Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Halo kawan-kawan semuanya Kembali lagi bersama saya Zainab Dalam Zona Nalar Ngomong-ngomong kalian perhatiin gak sih Pada video yang kemarin ada istilah asing atau menarik? Yuk kita lihat videonya. Pertanyaan Metafisika lainnya. Betul sekali. Kali ini kita akan membahas apa itu Metafisika.
Penasaran kan? Ketika mendengar kata metafisika, kebanyakan dari kita selalu mengaitkan dengan hal-hal supernatural seperti jin, binisihir, atau segala hal klinik lainnya. Padahal dalam diskusi, kursus filsafat, metafisika itu adalah pembahasan yang sangat penting dan tidak ada kaitannya dengan hantu, dedemit, atau aneka macam makhluk astral lainnya. Metafisika berasal dari bahasa Meta yang artinya di luar dan kata physica yang artinya adalah fisika atau alam. Dan kata metafisika pertama kali digunakan sebagai judul dari kumpulan traktat dan catatan-catatan dari Aristoteles yang dikompilasikan oleh Andronikos dari Rodos.
Sehingga menjadi satu karya yang berjudul ta meta ta physica yang secara literal berarti karya setelah fisika atau yang kemudian dikenal sebagai metafisika. Hal ini dilakukan Andronikos agar membedakannya dengan kompilasi karya Aristoteles lainnya yang berjudul Tafusika atau Fisika, di mana di situ Aristoteles menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan alam atau dunia seperti gerakan, perubahan, dan sebab-sebab. Sedangkan Tame Tatafu adalah kumpulan traktat dan catatan-catatan Aristoteles mengenai segala pembahasan di luar fisika, seperti mengenai ada atau ada sejauh ada itu sendiri. Untuk memahami being kuabii, kita ambil contoh meja.
Ilmu alam membahas mengenai apa bahan dari meja tersebut, seberapa kuat meja tersebut menahan beban, atau seberapa besar gaya potensial dari meja itu, tak kalah dilempar dan sebagainya. Sedangkan, jika kita membahasnya secara metafisis, maka kita membahasnya secara abstrak, yaitu apa yang membuat meja itu adalah meja, apa yang membuat meja secara esensial berbeda dengan kursi misalnya. Dapat dikatakan bahwa ilmu alam membahas segala sesuatu sejauh itu dapat berubah-ubah, sedangkan metafisika membahas segala sesuatu pada dirinya sendiri.
Oleh karena itulah, bagi Aristoteles, metafisika merupakan proto-filosofia atau filsafat pertama. Disebut juga sofia atau disebut juga dengan teologia, yakni ilmu mengenai sesuatu yang ilahi. Aristoteles menyebut metafisika sebagai filsafat pertama karena membahas hal-hal fundamental atau prinsip mengenai segala sesuatu. Aristoteles tidak pernah menyebutkan langsung istilah metafisika tetapi seringkali menyebutnya sebagai pengetahuan atau kebijaksanaan yaitu segala yang berkaitan dengan prinsip pertama misalnya apa yang menjadi sebab asali atau paling awal dari segala sebab yang ada di dalam semesta ini ataupun prinsip-prinsip dasar dari segala sesuatu setelah Aristoteles metafisika metafisika menjadi objek studi yang khas dari filsafat dan menjadi pembahasan utama bagi para filsuf-filsuf setelahnya karena banyak filsuf mengambil inspirasi dari traktat metafisika Aristoteles untuk mengembangkan kajian metafisikanya menjadi lebih luas seperti yang dilakukan oleh para filsuf yang tergabung di dalam filsuf peripatetik yang salah satunya adalah Theos Kajian metafisika dari Aristoteles juga menjadi penting ketika berada di tangan aliran filsafat Neoplatonisme seperti Plotinus, Porpirius, dan Prokos yang menggambungkan filsafat Plato dengan metafisika Aristoteles. Di tangan para filsuf Neoplatonisme, metafisika menjadi lebih mistis daripada sebelumnya.
Dari apa yang telah dikembangkan oleh Mazhab Peripatetik dan Neoplatonisme inilah pembahasan metafisika menjadi tema krusial di tangan para filsuf-filsuf muslim. Para filsuf muslim masa itu, telah banyak memberikan kontribusi terhadap perkembangan filsafat di dunia Islam dengan menerjemahkan maupun memberikan catatan-catatan atau komentar terhadap Metafisika Aristoteles atau karya-karya Neoplatonisme sebagaimana yang telah dilakukan oleh Al-Kindi, Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rushd. Melalui filsuf Muslim seperti Ibn Sina dan Ibn Rushd, metafisika menjadi alat teologi untuk memberikan justifikasi rasional terhadap keberadaan Tuhan, seperti misalnya konsep Ibn Sina mengenai wujud.
Begitu juga dengan konsep Aristoteles mengenai penyebab pertama sebagai substansi utama yang tak berubah-ubah dan adadi. Yang dianggap para filsuf-filsuf muslim sebagai Tuhan. Filsafat Islam klasik memiliki sumbangsi besar terhadap perkembangan filsafat di dunia barat di masa abad pertengahan.
Melalui Ibn Rushd misalnya, Metafisika Aristoteles juga diadopsi oleh filsuf barat. di abad pertengahan dengan semangat yang sama pula, yaitu sebagai alat justifikasi logis mengenai keberadaan Tuhan. Thomas Aquinas misalnya menggunakan 5 jalan pembuktian logis mengenai eksistensi Tuhan di dalam suma teologia. Sejak masa renaissance di abad 15 di Eropa, pembahasan metafisika mulai berangsur-angsur meninggalkan beban teologis.
sebagai sarana pembuktian Tuhan dan mulai membahasnya sebagaimana dilakukan oleh para filsuf sebelum abad pertengahan. Descartes membagi substansi atau usia yang menjadi tiga bagian yaitu Tuhan, pikiran, dan tubuh. Spinoza tidak membagi substansi, tapi menganggap bahwa hanya ada satu substansi di jagad raya ini dan itu yang kita sebut dengan Tuhan. Dan artinya Tuhan dan alam itu sama.
Seiring dengan perkembangan zaman, relevansi metafisika pun mulai dipermasalahkan. Terutama sejak masa era pencerahan di Eropa. Yang melihat bahwa metafisika sebagai disiplin ilmu yang berurusan dengan pemahaman spekulatif mengenai yang tidak tampak. Ada semacam urgensi masa itu untuk memisahkan Metafisika dengan ilmu alam secara tegas.
Hal ini bisa dilihat dari bagaimana Immanuel Kahn berusaha merapikan metafisika agar tidak off-site sebagai sebatas a priori atau rasio murni, agar membedakannya dengan pengetahuan empiris seperti ilmu sains. Agus Com di dalam course on positive philosophy mengatakan Bahwa fase metafisika adalah fase transisi dari teologi menuju ke arah perkembangan yang lebih dewasa yakni fase positifistik atau fase ilmu pengetahuan yang dalam arti ini adalah sains. Artinya metafisika sudah selayaknya diganti dengan sains. Hal ini bisa dilihat dari ustaha filsafat beraliran positifisme logis di awal abad 20. yang menolak konsep metafisika dan mengadopsi paradigma keilmiahan dari sains atau ilmu-ilmu faktual yang antara lain dipelopori oleh filsuf-filsuf yang tergabung dalam lingkaran wina seperti Moritz Schlicht, Kurt Godel, dan lain-lain. Dengan demikian timbul pertanyaan, apakah pembahasan metafisika sudah tidak perlu lagi?
Justru di masa sekarang ini dengan melihat batas-batas apa yang bisa diukur oleh sains, pembahasan metafisika masih tetap relevan. Masih banyak filsuf-filsuf kontemporer yang berusaha menyelamatkan metafisika sebagai disipin ilmu yang masih relevan saat ini. Di tengah gempuran-gempuran ilmu-ilmu sains yang begitu hegemonik, seperti baju dan delus.
Ada juga yang memodifikasi atau mengoreksi metafisika klasik barat seperti Deger melalui penyelidikan ontologisnya akan ada. Dapat dikatakan bahwa metafisikawan di masa kini adalah para filsuf yang tidak puas atau bahkan mengkritik dominasi science dalam kehidupan kita. Di situ Setelah kita membahas lagi bagaimana fungsi filsafat sebagai metode berpikir kritis terutama terhadap segala asumsi yang mengatasnamakan jalan satu-satunya atau kondisi. satu-satunya yang benar termasuk saintisme di masa kini apa yang kita bahas dari tadi memberikan gagasan kepada kita bahwa metafisika merupakan satu-satunya studi yang benar-benar bisa dikatakan filsafat banget dibandingkan dengan cabang-cabang keilmuan lainnya jadi sekali lagi mentang-mentang tidak membahas sesuatu yang tampak bukan berarti metafisika hanya membahas soal Jin, Kuntilanak, atau makhluk gaib lainnya.
Bisa jadi, anggapan ini gara-gara paradigma ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah meminggirkan metafisika dari supremasi pengetahuan dan menganggapnya sebagai sesuatu yang nonsens semata. Sehingga, lama-lama berkaitan dengan hal-hal klinik atau supranatural. Padahal tidak seperti itu.
Namun, seperti yang dibahas tadi oleh para teolog di di abad pertengahan, metafisika bisa dijadikan instrumen atau ala justifikasi yang rasional terhadap keberadaan Tuhan. Dan melalui metafisika di masa sekarang ini, filsafat sebagai ilmuwan ilmu kritis mampu menjangkau apa-apa yang tak terukur oleh sains ataupun ilmu alam. Nah, sekarang kalian sudah mengertikan apa itu metafisika? Nantikan video-video kami selanjutnya.