Jatayu menggugat izin lingkungan PLTU 2 Indramayu. 6 Desember 2017, warga memenangkan gugatan tersebut.
Dengan dimenangkannya di PT UN sudah jelas, berarti warga ini pergerakan warga adanya penolakan, adanya protes terhadap kebijakan juga, berarti kan ada di jalur yang benar. Warga merayakan kemenangan dengan memasang bendera merah putih di lahan desa, 150 meter dari PLTU 1. Keesokan harinya, desa digegerkan dengan temuan bendera dalam posisi terbalik. Untuk kejadian, Pada kejadian itu, tiga orang warga ditangkap polisi. Salah satunya adalah Sawin.
Waktu saya dibawa, posisi saya di sini. Saya di tengah istri saya, di samping sebelah barat cucu saya. Nah terus dia gantar-gantar pintu Assalamualaikum Assalamualaikum salam, saya buka pintu Ternyata dia aparat Dari booster Tak pun apa saya gak tau Dia orang 5, membawa laras panjang lalu saya bilang ada masalah apa pak?
masalah bendera nah begitu masalah bendera kok bisa diselesaikan disini pak? di kelurahan? gak bisa langsung ke kantor oke pak siap saya ikutin mohon bapak sebentar dulu pak saya mau pakai celana bilang diaudah gak usah ya namanya masyarakat Semuanya itu tidak tahu soal hukum, apalagi berbicara soal pasal.
Jadi ya, mau bilang apa? Kalau memang sudah dituding janggitnya kita bersalah, ya paling kita hanya minta permohonan saja. Bagaimana agar diberi keringanan. Akhirnya terjadilah mendapat kurungan 6 bulan 3 hari.
Di antaranya Saudara Sawin, Saudara Sukma, dan Saudara Nanto. Dalam pembangunan industri, suara warga seperti Sawin bukan hanya diabaikan. Warga yang menolak dengan mudah akan dipidanakan. Bagi industri, potensi ekonomi lebih banyak dibicarakan dibanding potensi bencana. Ironisnya, bencana yang kemudian muncul akibat operasional industri terlanjur dianggap lazim di Indonesia.
Saudara kilang minyak milik Pertamina RU6 Balongan di Indramayu, Jawa Barat meledak dan juga terbakar pada Senin ini hari. Hingga pukul 12 siang, sisa kobaran api masih menyala dengan kepulan asap pekat membumbung tinggi di area 4.3. Pada level yang sifatnya close up atau close close up gitu, kita lihat geritanya ya, paru-paru hitam, kekerasan terbuka sistematis.
Intimidasi, kriminalisasi, bagian menolak proyek, dan sebagainya. Jadi itu adalah bagian hidup sehari-hari yang tidak pernah bahkan dipotret sebagai bencana yang harus dimitigasi. Jadi dia tidak masuk di dalam definisi bencana, di dalam cakap bencana yang dominan.
Padahal ini bencana menerus dan bencana bertuan. Ada tuannya ini, bukan tak bertuan. Kata kunci yang mungkin lebih menarik untuk kita bicarakan adalah industri bencana.
Jadi itu akan jauh lebih luas. Kenapa? Ini bukan hanya gurauan atau kenakalan berpikir. Tapi hari ini, tuturan dominan, sistem dan praktek bertutur tentang bencana, itu spotlight-nya terlalu sempit.
Apa yang kita potret di pantai utara itu bencana yang berjalan terus, jadi dia berkelanjutan bencananya. Tidak linier dan statis, jadi ada ketidakstabilan yang makin lama makin besar, eksponensial bahkan. Yang namanya pemerintah itu kadang-kadang kalau menurut secara logika tidak ada Pak mau menjurumuskan masyarakatnya.
Tapi dalam keadaan tengok sesuatu begini ya memang sangat menyedihkan Pak ya. Dulunya tanaman segitu suburnya kok bisa kayak gini ya Pak ya. Itu akibat dampak-dampak asap batubara ya Pak.
Tapi memang betul Pak, Pak Rasim. Asap batubara itu memang mengandung racun. Kisah perebutan ruang hidup juga terjadi di Cirebon, Jawa Barat.
Tak kurang dari 2.000 hektare disiapkan bagi pengembangan kawasan industri terpadu Cirebon. Warga Losari yang turun-temurun menggantungkan hidupnya dari laut, tambak, dan pertanian, kini tengah terancam kehadiran industri. Pekerjaan saya petani tambak.
Kalau tambaknya itu saya tanamin buat bandung, kerang. Ya seperti itu hasilnya lumayan. Buat nafkahin keluarga ya cukup lah.
Itu kerang kalau yang 2 ton hampir 5 ton itu ya bisa lah buat beli. Apa itu namanya motor, beli motor dua. Nilainya kalau misalnya yang kerangkan satu kilonya 10 ribu, berarti kan satu tonnya itu 10 juta.
Kalau tiga ton kan berarti 30 juta. Itu yang tanamnya, bibitnya, modalnya itu berapa? 8 juta. Hasilnya itu ya segitu. Dalam setahun, tambak milik Mukarom dapat dipanen 3 hingga 4 kali.
Jika beruntung, sekali panen Mukarom bisa mendapatkan uang hingga 40 juta rupiah. Hidup di sini sudah jamin, sudah jamin kebutuhan saya sehari-hari. Jadi kalau ada industri kan belum tentu, belum tentu ada pekerjaan saya. Untuk kebutuhan sehari-hari, Mukarom mengandalkan hasil laut.
Dengan memasang jaring di jalur air sekitar tambak, ia bisa mendapatkan udang pemberian dari alam. Kalau udang itu alami dari laut, saya enggak nanpin udang. Alami dari laut.
Kalau dijualnya tergantung udangnya, yang kecil ada yang 10 ribu, ada yang 15 ribu, ada yang 50 ribu, ada yang 70 ribu. Tapi dua tahun belakangan, para petambak seperti Mukarom dilanda kegalauan. Pasalnya 300 hektare lahan di kecamatan Losari akan jadi bagian dari kawasan industri terpadu Cirebon.
Tiga hektare tambak milik Mukarom masuk dalam kawasan tersebut. Proses pembebasan lahan berjalan. Spekulan dan calot tanah mulai berkeliaran.
Mukarom berulang kali dibujuk agar mau menjual lahannya. Dengan harga Rp25.000 per meter, ia akan mendapatkan uang setidaknya Rp750 juta dari 3 hektare lahan miliknya. Menurut saya, kalau uang segitu belum tentu saya dapatin tampak segini lagi kalau beli.
Belum dapat. Belum dapat. Dan yang saya takutkan itu kalau ada industri di sini, keluarga saya itu mau kerja apa?
Kalau sesudah saya nggak ada misalnya, kalau saya yang sudah nggak ada itu, mau bekerja apa? Istri saya, anak saya. Keluarga-keluarga saya yang belum ada kerjaannya. Kisah berbeda di alami Markumah. Berulang kali ia mendapat ancaman.
Ia terpaksa menerima 60 juta rupiah sebagai uang muka penjualan 4 hektare tambak miliknya. Orang tua, tapi yang keberi ben sih ya Bu, yang dilirik berhubungan dengan perangkap desa, atau calon-calonnya, miskapan orang di DP ini penduruk sama beko, nggak dibayari gitu. Jadi saya khawatir nggak dapat uang, nggak dapat DP, padudurugi, katanya nggak sama Bu. Kehadiran industri membuat warga seperti Markumah dan Mukarom tercerabut dari akar kehidupannya. Bagi mereka, menjual lahan berarti kehilangan pekerjaan.
Lebih jauh lagi, membuat mereka akan kehilangan masa depan. Kenapa kita buka kawasan industri di Batang ini? Satu saja jawabannya, kita ingin membuka lapangan kerja yang sebanyak-banyaknya. Cipta lapangan kerja, itu yang kita tuju ke situ.
Yang kedua, urusan pembebasan tanah yang ini selalu menjadi masalah kita. Tadi saya bertanya kepada beberapa investor, sudah ada tanah misalnya di Serang, di Bekasi, enggak ada masalah, enggak ada masalah. Oke, silakan dilanjutkan. Tapi yang ada masalah, kita akan backup, bantu agar masalah itu bisa diselesaikan.
KITB, Kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa Tengah. Inilah kawasan industri yang oleh Presiden Jokowi disebut sebagai super koridor ekonomi pantai utara Jawa. Tak seperti proyek pembangunan lainnya, di sini tak ada masalah dengan pembebasan lahan. Sebab 4.300 hektare areal yang dialih fungsikan ada di bawah penguasaan BUMN. Ini master plan yang dikasih dari pihak PP waktu itu ditunjukkan kepada saya khususnya master plan yang mana untuk pembangunan proyek KITB ini yang begitu luasnya, begitu megahnya, keluasannya berapa hektare ya?
450 hektare, fase pertama. Intro Terima kasih. Mulai tengah tahun 2020, pembangunan KITB dikebut. Targetnya rampung pada tahun 2024. Dengan harapan, Indonesia akan kebanjiran investasi baru. Tapi sebelum banjir investasi ada, inilah banjir yang dialami warga.
Dan terus turun ke sini karena kondisi waktu itu tanah baru, maka air yang begitu deras membawa dengan lumpur-lumpur sekali. Lumpur semua dibawa ke sini semua, sampai yang sebelah barat itu masuk terus. ke rumah-rumah warga yang disini tertahan oleh rel kereta api ini.
Bagi kami, warga kami selama ini enggak pernah terjadi gitu ya. Puluhan tahun, 50 tahun kami, saya khususnya yang tinggal disini, enggak pernah terjadi banjir seperti itu. Jadi banjir sampai masuk 20 cm itu sangat-sangat hebat bagi kami.
Pembukaan industri selalu beralasan demi penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan. Ironisnya, warga produktif seperti nelayan di Batang justru terancam kehilangan pekerjaannya. Ya, kalau efek dari pembangunan itu kekawatan kami itu ya kayaknya kok yang pengalaman seperti kota-kota lain itu mungkin, mungkin kok yang kami khawatirkan itu libah.
Libah dari misalnya pabrik 1, 2, 3. tiga atau berapa gitu ya. Nah, limbah ini pasti pembuangannya akan sampai ke laut. Kalau sampai ke laut, otomatis akan merusak habitat laut.
Walaupun saya bukan nelayan, karena sebelah sana, sebelah Desa sana sini semua nelayan, banyak nelayan. Ini yang menjadi kekhawatiran kami. Di samping kerusakan habitat, otomatis hasil tangkapan para nelayan pasti akan mengalami perubahan. Itu yang kami khawatirkan.
Nah, yang kita lihat di Jawa termasuk di pantai utara Jawa adalah satu proses industrialisasi yang sudah mendekati atau bahkan sudah melampaui daya dukung Jawa itu sendiri. Coba bayangkan Jawa itu kan luas areanya hanya 6,7% dari total wilayah Indonesia. 6,7%. Tapi kegiatan ekonominya menyumbang 58%.
Jadi Jawa ini sudah terlalu diperpaksakan, dalam tanda petik diperkosa terus untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan daya dukung alam serta perimbangan antar pulau. Jadi bukan industri-nya yang disalahkan. Tapi bagaimana mengembangkan industri yang patuh, tunduk, dan taat pada prinsip triple bottom line itu, jadi bisnis atau industri, people, orangnya, dan lingkungan, environment.
Nah itu harus tetap dijaga prinsip dasarnya. Narasi tentang industri yang membuka lapangan pekerjaan dan menjanjikan kesejahteraan beredar luas. Reza adalah salah seorang yang meyakini itu.
Ia berasal dari Tegal, Jawa Tengah. Keluarganya adalah petani gurem yang selalu kesulitan modal untuk bertani. Melihat situasi itu, ia berharap bisa membantu orang tuanya.
Dan pilihannya adalah merantau ke kota untuk bekerja menjadi buruh. Melihat keadaan di rumah hanya mengandalkan petani kan hanya cukup untuk makan. Untuk kebutuhan-kebutuhan lain, untuk beli pupuk, buat adik sekolah, itu mau ambil duit dari mana. Makanya, coba kan karena banyak kawan-kawan yang pergi ke Jakarta, katanya mungkin ada kesuksesan di Jakarta. Tapi kesuksesan yang dibayangkan Reza ternyata jauh dari kenyataan.
Upahnya menjadi buruh hanya cukup untuk ongkos bertahan hidup. Upah yang saya terima untuk sekarang, untuk kerja di pabrik, perharinya itu Rp135.000. masuk puluh.
Kalau kita masuknya setengah hari ya kita dibayar Rp90.000. Udah, gak ada lagi. Ya kalau sakit ya kita gak dapat apa-apa. Kalau kita gak kerja ya gak dibayar. Karena kita kerja sebagai guru harian.
Ya, kalau melihat dari janji-janji untuk buka lapan kerja dengan upah murah, saya sendiri malamin upahnya ini bukan upah murah lagi, ini saya disini itu perbudakan, perbudakan modern dengan mata senamakan, ya memang janji saya dapat pekerjaan tapi hanya berhasil untuk makan saja, bahkan kurang untuk saya sendiri, gak ada masa depan saya untuk namanya tuh sama sekali ya ada Apakah betul kemudian ekspansi modal yang masuk ke Indonesia dan kemudian terjadi ekspansi di berbagai macam daerah itu akan terjadi perbaikan tentang kesejahteraan, tentang pekerjaan yang layak? Bagi kami melihatnya itu tidak. Tidak, tidak terjadi perbaikan tentang persoalan kesejahteraan, perbaikan tentang kepastian kerja.
Yang ada adalah seolah membuka lapangan pekerjaan, tapi praktek perbudakan perampasan terhadap hak-hak rakyat itu dibiarkan. Kita bisa lihat prakteknya. hanya selama ini kasus-kasus yang terjadi di kota-kota dan di daerah bahkan sampai tingkat nasional pun itu sudah jelas melakukan pelanggaran terhadap hukum. Tapi tidak ada satupun pengusaha yang diberikan epek jera, punishment ataupun terhadap pelanggaran itu.
Yang ada adalah biasanya buru jadi diputar balik. Buru yang menuntut kemudian di PHK semena-mena, terus kemudian bahkan dikriminalisasi, hukum pun juga tidak berpihak kepada orang yang lemah, yang ada adalah bagaimana menyelamatkan hanya kepentingan 1% orang yang ada di Indonesia. Di banyak tempat ekspansi industri merubah pola hidup warga. Desa Sumur Geneng Tuban, Jawa Timur. Setelah sempat bermasalah, warga akhirnya menerima uang ganti rugi dari proyek hilang minyak PT Pertamina Rosneft Tuban.
Video milik warga ini sempat viral di sosial media. Setelah menerima ganti rugi, puluhan warga desa secara bersamaan membeli mobil baru. Beli mobil ini tujuannya untuk apa?
Tujuannya untuk biar tetangga pada punya, saya juga ingin punya gitu. Selain mobil, ada juga warga yang membeli lahan pengganti. Namun dengan luas yang makin mengecil.
Beberapa menyimpan uangnya dalam bentuk deposito. Tak sedikit pula yang membuka usaha lain di luar pertanian. Sesuatu yang jauh dari kehidupan mereka sebelumnya.
Banyuwangi, kota di ujung timur pulau Jawa ini terkenal dengan kemudahan izin berinvestasi. Dari ujung utara hingga selatan Banyuwangi, kisah perebutan ruang hidup sangat mudah dicumpai. Di kecamatan Wongsorjo, Kabupaten Banyuwangi. Konflik bermula ketika tahun 1980, pemerintah menerbitkan hak guna usaha atau HGU untuk PT Wongsorjo. Perusahaan mengantungi izin mengelola lahan seluas 603 hektare.
Untuk mendapat persetujuan warga yang telah mengelola tanah secara turun-temurun, modusnya adalah pengurusan sertifikan. Saat itu warga berbondong-bondong memberikan tanda tangan atau cap cempol sebagai tanda persetujuan. Masyarakat disini karena waktu itu kan masih awam ya, terlalu awam.
Akhirnya ya karena sudah dimingi-mingi mau dikasih sertifikat, akhirnya masyarakat banyak yang cap jempol, tanda tangan. Tapi tidak semua sih, tidak semua cap jempol atau tanda tangan. Tapi otomatis data yang keluar hari ini itu semua masyarakat cap jempol.
Bahkan dari almarhum orang tua saya, bapak mertua itu mengatakan tidak pernah cap jempol. Tapi ternyata cap jempolnya itu ada. Jadi dipalsukan mereka.
Nah ternyata setelah cap jempol itu terjadi, akhirnya ditanami kapu, pohon randu. Taman ini pohon randu akhirnya masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa, akhirnya banyak yang pergi. Pasca reformasi, warga melakukan reclaiming dan berhasil mengelola 230 hektare.
Tapi persoalan belum selesai, sebab warga tak memiliki sertifikat hak milik. Tahun 2012, HGU perusahaan seharusnya berakhir. Tapi pemerintah justru memberikan hak guna bangunan atau HGB kepada PT Wongsorjo. Alasannya bahwa kawasan tersebut akan dibangun menjadi kawasan industri terpadu.
Dan persoalan ini tak kunjung usai. Itu mencakup ada pergudangan juga mas, ada mal, ada lapangan golf juga, ada perumahan elit, bahkan ada semacam pengolahan. Tambang emas itu dulu, itu rencananya akan ada itu juga, pabriknya. Petani, ya kalau mereka tetap ngotot, otomatis petani terancam kehilangan mata penjahadian mereka.
Jadi tanah yang memang menjadi tumbuhan hidup kita ya. akan terus terancam. Kita juga berharap negara hadir, negara betul-betul bijaksana, arif. Sesuai dengan ini, perbas 86 presiden itu sebenarnya mendorong untuk percepatan penyelesaian.
Namun sampai detik ini juga tidak ada penyelesaian. Rencana pembangunan kawasan industri terpadu Wongsorejo serta infrastrukturnya makin nyata. Ruang hidup petani makin terdesak. Ini dia, ini adalah patok jalan tol yang sebelah timurnya.
Atas timurnya terus ke sana, ada beberapa batas, ada sekitar jarak 20 meter satu. 20 meter satu batasnya kalau respon warga sih tergantung kebijakan pemerintah nantinya kalau memang itu ada ganti rugi yang sesuai banyak masalah karena mereka juga tidak memahami bagaimana nanti ada dampaknya dari jalan tol itu otomatis kan jalan kecil-kecil yang berseberangan dengan jalan tol itu akan mati kalau ketakutan ini manusiawi ya, ada rasa takut tapi kita mau kemana? kita mau tempat kita di sini kita mau lari kemana? kita tempat kita di sini Pertanyaannya, kalau di kota Banyuang ini saya numpang sama siapa? Bisa nggak saya numpang di rumahnya bupati?
Termasuk ngasih kerjaan kita. Sesuai dengan profesi kita. Kalau saya merakit mobil, saya nggak bisa. Saya bisa, ya ini.
Saya petani dan saya akan mencoba untuk jadi. Dan itu saya bangga. Karena lewat petani saya juga minimal selain ini juga untuk nafkah saya, saya juga menghidupi orang lain.
Menghidupi bangsa ini. Di banyak lokasi, perebutan lahan adalah konflik panjang yang tak pernah berakhir. Di Desa Pakal, Kecamatan Licin, Banyuwangi, Jawa Timur, warga telah mengelola lahan secara turun-temurun. Persoalan muncul saat perusahaan perkebunan PT Bumisari melakukan klaim terhadap lahan warga pakel. Itu yang lebih berhak.
Kita khawatir. Persoalan makin rumit ketika tahun 1985, pemerintah menerbitkan hak guna usaha atau HGU bagi PT Bumisari. Wilayah kelolanya seluas 1.190 hektare berada di desa Bayu, kecamatan Songgon, Banyuwangi.
Tapi perusahaan mengklaim HGU yang mereka kantungi mencakup hingga ke wilayah desa Pakel. Tahun 1999, pasca langsirnya Soeharto, warga melakukan aksi pendudukan lahan atau reclaiming. Aksi dihadapi aparat dengan penangkapan, kekerasan, hingga penembakan. Jadi ditembak sama aparat, tidak ada peringatan ke atas, tidak ada langsung, perang secara perang. Tidak ada peringatan.
Di paha ini saya, satu, dinaikkan ke truk, enggak apa-apa pak, nanti sore pulang, cuma sebentar katanya gitu. Tapi setiap orang turun itu di... apa namanya? Bukan dipukul, digejroh gitu.
Gini, senjata itu, pelopornya tembak itu. Ini kan sama jitok ini, digejroh gitu. Setiap turun orang itu. Habis turun semua, orang itu disuruh silah gitu, siloh gitu ya, diplasteran.
Panas, dijemur orang itu, ditendangin paha-pahanya orang ini. Tahu ke saya kalau kena tembak itu tahu. Ini yang pakai sarung, ini kepalanya demo ini, kena tembak, tendang.
Habis itu, habis dijemur, habis disia-sia lah ya, disuruh berdiri. Semending apa Pak? Semending.
Semakin tembak, tangan dikawal begini. Itu gelar, berimop itu ngantemi orang. Waktu itu dihantami, diajar. Terus kuping itu dikenakan, perak.
Kuping itu dihantami. Gelar terus. Orang dihantami, orang singkepi, singban, kepion, serual. Buntut dari peristiwa tersebut, hampir seluruh laki-laki dewasa meninggalkan desa. Ini terpaksa mereka lakukan, guna menghindari penangkapan secara sewenang-wenang.
Zaman itu setiap ada orang, orang manapun mesti dinaikin ke truk, langsung dibuang ke polres. Rumah saya aja malam itu digedor-gedor, ditendang, sampai banyak yang rusak. Jadi semua laki-laki nggak ada.
Kayak PKI lah dulu itu. Jadi warga itu tidurnya di kebun-kebun, di tebing-tebing. Warga itu, setelah itu ada yang ngungsi, melarikan diri, yang cari kerjaan di tempat lain, di Bali, ada yang ke Madura, seperti itu. Hai nih surat panggilan dari kepolisian ini semua ini saya nggak bisa nyebutin karena terlalu banyak ini yang dipanggilkan panggilan dari polisi semuanya surat cinta dari Polres ini semuanya ini rata-rata isi suratnya penyerobotan lahan hai hai Kelompok perempuan bertahan hidup dengan berbagai cara.
Anak-anak putus sekolah sebab orang tua tak mampu membiayai. Ya perasaan saya ini kayaknya nggak bisa menapkai anak gitu. Kerja apa saja, saya itu mau kerja diajak orang tani itu yang saya tidak bisa soalnya anak saya masih kecil, mau dititipin sama siapa gitu. Terus saya sehari-harinya itu tergantung sama orang tua makan singkong.
Di tahun-tahun berikutnya, warga terus melakukan reclaiming dan memanfaatkannya menjadi lahan produktif. Di area berhutani yang kejadian 98-99, ya di sini ini areanya, yang banyak makan korban saat itu ya. Menghadapi aksi warga, pihak perusahaan pun tak pernah berhenti melakukan intimidasi.
Ya sekitar, tinggal sisa-sisa. Kenapa dirusak? Siapa yang rusak? Saya tidak bisa, apa namanya, tidak ambil kesimpulan.
Ya mungkin pihak perkebunan. Kenapa kok pihak perkebunan mau ngerusak pondok yang Jerman buat? Karena mungkin mereka takut lahan ini dikelola sama saya mungkin.
Karena caranya ini setelah pondok mau diinepin dan mau digarap. Apa di sini lahan milik perkebunan? Kalau lihat dari data-data, bukan.
Masalahnya letaknya, HGU-nya tidak terletak di pakil, menurut keterangan BPN. Tanaman yang ditanam apa saja, Pak? Pisang.
Banyak, Pak? Ya, lumayan banyak. Sekarang tanamannya dirusak?
Kalau pisang saya yang dirusak cuma satu pohon, yang parah ya pondok ini. Di Jangga tiap malam ada yang piket, keliling, karena perusahaan itu sering merusak tanaman warga. Baik tanaman, maupun pondok itu sering dirusak. Jadi warga sekarang meningkatkan penjagaan, gimana supaya tanaman-tanaman mereka itu lebih aman.
Gunung Tumpang Pitu di Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi. Awalnya berstatus hutan lindung. Tahun 2013, pemerintah mengubah statusnya menjadi hutan produksi.
Sejak itu, PT BSI mulai melakukan kegiatan operasi pertambangan emas. Sama seperti di lokasi lain, warga yang menolak tambang dikutuk. Nggak ada diadakan-adakan supaya saya bisa terjerat.
Contohnya memasukkan tanpa izin. Kalau sama-sama memasukkan tanpa izin, perusahaan itu masuk kemana-mana tanpa izin ke warga juga. Nggak ada yang laporin.
Jauh sebelum tambang ada, secara turun-temurun, warga mengandalkan hidup dari pertanian. Ya alhamdulillah bisa nyukupi, bisa nyukupi anak, ke TK, saya kan udah mau lulus ini. Ya pokoknya kebutuhan sehari-hari bisa cukup lah gitu. Kita udah syukuri.
Nah justru dari itu, kita hidupnya bukan dari tambang, hidupnya dari pertanian. Alih-alih mensejahterakan, kehadiran pertambangan malah mengacaukan kehidupan produktif warga. Ya ini udah ada 2 tahun ini semua warga itu udah merasa kekurangan air apalagi musim kemarau.
Ini musim penghujan aja debit airnya udah gitu. Biasanya kalau waktu dulu normal, sebelum ada penggalian tambang itu, ini dari tanah jarak sekitar 1 meter ke bawah itu sudah dapat air. Nyampe lah kita gayung pakai tangan itu, nyampe.
Tapi sekarang musim penghujan saja nggak bisa naik sampai seperti itu. Intro Inilah akibat lain yang dirasakan warga. Banjir besar seperti ini terjadi di tahun 2016. Padahal sebelum perusahaan tambang masuk, tak sekalipun desa sumber agung pernah kebanjiran. Intro 300 hektare tanaman jagung milik warga yang siap panen rusak. Warga juga khawatir banjir turut membawa bahan berbahaya dan beracun dari pertambangan.
Sebenarnya, kena air, romboh kena material itu. Jepangnya kan tinggi itu. Tanggul tinggi. Jadi, kebawah ke rombohan material batu-batu. Itu rambut ya?
Iya, batu begini ada ikut ke bawah. Ini batu-batu. Ini kan batu semua ya. material dari tumpukan material yang di sana nih. Itu semua yang di sana.
Itu sana ini. Tak hanya petani, nelayan tradisional pun merasakan dampak keberadaan tambang emas. Dibandingkan dengan dulu, kita operasinya dulu waktu belum kehadiran tambang di Sumberagung ini, satu, kita ke laut waktunya juga singkat. bahan bakar yang sedikit artinya enggak sampai 20 liter 10 15 10 liter itu sudah kita mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal itu tapi kalau sekarang mah jangan kan dihitung kesana hitung hitungan harus lebih tinggi lagi artinya kalau dulu bawa 15 juringi 15 liter sudah kita mendapatkan tangkapan yang masih maka sekarang 23 kali lipat bisa hai hai Tumpang pitunya ini Ini udah rusak, udah bukan tumpang pitus Sudah tumpang satu Jadi yang berbukit-bukit itu tujuh Itu udah gak ada Bahkan ini yang paling utara nih Paling tinggi sekali Termasuk di belakang belakang saya ini kawasan konsesi Mas konses ini ptbc berdekat goprogol ini di belakangnya bahkan informasi yang paling banyak juga paling besar ini masin Sebetulnya masyarakat pancer itu tidak mengharap untuk berkerja di tambang Kenapa begitu?
Kalau dibandingkan dengan pendapatan di laut jauh lebih besar di laut daripada di daerah di tambang Izin usaha pertambangan PT BSI masih berlaku hingga tahun 2030. Pertarungan dan konflik masih akan terus terjadi. Jelas bahwa tumpuan dari metabolisme sosial rakyat Indonesia yaitu adanya. Apa namanya, kemampuan untuk bertahan hidup dengan produksi skala kecil, keluarga, jadi unit-unit subsistensi dasar itu, itu yang dirusak.
Di dalam cerita itu, nomor satu yang dikorbankan adalah kemampuan, bukan dalam produksi beras, jagung, dan sebagainya, tetapi kemampuan kolektif untuk mengurus satu wilayah yang bisa menghidupkan. Bisa kita sebut secara pendek ruang-ruang hidup itu yang ditumpangi dengan kegiatan yang intinya adalah merusak dan menghapus, merampas semua yang sebetulnya bisa menghidupi. Dan ingat pesan Bung Karno, jangan sekali-kali kita menggunakan lahan yang subur untuk industri dan pembangunan kota baru. Itu wanti-wanti Bung Karno.
Karena industri... Cukup punya lahan yang tandus. Jadi yang tidak bisa dipakai buat pertanian, industri bisa pakai.
Jadi pakailah lahan tandus, jangan lahan subur. Dan di pantai utara itu tergolong subur. Dan menjadi mata pencarian sebagian besar penduduk di sana.
Ketamakan inilah yang menyebabkan industri jadi seperti ini. Kalau kita bicara capek, sebetulnya capek lah begitu. Tapi kalau kita mengikuti dengan hawa seperti itu, ya kita sama dengan...
Menyerahkan parang ke pembunuh, tetap saya menentang, tetap melawan dengan jalan apapun. Tidak penting-pentingnya saya berjuang. Kalau dari hati itu sebenarnya ya, sampai itu.
Pergi dari sini lah, bukan hanya dari saya, dari semua warga di sini, minta-minta seperti itu, tapi kan nggak berani. Nggak berani, bahkan sekarang kalau yang ada undang-undang yang baru, tahun ini bus dulu itu apa, undang-undang cipta kerja. Nah ini bikin orang repot, ngomong sedikit salah. Orang menghalalangi, katanya orang protes melalui pertambangan, tapi menghalalangi kegiatan pertambangan dibidanakan. Pilihan kegiatan ekonomi dan peradaban lain di luar industrialisasi perlu dilihat sebagai sebuah keragaman.
Sebab keragaman tak hanya meliputi identitas suku, agama, atau ras. Keragaman meliputi pula pada pilihan ekonomi. Menggusur paksa kampung nelayan atau petani dengan dalih investasi dan pembangunan jelas mengingkari keragaman tersebut.