Transcript for:
Sejarah Gerakan 30 September (G30S) PKI

Monumen ini dipersembahkan bagi tujuh pahlawan revolusi, korban kebiadaban Gerakan 30 September PKI yang mencoba mengkhianati Pancasila yang sakti. Cinta-cinta perjuangan kami menegakkan kemaksilah yang mungkin dipatahkan hanya dengan mengumpul kami dalam sumur. Buaya 1.965 Cerita dimulai pada tanggal 13 Januari 1965. Sekitar subuh, terjadi serangan oleh kelompok yang diduga terkait dengan Partai Komunis Indonesia atau PKI terhadap sebuah pesantren di desa Kanegoro dekat kediri Jawa Timur. Serangan tersebut ditujukan untuk menggertak dan mempengaruhi para pendukung musantren yang umumnya memiliki hubungan dekat dengan kelompok-kelompok anti-komunis dan organisasi-organisasi Islam.

Dalam serangan ini, para penyerang menggunakan kekerasan untuk mencoba merebut, kontrol, dan menakut-nakuti masyarakat sekitar. Hari setelahnya, yakni pada tanggal 15 Januari 1965, PKI kembali melancarkan serangan. Kali ini menargetkan para petani digediri. terkait senggeta lahan.

Serangan ini merupakan bagian dari kampanye kekerasan lebih luas yang dilakukan oleh PKI pada saat itu. Selain dikediri, aksi-aksi kekerasan oleh PKI juga dilaporkan terjadi di berbagai daerah lain termasuk Indramayu, Boyolali, dan Kelaten. Serangan-serangan ini umumnya melibatkan kekerasan fisik terhadap individu atau penumpang kelompok yang dianggap sebagai musuh politik PKI atau mereka yang menolak ideologi komunis.

Pada bulan Desember 1964, sebuah dokumen yang diduga berisi rencana kudeta oleh PKI terungkap dan menyebabkan ketegangan politik di Indonesia. Dokumen ini dianggap sebagai bukti adanya niat PKI untuk mengambil alih kekuasaan secara paksa. Namun, PKI dengan tegas membantah keaslian dokumen tersebut dan menunduh lawan politiknya, terutama kelompok-kelompok yang menentang ideologi komunis telah menyebarkan fitnah dan propaganda untuk merusak reputasi mereka.

Pada bulan Februari 1965, PKI memang melakukan sejumlah langkah strategis dalam upaya mencapai tujuannya, termasuk pembentukan Biro Khusus. Biro Khusus ini didirikan untuk merancang dan melaksanakan strategi yang terkait dengan gerakan 30 September yang terincanakan, serta untuk menangani berbagai masalah internal dan eksternal yang dihadapi PKI. Biro ini berfungsi sebagai alat strategis penting dalam persiapan PKI menghadapi konflik politik yang semakin memanas di tahun 1965. Salah satu tuntutan PKI.

adalah pembentukan Angkatan Kelima, yaitu unit militer baru yang terdiri dari buru tani yang dibersenjatai. Ide ini diusulkan sebagai bagian dari strategi PKI untuk memperkuat basis kekuatan mereka dengan melibatkan masa tani secara langsung dalam struktur militer. Namun, usulan ini hanya mendapatkan dukungan dari Umar Dhani selaku pimpinan Angkatan Udara saat itu. Sementara, Letnan Jenderal Amat Yani selaku Panglima Angkatan Darat menolak keras usulan tersebut.

Penolakan ini menambah ketegangan antara PKI dan Angkatan Darat. PKI meyakini bahwa pimpinan Angkatan Darat, khususnya Lieutenant General Amatiani, adalah musuh utama mereka karena tidak mendukung tututan-tututan PKI dan seringkali bersikap menentang. Hal ini memperburuk situasi dan memicu munculnya isu mengenai adanya Dewan Jenderal. Semua dugaan bahwa ada kelompok jenderal di Angkatan Darat yang berkomplot melawan PKI dan mendukung tindakan-tindakan anti-komunis. Pada tanggal 1 Agustus 1965, Presiden Soekarno terlihat sakit parah di kediamannya Istana Bogor.

Dalam situasi ini, tim dokter dari Cina dipanggil untuk merawatnya. Setelah pengobatan selesai, D.N. Aidit, selaku pemimpin BKI saat itu, bertanya kepada Prof. Hu, salah satu dokter dari Cina mengenai kondisi kesehatan Bung Karno. Prof. Hu mengungkapkan bahwa kesehatan Bung Karno sangat kritis dengan dua kemungkinan terburuk, yaitu ia bisa mengalami kelembuhan atau bahkan meninggal dunia.

Kondisi kesehatan Bung Karno yang memburuk menambah ketegangan politik di Indonesia, terutama karena situasi politik yang sudah tidak stabil menjelang peristiwa G30 SPKI. Selain itu, sejak awal tahun 1990-an, kondisi ekonomi Indonesia juga sedang mengalami kemunduran yang signifikan, yang dipicu oleh sejumlah faktor, termasuk konfrontasi dengan Malaysia dan perjuangan untuk merebut Iran Barat dari Belanda. Konfrontasi ini dan upaya perebutan Iran Barat menyebut anggaran negara secara besar-besaran.

yang mengakibatkan pengeluaran untuk kepentingan non-ekonomi dan mengguncang stabilitas perekonomian. Akibatnya, situasi ekonomi semakin memburuk dan dampaknya dirasakan di seluruh negeri. Di pinggiran Jakarta, banyak rakyat yang mengalami kelaparan karena kesulitan dalam mendapatkan bahan makanan dan bahan bakar minyak.

Risis ini juga menyebabkan inflasi tinggi, kekurangan barang-barang pokok, dan peningkatan kemiskinan yang berburuk ketidakstabilan sosial yang sudah ada. Sin berpindah ke wilayah Lebang Boya, dekat Bantara Halim. di mana kader-kader PKI, baik laki-laki maupun perempuan, sedang menjalani pelatihan militer untuk membentuk Angkatan Kelima. Angkatan Kelima ini direncanakan sebagai unit militer baru yang melibatkan buru tani dan masa pendukung PKI untuk memperkuat kekuatan mereka. Dalam suasana latihan tersebut, Mayor Suyono, yang merupakan Komandan Resimen Pasukan Pertahanan Pakalan Halim, datang untuk memantau kegiatan latihan.

Latihan di Lebang Buaya ini merupakan bagian dari persiapan PKI untuk melancarkan gerakan 30 September yang telah direncanakan. Pelatihan ini tidak hanya mencakup pelatihan militer, tetapi juga upaya untuk menyiapkan kekuatan politik dan sosial yang dapat mendukung ambisi PKI dalam merebut kekuasaan. Pada tanggal 8 hingga 12 Agustus 1965, di rumahnya, Aidit mengadakan diskusi dengan rekannya Syam Kameru Zaman mengenai isu Deman Jenderal yang telah mereka sebarkan di masyarakat.

Dalam diskusi tersebut, Aidit meminta agar isu tersebut terus digencarkan untuk memperluas maruhnya dan semakin banyak orang yang mempercayainya. Syam, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Birokusus PKI bersama Aidit, meyakini bahwa pada tanggal 5 Oktober 1965, saat peringatan Hari Angkatan Bersenjata, Angkatan Darat akan melakukan kudeta. Mereka berencana untuk mendahului potensi kudeta tersebut dengan melakukan tindakan lebih dulu.

Dalam kerangka rencana ini, Aidit meminta Syam untuk menghubungi para perwira yang berpihak pada PKI guna memastikan dukungan mereka dalam aksi yang direncanakan. Pada tanggal 14 Agustus 1965, D&ID, Wahyu, dan Pocho berkumpul di rumah Syam kemaru zaman untuk membahas rencana gerakan 30 September. Dalam pertemuan itu, Syam menyampaikan tiga poin penting terkait rencananya.

Pertama, gerakan harus dilakukan secara militer dan tertutup. Artinya, rencana tersebut harus dilaksanakan dengan pendekatan militer dan dengan kerasaan tinggi untuk menghindari deteksi dan kontratindakan dari pihak lawan. Kedua, target utama adalah para jenderal yang tergabung dalam jaman jenderal. Mereka menilai Dewan Jenderal sebagai ancaman utama dan musuh yang harus diatasi untuk melancarkan gerakan mereka.

Ketiga, menguasai instalasi vital. Mereka harus mampu menguasai fasilitas penting seperti telkom, radio Republik Indonesia, kereta api, dan instalasi penting lainnya untuk mengamankan dan mengontrol komunikasi serta logistik selama pelaksanaan gerakan. Selain itu, mereka sepakat untuk mengajukan tiga calon pemimpin gerakan. Pertama, Lieutenant Kolonel Untung, Komandan Batalion dari Resimen Cakrabirawa.

Kedua, Kolonel Infantri Latif dari Kodem Liman Jakarta. Ketiga, Mayrus Diono, Komandan Resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan Halim. Pemilihan calon pemimpin ini adalah langkah strategis untuk memastikan bahwa mereka memiliki komando yang dapat dipercaya dalam pelaksanaan Gerakan 30 September Kelak. Pada tanggal 17 Agustus 1965, Bung Karno tetap memberikan pidato peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia di Istana Negara, meskipun saat itu dalam kondisi sakit. Pada tanggal 28 Agustus 1965, PKI mulai mengadakan rapat khusus yang membahas isu Dewan Jenderal.

Saya yakin semua yang hadir di sini pasti memahami bahwa ada saat-saat berpikir, ada saat-saat berbicara, dan ada saat-saat berpindah. Hari ini, saya harus mengatakan bahwa hari-hari besok adalah hari-hari pindahkan. Sudah tentu sumber info Dewan Jenderal tidak hanya satu. Tapi saya kira, badan pusat intelijen BPI harus dapat dipercaya.

Sebab, kalau tidak berarti kita tidak punya lagi badan yang bisa. Dipercaya, saya minta kawan-kawan bisa menahan diri supaya jangan serba ingin tahu. Ini semua demi keadaan darurat gelap jika terjadi sesuatu di luar tanah. Secara umum saya berani menyatakan bahwa pengaruh partai...

yang menguntungkan kita karena ada ketidakkompakan di kalangan Dewan Jenderal yaitu antara Nasib John dan Yanni tentang waktu pelaksanaan perkembangan kekuasaan kunci kemenangan adalah Jawa siapa bisa menguasai Jawa itulah yang menang Jawa adalah kunci Selanjutnya, pada tanggal 6, 9, 13, dan 19 September 1965, PKI mengadakan serangan rapat di rumah Kolonel Latif. Beberapa tokoh yang hadir dalam rapat tersebut ialah Lieutenant Kolonel Untung, Syam Kamuduzaman, Fuyono, Fupo, Pono, Wahyudi, dan Mayor Agus Sigit. Rapat-rapat ini membahas rencana terkait Dewan Jenderal dan langkah-langkah yang akan diambil jika bukan karena wafat.

Setelah diskusi panjang, Letnal kelanjut untung lalu ditunjuk sebagai pemimpin di rakan 30 September. Pada tanggal 21, 23, 26, dan 27 September 1965, RKI kembali mengadakan rapat di rumah Syam Kamudusaman. Dalam rapat-rapat ini, diputuskan bahwa target penculikan adalah 7 orang general, yaitu General Nasution, General Amatiani, General Suprapto, General Parman, General Haryono, General Pancaitan, dan General Sutoyo. Operasi penculikan tersebut dibagi menjadi 3 komando.

Pertama, Komando Penculikan dan Menyergapan, dikenal dengan nama Pasukan Pasupati. yang dibimpin oleh Letan I Gula Arif dengan tugas menculik para jenderal baik dalam keadaan hidup maupun mati. Kedua, Komando Penguasaan Kota dikenal dengan nama Pasukan Bima Sakti yang dibimpin oleh Kapten Suradi dan bertugas menguasai area kota.

Ketiga, Komando Basis dikenal dengan nama Pasukan Gatun Kaca yang dibimpin oleh Mayor Udara Gatot Cikrisno dan bertugas mengelola basis-basis operasi. Pada tanggal 29 September 1965, para komandan pasukan berkumpul di Lubang Buaya untuk mengikuti briefing yang dimimpin oleh Lieutenant Colonel Untung. Briefing ini merupakan bagian dari perusahaan akhir untuk pelaksanaan gerakan 30 September.

Lieutenant Colonel Untung menekankan bahwa kuncik berhasilan gerakan ini terletak pada pasukan pasok pati yang memiliki tugas utama untuk menculik petunjuk jenderal yang telah ditargetkan. Tim gabungan dari pasukan Cakra Bedawa dan Brigid 1 Jaya Cakti ini diberikan instruksi tegas untuk melakukan penjelitkan tersebut dengan segala cara yang diperlukan, baik dalam keadaan hidup maupun mati. Setelah briefing selesai dilakukan, Lieutenant Kolonel Untung segera menunggu.

menuju ke rumah Syam Kementerian Pertama Zaman, tempat para kader PKI telah berkumpul untuk menyusun rencana akhir. Di rumah Syam, mereka sepakat untuk menamai aksi mereka dengan nama Gerakan 30 September. Gerakan ini direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 1965, tepat pukul 4 dini hari.

Pada malam 30 September 1965, Lieutenant General Ahmad Yani menerima kunjungan dari Mayor General Masuki Rahmat. Mereka membahas tentang aksi demonstrasi Gerwani yang terjadi pada tanggal 27 September 1965. Di tengah pembicaraan, Yani menerima... terima telepon dari Sugandi seorang intellectual militer yang mengingatkannya tentang ancaman gerakan yang membahayakan dirinya meskipun Sugandi telah memberinya peringatan tetapi Jenderal Matiani justru mengangkat hal itu sebagai rumor belaka dan tidak mengiraukannya setelah diskusi panjang mengenai situasi yang sedang berkembang bersyukur rahmat kemudian permintaan untuk pulang Di lain tempat, Mayor General Parman memutuskan untuk tidur lebih awal bersama istrinya.

Setelah memenjamkan mata, Parman mendengar suara burung Sriti di sudut rumahnya. Dalam mitos Jawa, burung Sriti dianggap membawa pertanda buruk yang membuatnya merasa gelisah. Meskipun demikian, istrinya berusaha menenangkannya dan meyakinkannya bahwa itu hanyalah kebetulan. Di sisi lain, usai melesaikan pekerjaannya, Brigadir Jenderal Panjaitan segera beristirahat di lantai atas.

Brigadir Jenderal Sutoyo juga dapat beristirahat dengan tenang. Sebaliknya, Mayor Jenderal Suprapto justru kesulitan untuk tidur dan memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya, merancang musim perjuangan. Jenderal Nasudion yang baru pulang dari dinas juga sudah berada di rumah untuk beristirahat. Dengan demikian, ketujuh jenderal yang menjadi target gerakan 30 September semuanya berada di rumahnya masing-masing.

Terima kasih. Sebagai markas gerakan, kita bagi menjadi kedua, yaitu Sentral Komando 1, Senko 1 di Gunung Penas, Senko 2 di Komplek Halim, di Rumah Sersatudara Ani Suyatno. Kawan Ailid sebagai pemimpin tertinggi gerakan ini akan bermarkas di Senko 2 Halim. Sedangkan, pimpinan pelaksana, termasuk saya selaku komandan gerakan militer, akan bermarkas di Senkosatu, di Gedung Penas. Sekitar pukul 1.30 dini hari pada tanggal 1 Oktober 1965, Lieutenant 1 Dulu Arif, Komandan Pasukan Pasapati, yang bertugas untuk menculikan, membagi pasukannya menjadi 7 kelompok.

Masing-masing ditugaskan untuk menculik 1 dari 7 jenderal yang menjadi target. Sementara itu, D.N.I.D. Lieutenant Kolonel Untung, Syam Kamadu Zaman, Suparjo, dan pasukan dari Komando Basis tadinya, bergerak menuju Studio Penas di Halim, untuk mempersiapkan langkah-langkah berikutnya dari gerakan 30 September. Pada pukul 3 dini hari, pasukan pasupati mulai bergerak menuju rumah-rumah para jenderal yang telah ditentukan sebagai target penculikan. Selanjutnya, pada pukul 3.15 dini hari, bus dan truk yang membawa pasukan PKI mulai bergerak dari kawasan Halim menuju kawasan Menteng.

Mereka tiba di Menteng pada pukul 4 pagi. Dari sini, dimulailah rencana gerakan 30 September untuk melaksanakan penculikan terhadap para jenderal yang menjadi target. Siap, laksanakan Penculikan terhadap General Sution dilakukan dengan skala besar yang melibatkan sekitar 100 orang. Setelah melumpuhkan pasukan penjaga, mereka dengan cepat masuk ke rumah Nasution. Suara laka kaki para pasukan membuat Nasution dan istrinya terbangun.

Dari celah pintu, istrinya mencoba mengintip yang diikuti oleh Nasution. Namun, Pembeladaan mereka terdeteksi yang membuat pasukan Cakra Bedawa langsung memberondong kamar mereka dengan sejumlah tembakan beruntun. Ibu Jenderal Nasution yang terkejut mendengar suara tembakan langsung masuk ke kamar Nasution yang berada di sebelahnya. Sayangnya, putri Nasution yang bernama Ade Irma terkena tembakan di punggungnya.

Pasukan Cakra Bedawa terus melakukan geretakan agar Nasution mau keluar dari kamarnya. Di tengah ketegangan yang terjadi, istri Nasution lalu menyuruh suaminya untuk meledakan diri melalui tembok yang berada di samping rumah. Saat sedang, sedang memanjat tembok, Nasution ditembak oleh seorang penjaga keamanan. Namun ia berhasil melompat ke rumah sebelah. Meskipun mengalami cenderung ringan, penembak saat itu tidak menyadari siapa yang ditembak, sehingga Nasution tidak dikejar dan berhasil lolos dari penculikan.

Sementara itu, istri Nasution berusaha menghubungi dokter untuk menyelamatkan nyawa putrinya yang sekarat. Namun jaringan telepon sudah diputus. Ia lalu memberitahu pasukan penculik bahwa suaminya sedang berada di luar kota. Di belakang rumah, Lieutenant BD Tandian yang mendengar kegaduhan. Tuhan keluar dengan membawa senjata, namun ia dengan cepat dilucuti.

Duna melindungi Lusition, Tandian lalu mengaku sebagai jirah Lusition. Awalnya pasukan menculik tidak percaya, tetapi karena waktu terbatas dan mereka belum menemukan rakyat utama, Tandian akhirnya diangkut ke dalam mobil menuju lubang buaya. Pasukan yang ditugaskan untuk menculik General Amatiani terdiri dari sekitar 1,5 kompi yang dibagi menjadi 3 kelompok.

Kelompok pertama berjaga di belakang rumah, kelompok kedua di depan, dan kelompok ketiga bertugas masuk ke dalam rumah. Keamanan di rumah General Amatiani tidak terlalu ketat sehingga mereka dapat dengan mudah masuk. Setelah berhasil memasuki rumah, mereka mengintergasi pembantu di rumah Yanni. Namun karena ketakutan, pembantu tersebut tidak dapat memberikan informasi yang diminta.

Saat itu, Eddie, salah satu putra General Yanni, datang mencari ibunya. Pasukan penculik melihat ini sebagai peluang dan meminta Eddie membangunkan ayahnya dengan alasan bahwa General Yanni dipanggil untuk menghadap Presiden. Eddie yang tidak tahu apa yang terjadi menurut saja dan membangunkan ayahnya.

Tak lama kemudian, General Liani keluar dari kamarnya dengan masih mengenakan pakaian tidur. Raswat, selaku komandan pesukan musulik, menyampaikan bahwa mereka diperintahkan untuk segera membawa Liani menghadap Presiden. General Liani, yang baru terbangun, meminta waktu untuk mandi dan berganti pakaian.

Namun, Raswat dengan tegas menolak, mengatakan tidak perlu mandi ataupun berganti pakaian. Mendengar ini, General Liani marah dan memukul salah satu anggota pesukan. Dengan penuh amarah, Yanni kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap.

Emosi rasuat memuncak dan dia langsung memerintahkan Sersang Giyadi untuk bertindak. Giyadi kemudian melepaskan tembakan bertubi-tubi yang langsung menewaskan Jendral Yanni saat itu juga. Setelah Jendral Yanni gugur, pasokan menculik lalu menyeret jenazahnya keluar rumah dan memasukkannya ke dalam mobil. Mereka membawa jenazah Yanni ke lubang buaya untuk dikumpulkan bersama pada jendral lainnya. Pasukan yang ditugaskan untuk menculik General Soeprapto terdiri dari 900 orang.

Lebih sedikit dibandingkan dengan pasukan yang dikerahkan untuk menculik General-General lainnya. Ini disebabkan oleh kurangnya penjagaan ketat di rumah Soeprapto, sehingga menculikan dianggap lebih mudah. Pada malam penculikan, General Soekarapto masih terjaga dan belum tidur.

Seperti pola penculikan general lainnya, Soekarapto diberitahu bahwa ia harus segera menghadap presiden, tanpa diberi kesempatan untuk berpakaian layak ke parman. Selaku kementerian masukan memaksa Soekarapto... untuk segera keluar dari rumah. Meskipun bingung dan tidak sepenuhnya memahami situasi, Suprapto tetap mengikuti perintah mereka.

Ia dibawa secara paksa ke dalam mobil, tanpa penyelesaian lebih lanjut. Pasukan tersebut kemudian dengan cepat membawa Suprapto menuju lubang buaya. Pagi itu, Jenderal Parman dan istrinya terbangun oleh suara gaduh di luar rumah mereka.

Pada awalnya, mereka mengira ada maling. Namun setelah diperiksa, ternyata sekelompok pasukan Cakra Bedawa berjumlah sekitar 20 orang sudah berada di depan rumah. Pasukan tersebut menginformasikan bahwa mereka datang untuk menjemput Jenderal Parman atas perintah Presiden Soekarno. Mendengar kabar itu, Jenderal Parman segera masuk ke kamar untuk berganti pakaian. Sementara istrinya mulai merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

Pasukan tersebut bertindak kasar dan tidak sopan, langsung masuk ke dalam rumah tanpa izin. Lo, kenapa ikut masuk? Mana surat perintah? Nervi Chakra Tengkat, Jenderal Parman sempat membisikkan kepada istrinya untuk segera menghubungi Jenderal Matiani. Parman menduga bahwa dirinya akan ditahan atas perintah Presiden Soekarno.

Namun, saat istrinya mencoba menggunakan telepon, salah satu anggota Cakrabidawa tiba-tiba mencabut kapal telepon dan merusaknya. Tindakannya itu membuat Parman terkejut dan mulai merasa curiga. Ia pun mengolak ajakan pasukan tersebut untuk pergi. Tanpa banyak bicara, pasukan Cakra Berawah mulai bertindak lebih kasar dengan menyeret General Parman keluar rumah dan memaksanya masuk ke dalam mobil.

Sama seperti General lainnya, General Parman kemudian dibawa menuju ke lubang buaya. Pasukan yang bertugas menculik General Hariono berjumlah sekitar 18 orang. Karena rumah General Hariono tidak dijaga, mereka dapat dengan mudah masuk tanpa perlawanan.

Menyadari bahwa dirinya dalam bahaya, General Hariono berusaha menyelamatkan diri dengan bersembunyi di kamar belakang. sambil mematikan semua lampu untuk menuliskan pasukan menculik. Namun, pasukan tersebut tidak menyerah begitu saja.

Mereka menggeledah setiap sudut rumah hingga akhirnya menemukan tempat persembunyian General Haryono. Dalam upaya terakhir untuk melawan, Haryono mencoba merampas salah salah satu senjata dari anggota pasukan penculik tetapi upaya itu gagal pasukan penculik langsung melepaskan tempatan beruntun yang mengenai tubuh sang general dan mengakhiri hidupnya saat itu juga setelah memastikan bahwa general hariono telah kubur tubuhnya lalu dicari keluar dari rumah dan dilemparkan ke dalam truk mereka kemudian membawa jenazahnya ke lubang buaya target penculikan selanjutnya ialah general setoyo siswa wiharjo Sekitar 30 orang pasukan ditugaskan untuk menangkapnya Mereka membagi diri menjadi 3 kelompok Dengan satu kelompok berjaga di depan rumah Satu kelompok di belakang Dan satu lagi bertugas melakukan menculikan Dengan dalih membawa surat dari presiden Mereka berhasil membujuk General Sotoyo untuk keluar dari kamarnya Begitu pintu dibuka pasukan menculik langsung meringkuk Sotoyo Kedua tangannya diikat di belakang kepala Dan matanya ditutup untuk mencegahnya melihat apa yang terjadi Setelah itu, Jenderal Sotoyo diturunkan masuk ke dalam truk yang sudah disiapkan Lalu, ia dibawa menuju lubang buaya Target penculikan selanjutnya ialah Jenderal Panjaitan Sebanyak 50 orang pasukan menyerbu rumahnya dengan melewati bakar besi Setelah memasuki rumah, mereka menyandra para pembantu Dan memaksa mereka memberitahu lokasi kamar Jenderal Panjaitan Untuk menarik perhatian dan memicu kekacauan, para tentara lalu menembaki ruangan tersebut yang membuat seluruh orang di rumah terbangun. Putra General Panjaitan yang mengira rumah mereka sedang diserang oleh pencuri mencoba melawan dosakan tersebut. Sayangnya, upaya hidupnya itu berakhir.

terteragis ketika ia tertembak dan tewas di tempat. Istri General Panjaitan yang berada di lantai dua mencoba mengintip ke bawah dan melihat pasukan Cakra Bedawa sedang memanggil suaminya. Awalnya, General Panjaitan menolak turun dari lantai atas rumahnya. Namun, Setelah pasukan tersebut mengancam keselamatan keluarganya, ia akhirnya menyerah dan memutuskan untuk turun. Dengan bersedaga merapi, Jenderal Panjaitan keluar menemui pasukan penculik.

Di halaman depan, sebelum dibawa, ia sempat meminta waktu untuk berdoa. Namun, salah satu tentara memukulnya dengan kasar. Saat Jenderal Panjaitan mencoba melawan, pasukan penculik itu langsung berondongnya dengan tembakan hingga membuatnya umur sepetika.

Di nasah, Jenderal Panjaitan kemudian diseret dan dileparkan dalam truk untuk dibawa ke lebaran. Ke Lubang Buaya. Dalam kekacauan itu, seorang polisi bernama Sukitman yang mendengar suara tembakan berusaha mendekati lokasi.

Namun ia dihadang oleh pasukan Cakra Bedawa dan akhirnya ikut diangkut bersama jenazah Jenderal Pandaitan ke Lubang Buaya. Terima kasih telah menonton Sekitar pukul 4.30 pagi, Komandan Jenderal Umar tiba di rumah Jenderal Nusetion setelah menerima laporan tentang adanya penculikan. Ia diikuti oleh 5 tank yang kemudian dibagi menjadi 2 kelompok.

2 tank ditempatkan untuk menjaga rumah Nusetion, sementara 3 tank lainnya dikerahkan untuk mengejar pasukan penculik. Sayangnya ketika tank tersebut gagal mengejar truk pasukan penculik, yang sudah lebih dulu melesat menuju lubang buaya. Pada pukul 5.15 pagi, seluruh pasukan musulik tiba di lubang buaya. Mereka bergabung dengan pasukan lainnya dan melaporkan bahwa operasi militer G30S telah berhasil dilaksanakan.

Di tempat lain, berita terkini. Basuki Rahmat, salah satu saksi mata penculikan, segera melaporkan peristiwa tersebut kepada Majelis Warto di rumahnya. Di lubang buaya, tiga jenderal dan satu letnan yang masih hidup diseret ke suatu tempat untuk diintergasi.

Mereka dipaksa menandatangani surat penyataan yang menyatakan bahwa mereka terlibat dalam Dewan Jenderal. Sebuah kelompok yang disebut-sebut merencanakan berdeta terhadap Presiden Soekarno. Namun, para jenderal tersebut menolak menandatangani pernyataan tersebut.

Penolakan ini memicu kemarahan dari anggota PPR. PKI yang terlibat dalam operasi tersebut. Akibatnya ketika jenderal itu menjadi korban penyiksaan brutal, mereka dipukuli, ditendang, dan dianayai secara kejam.

dan dia bakal diantre Ayo tekan, kuih situ anggota Dewan Jenderal Kuih Dewan Jenderal itu aja Situ juga tekan, cepat tekan Ayo tekan Arah itu warnanya merah, Jenderal Penderitaan itu pedih, General. Pedih. Sekarang coba rasakan sayatan silet ini. Juga pedih, tapi tidak sepedih penderitaan rakyat.

Saya orangnya pelan, tapi pasti. Belum juga mau bicara. Bicara!

Ayo bicara! Siksaan neraka ini berhenti mulai, General. Kecuali General mau menurut apa kata saya.

Bukan main wanginya minyak wangi, General. Begitu harum sehingga mengalahkan buah misdara sendiri. Masih tutup mulut! Tekun! Tekun!

Ayo, Tekun! Kekejaman yang sama juga dialami Lieutenant P.R. Tandian, yang sejak awal diduga sebagai General Nesution oleh para penculik. Saat Tandian menolak memberikan informasi mengenai keberadaan General Nesution, ia disiksa dengan cara yang sama.

Tindakan penyiksaan ini berlangsung selama beberapa waktu, dan mereka diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi, bahkan ketika sudah tak berdaya. Saya akan Sementara itu, di studio Penas, Light Call Untung dan rekan-rekannya sedang menyusun naskah mengenai Deman Revolusi. Setelah naskah selesai dibuat, Light Call Untung memerintahkan Kapten Suradi yang memimpin Komando Pengosahan Kota untuk mengumumkannya melalui Radio Republik Indonesia. Karena para pegawai Penas sudah mulai berdatangan, Light Call Untung dan rekan-rekannya lalu segera berkemas meninggalkan studio. Setelah penyiksaan berlangsung cukup lama, ketika jenderal itu akhirnya ditebak mati.

Dinasa mereka kemudian dibuang ke dalam sumur tua sedalam 10 meter di area tersebut. Sebelum menimbul sumur, para eksekutuar kembali menembaki mayat-mayat itu untuk memastikan tidak ada yang masih hidup. Setelah itu, mereka mencoba menghilangkan jejak dengan menanam pohon pisang di atas sumur. Sukitman yang sejak tadi diikat dan ditutup matanya akhirnya dilepaskan begitu saja oleh PKI. Ini adalah salah satu kesalahan terbesar PKI, karena mereka tidak pernah menyangka bahwa Sukitman kelak akan menjadi saksi kunci yang membongkar rahasia besar mereka.

Pada sekitar pukul 11 siang, Kapten Suradi memaksa seorang penyelidio untuk membacakan naskah mengenai Gerakan 30 September. Naskah tersebut menyebutkan bahwa gerakan ini dilakukan untuk menyelamatkan Presiden Soekarno dari upaya kudeta oleh Dewan Jenderal dan untuk mengganti Dewan Jenderal dengan Dewan Revolusi yang dimimpin oleh Lieutenant Kolonel Untung. Mendengar pengumuman itu, para petinggi militer termasuk Mayor Jenderal Soeharto yang berada di Kostrad merasa terkejut.

Komandan Resimen Komando Akhtan Terat atau RPKAD, Kolonel Sarwedi, langsung mengambil tindakan dengan memerintahkan pasukannya untuk menyerbu Radio Republik Indonesia. Lieutenant II, Cintong Panjaitan, lalu ditunjuk untuk memimpin penyerbuan tersebut. Majen Soeharto sebagai Panglima Cadangan Kostrad segera mengambil alih Komandan Masukan Akhtan Terat. Ia memerintahkan Lieutenant Kolonel Ali Murtopo untuk menjemput Batalion 454 yang berada di pihak Lieutenant Kolonel Untung dan memintanya segera menghadap Majen Soeharto. Tak lama kemudian, Komandan Batalion 454 tiba di Kostrad untuk memenuhi panggilan Majen Soeharto.

Mereka mengaku telah mendengar kabar bahwa Dewan Jenderal akan melakukan berita terhadap Presiden. Namun, Majen Soeharto menegaskan bahwa kabar tersebut tidak benar. Ia kemudian mengeluarkan ultimatum agar pasukan Batalion 454 menarik diri sebelum pukul 6 sore.

Jika tidak, mereka akan berhadapan dengan pasukan Kostrad. Ancaman ini akhirnya membuat pasukan yang bertugas mengusai kota menghentikan perlawanan dan menyerahkan diri. Tak lama setelah itu, Majen Soeharto mengadakan rapat setah pertama di mana ia menjelaskan bahwa keberadaan Dewan Jenderal adalah rekayasa.

Sementara itu, laksaman nama dia, Omar Dhani, dan rombongannya tiba di halim Perdana Kesuma untuk melaporkan kepada Presiden Soekarno mengenai tindakan yang telah diambil terhadap Dewan Jenderal. Laporan ini kemudian diberinci oleh Brig. Subarjo setelah tiba di istana. Mendengar laporan tersebut, Presiden Soekarno dengan tenang menyatakan bahwa tindakan semacam itu biasa terjadi dalam revolusi. Di sisi lain, Majen Soeharto segera menghubungi Laksamana Madia, Marta Dinata, dan para petinggi TNI lainnya untuk memberitahukan bahwa ia telah mengambil alih komando sementara Angkatan Terat guna menghindari kekosongan pimpinan. Ia juga mendugaskan Kolonel Saroedi untuk merebut kembali Radio Republik Indonesia dari tangan kelompok.

terakan 30 September. Isi berita, sudah biar siaran untuk mereka ke... Siap, kerjakan. Pada saat yang sama, para pemimpin G30S mulai menyadari kegagalan gerakan mereka.

Sebagian dari mereka ragu untuk melanjutkan, sementara sebagian lainnya masih optimis. Setelah berdiskusi, mereka memutuskan untuk berbencar dan meninggalkan hal yang berdenak suma. Memang belum bisa dikatakan gagal gerakan kita.

Dan saya tetap yakin secara apapun gerakan kita pasti menang. Aksi kita harus menang. Masalah yang mendesak sekarang adalah adanya kemungkinan bergabungnya lawan-lawan kita, sehingga tercipta suatu kekuatan besar. Firasat militer saya mengatakan, cepat atau lambat, Nasution, Suharto, dan Umar akan menghitung angka-angka.

Kalau begitu, mari kita hitung angka-angka kita. Tapi sebelumnya, kita harap saja kekuatan kita yang sekarang, tidak goyah oleh hasutan dan bujukan siapapun. Saya telah memberi perintah kepada Kolonel Sarwuedi, Supaya menunda rencana penyerbuan ke RRI dan Telkom sampai ada perintah lebih lanjut.

Saya khawatir kalau operasi dilakukan siang hari akan membawa banyak korban. Dari berbagai laporan, bahwa pangkalan udara Halim merupakan tempat komandu gerakan 30 September. Sementara itu, Majen Soeharto kembali mengadakan rapat setaf kedua yang menghasilkan keputusan untuk merebut kembali wilayah Halim dan Naksuma dari tangan kelompok gerakan 30 September. Di tempat lain, Presiden Soekarno mengumpulkan beberapa pejabat penting untuk melakukan rapat.

Dalam rapat tersebut, Presiden Soekarno memutuskan untuk sementara menangkap jabatan sebagai pimpinan Angkatan Darat dan menunjuk Majen Pranoto untuk menjalankan tugas sehari-hari. Presiden juga menyiapkan pernyataan tertulis yang akan disampaikan melalui Radio Republik Indonesia yang saat itu masih dikuasai oleh kelompok G30S. Radio Republik Indonesia kemudian mengumumkan rencana pembentukan Dewan Revolusi Indonesia yang terdiri dari rakyat sipil pendukung gerak tersebut. Tak lama setelah pengumuman itu, Kolonel Wiccanarko melaporkan kepada Majen Soeharto bahwa Presiden Soekarno dalam ketenaman di Halim. Warto kemudian meminta agar Presiden segera meninggalkan Halim sebelum tengah malam karena situasi yang tidak aman.

Mendengar hal itu, Presiden Soekarno pun setuju dan segera meninggalkan wilayah Halim. Yang ini juga ada yang harus menyiarkannya. Selanjutnya ditegaskan bahwa bagi mereka yang berpangkat di atas Lieutenant Kolonel, Diharuskan menyatakan kesetiaannya kepada Dewan Revolusi secara tertulis dan setelah pernyataan itu baru ia berhak memakai tanda pangkat Lieutenant Kolonel. Sementara itu, propaganda gerakan 30 September terus disebarkan melalui tiaran rana. terhadap para jenderal.

Maijan Soeharto yang telah mengambil alih pemantuan Angkatan Darat menyadari pentingnya menghentikan propaganda tersebut dan merebut kembali Radio Republik Indonesia sebagai pusat menyebarkan informasi. Ia lalu memerintahkan Kolonel Sarhoedi selaku Komandan Resimen Pemantuan Angkatan Darat atau EPKAD untuk segera melancarkan operasi guna menguasai kembali RRI sebelum pukul 7 malam. Kolonel Sarhoedi dan pesukannya pun langsung bergerak cepat melaksanakan perintah tersebut. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, Dewan Revolusi Indonesia jadi sumber daripada segala kekuasaan dalam negara di publik Indonesia.

Dewan Revolusi Indonesia dalam kegiatannya sehari-hari akan diwakili oleh Presidium Dewan yang terdiri dari Komandan dan Wakil-Wakil Komandan Kerakan 30 September. 4. Sebagai alat daripada Dewan Revolusi Indonesia, di daerah dibentuk Dewan Revolusi Provinsi paling banyak 35 orang. Kawan, Lijen Suparjo terbukti.

Sebagian pasukan 5 sakti yang berasal dari John 530, berawijaya, berkabung ke Kostrad. Sedangkan Yon 454 Ponggoro menyingkir ke arah sini karena posisi mereka mulai terdesak. Saya kira dalam waktu yang tidak terlalu lama, keadaan kita akan semakin buruk. Dan segera semua mereka akan bersatu menghadapi kita, menghancurkan kita.

Lebih baik kita segera melakukan langkah-langkah sebelum semua itu terjadi. Gerakan semua pasukan ke arah baju kita di bawah ketinggian. Sesuai dengan rencana kita, segera kita hubungi ke Tua Aiden, agar sesempatnya meninggalkan Jakarta.

Begitu RRI dapat kita kuasai, segera siapkan rekaman ini. Siap, para pendengar sekalian di seluruh tanah air dari Sabang sampai Merauke, telah terjadi di Jakarta suatu peristiwa yang dilakukan oleh suatu golongan kontra-revolusioner yang menamakan dirinya Keraan 30 September. Pada tanggal 1 Oktober 1965, mereka telah menculik beberapa profil rati di Angkatan Darat. Mereka telah dapat memaksa.

dan menggunakan studio RRI Jakarta dan kantor besar telekomunikasi Jakarta untuk keperluan aksi penteroran mereka. Operasi RPKAD berjalan dengan lancar dan mereka berhasil menguasai RRI tanpa mengalami perlawanan yang berarti. Begitu RRI berhasil dikendalikan, Angkat Menerat, Maidan Soeharto kemudian memberikan kualifikasi melalui Gerak Radio.

Dalam pengumumannya, ia menegaskan bahwa isu... yang direncanakan untuk menggulingkan Presiden Soekarno adalah tidak benar. Ia juga menyebut bahwa gerakan 30 September bukanlah upaya revolusioner, melainkan tindakan kontra-revolusioner yang bertujuan mengacaukan negara. Pertanyaan Soeharto ini menjadi titik balik dalam penanganan krisis G30S karena banyak pihak yang mulai menyadari bahwa gerakan tersebut sebenarnya merupakan tindakan pemberontakan yang melawan pemerintah.

Melalui siaran radio itu, Soeharto mulai memulihkan kendali atas titosin nasional dan memuatkan posisi angkatan darat dalam respon ancaman tersebut. Lapor, pesan Bapak sudah saya sampaikan kepada Pak Harto. Dan Pak Harto berpesan sebaiknya Bapak pindah ke Kostrad. Malam itu, Jendral Rasution yang terluka di bagian kaki akibat usaha penculikan di rumahnya akhirnya berhasil mencapai markas Kostrad setelah bersembunyi seharian. Kondisinya lemah, namun ia tetap bertekad untuk membantu memimpin upaya penyelamatan negara dari ancaman gerakan 30 September.

Kedatangannya memperkuat kepemimpinan Majen Soeharto dan meningkatkan semangat pasukan. Setelah peristiwa gerakan 30 September 1965, situasi politik dan militer Indonesia berada dalam keadaan genting. Dalam pertemuan penting yang diadakan oleh Presiden Soekarno dengan para petinggi TNI termasuk Maidan Soeharto, suasana semakin tegang.

Peristiwa gerakan 30 September baru saja terjadi dan dampaknya masih terasa di seluruh negeri. Presiden Soekarno yang selama ini menjadi tokoh utama revolusi berusaha menenangkan situasi. Ia menyatakan bahwa peristiwa tersebut adalah bagian dari dinamika revolusi dan tidak perlu menimbulkan ketertigaan yang berlebihan, terutama antara cabang-cabang angkatan bersenjata.

Presiden Soekarno secara khusus meminta agar angkatan darat yang dibimpin oleh Soeharto tidak mencurigai angkatan lainnya, terutama angkatan udara. Omar Dhani, selaku Panglima Angkatan Udara, telah memberikan laporan kepada Soekarno bahwa angkatannya tidak terlibat dalam peristiwa G30S. Soekarno mencoba meyakinkan bahwa kejadian ini tidak menunjukkan adanya konflik internal di antara angkatan bersenjata. Namun, Majen Soeharto tidak sepenuhnya menerima penjelasan tersebut. Ia mengajukan bukti yang menunjukkan adanya senjata laras panjang milik Angkatan Udara yang ditemukan di lokasi kejadian di Lebang Buaya, tempat di mana para jenderal yang diculik, dibunuh, dan disembunyikan.

Bukti ini menguatkan kecurigaan Soeharto bahwa ada keterlibatan pihak Angkatan Udara dalam peristiwa tersebut. Petinggi Angkatan Udara, termasuk Umar Dhani, menyangkal adanya tuduhan tersebut. Mereka berpendapat bahwa senjata-senjata itu mungkin saja telah dicuri dari guna senjata mereka dan digunakan oleh pelaku gerakan 30 September tanpa sepengetahuan mereka. Meskipun demikian, Soeharto tetap skeptis dan terus mendorong nelidikan lebih lanjut.

terhadap keterlibatan elemen-elemen tertentu dari angkatan udara dalam gerakan ini. Rapat ini menjadi momen penting yang memperlihatkan adanya ketegangan antara Presiden Soekarno dan Maidan Soeharto. terutama terkait penanganan peristiwa G30S dan langkah-langkah yang akan diambil selanjutnya untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan di Indonesia. Presiden Soekarno kemudian mengumumkan bahwa ia telah mengambil alih ke pembimbinan Angkatan Udara, sebuah langkah untuk menegaskan kendali atas cabang militer yang sebelumnya dimimpin oleh Omar Dhani yang dicurigai terkait dengan gerakan tersebut. Sementara itu, Mai Jan Soeharto melaporkan kepada Presiden bahwa ia telah mengambil alih ke mantuan Angkatan Darat, sebuah langkah yang diambil selanjutnya.

diambil berdasarkan kebiasaan di Kostrad apabila Jenderal Matiani tidak dapat menjelankan tugasnya. Soeharto menegaskan bahwa langkah ini sesuai dengan prosedur darurat untuk memastikan stabilitas militer. Presiden Soekarno kemudian secara resmi menunjuk Soeharto sebagai pemimpin angkatan darat dan memberikan menang penuh kepadanya untuk memulihkan keamanan di Indonesia.

Penunjukan ini menjadi titik penting dalam karir Soeharto dan menandai awal dari peran sentralnya dalam menanganan situasi pasca G30. Setelah penunjukan tersebut, Tuharto langsung memerintahkan operasi militer untuk merebut wilayah Halim Perdana Kusuma yang menjadi salah satu pusat pergerakan pasukan gerakan 30 September. Kesokan harinya, pada tanggal 2 Oktober 1965, Angkatan Darat melancarkan operasi besar-besaran untuk merebut Pangkalan Udara Halimberdanan Sumah yang menjadi markas utama gerakan 30 September. Pangkalan ini juga berfungsi sebagai titik kumpul bagi para pelaku G36. termasuk beberapa toko kunci PKI dan pergerakan militer yang terlibat.

Dengan kekuatan penuh, pasukan tersebut TNI yang dipimpin oleh Mejen Soeharto dan Kolonel Sarwedi Menyerbu Halim. Jumlah pasukan TNI yang besar dan terkoordinasi membuat pasukan G30S kewalahan menghadapi serangan. Pasukan Gerakan 30 September tidak memiliki cukup kekuatan untuk melawan dan dengan cepat mulai mundur serta menyerah.

Sebagian dari mereka menerikan diri, sementara lainnya ditangkap oleh pasukan TNI. Jangan mengadakan perlawanan, usahakan untuk bertahan. Perintah sudah diterima, ganti. Di sekitar sini ada seramah dan penduduk cukup padat.

Saya kira sebelumnya komodor perlu mengatakan bahwa tembakan dimulai dari pihak sana. Dan kami disini hanya bertahan. Tapi cobalah kita berusaha kontak mereka.

Kawan ketua akan terus berusaha. Kami terus bertahan di sini. Terangkan komandan meninggalkan tempat ini dan menunggu di kok. Di sini cukup saya saja yang menghadapi. Dengan jatuhnya Halim ke tangan TNI, operasi militer G30S secara efektif berakhir.

para pemimpin gerakan termasuk Lait Kelo Untung dan Bikin Suparjo berusaha melarikan diri. Namun beberapa di antara mereka akhirnya tertangkap dalam beberapa hari berikutnya. Keberhasilan operasi tersebut mengembalikan kendali militer kepada Kementerian Rat dan menandai dimulainya upaya untuk menindak tegas PKI serta para pendukung gerakan 13 September. dan selanjutnya siap menunggu perintah setelah wilayah tersebut berhasil dikuasai Maijen Soeharto mengeluarkan perintah untuk segera mencari Tupi General yang telah menjadi korban, menculikan, dan pembunuhan oleh gerakan 30 September pada tanggal 3 Oktober 1965, operasi pencarian dimulai di sekitar wilayah Halim.

Tak jauh dari sana, TNI juga menyusuri daerah Lomboya yang dianggap mencerigakan. Polisi Sukitman yang menjadi sasri mata kemudian dibawa ke lokasi untuk menunjukkan tempat di mana jenazah para korban. perubahan disembunyikan berkat pembimbingan Allah subhanahuwata'ala melalui sekitman terungkaplah rahasia besar yang selama ini disembunyikan oleh PKI sekitman menunjuk sebuah pohon pisang yang diyakini menjadi penanda lokasi jenazah para jenderal pohon itu kemudian dicabut dan terlihatlah tanah yang tampak belum lama ditimbun TNI bergerak cepat melakukan penggalian hingga malam hari setelah menggali berangkometer mereka mulai mencium aroma busuk yang membuat mereka yakin bahwa mayat mereka cari ada di bawah sana namun karena hari sudah sempat Proses evakuasi dihentikan sementara waktu dan akan dilanjutkan ke asokan harinya.

Pada tanggal 4 Oktober 1965, Mai Jan Soeharto memimpin langsung proses evakuasi mayat 7 jenderal korban gerakan 30 September di Lubang Buaya. Pasukan TNI kemudian mulai menggali sumber tua yang digunakan oleh para pelaku untuk menyembunyikan mayat para korban. Satu persatu, mayat pada jenderal dievakuasi dalam kondisi yang mengenaskan.

Mai Jan Soeharto yang memimpin operasi tersebut memastikan bahwa proses pengangkatan korban dilakukan dengan penuh kehormatan, meskipun situasi di sekitar lokasi masih penuh dengan ketegangan. Ter Setelah seluruh jenazah berhasil diangkat dari sumur pada sore hari, jenazah kemudian dibawa untuk persiapan pemakaman militer. Kesokan harinya, pada tanggal 5 Oktober 1965, yang juga bertepatan dengan Hari Angkatan Persenjataan Nasional, dilakukan prosesi pemakaman kenegaraan. Upacara tersebut dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk para pejabat tinggi negara, perwira militer, dan keluarga korban. Dalam prosesi yang penuh duka ini, para jeneral diberikan penghormatan terakhir atas jenazah mereka kepada bangsa dan negara.

Prosesi pemakaman ini menjadi momen simbolis yang penting bagi bangsa Indonesia Mengingat peristiwa gerakan 30 September telah mengguncang stabilitas nasional Pemakaman para jenderal korban kekejaman G30S tersebut juga merkuat narasi Bahwa tindakan kontra-reklusi yang dilakukan PKI dan para pelakunya harus segera diakhiri Demi menjaga keutuhan negara Dan film pun selesai Film pengkhianatan G30S PKI menggambarkan dengan dramatis dan tragis peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia Yaitu gerakan 30 September 1965 yang menggugurkan tujuh perwira tinggi Angkatan Darat. Film ini menyeroti kekejaman, manipulasi, dan penyiksaan yang dilakukan oleh anggota PKI terhadap para jenderal serta menekankan perjuangan Angkatan Darat di bawah kepemimpinan Majen Soeharto dalam menutup gerakan tersebut guna memulihkan stabilitas negara. Sebagai penutup, film ini menyajikan pesan penting tentang bahaya ideologi komunis yang ingin merusak persatuan bangsa dan mengingatkan generasi menerus untuk senantiasa waspada terhadap ancaman yang merongrong pendorotan dan keamanan negara. Saya Fikir Pamit dan sampai jumpa di video selanjutnya